Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

HIPERTIROID DAN KOLIK ABDOMEN


Disusun untuk Memenuhi Tugas Clerkship Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh :
Destian Fajar Rahmawan 220040101074

Pembimbing
dr. Diyah Saraswati, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih karunia-Nya penulis dapat menyusun laporan kasus ini. Laporan kasus ini disusun
untuk memenuhi tugas pada kegiatan kepaniteraan klinik madya (KKM) tahun
akademik 2021. Makalah ini berisi laporan kasus dengan judul “HIPERTIROID DAN
KOLIK ABDOMEN” sesuai tema yang diberikan oleh dokter pembimbing.

Penulis berharap agar laporan kasus ini dapat dimanfaatkan dan dipahami baik
oleh penulis maupun pembaca. Segala kritikan dan saran yang membangun sangat
dibutuhkan untuk pengembangan ilmu kedokteran yang dibahas dalam laporan kasus
ini.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan kasus ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Dengan segala kerendahan hati,
penyusun mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan laproan kasus
berikutnya.

kepanjen, Mei 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…....................................................................................2
DAFTAR ISI…...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang….........................................................................................4
1.2 Tujuan…......................................................................................................4
1.3 Manfaat…....................................................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS…........................................................................6
2.1 Identitas…....................................................................................................6
2.2 Anamnesis…................................................................................................6
2.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................7
2.4 Diagnosa Banding…………………………………………………………9
2.5 Pemeriksaan Penunjang.………. ………………………………………….9
2.6 Diagnosa Kerja……………………………………………………………11
2.7 Penatalaksanaan…………………………………………………………...11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….12
3.1 Hipertiroid………………………………………………………………...12
3.2 Kolik Abdomen…………………………………………………………...17
BAB IV PEMBAHASAN…................................................................................20
4.1 Pembahasan Kasus………..…......................................................................20
BAB V PENUTUP…...........................................................................................21
5.1 Kesimpulan…...............................................................................................21
5.2 Saran….........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA….......................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertiroid adalah suatu keadaan akibat peningkatan kadar hormon tiroid pada

tubuh tiroid bebas dalam darah. Menurut Data Nasional dalam Riskesdas 2013,

hipertiroid yang terdiagnosa dokter sebesar 0,4%. Prevalensi hipertiroid tertinggi di DI

Yogyakarta dan DKI Jakarta (masing-masing 0,7%), Jawa Timur (0,6%), dan Jawa

Barat (0,5%). Hipertiroid memiliki gejala seperti tremor, jantung berdebar-debar,

keringat berlebihan, dan penurunan berat badan. Hipertiroid yang tidak diatasi dapat

menjadi krisis tiroid yang dapat menyebabkan kematian. Hipertiroid yang fatal biasanya

disebabkan autoimun penyakit grave pada ibu hamil. Janin yang dikandungnya dapat

mengalami hipertiroid juga, dan mampu menyebabkan retardasi pertumbuhan, bahkan

sampai kematian.1

Kolik abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan seperti

perasaan tajam. Nyeri kolik abdomen sifatnya hilang timbul dan biasanya bersumber

dari organ yang terdapat dalam abdomen (perut). Penyebab terjadinya kolik abdomen

beraneka ragam dari obstruksi, striktur, batu sampai karsinoma pada organ dalam

abdomen. Pada kolik abdomen diperlukan penanganan yang tepat untuk mengurangi

rasa tidak nyaman terhadap pasien.2

1.2 Tujuan

1. Mengetahui penegakan diagnosa dari hipertiroid.

2. Mengetahui penatalaksanaan diagnosis dari hipertiroid.

3. Merngetahui penyebab nyeri kolik abdomen.

4. Mengetahui penatalaksanaan nyeri kolik abdomen.

4
1.3 Manfaat

1. Untuk menambah wawasan mengenai kasus ilmu penyakit dalam.

2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit dalam.

