Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

SENSORY NEURAL HEARING LOSS

Pembimbing : dr. Nur Mei, Sp.THT-KL

Oleh:
Esa Fitriani Azizah G4A018030
Masvira Lailiyah Miftah G4A018036
Mizyal W. Aniesiyah G4A018054
Layalia Azka Fatharani G4A018088
LAPORAN
KASUS
Anamnesis
Identitas Pasien 2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nama : Tn. M
Usia : 55 thn. Pendengaran menurun dirasa terus-menerus pada
Alamat : Sumpiuh kedua telinga terutama pada telinga kanan,
Jenis kelamin : Laki-laki semakin hari semakin memberat dan menghambat
Pekerjaan : Teknisi Mesin aktivitas. Pendengaran menurun dirasakan sejak 3
No. CM : 02100824 bulan yang lalu. Pasien mengaku mendengar lebih
Anamnesis jelas bila suara keras. Keluhan paling terasa berat
1. Keluhan Utama saat sedang bekerja. Pasien belum pernah berobat
Pendengaran Menurun sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan terkadang
telinga berdengung dan grebeg-grebeg sejak 2
minggu terakhir di kedua telinga terutama pada
telinga kanan. Keluhan pusing disangkal, demam
disangkal, kedua telinga nyeri disangkal, keluar
cairan disangkal.
Anamnesis
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat hipertensi : diakui Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat diabetes melitus: disangkal Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat diabetes melitus: disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit hati : disangkal Riwayat stroke : disangkal
Riwayat gigi belubang : disangkal Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat trauma kepala : disangkal
Riwayat pemakaian obat : disangkal
Anamnesis
Riwayat Sosial Ekonomi
Community
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Hubungan pasien dengan keluarganya sangat
dekat. Setiap antar anggota keluarga saling membantu, menyayangi, dan mendukung
satu sama lain.
Home
Pasien tinggal di dalam rumah kontrakan bertembok dengan sirkulasi udara yang cukup
memadai
Occupational
Pasien merupakan seorang teknisi mesin di angkatan udara. Pasien mengaku sering
terpajan bising suara helikopter maupun pesawat karena pekerjannya. Pasien mengaku
bekerja dari pagi hingga sore hari sekitar 8-10 jam sehari.
Personal Habit
Pasien mempunyai pola makan yang teratur dan sering makan sayur namun juga suka
makan gorengan, jarang olahraga dan merokok.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Kepala dan leher
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang • Kepala : Normocephali
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6) • Mata : Konjungtiva anemis (-/-),
Tanda Vital : sklera ikterik (-/-)
Tekanan Darah : 125/75mmHg • Telinga : lihat status lokalis
Nadi : 88 kali/menit irreguler • Hidung : lihat status lokalis
Suhu : 36.6 oC • Mulut : bibir kering (-), sianosis (-),
RR : 22 kali/menit lidah kotor dan tremor (-), hiperemis (-)
BB : 62 kg • Tenggorok : Lihat status lokalis
TB : 165 cm • Leher : deviasi trakhea (-),
pembesaran KGB (-), nyeri tekan KGB (-)
PemeriksaanFisik
2. Thoraks 3. Abdomen
a. Jantung Inspeksi : bentuk datar, scar(-),
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat venektasi (-), massa (-)
Palpasi : iktus kordis teraba pada LMCS Auskultasi : Bising usus (+) normal,
SIC V Perkusi : timpani pada seluruh
Perkusi : batas jantung normal kuadran abdomen
Auskultasi : S1 S2 regular, murmur (-), Palpasi : supel, nyeri tekan (-),
gallop (-) hepatomegali (-), splenomegali
b. Paru (-)
Inspeksi : normochest, pergerakan dada 4. Ekstremitas
simetris, tidak ada retraksi Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-),
Palpasi : vocal fremitus simetris pada CRT < 2 detik, sianosis (-/-)
kedua lapang paru Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-),
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru CRT < 2 detik, sianosis (-/-)
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
PemeriksaanFisik
Status lokalis telinga

a. Auricula Dextra Sinistra


Tumor (-) (-) c. Membran timpani Dextra Sinistra
Hematom (-) (-) Refleks cahaya (+) (+)
Tragus pain (-) (-) Perforasi (-) (-)
Antitragus pain (-) (-) Discharge (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
b. MAE
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Serumen (+) (+)
Otorea (-) (-)
PemeriksaanFisik
Pemeriksaan Garputala telinga Kanan

Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach


Lateralisasi ke telinga
Positif Memendek
kiri

Pemeriksaan Garputala telinga Kiri

Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach


Lateralisasi ke telinga
Positif Memendek
kiri
PemeriksaanFisik
Tes Berbisik
Pasien dapat mendengar suara bisik pada jarak 2 meter (2/6)
Interpretasi : Tuli Sedang

Tes Bing
• Latelarisasi ke telinga yang ditutup
• Interpretasi : Tuli Saraf
Status lokalis hidung
PemeriksaanFisik
a. Rinoskopi anterior
  Dextra Sinistra
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Discharge Mukoserous (-) Mukoserous (-)
Konka inferior Edema (-) Edema (-)
Konka media Edema (-) Edema (-)

Septum Tidak deviasi Tidak deviasi


Massa (-) (-)
Polip (-) (-)

b. Sinus paranasal
 Palpasi : nyeri tekan (-) pada sinus maksilla,
ethmoidales, dan frontalis.
PemeriksaanFisik
Status lokalis tenggorokan

 Keterangan
Mukosa Lembab, hiperemis (-)
Lidah Tremor (-), kotor (-)
Uvula Deviasi (-), hiperemis (-), edema (-)
Tonsil T1/T1, hiperemis (-), detritus (-)
Faring Hiperemis (-), post nasal drip (-)
Usulan pemeriksaan penunjang
Audiometri nada murni
Audiometri tutur
Timpanometri

Diagnosis
Tuli Sensorineural bilateral derajat sedang ec pajanan bising (NIHL)

Differensial Diagnosis
Barotrauma
Presbiakusis
Multiple Sclerosis
Tatalaksana
• Dipindahkan kerjanya dari lingkungan
bising Prognosis
• Alat pelindung telinga yaitu berupa Ad vitam : dubia ad malam
sumbat telinga ( ear plugs ), tutup telinga Ad sanationam : dubia ad malam
(ear muffs) dan pelindung kepala Ad functionam: dubia ad malam
( helmet ).
• Auditory training
• Rujuk ke Spesialis THT.
PENDAHULUA
N
Pendahuluan
• Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius
dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia (Beatrice, 2013).
• Gangguan pendengaran dapat mengenai salah satu atau kedua telinga sehingga
penderitanya mengalami kesulitan dalam mendengar percakapan (WHO, 2015).
• Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa
Indonesia menjadi negara dengan prevalensi gangguan pendengaran tertinggi
keempat di Asia Tenggara, yaitu 4,6% di bawah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%),
dan India (6,3%) (Tjan et al, 2013).
• Kerusakan sel rambut luar dapat diakibatkan oleh penggunaan obat yang bersifat
toksik bagi telinga seperti antibiotika golongan aminoglikosida dan pajanan suara
bising yang terus menerus sehingga menyebabkan gangguan pendengaran
sensorineural (Ganong, 2012).
• Gangguan pendengaran ini bersifat ireversibel dan tidak dapat dilakukan tindakan
pembedahan maupun tindakan medis yang lain, program konservasi pendengaran
terutama diagnosis dini sebelum terjadi gangguan pendengaran menjadi sangat
penting.
TINJAUAN
PUSTAKA
Anatomi Telinga
Definisi
“Gangguan pendengaran sensorineural (Sensorineural
Hearing Loss/SNHL) adalah penurunan ketajaman
pendengaran yang disebabkan oleh lesi pada koklea dan
atau nervus koklearis, dapat unilateral atau bilateral,
bersifat permanen atau ireversible”
(Soepardi et al., 2014)
Etiologi

Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural retrokoklea.
a. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintis (oleh bakteri/
virus), dan intoksikasi obat. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak ( sudden
deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.
b. Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons
serebellum, mieloma multipel, edera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Kerusakan telinga akibat obat"obatan, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan
menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi dibagian basal koklea. pada
trauma kepala, kerusakan otak dapat terjadi karena hematoma sehingga terjadi gangguan
pendengaran (THT FK UI, 2007)
Faktor Resiko
a. Kongenital : anomaly struktur telinga dalam (koklea), genetic ((gangguan
pendengaran yang dialami dalam lingkungan keluarga)
b. Didapat/ acquired :
- trauma pada telinga dalam ataupun pada nervus 8
- obat obat ototoksik
- infeksi virus atau bakteri pada telinga dalam (labyrinthitis)
- usia/degenerative (presbikusis)
- noise induced
- Meniere disease
- neuroma akustik (keganasan)
- penyakit sistemik : DM, hipotiroid, CKD, multiple sclerosis
- penyakit autoimun
- Otosklerosis - bentuk pertumbuhan tulang di sekitar tulang kecil di
telinga tengah, mencegah dari bergetar saat dirangsang oleh suara
c. Idiopatik sudden sensorineural hearing loss (THT FK UI, 2007)
Patogenesis

Pada proses pendengaran normal, gelombang suara sampai di aurikula dan dijalarkan melalui
kanalis auditoris eksternal menuju membran timpani. Ketika mengenai membran timpani,
gelombang digetarkan, membuat rantai getaran sepanjang tulang pendengaran (maleus, inkus, dan
stapes) ke membran foramen ovale dan masuk menuju koklea. Proses ini menyebabkan amplifikasi
suara dari lingkungan menjadi sekitar 20 kali lebih keras.
Koklea merupakan organ terakhir dari sistem pendengaran yang berbentuk seperti rumah siput
dengan saluran dua setengah lingkaran. Di dalamnya, dua membran secara longitudinal membagi
koklea menjadi tiga bagian, yaitu skala timpani, skala vestibuli, dan skala media. Ketiga bagian
tersebut berisi cairan dengan konsentrasi ion yang berbeda (sama dengan kandungan cairan
intraseluler dan ekstraseluler).
Patogenesis

Di sepanjang membran pada skala media atau duktus koklearis terdapat sel rambut internal dan
eksternal. Pergerakan dari tulang stapes pada foramen ovale menimbulkan gelombang atau
getaran pada cairan perilimfe di dalam koklea. Pergerakan cairan, yang membuka kanal ion pada
sel rambut, menggeser sel rambut, memicu potensial aksi, dan membuat saraf pada koklea
mengirimkan stimulus menuju otak.
Pada SNHL terjadi hambatan pada transmisi setelah melalui koklea. Gangguan tersebut dapat
terjadi pada koklea itu sendiri, saraf vestibulokoklearis, atau jalur persarafan dari telinga ke otak.
Akibatnya, otak tidak dapat menangkap dan mengintepretasikan gelombang suara yang
ditransmisikan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh berbagai etiologi dan faktor-faktor yang
merusak sel rambut pada koklea atau merusak saraf vestibulokoklearis (N.VIII). Derajat dari distorsi
tidak berkaitan dengan derajat hilangnya pendengaran.
PATOGENESIS

(Masukawa, 2012)
Diagnosa :Anamnesa

• Diperlukan anamnesis yang terarah untuk menggali lebih dalam dan luas keluhan utama
pasien.
• Keluhan utama telinga  pekak (tuli), suara berdenging (tinnitus), rasa pusing berputar
(vertigo), rasa nyeri di dalam telinga (otalgia), dan keluar cairan dari telinga (otore).
• Perlu ditanyakan apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga, timbul tiba-tiba
atau bertambah berat, sudah berapa lama diderita, riwayat trauma kepala, telinga
tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian obat ototoksik, pernah menderita
penyakit infeksi virus, apakah gangguan pendengaran ini sudah diderita sejak bayi
sehingga terdapat gangguan bicara dan komunikasi, dan apakah gangguan lebih terasa di
tempat yang bising atau lebih tenang.
Diagnosa :Pemeriksaan Fisik
• Audiometri nada murni  Pada Tuli sensorineural,
• Otoskopi: dalam batas normal dari penilaian audiogram didapatkan :
• Tes Penala : Rinne positif, Weber lateralisasi ke - AC dan BC lebih dari 25 Db
telinga yang sehat, Schwabach memendek. Kesan - AC dan BC tidak terdapat gap
tuli sensorineural. • Audiometri tutur : SDS (Speech Discrimination
Score) kurang dari 100%. Kesan tuli sensorineural
• BERA (pada anak) menunjukkan tuli sensorineural
ringan sampai berat.

Subramaniam, 2012
Tata Laksana
Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau bedah tetapi dapat distabilkan.

• Alat Bantu Dengar


Tuli sensorineural umumnya diperlakukan dengan menyediakan alat bantu dengar (amplifikasi)
khusus. Volume suara akan ditingkatkan melalui amplifikasi, tetapi suara akan tetap teredam. Saat ini,
alat bantu digital yang di program sudah tersedia, dimana dapat diatur untuk menghadapi keadaan
yang sulit untuk mendengarkan.
Tata Laksana
• Implantasi koklea
Orang dengan tuli sensorineural yang parah atau
total dan tidak alat bantu dengar tidak cukup
membantu karena sel rambut internal tidak
mampu menstimulasi saraf auditori untuk
merespon suara.
Alat terdiri dari 2 bagian: mikrofon yang terletak
di belakang telinga dan sebuah receiver di
dalam telinga
Alat ditanam secara bedah yang membantu sel
rambut koklea agar secara elektrik dapat
menstimulasi nervus auditori 
memungkinkan perbaikan pendengaran dan
menunjukkan peningkatan terhadap persepsi
bicara, sosial dan fungsi psikologis 
meningkatkan kualitas hidup

Cunningham dan Tucci, 2017;


Prognosis
• Prognosis pada SNHL tergantung pada jenis SNHL
nya. Pada sudden hearing loss biasanya prognosis
dan outcomenya lebih baik. Namun pada bilateral
progressive hearing loss prognosis bisa lebih buruk.
• Pasien sebaiknya diberikan edukasi agar dapat
menghindari penyebab atau mencegah perburukan
gangguan pendengaran, misalnya, paparan bising,
paparan obat ototoksik, diabetes yang tidak
terkontrol dan penyakit metabolik lainnya
Komplikasi
Menurunnya kemampuan berkomunikasi
Perasaan kesepian, terisolasi dan frustasi, biasanya pada orang dengan usia
tua
Keilangan harga diri

Depresi

Penurunan kemampuan kognitif

WHO, 2020
KESIMPULAN
• Gangguan pendengaran sensorineural (Sensorineural Hearing Loss/SNHL) adalah
penurunan ketajaman pendengaran yang disebabkan oleh lesi pada koklea dan atau
nervus koklearis, dapat unilateral atau bilateral, bersifat permanen atau ireversible
• Faktor resikonya dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, idiopatik, maupun didapat
seperti trauma, obat ototoksik, infeksi, bising, penyakit autoimu, dan penyakit sistemik
• Dalam menegakkan diagnosa dapat dilakukan anamnesa yaitu munculnya keluhan pekak
(tuli), suara berdenging (tinnitus), rasa pusing berputar (vertigo), rasa nyeri di dalam
telinga (otalgia), dan keluar cairan dari telinga (otore). Sedangkan pada pemeriksaan fisik
dapat dilakukan otoskopi, tes penala, audiometri, dan BERA
• Tata laksana yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan alat pendengar dan
implantasi koklea
• Komplikasi yang ditimbulkan dari SNHL adalah gangguan komunikasi, rasa percaya diri
menurun, frustasi, depresi dan penurunan kemampuan kognitif
• Prognosis pada SNHL sebagian besar adalah buruk.
Daftar Pustaka
• Cunningham, L.L., D.L.Tucci. 2017. Hearing Loss in Adults Review Article. The new england journal of
medicine. N Engl J Med 377;25
• Masukawa, H. Takeuchi, J. Araki, Y. Takada; Tokyo/JP. 2012. Temporal bone anatomy and imaging
features of common conditions causing hearing loss: A pictorial review. Eropean society of radiology.
• Soetirto, et al. 2007. Gangguan Pendengaran (Tuli) dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala $eher. Edisi 7. Jakarta. 04. Hal 17-22.
• Subramaniam, A. 2012. Kriteria Diagnosis dan Diagnosis Banding Sudden Deafness (SSNHL). ISM, Vol. 5
No.1, Januari-april, Hal 31-35
• WHO. 2020. Deafness and Hearing Loss. Diakses melalui
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/deafness-and-hearing-loss
THANKYOU

Anda mungkin juga menyukai