Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

DIAGNOSIS

HOLISTIK

KISTA OVARIUM

Disusun Oleh :

Arini Yulfa Endriani


018.06.0061

Pembimbing
dr. Wiwik
Nurlaela

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK


MADYA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS
CAKRANEGARA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya laporan ini dapat penulis selesaikan dengan
sabagaimana mestinya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan serta bantuan hingga terselesaikannya laporan
ini, penulis mohon maaf jika dalam laporan ini masih terdapat kekurangan
dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang
berhubungan dengan materi pada laporan ini. Oleh karena itu penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
membantu penulis untuk dapat lebih baik lagi kedepannya.

Mataram, 19 Januari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................3

BAB I GAMBARAN KONDISI KELUARGA...................................5

1.1 Laporan Kasus...............................................................................5

1.1.1 Identitas Pasien.............................................................................5

1.1.2 Anamnesis....................................................................................5

1.1.3 Pemeriksaan Fisik.........................................................................7

1.1.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................8

1.1.5 Diagnosa Kerja.............................................................................8

1.1.6 Diagnosis Banding.......................................................................8

1.1.7 Penatalaksanaan............................................................................8

1.1.8 Genogram.....................................................................................9

1.2 Diagnosis Holistik........................................................................10

1.2.1. Aspek Personal..........................................................................10

1.2.2 Aspek Klinis...............................................................................11

1.2.3 Aspek Risiko Internal.................................................................11

1.2.4 Aspek Risiko Eksternal..............................................................11

1.2.5 Aspek Fungsional.......................................................................13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................14

2.1 Carsinoma mammae......................................................................14

2.1.1 Definisi.......................................................................................14

2.2.2 Etiologi.......................................................................................15

3
2.1.3 Faktor Resiko.............................................................................19

2.1.4 Manifestasi Klinis......................................................................19

2.1.5 Patofisiologi...............................................................................21

2.1.6 Dignosis......................................................................................22

2.1.7 Tatalaksana.................................................................................23

BAB III PEMBAHASAN.....................................................................25

BAB IV PENUTUP..............................................................................27

DAFTAR PUSTAKA............................................................................28

LAMPIRAN...........................................................................................29

4
BAB I
GAMBARAN KONDISI KELUARGA

1.1 Laporan Kasus


1.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Tempat tanggal lahir : Mataram, 10-02-
1975

Umur : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Lingk. Tembelok
Kec. Sandubaya,Mataram

Tanggal pemeriksaan : 20 Januari 2024

1.1.2 Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri ulu hati
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. S berusia 48 tahun mengatakan memiliki keluhan nyeri
ulu hati. Nyeri ulu hati tersebut yang dirasakan sudah 3 bulan yang lalu.
Semenjak mengetahui hal tersebut pasien pergi ke Puskesmas untuk
melakukan pemeriksaan. Di Puskesmas melakukan rujuk ke RS Harapan
Keluarga dikarenakan CT Scan RS HK rusak kemudian di rujuk ke RS
Bayangkara kemudian kembali lagi ke RS HK di HK tidak bisa di prediksi untuk
mendiagnosis pasien kemudian di rujuk ke RS Kota Mataram dan dilakukan
USG. Kemudian dokter mengatakan bahwa pasien mengidap kista ovarium
tetapi dokter RS Kota tidak bisa menetukan pasien mengalami tumor jinak
atau ganas.Kemudian di rujuk ke RSUP untuk dilakukan pengecekan.
Dokter menyarankan untuk melakukan operasi. Pasien mengatakan tidak
memiliki keluhan pada daerah perut dan tidak menimbulkan rasa
sakit,bahkan menstruasi lancar dan tudak mengeluhkan nyeri.

5
Keluhan yang dirasakan sekarang setelah melakukan operasi dan
kemoterapi sebanyak 6x pasien mengeluhkan : mual muntah (+), pusing
berputar (vertigo) (+), pada saat makan seperti nyangkut di
tenggorokan(+), kasi terasa kebas dan kesemutan (+).

6
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Keluhan yang sama : (-)
 Riwayat Diabetes Melitus : (-)
 Riwayat Hipertensi : (-)
 Riwayat Penyakit Asma : (-)
 Riwayat Penyakit Jantung : (-)
 Riwayat Penyakit GERD : (+)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat Keluhan yang sama : (-)
 Riwayat Diabetes Melitus : (-)
 Riwayat Hipertensi : (-)
 Riwayat Penyakit Asma : (-)
 Riwayat Penyakit Jantung : (-)

e. Riwayat Sosial dan Pribadi


 Riwayat Imunisasi : Lengkap
 Alergi makanan dan obat-obatan : (-)
 Kebiasaan makan sehari-hari : Normal
 Olahraga : Jarang

1.1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Tanda Vital
 Keadaan Umum : Tampak baik
 GCS : Komposmentis (E4V5M6)
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 75 x/menit
 Laju Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,5ºC
 Spo2 : 77%

7
b. Status Generalis

Kepala : Normocephali
Mata : Dalam Batas Normal

8
THT : Dalam Batas Normal
Leher : Pembesaran tiroid (-), KGB (-),
Nyeri tekan (-)

Thorax : Normochest & Simetris


Pulmo Inspeksi : Gerakan simteris dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-), taktil fremitus
pada kedua lapang paru

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paruu


Auskultasi : Vesikuler diseluruh lapang paru
Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, mur-mur (-
)
Abdomen Inspeksi : Dalam batas normal, sikatrik (-)
Auskultasi : Bising usus (+), peristaltic usus 12
x/mnt
Perkusi : Sonor diseluruh lapang abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Ekstermitas : Akral hangat, edema (-)

1.1.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diakukan pada pasien yaitu pemeriksaan
darah lengkap, patologi anatomi & pemeriksaan radiologi dengan hasil
sebagai berikut :

- Hasil dari darang lengkap :

 Pasien mengalami peningkatan Platelet Distribution


Width.

 Fungsi ginjal pada Blood Urea Nitrogen (BUN)


mengalami peningkatan.

