Anda di halaman 1dari 29

LONG CASE

FARINGITIS AKUT

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit THT RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:

Erika Diana Wati

20174011010

Diajukan kepada:

dr. Agung Raharjo, Sp.THT- KL.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

FARINGITIS AKUT

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorok
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :
Erika Diana Wati

20174011010

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 10 November 2018

Pembimbing

dr. Agung Raharjo, Sp.THT-KL.

2
DAFTAR ISI

LONG CASE ........................................................................................................... 1

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

BAB II STATUS PASIEN ...................................................................................... 5

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 13

KESIMPULAN ..................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

3
BAB I

PENDAHULUAN

Faringitis adalah infeksi atau iritasi pada faring dan atau tonsil. Faringitis
termasuk kedalam 10 besar terbanyak penyakit rawat jalan di rumah sakit Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Penyakit yang masuk 10 besar tersebut meliputi
infeksi saluran nafas atas, demam, diare, dispepsia, hipertensi, dermatosis, cedera,
penyakit pulpa, faringitis dan gangguan mental (Dinas Kesehatan DIY, 2013).

Faringitis viral diperkirakan merupakan penyebab terbanyak dari faringitis


akut yang menyebabkan gejala rekuren. Group A beta-hemolytic streptococcus
(GABHS) menyumbang 15-30% kasus faringitis pada anak dan 5-15% pada orang
dewasa (Kalra et al, 2016).

4
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Bp W
 Tanggal lahir/umur : 12-03-1957 (61 tahun)
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Alamat : Kediwung, Mangunharjo, Dlingo, Bantul
 Status Pekerjaan : Tukang kayu
 Pendidikan Terakhir : SMP
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Bangsa : Indonesia
 Periksa ke poli tanggal: 2 November 2018
 No.RM : 30-99-80

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli tht dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 4 hari yang
lalu. Nyeri tenggorok tidak disertai perasaan kering pada tenggorok. Selain
itu pasien mengeluh sulit menelan (+), batuk (+), pilek (-), sesak nafas (-),
suara serak (-), rasa sumbatan di leher (-), mual (-), muntah (-). Pasien
merasakan demam 2 hari yang lalu. Pasien mengaku makan sambal/lombok
namun jarang dan minum air es 1 minggu yang lalu. Pasien penderita asma,
kambuh terakhir 3 bulan yang lalu.

Pasien juga mengeluh telinga kanan dan kiri tersumbat . Keluhan dirasakan
sejak 2 hari yang lalu. Pasien sering mengkorek-korek telinga dengan
menggunakan bulu ayam. Keluhan lain gatal (+), berdengung (+), nyeri (-),

5
penurunan pendengaran (+), keluar cairan dari telingan (-), dan pusing
berputar (-). Pendengaran berkurang sudah sejak 3 tahun yang lalu.

Pasien tidak merokok.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan nyeri tenggorokan (-)
Riwayat telinga tersumbat (+)
Riwayat asma (+)
Riwatat alergi dingin, dan serbuk kayu (+)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes (-)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Riwayat keluhan yang serupa (-)
Riwayat asma (+)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes (-)

Riwayat Personal Sosial dan Lingkungan


Pasien bekerja sebagai tukang kayu yang bertugas membuat pintu. Dalam
keseharian pekerjaannya pasien memakai masker.

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS

1. Keadaan umum
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Berat badan : 65 kg
- Tinggi badan : 165 cm
- Status gizi : Normal (BMI = 23,87 kg/m2)
-

6
2. Tanda-tanda vital
- Suhu : Afebris
- Tekanan darah : Tidak diperiksa
- Nadi : 70 x/menit
- Pernafasan : 18 x/menit
- VAS Nyeri :3
3. Kepala
- Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Leher
- Kelenjar limfe submandibula, servickl anterior: teraba membesar(-/-)
- Kelenjar tiroid: teraba membesar (-/-)
5. Thorax
a. Jantung
- Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi:
Iktus kordis teraba di SIC V 1 garis midklavikula sinistra
b. Paru-paru:
- Inspeksi: simetris (+/+), retraksi (-/-)
- Palpasi: vocal fremitus simetris (+/+)
- Perkusi: sonor (+/+)
- Auskultasi: Tidak dilakukan
6. Abdomen
- Inspeksi: supel, warna kulit normal (+/+)
- Auskultasi: tidak dilakukan
- Perkusi: timpani (+/+)
- Palpasi: nyeri tekan (-/-)
7. Ekstremitas
- Superior: akral hangat (+/+), edema (-/-)
- Inferior: akral hangat (+/+), edema (-/-)

