Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

“DERMATITIS”

Oleh:

dr. Fatmawati

Pembimbing:

dr. Dwidia Mertasari, MPH

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA

PUSKESMAS TALIWANG

NUSA TENGGARA BARAT

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat
pada waktunya. Laporan kasus yang berjudul “Dermatitits” ini disusun dalam
rangka mengikuti Program Dokter Internsip Indonesia Batch II Tahun 2024.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan bagi
penulis. Terutama kepada dr. Dwidia Mertasari, MPH selaku pembimbing dan
pendamping laporan kasus.

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada
pembaca dalam menjalankan praktik sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.

Taliwang, Februari 2024


Penyusun

ii
DAFTAR PUSTAKA
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I LAPORAN KASUS....................................................................................1
1.1 Identitas Pasien..................................................................................................1
1.2 Anamnesis..........................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................2
1.4 Diagnosis Kerja..................................................................................................7
1.5 Resume...............................................................................................................7
1.6 Terapi.................................................................................................................7
1.7 Edukasi...............................................................................................................7
1.8 Prognosis............................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................8
2.1. Definis Dermatitis.............................................................................................8
2.2. Epidemiologi Dermatitis...................................................................................9
2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dermatitis……………………………. 10
2.4. Etiologi Dermatitis..........................................................................................12
2.4. Patofisiologi Dermatitis..................................................................................12
2.5. Gambaran Klinis Dermatitis...........................................................................12
2.6. Diagnosis Dermatitis.......................................................................................14
2.7. Diagnosis Banding Dermatitis........................................................................15
2.8. Tatalaksana Dermatitis....................................................................................15
2.9. Prognosis Dermatitis.......................................................................................15
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. SM
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kuang, Taliwang
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Status : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 00128947
Tanggal pemeriksaan : 10 Januari 2024

1.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Gatal dan nyeri pada jari tangan dan kaki
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita usia 35 tahun datang dengan keluhan gatal dan nyeri pada jari
tangan dan kaki sejak 1 hari yang lalu. Pasien mulai merasakan keluhan
setelah terkena detergen saat sedang mencuci pakaian. Pasien juga
mengeluhkan muncul ruam kemerahan dan kulit terkelupas pada jari tangan
dan kaki. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun
obat. Keluhan lain seperti demam, batuk pilek, mual muntah disangkal.
Riwayat keluhan serupa (+) namun keluhan tidak berat sehingga tidak
diobati; riwayat penyakit lainnya disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan yang serupa
sebelumnya.

1
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku tidak terdapat keluhan serupa di keluarga.
Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah mengkonsumsi obat CTM yang dibeli sendiri di apotek.
Riwayat Alergi
Tidak terdapat riwayat alergi baik alergi obat ataupun makanan.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. GCS : E4V5M6
4. Tanda Vital
- Tensi : 120/80 mmhg
- Nadi : 80 x/menit
- Frekuensi Nafas : 20 x/menit
- Suhu : 36,5 oC
- SpO2 : 99% room air
Status Lokalis :
1. Kepala :
- Ekspresi wajah : normal
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : berwarna hitam, distribusi merata
- Edema : (-)
- Massa : (-)
- Perdarahan : (-)
2. Mata :
- Simetris
- Alis normal
- Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-)
- Sclera : ikterus (-/-), hiperemia (-/-),

2
- Pupil : refleks pupil (+/+), isokor Ø3mm/3mm,
bentuk dalam batas normal
- Kornea : normal
- Lensa : keruh (-/-)
- Pergerakan bola mata : normal ke segala arah
3. Telinga :
- Bentuk : normal, simetris
- Nyeri tekan tragus : (-/-)
- Pendengaran : kesan normal
4. Hidung :
- Simetris
- Deviasi septum : (-/-)
- Perdarahan : (-/-)
- Sekret : (-/-)
5. Mulut :
- Simetris
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-)
- Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)
- Lidah: glotitis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), lidah kotor (-)
6. Leher :
- Simetris
- Kaku kuduk (-)
- Pembesaran KGB (-)
- Trakea : ditengah
- Peningkatan JVP (-)
- Otot sternocleidomastoideus aktif (-), hipertrofi (-)
- Pembesaran nodul thyroid (-)
7. Thorax
Inspeksi :
1) Bentuk dan ukuran dada normal