- Hasil dari patologi anatomi :


9
 Pasien terdiagnosis kista ovarium sinistra curiga ganas

- Hasil dari radiologi :

 Suspek pulmonal metastasis coarse noduler type

1.1.5 Diagnosa Kerja


 Kista Ovarium sinistra

1.1.6 Diagnosis Banding


 Kehamilan ektopik
 Abses Tuboovarium
 Appendicitis

10
1.1.7 Penatalaksanaan
 Non medikamentosa
 Pemberian edukasi terkait penyakit yang sedang dialami,
penyebab, komplikasi, dan pencegahan.
 Edukasi kepada pasien tujuan pengobatan dan untuk
melakukan kontrol rutin jika ada keluhan di fasilitas
pelayan kesehatan.
 Memotivasi keluarga untuk mendukung pengobatan pasien

 Medikamntosa
 Omepraozole
 Ondansetron hcl

1.1.8 Genogram

Keterangan:

11
Pasien tinggal dirumah dengan jumlah orang yang tinggal sejumlah 6 orang
yitu 2 anak laki-laki, 2 anak perempuan serta pasien dan suami pasien. Pasien
merupakan orang asli yang memang tinggal di daerah Tembalok dengan memiliki
rumah pribadi. Rumah pribadi pasien terdiri dari dua kamar tidur dan satu kamar
mandi dengan toilet berbentuk kloset jongkok. Sumber air yang digunakan untuk
keperluan rumah tangga berupa air PDAM. Sedangkan untuk kebutuhan minum
yang digunakan berupa air galon. Bak mandi yang digunakan pada rumah pasien
berupa ember yang selalu dikuras setiap hari. Ventilasi pada rumah pasien
terbilang cukup. Penilaian kebersihan rumah pasien cukup baik.

1.2 Diagnosis Holistik


1.2.1. Aspek Personal
1. Alasan pemeriksaan pasien
Pasien ingin diperiksa karena kekhawatirannya akan kondisinya yang
mengeluh nyeri pada ulu hati yang terus menerus yang sering dirasakan
oleh pasien yang tidak kunjung membaik. Pasien khawatiran akan
merasakan lemas hingga tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan
menggangu pekerjaan pasien.
2. Identifikasi harapan pasien
Harapan pasien terkait pelayanan kesehatan yang diberikan dapat
menyembuhkan penyakitnya dan tidak timbul lagi dan tidak sampai terjadi

12
komplikasi.

13
3. Identifikasi kekhawatiran pasien
Pasien Khawatir akan kondisinya yang takutnya semakin parah
karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Semenjak pasien
melakukan operasi dan kemeterapi keluhan masih dirasakan seperti nyeri
ulu hati,pusing mual dan muntah.
4. Identifikasi persepsi pasien terhadap penyakit
Keluhan yang dialami oleh pasien disebabkan karena GERD dan
tumor ganas. Menurut pasien ini merupakan penyakit yang tidak menular
dan juga penyakit yang berat dan mudah untuk disembuhkan.

1.2.2 Aspek Klinis


Berdasarkan pemeriksaan fisik yang pemeriksan lakukan pada
kunjungan rumah, pasien mengalami Kista Ovarium sisnistra..

1.2.3 Aspek Risiko Internal


 Jenis kelamin : Perempuan
 Umur : 40 tahun
 Penyakit keturunan : Tidak ada
 Gaya hidup : Pasien mengatakan gaya hidupnya baik.

1.2.4 Aspek Risiko Eksternal


 Pasien datang ke pelayanan kesehatan hanya saat kondisi kesehatan
yang buruk.
 Bentuk dan komposisi keluarga
Berdasarkan jenis perkawinan pada keluarga pasien termasuk
monogami yaitu dalam keluarga pasien terdapat seorang suami
dengan seorang istri. Tempat tinggal pasien saat yang merupakan
orang asli daerah tersebut sehingga termasuk ke golongan Lokal.
Dalam satu rumah pasien terdiri dari suami, istri dan 4 anak.
Berdasarkan komposisi keluaga pasien, ia tergolong kedalam
keluarga inti. Berdasarkan kekuasaan termasuk golongan
equalitarium, yaitu keluarga yang memegang kekuasaan adalah ayah
dan ibu.
 Fungsi keluarga
14
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien, dukungan
keluarga dalam pengobatan baik. Semua fungsi berjalan dengan baik.

15
 Siklus keluarga
Pada pasien ini siklus keluarga mencapai tahap ekspansi yang
merupakan tahap disaat anggota keluarga bertambah (ekspansi)
karena lahirnya anak-anak. Adapun anak pada keluarga ini terdiri
dari 4 anak.
 Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Pada keluarga pasien tergolong keluarga sejahtera tahap II, yaitu
dapat memenuhi kebutuhan dasar dan social psikologis, tetapi belum
dapat memenuhi kebutuhan pengembangan.
 APGAR keluarga
Hubungan emosional antar anggota keluarga yang tinggal serumah
cukup dekat, berdasarkan skor APGAR fungsi keluarga didapatkan
hasil 8 dan berarti masih tergolong baik (8-10).
APGAR Keluarga 1) Adaptasi = 1 2) Kemitraan = 2 3) Pertumbuhan
= 2 4) Kasih Sayang = 2 5) Kebersamaan = 1 Interprestasi= Score: 8:
Sehat, dalam arti setiap anggota keluarga saling mendukung satu
sama lain.
 Kondisi lingkungan
Pasien tinggal di permukiman yang padat. Pasien bukan merupakan
orang lokal. Rumah pasien terdiri dari dua kamar tidur dan satu
kamar mandi dengan toilet berbentuk kloset jongkok. Sumber air
yang digunakan untuk keperluan rumah tangga berupa air PDAM.
Sedangkan untuk kebutuhan minum yang digunakan berupa air
galon. Bak mandi yang digunakan pada rumah pasien berupa ember
yang selalu dikuras setiap hari. Ventilasi pada rumah pasien terbilang
cukup. Penilaian kebersihan rumah pasien cukup baik.