5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 67 tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Jawa

Alamat : Gondanglegi

2.2 Anamnesis

 Keluhan Utama

Nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu

 Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. S datang ke IGD pada tanggal 1 Mei 2021 pada pukul 05.00 WIB atas

rujukan dari Mitra Delima dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu.

Lokasi nyeri tepatnya dibagian pinggang bagian kanan. Keluhan tersebut sering

hilang timbul, seperti ditusuk-tusuk dang menjalar hingga ke belakang. Nyeri

semakin bertambah jika pasien berubah posisi dan berkurang saat berbaring.

Skala nyeri pasien adalah 9.

Pasien juga mengeluhkan mengenai benjolan yang semakin lama semakin

membesar sehingga membuat pasien sulit menelan. Benjolan tersebut sudah ada

sejak 20 tahun yang lalu. disertai dengan keluhan jantung berdebar, mudah lelah,

sering gelisah, turun berat badan sejak sakit dan nafsu makan turun. Pasien juga

mengeluh mual muntah dan memiliki riwayat penyakit diabetes melitus.

6
 Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak ada data

 Riwayat Penyakit Keluarga

- Saudara dan ibu mempunyai riwayat pembesaran tiroid.

- Saudara memiliki riwayat gangguan ginjal

 Riwayat Kebiasaan

Sering mengonsumsi jamu

 Riwayat Pengobatan

Tidak ada data

 Riwayat Alergi

Tidak ada

 Riwayat Sosial

Tidak ada data

2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Kesan umum : Cukup

Kesadaran : composmentis (GCS 456)

2. Vital Sign

TD : 143/59 mmHg

Suhu : 37.6℃

Nadi : 113x/menit

RR : 24x/menit

Berat Badan : 50 kg

Tinggi Badan : 155 cm

7
BMI : 20,81 (normal)

3. Status Interna

Kepala Normocephal, tanda trauma (-)


Mata Konjungtiva anemis (+), simetris
Hidung Deviasi septum nasi (-), secret (-/-), pernapasan
cuping hidung (-/-)
Mulut Mukosa bibir tampak pucat
Leher Tampak massa dengan konsistensi lunak pada
regio colli anterior
Paru paru Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi: normal
Aukultasi : Vesikuler/Vesikuler
Perkusi : Sonor/sonor
Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kuat angkat
Perkusi: batas kiri ICS II linea parasternal sinistra,
batas kanan ICS II linea parasternal dextra
Auskultasi : S1, S2 single, tidak ada murmur
Abdomen Inspeksi: simetris
Palpasi: dinding perut sofel, nyeri ginjal
Perkusi: flank pain +/-
Auskultasi: peristaltik usus +
Ekstremitas Tremor pada ekstremitas atas sinistra dan dextra

2.4 Diagnosis Banding

- Kolik Abdomen (urolithiasis, gastritis)

- Nodul typhoid (penyakit grave, adenoma toksik)

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Hasil Lab

8
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hb 9,9 g/dL 11,4-15,1
Hct 29,4 % 38-42
Lekosit 29.500 Sel/uL 47.000-11.300
Eritrosit 3,9 106/uL 3,5-5,5
Trombosit 198.000 /µL 150000-450000
Index trombosit
MCV 76,0 fL 82-92
MCH 25,7 pg 27-31
MCHC 33,6 % 32-37
Hitung jenis
Granulosit 90 % 43-76
Limfosit 5,0 % 15-45
Monosit 5,0 % 4-12
Kimia Klinik
Gula darah puasa 84 mg/dL 60-100
Gula darah 2 jam PP 125 mg/dL <130
SGOT 61 U/L 10-35
SGPT 73 U/L 10-50
Kimia Urin
Protein urine 2+ Negatif
Darah 2+ Negatif
Berat jenis urine 1,010 1,016-1,022
Ureum 99 mg/dL 10-50
Kreatinin 2,2 Mg/dL 10-50
Imunoserologi
Sars-CoV 2 Antigen negatif negatif
TSH 0.01 0.7-5.97
Free T4 5.01 0.96-1.77