3
2) Pergerakan dinding dada: simetris
3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-)
4) Penggunaan otot bantu napas: SCM aktif (-), hipertrofi SCM (-),
otot bantu napas abdomen aktif (-).
5) Tulang iga dan sela iga: simetris, pelebaran sela iga kanan dan kiri
(-)
6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula: simetris; Fossa jugularis:
trakea ditengah
7) Tipe pernapasan torakoabdominal dengan frekuensi napas 20
kali/menit.

Palpasi:
1) Posisi mediastinum: normal, trakea ditengah
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-).
3) Pergerakan dinding dada: simetris
4) Ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra, thrill (-)
5) Vocal fremitus

Depan :
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal
Belakang :

4
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal

Perkusi:
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

1) Batas jantung
- Batas atas : ICS II linea parastenal sinistra
- Batas kanan : Linea parasternal dextra
- Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
2) Batas paru-jantung :
- Dextra : ICS II parasternalis line dekstra
- Sinistra : ICS V linea midclavicula sinistra
3) Batas paru-hepar :
- Inspirasi : ICS VI
- Ekspirasi : ICS IV
Auskultasi:
1) Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
2) Pulmo :
- Suara napas:

5
8. Abdomen : vesikuler vesikuler
Inspeksi: vesikuler vesikuler
- Kulit :sikatriks vesikuler vesikuler (-), striae (-), vena yang berdilatasi (-),
ruam (-), luka bekas operasi (-), hematom (-)
- Umbilikus : inflamasi (-), hernia (-)
- Kontur Abdomen : distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-), massa (-)
- Peristalsis (-), pulsasi aorta (-)

Auskultasi:
- Bising usus (+) normal, metallic sound (-).

Perkusi :
- Nyeri ketok saat perkusi (+) terutama regio illiaca dextra
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Timpan Timpani Timpani
Palpasi :
- Nyeri tekan regio illiaca dextra (-); defans muscular (-) lokal pada regio illiaca
dextra, nyeri lepas (-) pada regio illiaca dextra
9. Ekstremitas :
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
 Akral dingin : -/-  Akral dingin : -/-
 Deformitas : -/-  Deformitas : -/-
 Edema : -/-  Edema : -/-
 Sianosis : -/-  Sianosis : -/-
 CRT : < 2 detik  CRT : < 2 detik
 Predileksi manus dan pedis
Bilateral
 Lesi kulit : plak eritema,
disertai hiperkeratosis, fisura,
infeksi sekunder (-)

6
1.4. DIAGNOSIS KERJA

 Dermatitis kontak iritan

1.5. RESUME

Pasien Perempuan usia 35 tahun datang ke poli umum Puskesmas Taliwang dengan keluhan
gatal dan nyeri pada jari tangan dan kaki sejak 1 hari yang lalu. Pasien mulai merasakan keluhan
setelah terkena detergen saat sedang mencuci pakaian. Sebelumnya pasien sudah minum obat
Chlorpheniramine maleate.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan tanda vital pasien baik. Pada
pemeriksaan telapak tangan dan kaki ditemukan adanya plak eritema, disertai hiperkeratosis,
fisura, infeksi sekunder tidak ada.
1.6. TERAPI
 Krim Hidrokortison, oleskan 2-3kali sehari
 PO Cetirizine 1x10 mg/hari (setelah makan), jika ada keluhan gatal
 PO Dexamethason 3x0,5 mg (setelah makan)
1.7. EDUKASI
 Edukasi terkait penyakit dan penyebab yang dialami oleh pasien
 Edukasi mengenai alat pelindung diri jika harus kontak dengan bahan iritan, misalnya
sarung tangan
 Edukasi mengenai perawatan kulit sehari-hari (pelembab) dan penghindaran terhadap
iritan yang dicurigai
 Edukasi pemberian obat yang akan diberikan
1.8. PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam
 Ad fungsionam : ad bonam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dermatitis


Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik).
Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.(1)

Dermatitis kontak (DK) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang disebabkan oleh bahan kimia
atau ion metal yang berefek iritan (toksik), atau oleh bahan kimia reaktif kecil (kontak alergen) yang
memodifikasi protein dan menginduksi respon imun (didominasi oleh respon sel-T). (4) Dermatitis kontak,
dibagi menjadi dua, Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA), adalah hal
yang umum pada klinik dokter kulit. Manajemen pasien dengan dermatitis kontak merupakan hal yang
menantang tapi bermanfaat bagi pasien dan dokter- terutama jika bahan kimia dapat teridentifikasi dan
dihilangkan dari lingkungan pasien, sehingga pasien dapat sembuh dari penyakit ini yang mungkin dapat
terjadi selama bertahun-tahun.(5)

Bentuk respon dari dermatitis kontak dihasilkan melalu satu atau dua jalur utama, iritan
atau alergi, dimana 80% didominasi oleh dermatitis kontak iritan dan sisanya 20% adalah
dermatitis kontak alergi. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.(6)

Sehingga, penyebab dermatitis kontak ini dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergi.11 Perbedaan prinsip antar keduanya adalah dermatitis kontak iritan
terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan regenerasi sehingga mudah
teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan kemampuan ini dipengaruhi oleh selaput tanduk
dan kandungan air pada sel tanduk tersebut. Sehingga dari kejadian itu, terjadilah inflamasi
cutaneous yang disebabkan oleh efek sitotoksik langsung dari bahan kimia atau fisik tanpa
menghasilkan antibodi spesifik.11 Sementara pada dermatitis kontak alergi, paparan bahan kimia
menimbulkan rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan menyebabkan
reaksi hipersensitivitas dan peradangan kulit disini hanya terjadi pada seseorang yang
mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua bentuk dermatitis ini sulit
dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan pemeriksaan medis yang spesifik untuk
membedakan keduanya.10,15,18

Tabel 2. Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dengan Dermatitis Kontak Alergik (DKA)

No Jenis Perbedaan DKI DKA

1 Penyebab Iritan primer Alergen = sensitizer


8
2 Permulaan Penyakit Kontak berulang Kontak berulang

3 Penderita Semua orang Orang yang sudah


alergi

4 Kelainan kulit Eritema, bula, batas tegas Eitema, erosi, batas


tidak tegas

5 Uji tempel Eritema berbatas tegas, Eritema tidak berbatas


bila uji tempel diangkat tegas, bila uji tempel
reaksi berkurang diangkat reaksi
menetap atau
bertambah

2.2 Epidemiologi Dermatitis


Secara empiris, dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu gangguan kesehatan
kerja yang besar. Namun demikian, gambaran mengenai peran, berbagai faktor, distribusi,
dan penyebarannya masih sulit diperoleh.19 Insidensi dermatitis kontak akibat kerja
sebanyak 50 kasus per tahun atau 11,9%
dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. 20 Di AS, angka statistik
berasal dari survei yang dialkukan oleh Bureau of Labor Statistic pada industri swasta yang
dilakukan secara random. Diagnosis ditetapkan secara sederhana termasuk menetapkan jenis
pekerjaan yang dilaksanakan. Pengamatan yang dilaksanakan pada berbagai jenis pekerjaan
di berbagai negara barat mendapatkan insiden terbanyak pada penata rambut 97,4%,
pengolah roti 33,2%, dan penata bunga 23,9%. Data di Singapura dari tahun 1989-1998 dari
penderita dermatitis kontak akibat kerja didapati pada pekerja bangunan lebih banyak
menderita dermatitis kontak alergik dibandingkan dengan pekerja lain, yaitu 110 penderita
(37,7%) dari 347 penderita dermatitis kontak alergik. Sedangkan pada dermatitis kontak
iritan dijumpai 44 penderita (7,4%) dari 591penderita.2