16
1.2.5 Aspek Fungsional
Kemampuan individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari baik
secara fisik maupun emosional di dalam dan di luar ruangan saat mengalami
keluhan atau gejala yang dikeluhkan yaitu skala 2 yang merupakan kesulitan
fisik (25
% butuh bantuan orang lain).

17
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Kista Ovarium


2.1.1 Definisi

Kista Ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi
cairan, yang tumbuh di indung telur. Cairan ini biasa berupa air, darah, nanah, atau
cairan coklat kental seperti darah menstruasi. Kista banyak terjadi pada wanita usia
subur atau usia reproduksi. Kista ovarium adalah pertumbuhan jaringan abnormal
berbentuk kantung yang berisi air pada sekitar ovarium. Kista ovarium adalah sebuah
struktur tidak normal yang berbentuk seperti kantung yang bisa tumbuh dimanapun
dalam tubuh. Kantung ini bisa berisi zat gas, cair, atau setengah padat. Dinding luar
kantung menyerupai sebuah kapsul (Mumpuni & Andang, 2013).

18
2.1.2 Etiologi
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (Setyorini, 2014). Faktor penyebab
terjadinya kista antara lain adanya penyumbatan pada saluran yang berisi cairan
karena adanya infeksi bakteri dan virus, adanya zat dioksin dari asap pabrik dan
pembakaran gas bermotor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia,
dan kemudian akan membantu tumbuhnya kista, Faktor makanan ; lemak
berlebih atau lemak yang tidak sehat yang mengakibatkan zat-zat lemak tidak
dapat dipecah dalam proses metabolisme sehingga akan meningkatkan resiko
tumbuhnya kista, dan faktor genetik (Andang, 2013).
Menurut Kurniawati, dkk. (2009) ada beberapa faktor pemicu yang dapat
mungkin terjadi, yaitu:
a. Faktor internal
1) Faktor genetik
Dimana didalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker yang disebut gen
protoonkogen. Protoonkogen tersebut dapat terjadi akibat dari makanan yang
bersifat karsinogen, polusi, dan paparan radiasi.
2) Gangguan hormon
Individu yang mengalami kelebihan hormon estrogen atau progesteron akan
memicu terjadinya penyakit kista.
3) Riwayat kanker kolon
Individu yang mempunyai riwayat kanker kolon, dapat berisiko terjadinya
penyakir kista.Dimana, kanker tersebut dapat menyebar secara merata ke bagian
alat reproduksi lainnya.

b. Faktor eksternal
1) Kurang olahraga Olahraga sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia.
Apabila jarang olahraga maka kadar lemak akan tersimpan di dalam tubuh dan
akan menumpuk di sel-sel jaringan tubuh sehingga peredaran darah dapat
terhambat oleh jaringan lemak yang tidak dapat berfungsi dengan baik.
2) Merokok dan konsumsi alkohol Merokok dan mengkonsumsi alkohol
merupakan gaya hidup tidak sehat yang dialami oleh setiap manusia. Gaya hidup
yang tidak sehat dengan merokok dan mengkonsumsi alkohol akan

19
menyebabkan kesehatan tubuh manusia terganggu, terjadi kanker, peredaran
darah tersumbat, kemandulan, cacat janin, dan lain-lain.
3) Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan serat Mengkonsumsi
makanan yang tinggi lemak dan serat salah satu gaya hidup yang tidak sehat
pula, selain merokok dan konsumsi alkohol, makanan yang tinggi serat dan
lemak dapat menyebabkan penimbunan zat-zat yang berbahaya untuk tubuh di
dalam sel-sel darah tubuh manusia, terhambatnya saluran pencernaan di dalam
peredaran darah atau sel-sel darah tubuh manusia yang dapat mengakibatkan
sistem kerja tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga akan terjadi obesitas,
konstipasi, dan lain-lain.
4) Sosial Ekonomi Rendah Sosial ekonomi yang rendah salah satu faktor pemicu
terjadinya kista, walaupun sosial ekonomi yang tinggi memungkinkan pula
terkena penyakit kista.Namun, baik sosial ekonomi rendah atau tinggi,
sebenarnya dapat terjadi risiko terjadinya kista apabila setiap manusia tidak
menjaga pola hidup sehat.
5) Sering stress Stress salah satu faktor pemicu risiko penyakit kista, karena
apabila stress manusia banyak melakukan tindakan ke hal-hal yang tidak sehat,
seperti merokok, seks bebas, minum alkohol, dan lain-lain.

2.1.3 Klasifikasi Ca mammae

Menurut Yatim (2008), kista ovarium dapat terjadi di bagian korpus luteum
dan bersifat non-neoplastik. Ada pula yang bersifat neoplastik. Oleh karena itu,
tumor kista dari ovarium yang jinak di bagi dalam dua golongan yaitu golongan
non-neoplastik dan neoplastik.

Menurut klasifikasi kista ovarium berdasarkan golongan non neoplatik, kista


dapat didapati sebagai :

a. Kista OvariumNon-neoplastik

1) Kista Folikel

Kista folikel merupakan struktur normal dan fisiologis yang berasal dari
kegagalam resorbsi cairan folikel yang tidak dapat berkembang secara
sempurna. Kista folikel dapat tumbuh menjadi besar setiap bulannya sehingga
sejumlah folikel tersebut dapat mati dengan disertai kematian ovum. Kista
20
folikel dapat terjadi pada wanita muda yang masih menstruasi. Diameter kista
berkisar 2cm (Yatim, 2008). Kista folikel biasanya tidak bergejala dan dapat
menghilang dalam waktu 60 hari. Jika muncul gejala, biasanya menyebabkan
interval antar menstruasi yang sangat pendek atau panjang. Pemeriksaan untuk
kista  4 cm adalah pemeriksaan ultrasonografi awal, dan pemeriksaan ulang
dalam waktu 4-8 minggu. Sedangkan pada kista  4 cm atau kista menetap
dapat diberikan pemberian kontrasepsi oral selama 4- 8 minggu yang akan
menyebabkan kista menghilang sendiri (Yatim, 2008).