USG Abdomen
 Hepar berukuran normal (intercostal 13,5 cm), permukaan reguler sudut
tajam, echoparenkim tampak normal, homogen, tak tampak pelebaran, tak
tampak massa/nodul
 Gaster normal, tanpa ada penebalan dinding

 gallbladder ukuran normal, tidak tampak batu

 pankreas normal

 spleen normal

9
 ginjal kanan ukuran normal, echo cortex tampak normal, batas cortex-

medulla tampak jelas, sistem pelvicocalyceal tampak melebar, tidak tampak

batu, tidak tampak kista di pole tengah, tidak tampak pelebaran ureter

proksimal.

 ginjal kiri ukuran normal, echo cortex tampak normal, batas cortex-medulla

tampak jelas, sistem pelvicocalyceal tidak melebar, tidak tampak batu,

tampak kista di pole tengah, tidak tampak pelebaran ureter proksimal.

 vesica urinaria normal

 uterus normal

 Kesimpulan: didapatkan hidronephrosis ringan ginjal kanan, simpel kista

ginjal kiri (bosniack tipe 1)

Foto Thorax AP
 Cor terkesan membesar
 Aorta normal

 Pulmo tidak nampak infiltrat/nodul, corakan bronkovascular tampak normal

 trachea ditengah

 tulang intake

 Kesimpulan: cor prominen

EKG
 Pemeriksaan pada tanggal 1 Mei 2021
- Sinus takikardi

- Old anterior infark

- infark inferior

- Atrium Fibrilasi

10
 Pemeriksaan pada tanggal 3 Mei 2021

- irama sinus

- pemanjangan interval QT

2.6 Diagnosis Kerja

 Hidronefrosis dextra grade I

 Kista ginjal

 Hipertiroidisme

 Anemia normositik normokrom

 Transiminitis

 Azotemia

2.7 Penatalaksanaan

 MRS

 Medikamentosa

- Propanolol 2x1 40 mg

- OMZ 40 gr IV

- PTU 3x1 300 mg

- Antrain 1 gr IV

- cefoporazone 1 gr IV

- furosemide 1 amp IV

- ODR 8 mg IV

 Non-medikamentosa

- Ketaatan dengan obat

- Perhatikan asupan output dan intake cairan

11
 KIE

- Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai

diagnosis, penanganan dan komplikasi yang akan terjadi nantinya.

- Jelaskan terhadap pasien dan keluarga untuk disiplin meminum obat

dalam jangka waktu panjang disebabkan hipertiroid memperlukan waktu

lama untuk sembuh.

- Edukasi pasien untuk menghindari makanan beriodin tinggi seperti susu,

kuning telur, garam dan keju.

- Pasien dianjurkan untuk tidak menahan air kencing dan sering minum air

putih.

 Rencana tindak lanjut

- Monitoring ttv (menurunkan tekanan darah dan nadi pasien ke normal).

- Rujuk ke spesialis bedah untuk penanganan gangguan ginjal.

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Hipertiroid

3.1.1 Definisi

Hipertiroid merupakan salah satu bentuk tirotoksikosis yang disebabkan

peningkatan sintesa dan sekresi kadar hormon tiroid bebas dalam darah. Istilah

hipertiroid berbeda dengan tirotoksikosis. tirotoksikosis merupakan suatu keadaan

klinik akibat kelebihan hormon tiroid dengan berbagai macam etiologi. hipertiroid

sering menyerang wanita dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan hormon tiroid

berhubungann erat dengan hormon estrogen. Terdapat beberapa macam hipertiroid

yang sering menyerang masyarakat Indonesia, diantaranya:2

1. Penyakit grave

Merupakan 75% penyebab utama munculnya hipertiroid. Penyakit grave

disebabkan karena adanya kelainan autoimun akibat interaksi antara antibodi

terhadap reseptor TSH immunoglobulin IgG dengan reseptor TSH pada

kelenjar tiroid, yang menyebabkan stimulasi kelenjar tiroid, sekresi tiroksin

(T4) yang meningkat, dan pembesaran tiroid. Penyakit lain yang berkaitan

dengan penyakit grave adalah penyakit mata (oftalmopati) dan penyakit

autoimun yang spesifik pada organ tertentu.

