Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

KISTA PREAURIKULAR

Dokter Pembimbing :
Dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Gusti Khalida Rizma Rosa’dy (2018790053)
M. Rizki Pahlevi (20187900)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 22 JULI – 23 AGUSTUS 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan judul “Kista
Preaurikular” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas pada kepaniteraan klinik
ilmu penyakit THT dan juga untuk memperdalam pemahaman tinjauan pustaka yang
telah dipelajari sebelumnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL selaku dokter
pembimbing atas ilmu dan pengalamanya yang telah diberikan di stase THT ini. Terima
kasih juga pada semua pihak yang telah membantu dalam tahap pengumpulan referensi
dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan tugas laporan kasus ini. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan selanjutnya.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Banjar, 27 Juli 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI (edit lagi aja kak ni belum di urutin )

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 1


DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2
BAB I STATUS PASIEN ....................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 9
2.1 Anatomi Telinga ................................................................................ 9
2.2 Definisi ............................................................................................... 13
2.3 Klasifikasi .......................................................................................... 13
2.4 Epidemiologi ...................................................................................... 13
2.5 Etiologi ............................................................................................... 14
2.6 Patogenesis ......................................................................................... 14
2.7 Diagnosis............................................................................................ 15
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................. 17
2.9 Komplikasi ......................................................................................... 20
2.10 Prognosis ............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 22

2
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn.L
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 23 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Status : Belum Menikah
Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 18 Juli 2019

1.2 Anamnesis
• Keluhan Utama
Benjolan pada bagian depan telinga kanan dan kiri.
• Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSU Kota Banjar dengan keluhan terdapat
benjolan pada bagian depan telinga kanan dan kiri. Pasien mengatakan sudah
mengalami keluhan sudah dari kecil , dan keluhan muncul hilang timbul. Pasien
mengatakan benjolan membesar jika pasien lagi tidak enak badan, dan pasien
merasakan benjolan tersebut semakin membesar. Pasien mengatakan ada keluar
cairan pada benjolan di telinga yang kiri. Cairan tersebut berwarna putih kental,
cairan tidak berbau, dan disertainya keluar darah. Pasien juga mengatakan
benjolan terasa nyeri dan gatal.
Keluhan pusing, sakit kepala, demam, keringat malam, gangguan
pendengaran, telinga berdenging, batuk, pilek, bersin-bersin, nyeri tenggorokan
disangkal.
• Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku benjolan tersebut sudah ada sejak dari kecil dan sering
mengeluarkan cairan. Riwayat penyakit amandel, asma, hipertensi, diabetes
melitus, dan batuk-batuk lama disangkal.

3
• Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarga mengalami hal yang sama disangkal. Riwayat
diabetes melitus, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, asma disangkal.
• Riwayat Alergi
Alergi makanan, cuaca, debu , obat-obatan disangkal.
• Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
• Riwayat Psikososial
Pasien merupakan seorang pedagang, sehari-hari lebih sering di pasar, tidak
merokok maupun minum alkohol.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
• Tekanan darah : 100/70 mmHg
• Nadi : 80 x/menit, reguler
• Pernafasan : 20 x/menit, reguler
• Suhu : 36,4º C

A. Status Generalis
Kepala :
• Kalvarium : Normocephal, deformitas (-).
• Rambut : Alopesia (-), distribusi merata (+)
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Hidung : status lokalis terlampir.
• Telinga : status lokalis terlampir.
• Mulut : status lokalis terlampir.
Leher : status lokalis terlampir.
Thorax :
• Paru
Inspeksi : gerak napas simetris, retraksi (-/-)

4
Palpasi : gerakan napas teraba simetris, vocal fremitus simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
• Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 3 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : linea parasternal dextra ICS IV
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ektremitas :
Atas : Akral hangat (+/+), CRT ≤ 2 detik (+/+), edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), CRT ≤ 2 detik (+/+), edema (-/-)

B. Status Lokalis
Telinga
Dekstra Sinistra
Aurikula Normotia, hematoma (-), Normotia, hematoma (-),
perikondritis (-), helix perikondritis (-), helix sign
sign (-), nyeri tekan (-), nyeri tekan tragus (-),
tragus (-), nyeri tarik (-) nyeri tarik (-)
Preaurikula Fistula (+) Peradangan Fistula (+) Peradangan
(+), pus (-), nyeri tekan (+), pus (+), Nyeri tekan
(+), Nyeri tekan (+) , (+), pembesaran KGB (-)
pembesaran KGB (-)
Retroaurikula Peradangan (-), pus (-), Peradangan (-), pus (-),
nyeri tekan (-), nyeri tekan (-),
pembesaran KGB (-) pembesaran KGB (-)
Kanalikuli Kulit tenang, sekret (-), Kulit tenang, sekret (-),
akustikus serumen (-), edema (-). serumen (-), edema (-)
eksternus
Membran timpani Intak, retraksi (-), Intak, retraksi (-),
hiperemis (-), reflex hiperemis (-), reflex
cahaya (+) cahaya (+)