2) Kista lutein

Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang diluar kehamilan.Kista
luteum yang sesungguhnya, umumnya berasal dari corpus luteum hematoma.
Perdarahan kedalam ruang corpus selalu terjadi pada masa vaskularisasi. Bila
perdarahan ini sangat banyak jumlahnya, terjadilah korpus leteum hematoma
yang berdinding tipis dan berwarna kekuning - kuningan. Biasanya gejala-gejala
yang di timbulkan sering menyerupai kehamilan ektopik (Yatim, 2008).

3) Kista stain levental ovary

Biasanya kedua ovarium membesar dan bersifat polykistik, permukaan rata,


berwarna keabu-abuan dan berdinding tebal. Pada pemeriksaan mikroskopis
akan tampak tunika yang tebal dan fibrotik. Dibawahnya tampak folikel dalam
bermacam-macam stadium, tetapi tidak di temukan korpus luteum. Secara klinis
memberikan gejala yang disebut stain – leventhal syndrome dan kelainan ini
merupakan penyakit herediter yang autosomaldominant (Yatim, 2008).

4) Kista Korpus Luteum

Kista korpus luteum merupakan jenis kista yang jarang terjadi. Kista korpus
luteum berukuran ≥ 3 cm, dan diameter kista sebesar 10 cm. Kista tersebut dapat
timbul karena waktu pelepasan sel telur terjadi perdarahan dan bisa pecah yang
sering kali perlu tindakan operasi (kistektomi ovarii) untuk mengatasinya.
Keluhan yang biasa dirasakan dari kista tersebut yaitu rasa sakit yang berat di
rongga panggul terjadi selama 14- 60 hari setelah periode menstruasi terakhir
(Yatim, 2008).

21
b. Kista Ovarium Neoplastik

1) Kistoma Ovarium Simpleks

Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai,


seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di
dalam kista jernih, dan berwarna putih. Terapi terdiri atas pengangkatan kista
dengan reseksi ovarium, akan tetapi jaringan yang di keluarkan harus segera di
periksa secara histologik untuk mengetahui apakah ada keganasan atau tidak
(Setiati, 2009).

2) Kista Dermoid

Sebenarnya kista dermoid ialah satu terotoma kistik yang jinak dimana
stuktur-stuktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epital kulit,
rambut, gigi dan produk glandula sebasea berwarna putih kuning menyerupai
lemak nampak lebih menonjol dari pada elemen-elemen entoderm dan
mesoderm.Tidak ada ciri-ciri yang khas pada kista dermoid. Dinding kista
kelihatan putih, keabu-abuan, dan agak tipis. Konsistensi tumor sebagian kistik
kenyal, dan dibagian lain padat. Sepintas lalu kelihatan seperti kista berongga
satu (Setiati, 2009).

3) Kista Endometriois

Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di
luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan
endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat
menstruasi dan infertilitas.(Setyorini, 2014).

4) Kista denoma Ovarium Musinosum

Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Namun, kista tersebut bisa
berasal dari suatu teroma dimana dalam repository.unimus.ac.id
pertumbuhannya satu elemen menghalangkan elemen–elemen lain. Selain itu,
kista tersebut juga berasal dari lapisan germinativum (Rasjidi, 2010). Penangan
terdiri atas pengangkatan tumor. Jika pada operasi tumor sudah cukup besar
sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal, biasanya di lakukan

22
pengangkatan ovariam beserta tuba (salpingo – ooforektomi) (Rasjidi, 2010).

5) Kista denoma Ovarium Serosum

Pada umumnya kista ini tidak mencapai ukuran yang amat besar
dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya licin,
kista serosum pun dapat berbentuk multilokuler meskipun lazimnya berongga
satu. Terapi pada umumnya sama seperti pada kistadenoma musinosum. Hanya
berhubung dengan lebih besarnya kemungkinan keganasan, perlu di lakukan
pemeriksaan yang teliti terhadap tumor yang dikeluarkan. Bahkan kadang-
kadang perlu di periksa sediaan yang di bekukan pada saat operasi untuk
menentukan tindakan selanjutnya pada waktu operasi (Rasjidi, 2010).

2.1.4 Faktor Resiko


Menurut Arif, F. A et al., (2016) mengatakan faktor resiko pembentukan kista
ovarium terdiri dari:
a. Usia
Kista ovarium jinak terjadi pada wanita kelompok usia reproduktif. Pada wanita
yang memasuki masa menopause (usia 50-70 tahun) lebih beresiko memiliki kista
ovarium ganas.
b. Status menopause
Ketika wanita telah memasuki masa menopause, ovarium dapat menjadi tidak
aktif dan dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita menopause yang
rendah.
c. Faktor genetik
Di dalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker yaitu disebut dengan gen
protoonkogen. Protoonkogen dapat bereaksi akibat dari paparan karsinogen
(lingkungan, makanan, kimia), polusi dan paparan radiasi.
d. Pengobatan infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan dengan
induksi ovulasi dengan gonadotropin (konsumsi obat 15 kesuburan). Gonadotropin
yang terdiri dari Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH)
dapat menyebabkan kista berkembang.
e. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua pada
puncak kadar Human Chorionic Gonadotrpin (HCG).
f. Hipotiroid