2. Struma toksik multinodular

Struma yang berkelanjutan dapat menyebabkan hipertiroid. Sering

terjadi relaps setelah terapi dengan obat antitiroid. sehingga diperlukan

pembedahan atau radioterapi.

13
3. Adenoma toksik

Merupakan tumor jinak yang tumbuh di kelenjar tiroid dan

menyebabkan peningkatan produksi hormon tiroid yang berlebihan

(hipertiroidisme). biasanya ditandai dengan benjolan tunggal ukuran 2,5 cm

pada kelenjar tiroid.

4. Tiroiditis hashimoto

Merupakan bagian spektrum penyakit tiroid yang bersifat autoimun.

Pembesaran tiroid yang licin pada perabaan serta mampu menyebabkan

hiper- dan lalu hipotiroid.

5. Tiroiditis pasca melahirkan

Sering dialami oleh ibu hamil. Biasanya sembuh dengan sendirinya.

3.1.2 Patofisiologi

Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi

berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan

pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi

tiroksin (T4) di jaringan perifer. Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh

terhadap metabolisme jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan

sintesa protein. Hormon tiroid ini berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh

melalui mekanisme transport asam amino dan elektrolit dari cairan ekstraseluler

kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel dan peningkatan proses-proses

intraseluler4. Beberapa manfaat hormon tiroid bagi tubuh:3

1. aktivitas lipolitik yang meningkat pada jaringan lemak

2. modulasi sekresi gonadotropin

3. mempertahankan pertumbuhan proliferasi sel dan maturasi rambut

14
4. merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang menghasilkan

kalorigenesis dan fosforilasi oksidatif pada jaringan hati, ginjal dan otot.

Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme jaringan, sintesa

protein dan lain-lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan

adanya palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu

makan yang meningkat, berat badan yang menurun. terkadang gejala klinis yang ada

hanya berupa penurunan berat badan, payah jantung, kelemahan otot serta sering

buang air besar yang tidak diketahui sebabnya.3

3.1.3 Diagnosa Klinis

Didapatkan 10 gejala yang menonjol pada hipertiroid yaitu:2

1. Nervositas

2. Kelelahan atau kelemahan otot-otot

3. Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik

4. Diare atau sering buang air besar

5. Intoleransi terhadap udara panas

6. Keringat berlebihan

7. Pada wanita terdapat perubahan pola menstruasi

8. Tremor

9. Berdebar-debar

10. Penonjolan mata dan leher

Gejala-gejala hipertiroid ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa

tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak

menyadari penyakitnya.

15
Skoring penyakit hipertiroid dapat digunakan berdasarkan gejala dan keluhan

yang di alami pasien dengan menggunakan skoring Index Wayne (tabel 1). Pada

indeks Wayne di dapatkan range skoring +45 hingga – 25 dimana jika skor >+19,

maka dapat dikatakan hipertiroid sedangkan jika skor kurang dari 11 maka dapat

dikatakan euthyroid (normal). Sedangkan kondisi dimana skoring 11 hingga 19

katakakan kondisi equivocal (samar-samar). Penggunaan awal indeks wayne

ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis hipertiroid dengan kondisi

keterbatasan pemeriksaan lengkap lebih lanjut.8

Tabel 1. Indeks wayne

Selain menggunakan indeks wayne, terdapat juga kriteria diagnostik untuk

krisis tiroid yang disebut kriteria diagnostik Burch and Wartofsky. Pada kriteria ini,

terdapat 3 range skoring yaitu:8

1. skor > 45 didapatkan krisis tiroid.