7
STATUS LOKALIS

Pars Flacid

Proc.
Brevis AD AS
malleus

Umbo

Pars Tensa

Cone of Light

1. Telinga

Bagian Telinga kanan Telinga kiri


Telinga
Aurikula Deformitas (-), hiperemis (-), Deformitas (-), hiperemis (-),
edema (-) edema (-)
Preaurikula Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-), nyeri
nyeri tekan tragus (-) tekan tragus (-)
Retroaurikula Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-), nyeri
nyeri tekan (-) tekan (-)
Meatus Serumen (+) minimal, Serumen (+) minimal, hiperemis
auditori hiperemis (-), edema (-) (-), edema (-)
Membran Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),
timpani perforasi (-), cone of light (+) perforasi (-), cone of light (+)
arah jam 5 arah jam 7

Kesan : Pada telinga kanan dan kiri terdapat serumen

Pemeriksaan Telinga Kanan Telinga Kiri


Fungsi
Telinga
A. Pendengaran
Rinne (+) (+)
Weber Lateralisasi sama kiri dan Lateralisasi sama kiri dan
kanan kanan
Schwabach Memendek Memendek
Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8
B. Tuba
Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Kesan : Pada pemeriksaan fungsi telinga terdapat tuli sensorineural

2. Hidung dan Paranasal

Concha nasi
medius

Meatus
nasi medius

Sekret
D S

Concha nasi inferior

Septum
meatusnasi nasi
inferior

Pemeriksaan hidung Kanan Kiri


1. Hidung Luar Bentuk dalam batas normal, nyeri tekan (-)
2. Sinus paranasalis Nyeri tekan (-)
3. Rhinoskopi anterior
Vestibulum nasi Hiperemis (-), sekret (-) Hiperemis (-), sekret (-)
Cavum nasi Bentuk normal, Bentuk normal, hiperemis
hiperemis (-), edema (-) (-), edema (-)
Konka nasi Edema (-), mukosa Edema (-), mukosa
hiperemis (-) hiperemis (-)
Meatus nasi Mukosa hiperemis (-), Mukosa hiperemis (-),
sekret (-), massa (-) sekret (-), massa (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan Deviasi (-),
(-) perdarahan (-)
4. Transluminasi
Sinus frontalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus maksilaris Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9
Kesan : Pada pemeriksaan hidung luar, sinus paranasalis dan pemeriksaan
rhinoskopi anterior tidak dapatkan kelainan

5. Pemeriksaan Rhinoskopi Hasil


Posterior
Discharge
Mukosa Tidak dapat didapatkan kelainan
Adenoid
Massa

Kesan : Pada pemeriksaan rhinoskopi posterior tidak dapatkan kelainan

3. Tenggorok

Cavum oris: karies gigi (+/+) M1-M2,


peradangan ginggiva (-/-),
mukosa mulut dalam batas
normal, papil lidah dalam batas
normal, lidah mobile, uvula
Dinding sentral tak hiperemis, massa (-)
Belakang
Tonsila
Faring
Tonsil : T2-T2 hiperemis (+/+), exudat
Palatina
minimal (+/+)
Arcus palatoglosus : hiperemis (-/-),
massa(-/-)
uvula
Arcus palatopharingeus : hiperemis (+/+),
massa(-)
Faring : mukosa hiperemis (+), eksudat (+)
edema (-), massa (-)

Kesan : Pada pemeriksaan tenggorok terdapat kedua tonsila T2-T2 yaitu


tonsil menutupi orofaring 25-50%, tonsil hiperemis dan terdapat exudat
minimal, arcus palatopharingeus hiperemis, selain itu mukosa faring
hiperemis dan terdapat exudat.