23
Hipotiroid merupakan kondisi menurunnya sekresi hormone tiroid yang dapat
menyebabkan kelenjar pituitari memproduksi Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
lebih banyak sehingga kadar TSH meningkat. TSH merupakan faktor yang
memfasilitasi perkembangan kista ovarium folikel.
g. Merokok
Kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko untuk pertumbuhan kista
ovarium fungsional. Semakin meningkat resiko kista ovarium dan semakin menurun
Indeks Massa Tubuh (IMT) jika seseorang merokok.
h. Ukuran massa
Kista ovarium fungsional pada umumnya berukuran kurang dari 5 cm dan akan
menghilang dalam waktu 4-6 minggu. Sedangkan pada wanita pasca menopause, kista
ovarium lebih dari 5 cm memiliki kemungkinan besar bersifat ganas.
i. Kadar serum pertanda tumor CA-125
Kadar CA-125 yang meningkat menunjukkan bahwa kista ovarium tersebut
bersifat ganas. Kadar abnormal CA-125 pada wanita pada usia 16 reproduktif dan
premenopause adalah lebih dari 200 u/mL, sedangkan pada wanita menopause adalah
35 u/mL atau lebih.
j. Riwayat keluarga Riwayat keluarga menderita kanker ovarium,
endometrium, payudara, dan kolon menjadi perhatian khusus. Semakin banyak jumlah
keluarga yang memiliki riwayat kanker tersebut, dan semakin dekat tingkat hubungan
keluarga, maka semakin besar resiko seorang wanita terkena kista ovarium.
k. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terbentuknya kista ovarium,
karena alkohol dapat meningkatkan kadar estrogen. Kadar estrogen yang meningkat ini
dapat mempengaruhi pertumbuhan folikel.
l. Obesitas
Wanita obesitas yang memiliki Body Mass Indeks (BMI) lebih besar atau sama
30kg/m2 lebih beresiko terkena kista ovarium baik jinak maupun ganas. Jaringan lemak
memproduksi banyak jenis zat kimia, salah satunya adalah hormon estrogen, yang dapat
mempengaruhi tubuh. Hormon estrogen merupakan faktor utama dalam terbentuknya
kista ovarium

2.1.5 Menifestasi klinis

Kebanyakan kista ovarium tumbuh tanpa menimbulkan gejala atau keluhan.


Keluhan biasanya muncul jika kista sudah membesar dan mengganggu organ
tubuh yang lain jika sudah kista mulai menekan saluran kemih, usus, saraf, atau

24
pembuluh darah besar di sekitar rongga panggul, maka akan menimbulkan
keluhan berupa susah buang air kecil dan buang air besar, gangguan pencernaan,
kesemutan atau bengkak pada kaki (Andang, 2013).

Menurut Nugroho (2014), gejala klinis kista ovarium adalah nyeri saat
menstruasi, nyeri di perut bagian bawah, nyeri saat berhubungan badan, siklus
menstruasi tidak teratur, dan nyeri saat buang air kecil dan besar. Gejalanya
tidak menentu, terkadang hanya ketidak nyamananpada perut bagian bawah.
Pasien akan merasa perutnya membesar dan menimbulkan gejala perut terasa
penuh dan sering sesak nafas karena perut tertekan oleh besarnya kista
(Manuaba, 2009).

1. Adanya rasa nyeri yang menetap pada rongga panggul dan terkadang
disertai pula dengan rasa agak gatal.

2. Terdapat nyeri pada abdomen.

3. Terdapat rasa nyeri pada saat bersetubuh atau rasa nyeri pada saat
tubuh bergerak.

4. Rasa nyeri yang langsung timbul pada saat siklus menstruasi dan saat
selesai siklus menstruasi serta perdarahan menstruasi yang tidak seperti
biasanya. Perdarahan menstruasi mungkin menjadi lebih pendek atau
panjang, tidak keluarnya darah pada siklus menstruasi yang biasa, atau
siklus menstruasi yang berubah menjadi tidak teratur.

5. Terdapat pembesaran pada bagian perut.

6. Adanya perasaan penuh tertekan pada perut bagian bawah.

7. Terasa nyeri pada saat buang air kecil dan adanya konstipasi.

8. Terdapat nyeri spontan pada bagian perut

25
2.1.6 Patofisiologi

Ovulasi terjadi akibat interaksi antara hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan


endometrium. Perkembangan dan pematangan folikel ovarium terjadi akibat
rangsangan dari kelenjar hipofisis. Rangsangan yang terus menerus datang dan
ditangkap panca indra dapat diteruskan ke hipofisis anterior melalui aliran portal
hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofisis anterior, GnRH akan
mengikat sel genadotropin dan merangsang pengeluaran FSH (Follicle
Stimulating Hormone) dan LH (LutheinizingHormone), dimana FSH dan LH
menghasilkan hormon estrogen dan progesteron (Nurarif, 2013).

Ovarium dapat berfungsi menghasilkan estrogen dan progesteron yang


normal. Hal tersebut tergantung pada sejumlah hormon dan kegagalan
pembentukan salah satu hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium
tidak akan berfungsi dengan secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan
hormon hipofisis dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal dapat
menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di
dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal
melepaskan sel telur. Dimana, kegagalan tersebut terbentuk secara tidak
sempurna di dalam ovarium dan hal tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya
kista di dalam ovarium, serta menyebabkan infertilitas pada seorang wanita
(Manuaba, 2010).

26
27
2.1.7 Dignosis

a. Anamnesis

b. Pemeriksaan fisik

Pemerisaan fisik yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan


pemeriksaan kondisi fisik dari pasien. Pemeriksaan fisik meliputi :

1) Inspeksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara


melihat/memperhatikan keseluruhan tubuh pasien secara rinci dan sistematis.
2) Palpasi, yaitu pemeriksaan fisik dengan cara meraba pada bagian tubuh
yang terlihat tidak normal.

3) Perkusi, yaitu pemeriksaan fisik dengan mengetuk daerah tertentu dari


bagian tubuh dengan jari atau alat, guna kemudian mendengar suara
resonansinya dan meneliti resistensinya.

4) Auskultasi, yaitu pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi-bunyi


28
yang terjadi karena proses fisiologi atau patoligis di dalam tubuh, biasanya
menggunakan alat bantu stetoskop

c. Pemeriksaan penunjang/tambahan

Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakuan


atas indikasi tertentu guna memperoleh ketarangan yang lebih lengkap.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam kasus kista ovarii antara lain :
1) Laparaskopi : Menentukan asal dan sifat tumor, apakah tumor tersebut
berasal dari ovarium atau tidak, dan apakah jenis tumor tersebut termasuk
jinak atau ganas.

2) Ultrasonografi (USG) :Menentukanletak, batas, dan permukaan tumor


melalui abdomen atau vagina, apakah tumor berasal dari ovarium, uterus, atau
kandung kemih, dan apakah tumor kistik atau solid.

3) Foto rontgen : Menentukan adanya hidrotoraks, apakah di bagian dada


terdapat cairan yang abnormal atau tidak seperti gigi dalam tumor.

4) Pemeriksaan darah : Tes petanda tumor (tumor marker) CA 125 adalah


suatu protein yang konsentrasinya sangat tinggi pada sel tumor khususnya
pada kanker ovarium. Lalu, sel tersebut diproduksi oleh sel jinak sebagai
respon terhadap keganasan.

Kejadian kista pada ovarium umumnya ditemukan secara tidak


sengaja saat pasien sedang melakukan pemeriksaan rutin atau pemeriksaan
ginekologi lainnya. Hal ini disebabkan oleh kista ovarium yang dapat bersifat
asimtomatis terutama saat ukurannya kecil. Kista ovarium dengan ukuran
besar umumnya dapat menyebabkan gejala seperti terjadi perasaan begah,
mudah kenyang, keinginan untuk berkemih, dan rasa nyeri pada perut. Pada
Kista ovarium yang sudah berubah menjadi ganas, gejalanya dapat lebih
beragam akibat kemungkinan terjadinya metastasis, baik di daerah sekitar
abdomen bahkan dapat mencapai payudara.

Gejala yang dapat ditemukan pada kista ovarium ganas berupa


malaise, penurunan berat badan, nyeri pada daerah yang terdampak (nyeri
abdomen atau nyeri dada), dan kesulitan untuk bernapas. Dikarenakan kista
29
ovarium yang jinak umumnya bersifat asimtomatis, maka diperlukan
pendekatan klinis yang baik mengenai keluhan yang dimiliki pasien.
Pemahaman mengenai onset, durasi, pemicu, dan karakteristik perlu didalami
dengan baik untuk dapat menentukan derajat keparahan dari kista ovarium.
Selain anamnesis berdasarkan keluhan dan temuan fisik, riwayat keluarga dan
faktor risiko juga penting untuk ditanyakan. Riwayat keluarga dengan keluhan
serupa atau riwayat ditemukannya kista ovarium perlu ditelusuri. Riwayat
menstruasi, ada atau tidaknya rasa nyeri saat haid, peningkatan volume darah
haid, serta pemendekan siklus haid juga perlu ditanyakan pada kasus suspek
kista ovarium.

Riwayat obstetri juga perlu dieksplorasi mengingat adanya hubungan


kehamilan dengan kista ovarium. Riwayat operasi serta penggunaan
kontrasepsi juga perlu untuk ditanyakan. Apabila ditemukan kecurigaan
adanya kista ovarium atau ada temuan massa, perlu dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik. Dalam hal ini, pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
adalah TTV, pemeriksaan abdomen, dan pemeriksaan dalam. Jika kista sudah
membesar, dapat dirasakan adanya masa atau benjolan pada pemeriksaan
abdomen. Deskripsi masa yang perlu diberikan adalah lokasi, ukuran, batas,
kepadatan, mobilitas, dan ada atau tidaknya nyeri. Pada pemeriksaan dalam
dilakukan pemeriksaan inspeksi, inspekulo, VT atau RT untuk menentukan
massa pada adneksa.

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi yang diakibatkan karena kista ovarium adalah sebagai berikut:

1) Perdarahan Intra Tumor

Perdarahan intra tumor dapat menimbulkan gejala klinik berupa nyeri


pada abdomen secara mendadak dan hal ini memerukan tindakan yang
segera.

2) Perputaran Tangkai

Perputaran tangkai pada kista yang bertangkai dapat mengakibatkan


rasa nyeri pada abdomen secara mendadak dan memerlukan tindakan medis

30
yang segera.

3) Infeksi pada Tumor

Infeksi pada tumor dapat menyebabkan gejala: demam, nyeri pada


bagian abdomen, serta mengganggu aktivitas sehari-hari.

4) Robekan pada Dinding Kista

Robekan dinding kista mungkin terjadi karena pada torsi tungkai


kista terdapat kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista dapat tumpah
kedalam rongga abdomen.

5) Keganasan Kista Ovarium

Keganasan pada kista ovarium dapat ditemui pada usia sebelum


menarche atau pada usia diatas 45 tahun.

2.1.9 Tatalaksana

Adapun penatalaksanaan kista ovarium dibagi atas dua metode:

a. Terapi Hormonal

Pengobatan dengan pemberian pil KB (gabungan


estrogenprogresteron) boleh ditambahkan obat anti androgen progesteron
cyproteron asetat yang akan mengurangi ukuran besar kista. Untuk
kemandulan dan tidak terjadinya ovulasi, diberikan klomiphen sitrat. Juga
bisa dilakukan pengobatan fisik pada ovarium, misalnya melakukan diatermi
dengan sinar laser.

b. Terapi Pembedahan/Operasi

Pengobatan dengan tindakan operasi kista ovarium perlu


mempertimbangkan beberapa kondisi antara lain, umur penderita, ukuran
kista, dan keluhan. Apabila kista kecil atau besarnya kurang dari 5 cm dan
pada pemeriksaan Ultrasonografi tidak terlihat tanda-tanda proses
keganasan, biasanya dilakukan operasi dengan laparoskopi dengan cara, alat
laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul dengan melakukan
sayatan kecil pada dinding perut. Apabila kista ukurannya besar, biasanya
dilakukan pengangkatan kista dengan laparatomi.

Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara


laparatomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan
atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, dilakukan operasi sekalian
mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar dan kelenjar
limpe (Yatim, 2008).