9
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Dermatitis kontak merupakan penyakit kulit multifaktoral yang dipengaruhi oleh faktor
eksogen dan faktor endogen.20
1. Faktor Eksogen
Faktor yang memperparah terjadinya dermatitis kontak sebenarnya Sulit diprediksi.
Beberapa faktor berikut dianggap memiliki pengaruh terhadap terjadinya dermatitis
kontak.
a. Karakteristik bahan kimia:
Meliputi pH bahan kimia (bahan kimia dengan pH terlalu tinggi > 12 atau terlalu rendah
< 3 dapat menimbulkan gejala iritasi segera setelah terpapar,sedangkan pH yang sedikit lebih
tinggi > 7 atau sedikit lebih rendah < 7 memerlukan paparan ulang untuk mampu timbulkan
gejala),jumlah dan konsentrasi (semakin pekat konsentrasi bahan kimia maka semakin
banyak pula bahan kimia yang terpapar dan semakin poten untuk merusak lapisan kulit) ,
berat molekul (molekul dengan berat <1000 dalton sering menyebabkan dermatitis kontak,
biasanya jenis dermatitis kontak alergi), kelarutan dari bahan kimia yang dipengaruhi oleh
sifat ionisasi dan polarisasinya (bahan kimia dengan sifat lipofilik akan mudah menembus
stratum korneum kulit masuk mencapai sel epidermis dibawahnya).
b. Karakteristik paparan:
Meliputi durasi yang dalam penelitian akan dinilai dari lama paparan perhari dan lama
bekerja (semakin lama durasi paparan dengan bahan kimia maka semakin banyak pula bahan
yang mampu masuk ke kulit sehingga semakin poten pula untuk timbulkan reaksi), tipe
kontak (kontak melalui udara maupun kontak langsung dengan kulit), paparan dengan lebih
dari satu jenis bahan kimia (adanya interaksi lebih dari satu bahan kimia dapat bersifat
sinergis ataupun antagonis, terkadang satu bahan kimia saja tidak mampu memberikan gejala
tetapi mampu timbulkan gejala ketika bertemu dengan bahan lain) dan frekuensi paparan
dengan agen (bahan kimia asam atau basa kuat dalam sekali paparan bisa menimbulkan
gejala, untuk basa atau asam lemah butuh beberapa kali paparan untuk mampu timbulkan
gejala, sedangkan untuk bahan kimia yang bersifat sensitizer paparan sekali saja tidak bisa
menimbulkan gejala karena harus melalui fase sensitisasi dahulu).
c. Faktor lingkungan:

10
Meliputi temperatur ruangan (kelembaban udara yang rendah serta suhu yang
dingin menurunkan komposisi air pada stratum korneum yang membuat kulit lebih
permeable terhadap bahan kimia) dan faktor mekanik yang dapat berupa tekanan,
gesekan, atau lecet, juga dapat meningkatkan permeabilitas kulitterhadap bahan kimia
akibat kerusakan stratum korneum pada kulit.
2. Faktor Endogen
Faktor endogen yang turut berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis kontak
meliputi:
a. Faktor genetik, telah diketahui bahwa kemampuan untuk mereduksi radikal
bebas, perubahan kadar enzim antioksidan, dan kemampuan melindungi protein dari
trauma panas, semuanya diatur oleh genetik. Dan predisposisi terjadinya suatu reaksi
pada tiap individu berbeda dan mungkin spesifik untuk bahan kimia tertentu.
b. Jenis kelamin, mayoritas dari pasien yang ada merupakan pasien perempuan,
dibandingkan laki-laki, hal ini bukan karena Perempuan memiliki kulit yang lebih
rentan, tetapi karena perempuan lebih sering terpapar dengan bahan iritan dan
pekerjaan yang lembab.
c. Usia, anak dengan usia kurang dari 8 tahun lebih rentan terhadap bahan kimia,
sedangkan pada orang yang lebih tua bentuk iritasi dengan gejala kemerahan sering
tidak tampak pada kulit.
d. Ras, sebenarnya belum ada studi yang menjelaskan tipe kulit yang mana yang
secara signifikan mempengaruhi terjadinya dermatitis. Hasil studi yang baru,
menggunakan adanya eritema pada kulit sebagai parameter menghasilkan orang
berkulit hitam lebih resisten terhadap dermatitis, akan tetapi hal ini bisajadi salah,
karena eritema pada kulit hitam sulit terlihat.
e. Lokasi kulit, ada perbedaan yang signifikan pada fungsi barrier kulit pada
lokasi yang berbeda. Wajah, leher, skrotum, dan punggung tangan lebih rentan
dermatitis.
f. Riwayat atopi, dengan adanya riwayat atopi, akan meningkatkan kerentanan
terjadinya dermatitis karena adanya penurunan ambang batas terjadinya dermatitis,
akibat kerusakan fungsi barier kulit dan perlambatan proses penyembuhan.