10
Laringoskopi indirek

Epiglottis P. Vestibularis

Cuneiformis Trakea

Esophagus

Plica vocalis

Corniculata

Tidak dilakukan
IV. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Darah Rutin: AL (segmen, batang, eosinofil, limfosit)

V. DIAGNOSA KLINIS

- Faringitis akut

VI. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


- Candidiasis
- Tonsilitis

VII. RENCANA TERAPI


- Medikamentosa :
o Amoxiciline 3 x 500 mg No. XXI selama 7 hari
o Natrium diclofenac 2 x 50mg No XV selama 7 hari

11
- Edukasi :
o Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi
dan olahraga teratur.
o Berhenti merokok bagi anggota keluarga yang merokok.
o Menghindari makan makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.
o Selalu menjaga higiene mulut dan tangan

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh
virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.
Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali infeksi virus
pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis setiap tahunnya
B. Etiologi
Penyebab dari faringitis dapat dibagi dua menjadi infeksi dan non infeksi
(Weber, 2014)
1. Non Infeksi: alergi, iritasi (merokok, lingkungan yang kurang lembab),
benda asing, tiroiditis akut, GERD.
2. Infeksi
Infeksi tersebut disebabkan oleh virus dan bakteri, termasuk grup A
Streptococcus (GAS), serta jamur (Candida)

13
(Sumber: Kellermen & Bope, 2018)
C. Faktor resiko
1. Usia 3 – 14 tahun.
2. Menurunnya daya tahan tubuh.
3. Konsumsi makanan dan minuman yang dapat mengiritasi faring
4. Gizi kurang
5. Iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, makanan, refluks asam
lambung, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring.
6. Paparan udara yang dingin.
(Sumber: Ikatan Dokter Indonesia, 2017)

14
D. Patofisiologi
Faringitis adalah peradangan pada faring yang dapat menyebabkan
sakit tenggorokan. Agen etiologi ditularkan dari kontak orang ke orang,
kemungkinan besar melalui droplet dari sekresi hidung atau air liur. Gejala
sering bermanifestasi setelah masa inkubasi 1 hingga 5 hari, dan paling
sering terjadi pada musim dingin atau awal musim semi (Wilson, 2008).
Penyebab faringitis bakterial yang paling umum adalah Group A β-
hemolytic streptococcus (GABHS), juga dikenal sebagai streptococcus
pyogenes merupakan bakteri gram positif bentuk kokus, dapat single,
double, atau seperti rantai. Bakteri ini memiliki protein M, faktor virulensi
kuat yang menghambat fagositosis bakteri, serta kapsul asam hialuronat
yang meningkatkan kemampuannya untuk menyerang jaringan. Selain itu
juga memiliki beberapa eksotoksin dan dua hemolisin (Streptolisin S dan
Streptolisin O) semakin meningkatkan virulensi GABHS. Bakteri ini dapat
dideteksi pada kultur (tumbuh pada agar darah), tes aglutinasi lateks, atau
tes cepat berlabel antibodi monoklonal (Wilson, 2008).
E. Klasifikasi
1. Faringitis Akut (Ikatan Dokter Indonesia, 2017)
a. Faringitis Viral
Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr Virus
(EBV), virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus, dan lain-
lain. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis
terutama pada anak.
b. Faringitis Bakterial
Infeksi grup A stereptokokus beta hemolitikus merupakan
penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak
(30%).
c. Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.
d. Faringitis Gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital

15
2. Faringitis Kronik (Ikatan Dokter Indonesia, 2017)
b. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa
dinding posterior faring.
c. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis
atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi
pada faring.
3. Faringitis Spesifik (Ikatan Dokter Indonesia, 2017)
a. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru.
b. Faringitis Luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring,
seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik
tergantung stadium penyakitnya.

F. Diagnosis Banding

16
(Sumber: Lucente et al, 2004)

G. Penegakan Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan.

Hasil Anamnesis
Keluhan (Ikatan Dokter Indonesia, 2017)
1. Nyeri tenggorokan, terutama saat menelan
2. Demam
3. Sekret dari hidung
4. Dapat disertai atau tanpa batuk
5. Nyeri kepala
6. Mual
6. Muntah

17
7. Rasa lemah pada seluruh tubuh
8. Nafsu makan berkurang

Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu (Ikatan Dokter Indonesia, 2017):


1. Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala
rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain
demam disertai rinorea dan mual.
2. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang demam dengan
suhu yang tinggi, jarang disertai batuk, dan seringkali terdapat
pembesaran KGB leher.
3. Faringitis fungal:terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
4. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
5. Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta
mulut berbau.
6. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon
dengan pengobatan bakterial non spesifik.
7. Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan
riwayat hubungan seksual, terutama seks oral.