31
Beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosa antara lain:

a. Laparoskopi

Laparoskopi merupakan sebuah teknik untuk melihat ke


dalam perut tanpa melakukan tindakan pembedahan mayor.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah tumor berasal
dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat tumor tersebut.

b. Ultrasonografi

Ultrasonografi (USG) yaitu suatu alat pemeriksaan yang


menggunakan ultrasound (gelombang suara) yang dipancarkan
transduser. Pemeriksaan ini untuk dapat mengetahui letak dan batas
tumor, sifat tumor, dan cairan dalam rongga perut yang bebas dan
yang tidak.

c. Foto Rontgen

Foto rontgen adalah suatu prosedur pemeriksaan yang


menggunakan radiasi gelombang elektromagnetik untuk
menampilkan gambaran bagian dalam tubuh. Pemeriksaan ini dapat
menentukan adanya hidrotoraks. Pada kista dermoid dapat terlihat
adanya gigi dalam tumor.

d. Pemberian obat-obatan

Pemberian obat anti inflamasi non steroid seperti ibuprofen


dapat diberikan kepada pasien duntuk mengurangi rasa nyeri akibat
kista ovaruim:

1) Antibiotik, kemoterapi dan anti inflamasi

2) Obat-obatan pencegah perut kembung

3) Obat-obatan lainnya

e. Pemasangan infus

32
Pasien harus puasa pasca operasi hingga 24 jam pertama,
maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan
mengandung 24 elektrolit yang diperlukan tubuh. Cairan yang
digunakan biasanya dekstrose 5-10%, garam fisiologis, dan ranger
laktat (RL) secara bergantian dengan jumlah tetesan biasanya kira-
kira 20 tetes per menit.

e. Diet

American Society of Anesthesiologists mengatakan bahwa


aman bagi orang sehat dari segala jenjang usia yang menjalani
operasi untuk mengonsumsi: Cairan yang bening termasuk juga air
putih, teh jernih, kopi, minuman berkarbonasi dan jus buah tanpa
pulp, sampai dua jam sebelum dilakukannya operasi; Makanan yang
sangat ringan seperti roti bakar dengan teh atau susu sampai enam
jam sebelum operasi dan; Makanan yang berat, termasuk makanan
daging yang digoreng atau yang berlemak sampai delapan jam
sebelum operasi.

Bila sudah terdapat proses keganasan maka operasi sekalian


mengangkat ovarium dan saluran tuba, serta jaringan lemak sekitar
serta kelenjar limfe. Jenis-jenis Teknik dalam Laparotomi :

1) Histerektomi

a. Histerektomi merupakan pengangkatan uterus, yang


biasanya merupakan suatu tindakan terpilih.
Histerektomi dapat dilakukan dengan perabdominam
ataupun pervaginam. Tindakan ini jarang dilakukan
karena uterus harus berukuran lebih kecil dari telor
angsa dan tidak adanya perlekatan dengan sekitarnya.
Jika ada prolapsus uteri maka prosedur pembedahan
akan menjadi lebih mudah. Histerektomi total biasanya
dilakukan dengan adanya alasan untuk mencegah
timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi
supravaginal hanya dilakukan jika terdapat 19 kesukaran
33
teknis dalam pengangkatan uterus keseluruhan.

b. Salpingektomi Salpingektomi merupakan suatu cara


kontrasepsi wanita yang jarang dilakukan karena
prosedurnya yang luas, reversibilitas tidak ada dan
morbilitas lebih tinggi (perdarahan).

c. Kistektomi Kistektomi atau sayatan yang dibuat pada


perut dengan ukuran besar dan lebar. Kegiatan
pembedahan ini dilakukan untuk mempermudah
jalannya dokter dalam melakukan tindakan
pengangkatan kista. Biasanya pembedahan jenis ini
dilakukan pada penderita yang masih dalam usia
reproduksi karena operasi ini tidak mengangkat ovarium
pada pasien.

d. Laparoscopy Laparoscopy atau operasi lubang kunci


merupakan sayatan berukuran kecil yang dibuat pada
perut untuk memasukan alat seperti selang yang
dilengkapi dengan kamera dan pisau bedah pada bagian
ujungnya. Pembedahan ini dilakukan untuk memotong
kista secara keseluruhan atau sebagian dengan cara
dokter mengamati melalui layar monitor. Setelah
menentukan letak kista, dokter akan melakukan
pemotongan sebagian kista untuk diamati lebih lanjut
dibawah mikroskop dan agar dapat menentukan jenis
kista serta melakukan penanganan yang tepat.

Penanganan pada penderita kista ovarium tergantung seberapa


bahayanya kista tersebut dan bagaimana kondisi pasien. Jika penderita sudah
memasuki pramenoupause, kista yang tumbuh bisa berubah menjadi awal
keganasan kanker ovarium.

1) Observasi

Terdapat ebih banyak kasus kista ovarium terbentuk normal yang

34
disebut dengan kista fungsional yang mana pada setiap ovulasi telur
dilepaskan keluar ovarium dan terbentuklah kantung sisa tempat telur.
Kista ini biasanya akan mengkerut sendiri setelah 1-3 bulan. Oleh
karena itu, dokter biasanya akan meminta pasien untuk kembali
berkonsultasi setelah 3 bulan untuk meyakinkan apakah kistanya sudah
betul-betul mengalami penyusutan atau tidak.

2) Pemberian hormon

Terapi hormon memiliki tujuan untuk memperlambat pertumbuhan


jaringan kista, dengan cara membatasi atau menghentikan produksi
hormon estrogen. Pengobatan gejala hormone androgen yang tinggi,
dengan pemberian obat pil KB (gabungan esterogen-progesteron) dapat
ditambahkan dalam obat anti androgen progesterone cyproteronasetat.

2.1.10 Pencegahan Kista Ovarium

Menurut Nugroho (2014), adapaun cara pencegahan penyakit kista yaitu:

a. Mengkonsumsi banyak sayuran dan buah karena sayuran dan buah banyak
mengandung vitamin dan mineral yang mampu meningkatkan stamina tubuh.

b. Menjaga pola hidup sehat, khususnya menghindari rokok dan sering


olahraga. c. Menjaga kebersihan area kewanitaan, hal tersebut untuk
menghindari infeksi mikroorganisme dan bakteri yang dapat berkembang
disekitar area kewanitaan.

d. Mengurangi makanan yang berkadar lemak tinggi. Apabila setiap individu


mengkonsumsi makanan yang berkadar lemak tinggi, hal tersebut dapat
menyebabkan gangguan hormon khususnya gangguan hormon kortisol pemicu
stress dan dapat pula terjadi obesitas.

e. Mengunakan pil KB secara oral yang mengandung hormon estrogen dan


progesteron guna untuk meminimalisir risiko terjadinya kista karena mampu
mencegah produksi sel telur.

35
BAB III
PEMBAHASA
N

Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta


kunjungan rumah, dapat diketahui bahwa masalah kesehatan pasien yaitu Kista
Ovarium. Dari hasil kunjungan ke rumah pasien, sesuai dengan konsep Mandala
of Health, dari segi perilaku kesehatan pasien, pasien memiliki pengetahuan yang
cukup baik mengenai hygiene dan penyakit pasien. Pasien dan keluarganya
merupakan peserta BPJS, dimana pasien rutin untuk melakukan kontrol ke Rumah
Sakit. Human biology, pasien memiliki riwayat GERD dan kista ovarium,
sekarang pasien masih dalam fase penyembuhan sehingga pasien rutin kontrol ke
Rumah Sakit setiap 3 bulan sekali untuk cek kesehatan pasien.

Lingkungan psikososial, hubungan antara anggota keluarga pasien cukup


dekat berdasarkan nilai APGAR keluarga pasien, sehingga hal ini dapat
mendukung pasien dalam mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan terdekat,
seluruh keluarga juga mengetahui kondisi pasien sejak awal pasien merasakan
gejalanya serta keluarga pasien memberi dukungan penuh terhadap pengobatan
yang pasien lakukan. Gaya hidup pasien sebelumnya sudah baik, karena pasien
tidak memiliki penyakit bawaan dan sering aktivitas fisik.

Dari beberapa faktor diatas, intervensi yang sebaiknya dilakukan yaitu


mengedukasi agar pasien tetap mematuhi cara penegecekan kesehatan yang sudah
dilakukan, selain itu seharusnya dilakukan beberapa kunjungan untuk diagnosis
holistic tidak cukup satu kali. Dalam beberapa kali kunjungan dapat disampaikan
edukasi mengenai penyakit pasien, edukasi kepada pasien agar tetap mengontrol
kesehatannya secara rutin, edukasi kepada pasien efek obat secara jangka panjang,
mengedukasi serta memotivasi keluarga pasien terkait kondisi penyakit pasien.

Saat ini, pasien mengatakan bahwa keluhan yang dialaminya berkurang


dibandingkan yang dulu, namun yang menjadi kekhawatiran pasien saat ini yaitu
pasien merasakan bahwa keluhan GERD masih ditrasakan sampai saat ini.

36
BAB IV
PENUTU
P

3.1 Kesimpulan

Kista ovarium membutuhkan diagnosis yang menyeluruh, sehubungan dengan


keluhan gejala yang seringkali ditemukan asimptomatik pada kista yang masih kecil
sehingga pemeriksaan fisik dan penunjang menjadi metode penegakkan yang penting.
Pemeriksaan penunjang dibutuhkan hingga modalitas radiologi berdasarkan USG, CT
Scan, hingga MRI. pada kista ovarium terbagi atas observasi dan operasi yang
menyesuaikan dengan kondisi dari pasien.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Mingote MC, De GAM, Valentini AL, Gui B, Micc M, Ninivaggi V. Benign and
Suspicious Ovarian Masses — MR Imaging Criteria for Characterization. Pictorial Review J
Oncol. 2012:1–9.

2. National Center for Biotechnology Information. Ovarian cysts: Overview. Cologne:


Institute for Quality and Efficiency in Health Care;

3. Magnetic resonance imaging [Internet. Who.int [Internet]. Available from:


https://www.who.int/diagnostic_i maging/imaging_modalities/dim_ magresimaging/en/

4. Lee SI, Vr I, Si L. MRI, CT, and PET/CT for Ovarian Cancer Detection and Adnexal
Lesion Characterization. Am Roentgen Ray Soc.

5. Course R. From the RSNA Refresher Courses Imaging Evaluation of Ovarian Masses.
RadioGraphics. 20:1445–70.

6. Nadrljanski M. Computed tomography | Radiology Reference Article | Radiopaedia.org


[Internet. Radiopaedia.org [Internet]. Available from: https://radiopaedia.org/articles/co
mputed-tomography

7. Kortekaas KE, Pelikan HM. Hydrothorax, ascites and an abdominal mass: not always
signs of a malignancy - Three cases of Meigs’ syndrome. J Radiol Case Rep. 31;12(1):17-
26.

10. Wasnik AP, Menias CO, Platt JF, Lalchandani UR, Bedi DG, Elsayes KM.
Multimodality imaging of ovarian cystic lesions: Review with an imaging based algorithmic
approach. World J Radiol. 28;5(3):113-25.

11. Meinhold-Heerlein I, Fotopoulou C, Harter P, Kurzeder C, Mustea A, Wimberger A, et


al. The new WHO classification of ovarian, fallopian tube, and primary peritoneal cancer
and its clinical implications. Arch Gynecol Obstet. 293(4):695–700.

12. Me N, LM S, VA F. Callen’s ultrasonography in obstetrics and gynaecology. 6th ed.


Philadelphia: Elsevier, Inc;

13. Ultrasound of the ovaries – Normal [Internet. Ultrasoundpaedia [Internet]. Available


from: https://www.ultrasoundpaedia.co m/normal-ovaries/

14. Andonotopo W, Kristano H, Dewantiningrum J. Ultrasonografi Obstetri dan Ginekologi


Praktis. 1st ed. Jakarta: Sagung Seto; p. 29–38. 15. Prat J. Staging classification for cancer
of the ovary, fallopian tube, and peritoneum. Int J Gynecol Obstet.

38
LAMPIRAN

Melakukan Kunjungan Rumah

39
40
GG

41

Anda mungkin juga menyukai