2. skor diantara 25-44 masih terduga krisis tiroid.

3. skor < 25 bukan krisis tiroid.

16
Tabel 2. kriteria diagnostik Burch and Wartofsky

Walaupun terdapat kriteria untuk mendiagnosa hipertiroid namun, dibutuhkan

pemeriksaan hormon tiroid (thyroid function test), seperti kadar T4 dan T3, kadar

T4 bebas atau free thyroxine index (FT4) untuk mengonfirmasi diagnosis tersebut.

Adapun pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis adalah

pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom,

pengukuran kadar TSH serum, test penampungan yodium radioaktif (radioactive

iodine uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning).2

3.1.4 Tatalaksana

1. Obat antitiroid

17
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide yodium, lithium,

perchlorat dan thiocyanat. Obat yang sering dipakai dari golongan thionamide

adalah propylthiouracyl (PTU), mercaptoimidazole carbimazole. Obat ini bekerja

menghambat sintesis hormon tetapi tidak menghambat sekresinya, yaitu dengan

menghambat terbentuknya monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT),

serta menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif.

PTU juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya

lebih murah sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan utama.

Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30 - 60

mg per hari untuk carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis

tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU

atau carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar.5

Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24 bulan)

dan dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan mengalami

perbaikan yang bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau

hanya sedikit memberikan perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa

kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur minum obat,

struma yang besar, pernah mendapat pengobatan yodium sebelumnya atau dosis

kurang). Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin

rash dapat ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian

pengobatan. Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera

pengecap, cholestatic jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%).4

2. Beta Blocker

18
Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroid diakibatkan oleh adanya

hipersensitivitas pada sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis

ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin.

Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat

pengaruh hati. Propranolol merupakan obat yang masih digunakan. Propanolol

lebih efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam

setelah pemberian akan tampak penurunan gejala. Khasiat propranolol adalah

menurunkan denyut jantung permenit, menurunkan cardiac output,

memperpanjang waktu refleks Achilles, mengurangi nervositas, mengurangi

produksi keringat, mengurangi tremor. Selain itu, propranolol dapat menghambat

konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu 4 -

6 jam hipertiroid dapat kembali lagi.2

3. Tindakan pembedahan

Indikasi utamanya untuk melakukan ini adalah mereka yang berusia muda dan

gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid.2

3.2 Kolik Abdomen

3.2.1 Definisi

Kolik abdomen adalah rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan

bersumber dari organ yang terdapat dalam abdomen (perut). Hal yang mendasari hal

ini adalah infeksi pada organ di dalam perut (mencret, radang kandung empedu,

radang kandung kemih), sumbatan dari organ perut (batu empedu, batu ginjal). Kolik

abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan seperti perasaan

tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan baik parsial ataupun

19
total baik organ tubuh berongga atau organ yang terlibat tersebut dipengaruhi

peristaltik.1

3.2.2 Etiologi

Adapun yang menjadi penyebab dari kolik abdomen yaitu :1

a. Secara mekanis :

1) Adhesi (pertumbuhan bersatu bagian-bagian tubuh yang berdekatan karena

radang)

2) Karsinoma

3) Gangguan pada saluran urinaria

4) Gangguan pada saluran cerna

b. Fungsional (non mekanik)

1) Enteritis regional

2) Ketidak seimbangan elektrolit

3) Uremia (Kondisi yang terkait dengan penumpukan urea dalam darah karena

ginjal tidak bekerja secara efektif)

3.2.3 Patofisiologi

Kolik abdomen adalah gangguan pada aliran normal usus seoanjang traktus

intestinal. Rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan bersumber dari organ

yang terdapat dalam abdomen. Hal yang mendasari adalah infeksi dalam organ perut

(diare, radang kandung empedu, radang kandung kemih). Sumbatan dari organ perut

(batu empedu, batu ginjal). Akut abdomen yaitu suatu kegawatan abdomen yang dapat