11
g. Faktor lain dapat berupa perilaku individu: kebersihan perorangan, hobi dan
pekerjaan sambilan, serta penggunaan alat pelindung diri saat bekerja.20
2.4 Etiologi Dermatitis
Berdasarkan sudut pandang etiologi, terdapat perbedaan antara alergi – umumnya tipe
lambat (tipe IV) dan jarang merupakan tipe segera (tipe I), pada protein dermatitis kontak –
tipe iritan (non-alergi) dari dermatitis kontak. Tipe Alergi membentuk sensitisasi pada
alergen akhir atau pada alergen reaksi silang. Terlepas dari berbagai etiologi (tipe IV atau
alergi tipe I atau iritasi kulit), ia berkembang menjadi dermatitis. Tipe iritan juga diklasifikasikan
sebagai toksik, degeneratif, subtoxic, atau toksik kumulatif. Banyak pasien menunjukkan kombinasi
mekanisme iritan dan alergi dengan adanya efek sinergis.(9)
2.5 Patofisiologi Dermatitis
Dermatitis kontak diawali dengan gatal, diikuti oleh lesi eritematosa, vesikel, eksudat,
karena selalu menggaruk, dan jika telah sampai ke tahap kronis, penebalan kulit dapat terjadi
(likenifikasi). Kondisi ini diklasifikasikan menjadi akut atau kronik bergantung pada tipe lesi
yang dominan.(10)
Membedakan kontak iritan dan alergi melalui gejala klinisi adalah hal yang sulit. Kedua
kondisi memiliki gejala dan histopatologi yang mirip, dan bahkan bisa muncul secara
bersamaan. Penelitian baru juga mengindikasikan bahwa terdapat kemiripan pada aktivitas
sel dermal dan epidermal yang berperan dalam inflamasi kaskade pada DKI dan DKA.
Karena DKI biasanya ditemui pada skenario klinis yang memerlukan evaluasi alergi, adalah
hal yang penting untuk dapat membedakan kedua proses penyakit ini.(11)
Dermatitis kontak pada geriatri memiliki kekhususan. Pada populasi geriatric terjadi proses
menua yang menyebabkan adanya perubahan degeneratif secara struktural, fisiologis, dan
imunologis. Perubahan tersebut terjadi secara alamiah akibat penuaan intrinsik dan akumulasi
kerusakan ekstrinsik oleh faktor lingkungan seiring bertambahnya usia. Adanya perubahan struktur
dan fisiologi kulit pada proses menua serta penuaan imunologis (imunosenecence) mempengaruhi
kejadian dan manifestasi klinis dermatitis kontak pada pasien geriatri. Di sisi lain, pola kepekaan
individu secara spesifik terhadap materi tertentu adalah proses yang dinamis. Pajanan terhadap
sensitizer dan iritan secara kumulatif terus berlangsung sepanjang hidup.(12)

2.6 Gambaran Klinis Dermatitis

12
Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis.
Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat
efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umumnya
mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan
dermatitis kontak alergi.
1. Fase Akut
Pada dermatitis kontak iritan akut, Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis
(korosi) hingga keadaan yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan
kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi
serta ciri kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak.
Pada dermatitis kontak alergi akut, derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi
ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema
(kemerahan) dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula
(tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi (cairan). Lesi
cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Dalam fase ini keluhan subyektif berupa
gatal.10,16