Pemeriksaan Fisik (Ikatan Dokter Indonesia, 2017)


1. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis,
eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat timbul lesi vesikular
di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.

18
Faring dan tonsil hiperemis
(Sumber: Wikipedia)
2. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring
dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa
hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.
Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan
nyeri pada penekanan.

Faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat


(Sumber: Merckmanuals)
3. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan
pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.

19
(Sumber: amoxil-news)
4. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa
di bawah mukosa faring dan hiperplasia lateral band. Pada pemeriksaan
tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble
stone).

(Sumber: drpaulose.com)
5. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring
ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa
kering.
6. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma perkejuan
pada mukosa faring dan laring.
7. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit:
a. Stadium primer

20
Pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring
berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus
pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri.
Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula

(Sumber: Kolios et al, 2010)


b. Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat eritema
yang menjalar ke arah laring.
c. Stadium tersier
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum.

21
(Sumber: Kalra et al, 2014)

22
(Sumber: Kalra et al, 2014)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap (Ikatan Dokter Indonesia, 2017)
2. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram (Ikatan Dokter
Indonesia, 2017)
3. Kultur resistensi dari swab tenggorok (Kemenkes, 2014)
4. GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat
infeksi bakteri streptococcus group A (Kemenkes, 2014)
5. Pada dugaan adanya infeksi jamur, dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopik swab mukosa faring dengan pewarnaan KOH
(Ikatan Dokter Indonesia, 2014)

23
H. Penatalaksanaan
1. Istirahat cukup
2. Minum air putih yang cukup
3. Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur
antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut. Pada faringitis fungal
diberikan Nistatin 100.000-400.000 IU, 2 x/hari. Untuk faringitis kronik
hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan
memakai zat kimia larutan Nitras Argentin 25%
4. Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus Isoprinosine dengan dosis
60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari pada orang dewasa dan pada
anak <5 tahun diberikan 50mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari
5. Untuk faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya
Streptococcus group A, diberikan antibiotik Amoksisilin 50 mg/kgBB
dosis dibagi 3 x/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500 mg selama
6-10 hari atau Eritromisin 4x500 mg/hari.
6. Pada faringitis gonorea, dapat diberikan Sefalosporin generasi ke-3,
seperti Seftriakson 2 gr IV/IM single dose.
7. Pada faringitis kronik hiperplastik, penyakit hidung dan sinus paranasal
harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada
rhinitis atrofi. Sedangkan, pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan
kaustik 1 x/hari selama 3-5 hari.
8. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.
9. Analgetik-antipiretik
(Sumber: Ikatan Dokter Indonesia, 2017)

Analgesik sistemik
Infectious Diseases Society of America (IDSA) menyarankan
penggunaan nonsteroid antiinflammatory drug (NSAID) pada orang
dewasa dan anak-anak dapat untuk mengobati nyeri. Ada beberapa
penelitian yang menunjukkan bahwa NSAID meredakan nyeri faringitis

24
lebih baik daripada acetaminophen (paracetamol). Penggunaan
glukokortikoid untuk pengobatan faringitis masih kontroversial. IDSA
merekomendasikan penggunaan glukokortikoid untuk mengurangi durasi
nyeri. Glukokortikoid digunakan pada pasien dengan sakit tenggorokan
yang parah atau ketidakmampuan untuk menelan. Dosis tunggal yang
dianjurkan deksametason oral 0,6 mg / kg maksimum 10 mg. Pada orang
dewasa, dosis tunggal prednison 60 mg selama 1 hingga 2 hari dapat
diterima (Weber, 2014).

Antibiotik

(Sumber: Kalra et al, 2016)

25
Edukasi
Memberitahu pasien dan keluarga untuk (Ikatan Dokter Indonesia, 2017):
1. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan
olahraga teratur.
2. Berhenti merokok bagi anggota keluarga yang merokok.
3. Menghindari minuman dan makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.
4. Selalu menjaga higiene mulut dan tangan

Kriteria Rujukan (Kemenkes, 2014)


1. Faringitis luetika.
2. Timbul komplikasi: epiglotitis, abses peritonsiler, abses retrofaringeal,
septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut.

I. Komplikasi
1. Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan jaringan
limfoid yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal
(adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal
lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s
tonsil).
2. Abses peritonsilar
Abses leher dalam yang terjadi pada orang dewasa, biasanya
disebabkan oleh bakteri aerobik dan anaerob. Gejala yang muncul
termasuk demam, nyeri tenggorokan, dan trismus.
3. Abses retrofaringeal
abses yang terletak di belakang dinding faring posterior (ruang
retrofaringeal). Karena ruangan retrofaringeal letaknya didalam
sehingga sulit didiagnosis dengan pemeriksaan fisik saja. Gejalanya
adalah leher kaku, malaise, sulit menelan.
4. Gangguan fungsi tuba Eustachius

26
5. Otitis media akut
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.
6. Sinusitis (Rinosinusitis)
Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus
paranasal dan rongga hidung. Dokter di pelayanan kesehatan primer
harus memiliki keterampilan yang memadai untuk mendiagnosis,
menatalaksana, dan mencegah berulangnya rinosinusitis. Tatalaksana
rinosinusitis yang efektif dari dokter di pelayanan kesehatan primer
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan,
menurunkan biaya pengobatan, serta mengurangi durasi dan frekuensi
absen kerja.
7. Laringitis
Laringitis adalah peradangan pada laring yang dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, atau jamur. Laringitis juga merupakan akibat dari
penggunaan suara yang berlebihan, pajanan terhadap polutan eksogen,
atau infeksi pada pita suara. Refluks gastroesofageal, bronkitis, dan
pneumonia juga dapat menyebabkan laringitis. Laringitis pada anak
sering diderita oleh anak usia 3 bulan hingga 3 tahun, dan biasanya
disertai inflamasi pada trakea dan bronkus dan disebut sebagai penyakit
croup. Penyakit ini seringkali disebabkan oleh virus, yaitu virus
parainfluenza, adenovirus, virus influenza A dan B, RSV, dan virus
campak. Selain itu, M. pneumonia juga dapat menyebabkan croup.
8. Epiglotitis
9. Meningitis
10. Glomerulonefritis akut
11. Demam rematik akut
12. Septikemia
(Sumber: Ikatan Dokter Indonesia, 2017)

27
KESIMPULAN

1. Faringitis merupakan peradangan dinding faring.


2. Penyebab dari faringitis dapat dibagi dua menjadi infeksi dan non infeksi.
3. Faktor resiko adalah konsumsi makanan dan minuman yang mengiritasi
faring.
4. Pada kasus ini kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakterial dari anamnesis
nyeri tenggorokan, pernah demam sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan tonsil T2-T2 dan faring hiperemis dan terdapat eksudat.
5. Terapi yang perlu diberikan adalah analgesik golongan NSAD natrium
diclofenac dan antibiotik Amoksilin.
6. Edukasi yang perlu diberikan adalah menghindari konsumsi makanan dan
minuman yang mengiritasi faring.

28
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2013. Profil Kesehatan Daerah


Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta
Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Praktik Klinis Dokter Pelayanan Kesehatan
Primer ed. 2017. Jakarta
Lucente, F.E. et al. 2004. Essentials of Otolaryngology ed. 5. New York:
Lippincott Wiliams & Wilkins
Kalra, M.G. et al. 2016. Common Questions About Streptococcal Pharyngitis.
American Academy of Family Physicians. 94(1):24-31
Kellerman, R.D & Bope, E.T . 2018. Conn's Current Therapy 2018. Philadelphia:
Elsevier.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta
Kolios, A.G.A. et al. 2010. Syphilitic Pharyngitis. Arch Dermatol. 146(5):570–
572.
Weber, R. 2014. Pharyngitis. Primary Care Clinics Office Practice. 41: 91–98
Wilson, A. 2008. Essential Infectious Disease Topics for Primary Care.
Elsevier.312: 1-20
http://amoxil-news.net/follicular-angina-in-children-features-of-the-disease.html
(Diakses 10 November 2018 pukul 11:00)
https://drpaulose.com/general/persistent-sore-throat-chronic-pharyngitis-laser-
treatment (Diakses 10 November 2018 pukul 11:06)
https://en.wikipedia.org/wiki/Pharyngitis (Diakses 10 November pukul 10:50)
https://www.merckmanuals.com/professional/infectious-diseases/gram-positive-
cocci/streptococcal-infections (Diakses 10 November 2018 pukul 10:54)

29

Anda mungkin juga menyukai