20
terjadi karena masalah nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang

daari 24 jam. Kolik abdomen terkait pada nyeri perut serta gejala seperti muntah,

konstipasi, diare, dan gejala gastrointestinal yang spesifik. Pada kolik abdomen nyeri

dapat berasal dari organ dalam abdomen, termasuk nyeri viseral. Dari otot lapisan

dinding perut. Lokasi nyeri perut abdomen biasanya mengarah pada lokasi organ yang

menjadi penyebab nyeri tersebut. Walupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan

perjalanan dari tempat lain. Oleh karena itu, nyeri yang dirasakan bisa merupakan

lokasi dari nyeri tersebut atau sekunder dari tempat lain.1

3.2.4 Klasifikasi

Pada garis besarnya sakit perut dapat dibagi menurut datangnya serangan dan

lamanya serangan, yaitu akut atau kronik (berulang), yang kemudian dibagi lagi atas

kasus bedah dan non bedah (pediatrik). Selanjutnya dapat dibagi lagi berdasarkan

umur penderita, yang di bawah 2 tahun dan di atas 2 tahun, yang masing-masing dapat

dikelompokkan menjadi penyebab gastrointestinal dan luar gastrointestinal. Konsep

yang klasik membagi sakit perut berulang ke dalam 2 golongan: organik (fungsional)

dan psikogenik (psikosomatik). Biasanya harus dicari dulu penyebab organik, bila

tidak ditemukan bisa dipikirkan kemungkinan penyebab psikogenik.1

3.2.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus.5

b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan

sigmoid yang tertutup5.

c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan

hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar

serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.4

21
3.2.6 Tatalaksana

a. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit3

b. Terapi Na+, K+, komponen darah2

c. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial2

d. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler2

e. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.2

22
BAB IV
PEMBAHASAN

4. 1 Pembahasan Kasus

Penegakan diagnosis pada kasus ini didapatkan melalui anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien merupakan seorang wanita dengan usia 67

tahun yang diagnosis hipertiroid. Diagnosa didapatkan dari manifestasi klinis yang

muncul akibat kelebihan hormon T4 dalam jaringan yang berdampak pada berbagai

macam sistem organ. selain itu penyakit hipertioroid biasanya sering terjadi pada wanita

dengan perbandingan 8:1 jika dibandingkan dengan kasus pada laki-laki. Sebagian besar

kasus penyakit hipertiroid memang terjadi pada kurun usia antara 40 hingga 60 tahun,

walapun demikian penyakit hipertiroid ini dapat terjadi pada semua umur. Gejala yang

sering dialami oleh Sebagian besar pasien hipertiroid adalah palpitasi, lemas, tremor,

anxiety, gangguan tidur, intoleransi panas, berkeringat, dan polydipsia. Pada

pemeriksaan fisik biasanya dapat di temukan takikardi, tremor pada ekstremitas dan

penurunan berat badan. Pada pasien ini, gejala yang dialami adalah palpitasi (+2),

mudah lelah (+2), berat badan turun (+3), pembesaran tiroid teraba (+3), nadi

>90x/menit (+3), atrial fibrilasi (+4), tremor (+4), gugup (+2). Pasien tidak mengalami

bruit tiroid (-2), telapak tangan kering (-2), telapak tangan basah (-1). Menurut indeks

Wayne pada kasus ini didapatkan skor 20. Selain itu pasien juga dilakukan pemeriksaan

penunjang pengukuran serum TSH didapatkan hasil 0,01 dan free T4 mendapatkan hasil

5,02. Hal ini memperkuat diagnosa bahwa pasien mengalami hipertiroid.7

Peningkatan tiroid dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan pada pasien yang

memiliki riwayat DM. hipertiroid mampu memperburuk kontrol glukosa darah dan

meningkatkan kebutuhan insulin. Resistensi insulin pada penyakit graves kemungkinan

23
berhubungan dengan efek insulin dan hipertiroidisme di hepar yang saling berlawanan.

Hormon tiroid dapat meningkatkan produksi glukosa dalam keadaan puasa serta

menurunkan sensitivitas hepatik terhadap insulin. Selain karena peningkatan produksi

glukosa, terjadi peningkatan ekspresi dari transporter glukosa (GLUT2). Walaupun

memang terjadi resistensi insulin, tetapi dengan memperbaiki dan mengatasi keadaan

hipertiroidnya, setelah pasien mencapai status klinis eutiroid, resistensi insulin ini juga

ikut membaik.7

Pada pasien juga didapatkan penurunan Hb, mcv, mch dan konjungtiva anemis

disebabkan secara umum ginjal mengalami penurunan fungsi atau kerusakan sehingga

terjadi gangguan proses pembentukan eritropoetin. Gangguan pada ginjal juga memicu

timbulnya nyeri kolik terutama daerah pinggang. Pada hasil pemeriksaan USG

didapatkan sistem pelvicocalyceal tampak melebar pada ginjal dekstra dan tampak kista

di pole tengah. Adanya masalah dengan ginjal akan mempengaruhi proses filtrasi,

reabsorbsi dan sekresi di ginjal.6

Pada kasus ini pasien harus menjalani MRS perawatan intensif di rumah sakit

untuk monitoring penyakitnya. Mual muntah diberikan injeksi ODR 8 mg. Pada

gangguan pencernaan pasien diberi OMZ 40 gr. Untuk mengatasi hidronefrosis maka

diberi injeksi furosemide 1amp untuk meningkatkan jumlah urine yang dihasilkan oleh

tubuh. pemberian injeksi cefoperazone digunakan sebagai antibiotik untuk membunuh

dan menghambat perkembangan bakteri. Untuk meredakan nyeri kolik diberikan injeksi

antrain 1gr. Pemberian PTU digunakan untuk menghambat koversi T3 jadi T4.

Penggunaan propanalol untuk mengurangi dampak hormone tiroid pada jaringan.

24
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan pasien di
diagnosa hipertiroid dan hidronefrosis. Beberapa faktor yang mendukung diagnosa
dapat dilihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
didapatkan benjolan pada leher, nyeri pada pinggang Pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjingtiva anemis (+), nyeri pada ginjal dan benjolan gondok yang positif.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit (), peningkatan hormon T4 dan
penurunan hormon TSH. Pemeriksaan USG abdomen didapatkan pembesaran pada
sistem pelvicocalyceal renal dextra.

5.2 Saran

Diperlukan upaya untuk menghindari faktor resikonya seperti kekurangan nurisi


dan cairan, dan yang harus diperhatikan pentingnya anamnesis, pemeriksaan penunjang
yang tepat sehingga pasien dapat maksimal mendapatkan edukasi dan pengarahan
menangani permasalahannya, terutama jika pasien mengalami keluhan yang sama
nantinya.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Douglas, G., Nicol, F., & Robertson, C. Macleod Pemeriksaan Klinis edisi 14.
Singapore: Elsevier; 2018.
2. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2014.
3. Douglas, G., Nicol, F., & Robertson, C. Macleod Diagnosis Klinis edisi 14.
Singapore: Elsevier; 2018.
4. Davey, Patrick. At a Glance MEDICINE. Alihbahasa Annisa Rahmalia dan
Novianty R. Jakarta: Gramedia; 2018.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
6. Sherwood, L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2014.
7. Wisnu, W., Soewondo, Pradana, & Subekti. Hubungan Status Tiroid dengan
Intoleransi Glukosa pada Pasien Hipertiroid. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 5.
35; 2018.
8. Srikandi, N., Suwidya W., Hipertiroidisme Graves Disease: Case Report. JKR. 6.1;
2020.

26

Anda mungkin juga menyukai