Gambar 1. Dermatitis Kontak Pada Tangan Fase Akut

2. Fase Kronis
Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah
yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam
faktor. Bisa jadi satu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis
kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan factor lain baru mampu untuk menyebaban
dermatitis kontak iritan. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun
13
kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus
berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Ada kalanya
kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh
penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. 10
Pada dermatitis kontak alergi kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan
dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.10,16
Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu
(phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis purpura, dan
derivatnya dapat mengakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat
disebabkan oleh parfum dan kosmetik.

Gambar 2. Dermatitis Kontak Pada Tangan Fase Kronik

2.7 Penegakkan Diagnosis Dermatitis


Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Riwayat paparan,
alergi, keluarga dengan gejala yang sama, dan pekerjaan dapat ditanyakan pada anamnesis
untuk mengidentifikasi alergen suspek. Dengan tambahan, pemeriksaan fisik dapat
difokuskan pada karakteristik dari lesi (lokasi, bentuk, ukuran, warna, dan gejala pruritus,
dll). Jika terdapat indikasi untuk dermatitis kontak, dokter dapat melakukan tes tambahan
seperti patch test. Tes ini membantu membedakan dermatitis kontak yang disebabkan oleh
alergen dan iritan. Selain itu, DKA juga dapat muncul sebagai komplikasi dari penyakit lain
misalnya dermatitis ateopik, dermatitis nummular, urtikaria kronik, pemphigus vulgaris, dll.
(13)
Skor reaksi patch test menurut sistem skor yang direkomendasikan oleh Wilkinson dan
koleganya yaitu sistem skor + sampai +++; dimana + menunjukkan reaksi lemah
nonvesikular tetapi dengan eritema yang dapat dipalpasi; ++ menunjukkan reaksi kuat
(edema atau vesikula); dan +++ menunjukan reaksi yang ekstrim (bula atau ulkus). (14) Jika
patch test memberikan hasil positif, harus dibuat keputusan apakah alergen berhubungan
dengan lingkungan kerja pasien. Jika hasilnya negative, dan jika dicurigai sebagai DKA,
riwayat klinis harus ditinjau dan dipertanyakan apakah telah memeriksakan alergen yang
sesuai. Steroid sistemik dapat menekan hasil dari patch test jika dosis prednisone lebih dari
30 mg / hari diminum oleh pasien sebelum patch test. (15)
Patch test sebelumnya telah dibatasi anak-anak karena kesulitan teknis pada ukuran fisik
yang kecil dan kepercayaan bahwa reaksi irita mendominasi pada anak, mengarah ke hasil tes
positif palsu.(16) Tes ini telah distandarisasi untuk dewasa tidak untuk anak-anak. Tapi kini
sebagian besar telah menyetujui mengguakan konsentrasi yang sama pada dewasa dan lebih
hati-hati dalam menginterpretasi respon dari tes.(17)
14
Pengaruh dari DKI terkadang diremehkan, karena buka merupakan kondsi mengancam
nyawa. Juga di anggap sebagai hal sepele yang menyangkut pekerjaan. Akan tetapi, banyak
disabilitas dilaporkan, seperti nyeri, gatal dan konsekuensi psikososial. Semua faktor ini
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien secara negatif.(18)