5
Hidung
Deformitas Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada
Hidung Luar
Trauma Tidak ada
Radang Tidak ada
Rhinoskopi Anterior
Dekstra Sinistra
Vestibulum Sekret (-), massa (-), Sekret (-), massa (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Konka inferior Hipertrofi (-), hiperemis Hipertrofi (-), hiperemis (-
(-), permukaan licin ), permukaan licin
Meatus nasi media Sekret (-), polip (-) Sekret (-), polip (-)
Kavum nasi Lapang, mukosa Lapang, mukosa hiperemis
hiperemis (-), sekret (-) (-), sekret (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Pasase udara (+) (+)

Orofaring
Dekstra Sinistra
Mukosa bibir Tenang Tenang
Gigi Gangren (-) Gangren (-)
Lidah Simetris, bersih Simetris, bersih
Arkus faring Simetris Simetris
Tonsil T1, hiperemis (-), kripta (- T1, hiperemis (-), kripta (-),
), detritus (-) detritus (-)
Uvula Simetris, hiperemis (-), udem (-)
Palatum mole Simetris, hiperemis (-)
Faring Mukosa hiperemis (-), refleks muntah (+/+)

Maksilofasial
Dekstra Sinistra
N.II 6/6 6/6
N. III, IV, VI Dalam batas normal Dalam batas normal
N.VII Simetris
Nyeri Tekan
Maksila Tidak ada Tidak ada
Frontalis Tidak ada Tidak ada
Ethmoid Tidak ada Tidak ada
Sphenoid Tidak ada Tidak ada

Pembesaran Kelenjar Tiroid dan KGB


Dekstra Sinistra
Tiroid Tidak ada Tidak ada

6
Submental Tidak ada Tidak ada
Submandibular Tidak ada Tidak ada
Jugularis superior Tidak ada Tidak ada
Jugularis media Tidak ada Tidak ada
Jugularis inferior Tidak ada Tidak ada
Suprasternal Tidak ada Tidak ada
Supraklavikularis Tidak ada Tidak ada

1.4 Resume
Tn. L, 23 tahun, datang dengan keluhan terdapat benjolan pada preaurikular
dextra dan sinistra. Pasien mengatakan sudah mengalami keluhan sudah dari kecil
, dan keluhan muncul hilang timbul. Pasien mengatakan benjolan membesar jika
pasien lagi tidak enak badan, dan pasien merasakan benjolan tersebut semakin
membesar. Pasien mengatakan ada keluar cairan pada benjolan di preaurikular
sinistra. Cairan tersebut berwarna putih kental, cairan tidak berbau, dan
disertainya keluar darah. Pasien juga mengatakan benjolan terasa nyeri dan gatal.
Pada pemeriksaan fisik, TTV dan status generalisata dalam batas normal.
Status lokalis THT pada preaurikular dextra dan sinistra didapatkan fistula (+/+)
, peradangan (+/+) , pus (-/+), nyeri tekan (+/+).
1.5 Diagnosis Kerja
Kista Preaurikular Bilateral dengan Infeksi Sekunder preaurikuar sinistra

1.6 Penatalaksanaan
Medikamentosa :
• Asam mefenamat tab 500 mg
• Amoxicillin tab 500 mg

Non-medikamentosa :
Menjaga kebersihan telinga

Recana Terapi :
Eksisi
1.7 Prognosis
Quo ad Vitam : bonam

7
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diagnosa

Diagnosis kista preaurikular kongenital ditegakkan secara klinis, dengan didapatkannya


muara fistula di depan aurikular yang telah ada dari lahir. Anamnesis dan pemeriksaan
klinis secara seksama diperlukan untuk mencari kelainan terkait. Sinus preaurikular dapat
berkaitan dengan kelainan pendengaran dan ginjal, pemeriksaan pendengaran dan
ultrasonografi (USG) dipertimbangkan jika kelainan ini diduga merupakan bagian dari
suatu sindrom. Pemeriksaan tersebut diindikasikan pada pasien yang disertai dengan satu
atau lebih dari hal berikut:

1) tanda-tanda malformasi atau dismorfi,

2) riwayat tuli atau kelainan ginjal pada keluarga,

3) riwayat maternal diabetes melitus gestasional.

Penentuan lokasi sinus dan panjang salurannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fistulografi, yaitu dengan menyuntikkan cairan kontras melalui muara sinus dan
kemudian dilakukan pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan
sebelum operasi. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah ultrasonografi (USG).
Angka kekambuhan pada pasien yang tidak dilakukan pemeriksaan USG sebelum operasi
adalah 9-42%, namun dengan menggunakan pemeriksaan USG sebelum operasi tidak
1
didapatkan adanya kekambuhan.

2.2 Terapi

Sinus precuricular yang pertama kali terinfeksi dapat dilakukan tindakan


konservatif berupa pemberian antibiotik dan kompres hangat pada sinus yang terinfeksi.
Pada infeksi fase akut diberikan antibiotik yang sesuai dengan bakteri penyebab dan uji
sensitivitasnya. Adobamen dan Ediale pada tahun 2012 melaporkan bahwa bakteri yang
paling banyak ditemukan pada infeksi sinus preaurikuler adalah Stafilokokus aureus,
bakteri yang memproduksi betalaktamase. Hasil pemeriksaan sensitivitas didapatkan
antibiotik yang sensitif adalah gentamisin, ofloksasin, sefuroksim dan amoksisilin-
klavulanat. Bila terdapat abses, maka perlu dilakukan insisi dan drainase. Drainase abses
dapat dilakukan dengan probe lakrimal, dengan teknik tersebut maka tidak lagi
memerlukan tindakan insisi. Anestesi kulit dengan anestesi topikal dan menginsersikan
probe lakrimal dengan ujung tumpul pada muara sinus, yang membuat terjadinya drainase
pada abses. Jika diperlukan, prosedur ini dapat diulang. Prosedur ini dapat menjadi
alternatif untuk drainase abses sinus preaurikular, namun trauma pada saluran sinus dapat
mengakibatkan kerusakan yang lebih dalam dan menyulitkan eksisi. Tindakan eksisi

9
dapat dilakukan setelah 6 minggu ketika keadaan infeksi akut sudah teratasi. Eksisi bedah
kemudian dapat dimulai dengan gentle penyisipan probe lakrimal kecil ke dalam punctum
untuk menentukan arah rongga sinus, yang hampir selalu menuju perikondrium dari akar
heliks. Punctum harus dipotong dengan menggunakan sion. Traktus dan kemudian sinus
ditelusuri ke perikondrium akar heliks. Perichondrium diberi skor tajam dan dikupas
kartilago akar heliks. Setiap jaringan parut terkait atau jaringan tion dieksisi bersama
dengan lesi. Tidak jarang untuk melihat pasien dengan kekambuhan kista atau sinus
preauricular setelah operasi. Sebagian dari sinus mungkin tertinggal di tempat setelah
pembedahan yang dipersulit oleh jaringan parut, peradangan, atau jaringan granulasi.
Sangat umum bahwa perlekatan sinus ke akar heliks tertinggal, dan ini adalah fokus dari
infeksi berulang. Untuk kasus berulang dengan abses atau radang yang berdekatan
dengan akar heliks, sulit untuk mengelupas perichondrium di daerah ini dari heliks
kartilago. Oleh karena itu direkomendasikan bahwa ketebalan tulang rawan penuh
dipotong untuk memastikan penghapusan lengkap. Kadang-kadang, seorang ahli bedah
menemui kasus sinus pra-auricular yang terinfeksi yang telah mengalami beberapa kali
percobaan eksisi. Untuk kasus-kasus seperti itu, diseksi blok dilakukan di daerah
preauricular dengan eksisi semua jaringan yang meradang dan parut ke fasia preauricular
/ parotid.1,2

Tatatalaksana pembedahan pada sinus preaurikular sangat bervariasi. Mulai dari simpel
sinektomi, eksisi lokal luas dan eksisi luas dengan berbagai modifikasi. Perbaikan teknik
pembedahan ditujukan terutama untuk mencegah terjadinya rekurensi.

a) Sinektomi simpel. Sinektomi simpel atau teknik bedah standar, prosedur


pembedahannya adalah dengan dilakukan insisi elips disekitar muara sinus dilanjutkan
diseksi ramifikasi pada jaringan subkutaneus dengan guiding pandangan mata atau
palpasi. Terdapat banyak anjuran untuk memperbaiki identifikasi saluran sinus antara lain
dengan insersi probe lakrimal, injeksi metilen biru intraoperatif, sonografi dan sinogram
preoperatif. Masing-masing varian teknik tersebut memiliki keterbatasan antara lain pada
pemasangan probe lakrimal dapat menyebabkan trauma dan tidak dapat mengikuti
ramifikasi yang kecil, metilen biru mudah berdifusi ke jaringan sehingga menyulitkan
identifikasi ramifikasi. Fistulografi sulit dilakukan pada pasien dengan episode akut dan
tidak menggambarkan dalamnya sinus. Tindakan bedah dapat dilakukan dengan anestesi
lokal maupun anestesi umum. Pembedahan dengan anestesi lokal mempunyai angka
rekurensi yang lebih tinggi dibanding dengan anestesi umum. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kepatuhan pasien terutama saat diseksi yang dalam, sehingga anestesi
umum lebih dianjurkan. Beberapa penelitian menyebutkan sinektomi simpel
diindikasikan pada pasien sinus preaurikular dengan peradangan yang sedikit atau tanpa
peradangan. 3

b) Eksisi lokal luas. Sinus preaurikuler dengan inflamasi yang lebih berat dapat
diindikasikan untuk dilakukan tindakan eksisi lokal luas. Namun, disebutkan juga bahwa
teknik ini digunakan untuk sinus preaurikulaer yang tidak disertai adanya fistula. Teknik

10
eksisi lokal luas standar dilakukan dengan cara membuat insisi berbentuk baji atau elips
yang cukup luas sehingga semua jaringan dan kulit nekrotik terangkat. Selanjutnya
jaringan inflamasi pada daerah dibawah fasia temporalis diangkat. Pendekatan lain eksisi
lokal luas adalah dengan pendekatan supraaurikuler. Beberapa peneliti menganjurkan
teknik ini untuk pasien yang telah terjadi abses sebelumnya. Teknik ini diperkenalkan
oleh Prasad et al., pada tahun 1990 berdasarkan teori bahwa bahwa fistula hampir selalu
menyertakan jaringan subkutaneus diantara fasia temporalis dan perikondrium kartilago
heliks. Tekniknya adalah dengan melakukan insisi elips standar yang kemudian
diekstensi keatas dengan dilakukan insisi elips disekitar muara sinus dilanjutkan diseksi
ramifikasi pada jaringan subkutaneus dengan guiding pandangan mata atau palpasi.
Terdapat banyak anjuran untuk memperbaiki identifikasi saluran sinus antara lain dengan
insersi probe lakrimal, injeksi metilen biru intraoperatif, sonografi dan sinogram
preoperatif. Masing-masing varian teknik tersebut memiliki keterbatasan antara lain pada
pemasangan probe lakrimal dapat menyebabkan trauma dan tidak dapat mengikuti
ramifikasi yang kecil, metilen biru mudah berdifusi ke jaringan sehingga menyulitkan
identifikasi ramifikasi. Fistulografi sulit dilakukan pada pasien dengan episode akut dan
tidak menggambarkan dalamnya sinus. Tindakan bedah dapat dilakukan dengan anestesi
lokal maupun anestesi umum. Pembedahan dengan anestesi lokal mempunyai angka
rekurensi yang lebih tinggi dibanding dengan anestesi umum. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kepatuhan pasien terutama saat diseksi yang dalam, sehingga anestesi
umum lebih dianjurkan. Beberapa penelitian menyebutkan sinektomi simpel
diindikasikan pada pasien sinus preaurikular dengan peradangan yang sedikit atau tanpa
peradangan. 3

Gambar 1. Prosedur operasi eksisi lokal luas

Gambar 2. Insisi supra-aurikuler, (A) Incision line, (B) Skin incision

11
Diseksi dilanjutkan dengan mengidentifikasi fasia temporalis di medial area sinus. Fasia
ini merupakan batas paling dalam diseksi, kemudian dilanjutkan ke arah mediolateral
sampai dengan kartilago heliks. Pada level ini, diseksi dilakukan dibawah perikondrium
dan pada perlekatan maksimum dari fistula, disarankan untuk dilakukan eksisi sebagian
kecil kartilago.3

Gambar 3. Diseksi fasia temporalis dan perikondrium, (A) Temporalis fascia dissection,
(B) Under perichodral dissection

Selama pembedahan harus mewaspadai ruang yang terbentuk, seluruh jaringan


subkutaneus yang ber- ada diantara fasia temporalis dan kartilago heliks diangkat. Pada
jaringan ini sinus pasti terdapat ramifikasi dan mungkin kiste.

