Pembimbing:
dr. Kemalasari, SpP
Disusun Oleh:
Andi Bagus Prayogo 2014730008
Bobzi Razvidi 2014730016
Ferza Farizky 2014730032
Ghina Hanifah Kh 2014730036
Karel Respati 2011730144
M. Luthfi Mandani 2014730064
Farkhan Reza Sulaeman 2014730029
Nadya Mujahidah C.R 2014730071
Nur Indah Sari 2014730077
Refidani Munawar 2014730082
Wijdani Sharfina 2014730097
Identitas Pasien
• Nama : Ny. E
• Usia : 66 Tahun
• Alamat : Jl. Metro Jaya No19 RT 04/07
• Status : Menikah
• Pekerjaan : Pensiunan
• No. RM : 00-46-68-74
• Ruang : Marwah Atas
Anamnesis
KELUHAN UTAMA :
KELUHAN TAMBAHAN :
• Batuk
• Demam
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Sesak napas yang dirasakan pasien juga disertai dengan keluhan batuk.
Batuk berdahak, dengan warna dahak kekuningan, darah (-), batuk dirasakan sejak
2 minggu SMRS. Biasanya dahak berwarna putih dengan konsistensi cair, saat ini
dahak berubah warna menjadi putih kekuningan dan kental. Pasien juga
merasakan demam. Demam dirasakan naik turun dan hilang dengan obat penurun
panas.
Nafsu makan masih dalam batas normal dan dalam beberapa bulan
kebelakang tidak ada penurunan berat badan yang signifikan. BAK dan BAB
masih dalam batas normal. Pasien mengaku hal ini sudah pernah dirasakan, dan
keluhan ini yang kedua kalinya dalam satu tahun terakhir.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital
BP : 110/70mmHg
HR : 90x/menit
RR : 20x/menit
T : 37.0oC
Antropometri
BB : 55 kg
TB : 150 cm
IMT : 20.8 (normal weight)
Paru Jantung
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, scar (-), distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 13x/menit
Palpasi : Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement tidak di jumpai
Perkusi : Timpani diseluruh lapangan abdomen
Ekstremitas
Akral hangat (-/-/-/-)
CRT < 2 dtk
Pemeriksaan Penunjang
Hematokrit 27 35 - 47 %
MCV 90 80-100 Fl
MCH 31 26-34 Pg
Resume
Daftar Masalah
1. Sesak
S: Sesak sejak 6 jam SMRS, sesak sudah dirasakan sejak 1 minggu SMRS, dan
memberat dalam beberapa hari terakhir dan diperberat bila beraktifitas.
- Metilprednisolone 8 mg 3x1
S: Keluhan sesak disertai batuk berdahak, dengan warna dahak kekuningan, darah
(-), batuk dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Pasien juga merasakan febris. Febris
dirasakan naik turun dan hilang dengan obat penurun panas.
P: - Ceftriaxone 1 x 2gr IV
PPOK adalah penyakit yang umum, dapat dicegah, dan dapat ditangani,
yang memiliki karakteristik gejala pernapasan yang menetap dan keterbatasan
aliran udara, dikarenakan abnormalitas saluran napas dan/atau alveolus yang
biasanya disebabkan oleh pajanan gas atau partikel berbahaya.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian
karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia.
• Pertambahan penduduk
• Industrialisasi
KLASIFIKASI
A.Bronkitis Kronik
Emfisema adalah penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau alveolus
pada paru-paru.