2.8 Diagnosis Banding


Berbagai kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah:
1. Dermatitis Atopik: suatu kondisi yang umumnya terjadi pada siku atau belakang lutut.
Seringkali kelainan ini berhubungan dengan riwayat alergi, asma, dan/atau riwayat
keluarga alergi atau eksim. Dermatitis atopik timbul pada usia kanakkanak, ditandai
dengan kelainan berupa kulit kering dan bersisik yang bersifat simetris.
2. Dermatitis Numularis: atau eczema discoid, suatu kondisi yang biasanya muncul
sesudah cedera minor, misalnya gigitan serangga atau luka bakar. Kelainan kulit ini
dapat terjadi pada segala usia, baik pria 21 maupun wanita. Namun demikian, pada
beberapa anak, kelainan ini merupakan tanda dari dermatitis atopik.
3. Dermatitis Seboroik: yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Biasanya kelainan
ini hanya terjadi pada kulit yang berambut.
4. Psoriasis: peradangan pada kulit dengan karakteristik plak dan papula
5. eritema yang tebal dengan sisik perak. Lokasi predileksi soriasis termasuk siku, lutut,
kulit kepala, telinga, umbilikus, dan gluteal cleft. 15
2.9 Tatalaksana Dermatitis
Penatalaksanaan yang diperlukan untuk penderita DKI berupa upaya pencegahan dan
medikamentosa, terapi medikamentosa dibedakan menjadi topical dan sistemik, obat-obatan
yang biasa digunakan berupa golongan kortikosteroid, antihistamin dan antibiotik. Upaya
pencegahan dapat dilaksanakan dengan menghindari paparan dari bahan iritan yang
menyebabkan terjadinya DKI dan menggunakan alat pelindung diri saat melakukan
pekerjaan yang beresiko.(19) Panduan The World Health Organization (WHO)
menyarankan penggunaan losion dan krim untuk pengobatan gejala dari ICD1.(20)

2.10 Prognosis Dermatitis

15
Prognosis untuk sebagian besar pasien dengan penyakit tangan, kaki, dan mulut sangat
baik. Sebagian besar pasien sembuh dalam beberapa minggu tanpa sisa gejala sisa. Penyakit akut
biasanya berlangsung 10 sampai 14 hari, dan infeksi jarang kambuh atau berlanjut. Namun,
beberapa pasien dengan penyakit tangan, kaki, dan mulut dapat mengalami komplikasi serius.(1)

BAB III
PEMBAHASAN

Seorang wanita usia 35 tahun datang dengan keluhan gatal dan nyeri pada jari tangan dan
kaki sejak 1 hari yang lalu. Pasien mulai merasakan keluhan setelah terkena detergen saat
sedang mencuci pakaian. Pasien juga mengeluhkan muncul ruam kemerahan dan kulit
terkelupas pada jari tangan dan kaki. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan
maupun obat. Keluhan lain seperti demam, batuk pilek, mual muntah disangkal. Riwayat
keluhan serupa (+) namun keluhan tidak berat sehingga tidak diobati; riwayat penyakit
lainnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik telapak tangan dan kaki ditemukan adanya Predileksi manus dan
pedis Bilateral, Lesi kulit : plak eritema, disertai hiperkeratosis, fisura, infeksi sekunder (-). Lesi
kulit yang dialami pasien sangat khas terjadi pada penyakit Dermatitis kontak iritan dimana
pola lesi kulit hanya terbatas pada tangan dan kaki.
Sebagian besar kasus Dermatitis kontak iritan dapat didiagnosis hanya dengan gambaran
klinis. Gejala utamanya meliputi gatal dan nyeri pada tangan dan kaki yang terkena.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien yaitu:
 Krim Hidrokortison, oleskan 2-3kali sehari
 PO Cetirizine 1x10 mg/hari (setelah makan), jika ada keluhan gatal
 PO Dexamethason 3x0,5 mg (setelah makan)
Tatalaksana yang diberikan telah sesuai dengan teori manajemen Dermatitis kontak iritan
yang ada dimana penatalaksanaannya bersifat suportif, diarahkan untuk meredakan nyeri dan
rasa gatal terhadap kontak yang kena.

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Wardani HK, Mashoedojo M, Bustamam N. Faktor Yang Berhubungan Dengan
Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Pekerja Proyek Bandara. IJOSH. 2018
Dec 28;7(2):249.
2. Indragiri S, Suwondo A, Widjasena B. Duration of Contact and Frequency of
Contact Increased The Risk of Irritant Contact Dermatitis among Workers in
Premix Division. J Phys: Conf Ser. 2020 Mar;1477:062022. Lurati AR.
Occupational Risk Assessment and Irritant Contact Dermatitis. 2015;63(2):7.
3. Novak-Bilić G. Irritant and Allergic Contact Dermatitis – Skin Lesion
Characteristics. ACC [Internet]. 2018 [cited 2021 Mar 20]; Available from:
https://hrcak.srce.hr/index.php?show=clanak &id_clanak_jezik=317930
4. Mowad CM, Anderson B, Scheinman P, Pootongkam S, Nedorost S, Brod B.
Allergic contact dermatitis. Journal of the American Academy of Dermatology.
2016 Jun;74(6):1029–40.
5. Nosbaum A, Vocanson M, Rozieres A, Hennino A, Nicolas J-F. Allergic and
irritant contact dermatitis. European Journal of Dermatology. 2009
Jul;19(4):325–32.
6. Suryaningsih BE. Irritant contact dermatitis caused by sap of rengas. JKKI.
2019 Dec 30;10(3):298–301.
7. Indrawan IA, Suwondo A, Lestantyo D. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Bagian Premix Di PT.
X Cirebo. FKM UNDIP. 2017 Feb;2(2):110–8.
8. Brasch J, Becker D, Aberer W, Bircher A, Kränke B, Jung K, et al. Guideline
contact dermatitis: S1-Guidelines of the German Contact Allergy Group (DKG)
of the German Dermatology Society (DDG), the Information Network of
Dermatological Clinics (IVDK), the German Society for Allergology and

17
Clinical Immunology (DGAKI), the Working Group for Occupational and
Environmental Dermatology (ABD) of the DDG, the Medical Association of
German Allergologists (AeDA), the Professional Association of German
Dermatologists (BVDD) and the DDG. Allergo J Int. 2014 Jun;23(4):126–38.
9. Ramdan IM, Ilmiah SH, Firdaus AR. Occupational Irritan Contact Dermatitis
Among Shipyard Workers in Samarinda, Indonesia. Kemas. 2018 Nov
5;14(2):239– 46.
10. Eberting CL. Irritant Contact Dermatitis: Mechanisms to Repair. J Clin Exp
Dermatol Res [Internet]. 2014 [cited 2021 Mar 20];5(6). Available from:
https://www.omicsonline.org/openaccess/irritant-contact
dermatitismechanisms-to-repair-2155- 9554.1000246.php?aid=36708
11. Sulistyaningrum S, Widaty S, Triestianawati W, Daili ESS. Dermatitis Kontak
Iritan dan Alergi pada Geriatri. 38:12.
12. Anggraini DM, Sutedja E, Achadiyani A. Etiology of Allergic Contact
Dermatitis based on Patch Test. amj. 2017 Dec;4(4):541–5.
13. L.A G. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York:
McGraw Hill; 2012.
14. Al-Otaibi ST, Alqahtani HAM. Management of contact dermatitis. Journal of
Dermatology & Dermatologic Surgery. 2015 Jul;19(2):86–91.
15. Sharma V, Asati D. Pediatric contact dermatitis. Indian J Dermatol Venereol
Leprol. 2010;76(5):514.
16. Pigatto P, Martelli A, Marsili C, Fiocchi A. Contact dermatitis in children.
2010;6.
17. Kalboussi H, Kacem I, Aroui H, El Maalel O, Maoua M, Brahem A, et al.
Impact of Allergic Contact Dermatitis on the Quality of Life and Work
Productivity. Dermatology Research and Practice. 2019 Mar 3;2019:1–8.
18. Gilang Iswara IP, Darmada I, Luh Made Mas Rusyati, Luh Made, Mas Rusyati.
Edukasi Dan Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan Kronis Di Rsup Sanglah
Denpasar Bali Tahun 2014/2015. EJURNAL MEDIKA [Internet]. 2016
Agustus;5(8). Available from: http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

18
19. McGuckin M, Govednik J. Irritant Contact Dermatitis on Hands: Literature
Review and Clinical Application. American Journal of Medical Quality. 2016
Nov;

19

Anda mungkin juga menyukai