Tingkat kekambuhan eksisi lokal luas dengan pendekatan supra aurikuler lebih rendah
jika diban- ding dengan teknik standar. Lam et al., pada tahun 2001 melaporkan bahwa
tingkat kekambuhan dengan pendekatan supraaurikuler sebesar 3,7% lebih rendah
dibanding dengan teknik standar dengan tingkat kekambuhan 32%.

Prosedur eksisi dengan pendekatan supra-aurikular menghasilkan ruang yang cukup luas
setelah reseksi, sehingga membutuhkan insersi drain dan balut tekan pasca operasi.
Karena hal tersebut Bae et al., pada tahun 2012 melaporkan peng- gunaan modifikasi
pendekatan tersebut dengan pendekatan supra-aurikular minimal tanpa pemasangan
drain. Tekniknya sama dengan pendekatan supra-aurikular, tetapi ekstensi incisi hanya
dilanjutkan 5-7 mm ke arah supra-aurikular. Prosedur modifikasi tersebut dilaporkan
aman dan efektif untuk tatalaksana sinus preaurikular.3

c) Eksisi luas dapat diindikasikan pada sinus preaurikular dengan infeksi berat dan juga
pada yang terbentuk fistula, yaitu sinus preaurikular dengan dengan dua lubang, lubang
muara sinus dan lubang pada kulit akibat terjadinya abses. Infeksi yang berat atau
terjadinya abses mengakibatkan jaringan nekrotik yang luas sehingga membutuhkan
eksisi yang luas. Untuk meminimalkan eksisi jaringan sehat pada kasus ini dapat
digunakan teknik eksisi luas dengan insisi angka 8. Insisi elips dilakukan pada dua tempat,
yaitu pada lubang muara sinus dan lubang akibat abses beserta jaringan nekrotiknya
operasi menjadi jelas. Luka operasi dijahit dan dipasang drain. Metode insisi angka 8
dapat mempreservasi lebih banyak kulit yang intak dibanding dengan insisi luas standar,
hal tersebut membuat hasil kosmetik yang lebih baik.3

12
Gambar 4. Hasil akhir eksisi dan post operasi, (A) Excision concluded, (B) Aesthetic
resul (7 months)

Gambar 5. Tahapan operasi dengan insisi angka delapan (8)

d) Teknik inside-out Teknik inside out didemonstrasikan oleh Baatenburg de Jong pada
tahun 2005. Tindakan pembedahan dikerjakan dengan bantuan kaca pembesar atau
mikroskop. Insisi elip vertikal meliputi muara sinus, diusahakan mereseksi kulit
seminimal mungkin. Pada ujung insisi superior dan posterior dijahit dengan benang untuk
fiksasi. Selanjutnya sinus dibuka dengan gunting tajam. Sinus dipaparkan dan ditelusuri
dari sisi luar (seperti teknik klasik) dan dari dalam. Saluran berikutnya dibuka dan diikuti
seperti cara diatas sampai pada akhir saluran. Probe ductus lakrimalis halus dapat
digunakan untuk mengetahui arah dari duktus yang kecil. Biasanya saluran melekat pada
perikondrium sisi atas heliks atau tragus, dilakukan reseksi juga pada bagian tersebut.
Batas medial (paling dalam) diseksi adalah fasia temporalis. Dasar dari luka dievaluasi
apakah masih ada sisa sinus. Luka operasi dijahit dengan satu lapis jahitan tanpa dipasang
drain, selanjutnya dipasang dresing dengan strip steril.3

13
Gambar 6. Teknik inside-out

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Kuvuturu, Sateesh, Kartiks. Preauricular sinus. Inidan J otolaryongology Head


Neck Surgeey. India : 2013. Cite online :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3696150/pdf/12070_2012_Arti
cle_520.pdf
2. Johnson JT, Ronsen CA. Bailey’s Head and Neck Surgery Otolaryngology. Fifth
Edit.Lippincott Williams and Wilkins: Phyladelphia, 2014.p1610-1611.
3. Yudanto D. Penatalaksanaan sins preaurikular kongenital. Journal Kedokteran .
2017.

15

Anda mungkin juga menyukai