FAKTOR RISIKO
1. Asap tembakau
Termasuk rokok, pipa, cerutu, pipa air dan jenis lain rokok di berbagai
negara
2. Populasi udara dalam ruangan
Bahan bakar biomassa untuk memasak dan memanaskan di tempat tinggal
yang berventilasi buruk, faktor resiko khususnya mempengaruhi wanita di
negara berkembang
3. Polusi udara luar ruangan
Juga berkontribusi terhadap beban total paru-paru dari partikel yang
dihirup, meskipun tampaknya memiliki efek yang relatif kecil dari PPOK
4. Paparan pekerjaan
Termasuk debu organik dan non-organik, agen kimia dan uap, merupakan
faktor resiko yang kurang dihargai untuk PPOK
5. Faktor genetik
Seperti defisiensi dari alpha-1 antitrypsin (AATD)
6. Usia dan jenis kelamin
Penuaan dan wanita meningkatkan resiko PPOK
7. Pertumbuhan dan Perkembangan Paru
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru selama
gestasi dan anak-anak (BBLR, infeksi pernapasan, dll) memiliki potensi
untuk meningkatkan resiko individu terhadap PPOK
8. Status sosio ekonomi
Ada bukti kuat bahwa risiko pengembangan PPOK berbanding terbalik
dengan sosial ekonomi. Tidak jelas, namun apakah pola ini mencerminkan
paparan polutan udara dalam dan luar ruangan, crowding, nutrisi yang
buruk, infeksi atau faktor-faktor lain yang terkait dengan status sosial
ekonomi rendah
9. Asma dan hiperreaktifitas jalan napas
Asma mungkin menjadi faktor resiko untuk perkembangan dari
terbatasnya aliran udara dan PPOK
10. Infeksi
Riwayat infeksi pernapasan berat saat anak-anak telah dihubungkan
dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan gejala pernapasan pada
dewasa
PATOGENESIS
Peradangan saluran nafas yang diamati pada pasien PPOK muncul menjadi
respon modifikasi inflamasi normal saluran nafas terhadap iritan kronik sperti
asap rokok. Mekanisme yang memperjelas peradangan ini masih belum diketahui
tetapi mungkin, setidaknya sebagian ditentukan oleh genetic. Meskipun sebagian
pasien menjadi tanpa merokok, sifat respon inflamasi pada pasien juga masih
belum diketahui. Stress oksidatif dan kelebihan proteinase pada paru mungkin
akan mengubah peradangan paru lebih lanjut. Bersamaa, mekanisme ini akan
mengarah ke karakteristik perubahan patologikal pada PPOK. Perdangan paru
akan bertahan setelah berhenti merokok melalui mekanisme yang belum
diketahui, meskipun autoantigen dan perturbation yang mungkin berperan.
Mekanisme yang sama mungkin terjadi pada penyakit kronik secara bersamaan.
Perbedaan pada peradangan PPOK dan Asma. Meskipun kedua PPOK dan
asma berhubngan dengan peradangan kronik jalan napas, terdapat perbedaan pada
sel inflamasi dan mediator yang terlibat pada kedua penyakit ini. Beberapa pasien
PPOK memiliki ciri yang konsisten dengan asma dan dan mungkin memiliki pola
inflamasi campuran dengan peningkatan eosinophil.
ALUR DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
A. Anamnesis
- Riwayat merokok
- Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja atau lingkungan
- Riwayat penyakit dahulu : asma, alergi, sinusitis, polip hidung.
- riwayat keluarga dengan PPOK atau penyakit pernapasan kronil lainnya.
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
B. Pemeriksaan fisis
• Inspeksi
- lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i
leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
- Pada emfisema fremitus melemah,
- sela iga melebar
• Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,
- letak diafragma rendah,
- hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % .
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
3. Radiologi Foto
toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada
emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal Jantung Kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan
di Indonesia, karena diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda.
PENATALAKSANAAN
Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
3. Penggunaan oksigen
- Berapa dosisnya
Tanda eksaserbasi :
- Sputum bertambah
Bronkodilator
- Golongan antikolinergik
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Kortikosteroid
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Inhibitor PDE4 memiliki efek yang lebih buruk daripada obat yang dihirup
untuk PPOK. Yang paling sering adalah diare, mual, nafsu makan berkurang,
penurunan berat badan, sakit perut, gangguan tidur, dan sakit kepala. Efek buruk
telah menyebabkan peningkatan tingkat penarikan dari uji klinis. Efek buruk
tampaknya terjadi lebih awal selama pengobatan, bersifat reversibel, dan
berkurang seiring waktu dengan pengobatan lanjutan. Dalam studi terkontrol,
penurunan berat badan rata-rata 2 kg yang tidak dapat dijelaskan telah terlihat dan
pemantauan berat selama pengobatan disarankan, selain menghindari pengobatan
roflumilast pada pasien dengan berat badan kurang. Roflumilast juga harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan depresi.
Antibiotik
Terapi Oksigen
Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hematokrit
Indikasi
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan ulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea,
penyakit paru lain
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
analisis gas darah pada waktu tersebut.
Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas
kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa
intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative
Pessure Ventilation (NPV).
- Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat
diperbaiki,
misalnya pneumonia
- Henti napas
• Berhenti merokok
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
Gagal napas kronik
Gagal napas akur pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Gagal napas kronik :
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
Jaga keseimbangan Po2 dan Pco2
Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Kor Pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal
jantung kanan.
DAFTAR PUSTAKA
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)., 2018. Global
Strategy for Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease.