Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Disusun Oleh:
Auliya Devi Asdiyanti NIM 1710029026
Anindhita Anestya NIM 1710029046

Pembimbing:
dr. Nurindah Isty Rachmayanti, Sp.KFR

LAB/SMF REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD AJI MUHAMMAD PARIKESIT TENGGARONG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya


penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus tentang “Carpal Tunnel Syndrome”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Rehabilitas Medik Rumah Sakit Umum Daerah Aji Muhammad
Parikesit Tenggarong.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Nurindah Isty
Rachmayanti, Sp.KFR selaku dosen pembimbing laporan kasus yang telah
memberikan bimbingan kepada penyusun dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam laporan kasus ini,
sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir
kata, semoga makalah ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.

Tenggarong, November 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................1


KATA PENGANTAR ............................................................................................2
DAFTAR ISI ...........................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................4
BAB 2 LAPORAN KASUS ...................................................................................5
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................12
BAB 4 KESIMPULAN ........................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................34

3
BAB 1
PENDAHULUAN

Gangguan yang sering mengenai nervus medianus adalah neuropati tekanan


(entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus medianus berjalan
melalui terowongan karpal dan menginnervasi kulit telapak tangan dan punggung
tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis.
Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus paling sering
mengalami tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal
dengan istilah sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome). Sindrom
terowongan karpal (STK) adalah kerusakan dari nervus medianus yang terjadi di
dalam terowongan karpal di pergelangan tangan, yang dapat menyempit di tempat
yang dilalui nervus medianus di bawah ligamentum tranversum karpale (fleksor
retinakulum)1.
Angka kejadian sindrom terowongan karpal di Amerika Serikat diperkirakan
sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50
kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study
(NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi sindrom terowongan karpal pada
populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). STK lebih sering mengenai
wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 – 64 tahun, prevalensi tertinggi pada
wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun. Prevalensi STK dalam
populasi umum diperkirakan 5% terjadi pada wanita dan 0,6% terjadi pada laki-
laki STK adalah jenis neuropati tekanan yang paling sering ditemui. Sindroma
tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral2,3.
Penelitian STK di Indonesia, pada pekerjaan dengan risiko tinggi pada
pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi STK antara 5,6% sampai
dengan 15%. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya hubungan positip
antara keluhan dan gejala STK dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan
faktor kekuatan melakukan gerakan pada tangan4.

4
BAB 2
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2018


pukul 09.00 WITA di ruang Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum
Daerah Aji Muhammad Parikesit Tenggarong.

ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 47 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Dosen
Suku : Jawa
Alamat : Mahulu, Tenggarong

Keluhan Utama
Nyeri pada pergelangan tangan kanan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kanan sejak
1 tahun yang lalu. Nyeri seperti disengat listrik dan menjalar dari pergelangan
tangan jari tengah dan jari manis. Keluhan memberat saat pasien tidur karena
pasien sering menindih tangan kanannya. Gerakan bahu dan lengan atas kanan
dalam batas normal, hanya nyeri pada pergelangan tangan kanannya yang timbul
saat pasien mengangkat barang berat ataupun bekerja yang menggunakan
pergelangan tangan kanan. Hal ini menyebabkan pasien merasa terganggu dalam
mengerjakan pekerjaan sehari – harinya dimana pasien mengatakan pekerjaan
sampingannya adalah tukang sehingga pasien tidak bisa lagi mengangkat barang
berat dan merasa nyeri bila menggerakan pergelangan tangan kanan secara

5
berulang. Untuk mengurangi keluhan tersebut pasien beristirahat dan berhenti
menggunakan tangannya untuk mengangkat barang dan melakukan aktivitas
lainnya.
Pasien menyangkal riwayat jatuh menumpu pada tangan. Pasien
menyangkal riwayat kelemahan anggota gerak. Pasien mengaku memiliki
kebiasaan tidur menumpu pada tangan kanan. Pasien mengaku ini merupakan
terapi ketiga untuk keluhan pada pergelangan tangan kanannya. Pasien mengaku
keluhan pada pergelangan tangan saat ini sudah semakin berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat vertigo (+)


 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat Penyakit jantung (-)
 Riwayat dislipidemia (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (+), DM (-), Penyakit jantung (+)

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan

Pasien memiliki pekerjaan sampingan yaitu tukang dimana sehari –


harinya pasien bekerja mengangkat barang – barang dan melakukan gerakan
berulang pada pergelangan tangan. Pasien mengaku tidak pernah merokok dan
tidak pernah berolahraga.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :

 Tekanan darah : 120/80 mmHg

6
 Frekuensi nadi : 76 kali/menit
 Frekuensi nafas : 20 kali/menit

Status Generalisata

 Kepala : normocephal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
 Telinga : tidak ditemukan kelainan
 Hidung : tidak ditemukan kelainan
 Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan
 Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Thoraks :
 Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Paru-paru : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen :
 Inspeksi : cembung dan membesar dengan arah memanjang,
linea nigra (-), striae (-) Luka Bekas operasi (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Ekstremitas :
 Superior : edema (-/-), akral hangat
 Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Neurologis
Refleks Fisiologis :
Biceps : +2/+2
Triceps : +2/+2
Brachialis : +2/+2
Patella : +2/+2
Achilles : +2/+2

Refleks Patologis :
Hoffmann : -/-
Tromner : -/-

7
Babinski : -/-
Chaddock : -/-

MMT : 555/555
555/555
Sensoris : normal

Pemeriksaan Fisik Khusus

1. Phalen’s tes : +/-

2. Torniquet tes : +/-

8
3. Tinel’s tes : +/-
4. Flick’s tes : +/-
5. Prayer’s test : +/-

6. Wrist extension test : tde


7. Pressure test : +/-
8. Luthy’s sign : tde
9. Thenar wasting : -/-
10. Pemeriksaan fungsi otonom : dbn

Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis : Hipestesia palmar dan digiti III, IV dextra
Diagnosis Topis : Nervus Medianus dalam terowongan karpal
Diagnosis Etiologi : Carpal Tunnel Syndrom Dextra
Impairment : nyeri pergelangan tangan dan jari tangan kanan.
Disability : tidak mampu mengangkat barang, sulit menggenggam, tidak bisa
tidur ke posisi tangan yang sakit.
Handicap : tidak mampu mengangkat barang berat dari lantai ke meja.

Penatalaksanaan

9
1. Fisioterapi
 Terapi modalitas : Micro Wave Diathermy, Ultra Sound
 Terapi latihan : active dan passive exercise
2. Terapi okupasi
Memberi edukasi untuk rajin melakukan latihan otot-otot tangan dan lengan
bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.
3. Terapi wicara
Tidak terdapat gangguan bicara pada pasien.
4. Orthotist-prosthetist
Menggunakan wrist splint untuk aktivitas sepanjang hari.
5. Psikologi
Memberi dukungan mental agar pasien tidak cemas mengenai penyakitnya,
dan selalu melakukan latihan secara mandiri dirumah serta mengikuti program
rehabilitasi medik sesuai jadwal yang telah ditentukan.
6. Medical social worker
Pasien menggunakan BPJS.

10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI NERVUS MEDIANUS


Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar
pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di
dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang-tulang
carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada
jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada pergelangan tangan beserta
tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan
berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan
interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi
berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan
dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti
sekitar 3 cm5.

11
Gambar 3.1 Anatomi Nervus Medianus

Nervus medianus tersusun oleh belahan fasikulus lateralis dan belahan


fasikulus medialis. N. medianus membawakan serabut-serabut radiks ventralis dan
dorsalis C.6, C.7, C.8, dan T.1. Otot-otot yang dipersarafinya ialah otot-otot yang
melakukan pronasi lengan bawah (m.pronator teres dan m.pronator kuadratus),
fleksi falangs paling ujung jari telunjuk, jari tengah dan ibu jari (mm.lumbrikales
sisi radial), fleksi jari telunjuk, jari tengah dan ibu jari pada sendi
metakarpofalangeal (mm.lumbrikales dan mm.interoseae sisi radial), fleksi jari
sisi radial di sendi interfalangeal (m.fleksor digitorum profundus sisi radial),
oposisi dan abduksi ibu jari (m.opones polisis dan m.abduktor polisis brevis).

12
Kawasan sensoriknya mencakup kulit yang menutupi telapak tangan, kecuali
daerah ulnar selebar 1 1/2 jari dan pada dorsum manus kawasan sensoriknya
adalah kulit yang menutupi falangs kedua dan falangs ujung jari telunjuk, jari
tengah, dan separuh jari manis. N. medianus sering terjepit atau tertekan dalam
perjalanannya melalui m.pronator teres, siku dan retinakulum pergelangan tangan.
Kelumpuhan yang menyusulnya melanda ketiga jari sisi radial, sehingga ibu jari,
jari telunjuk, dan jari tengah tidak dapat difleksikan, baik di sendi
metakarpofalangeal, maupun di sendi interfalangeal. Ibu jari tidak dapat
melakukan oposisi dan abduksi. Atrofi otot-otot tenar akan cepat menyusul
kelumpuhan tersebut5.

B. DEFINISI
Sindrom terowongan karpal (STK) adalah kerusakan dari nervus medianus
yang terjadi di dalam terowongan karpal di pergelangan tangan, yang dapat
menyempit di tempat yang dilalui nervus medianus di bawah ligamentum
tranversum karpale (fleksor retinakulum)1.
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline,
carpal tunnel syndrome atau sindroma terowongan karpal merupakan gejala
neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat pergelangan tangan, ditandai
dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi
saraf di tingkat itu. Sindrom terowongan karpal dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan keluhan mati rasa,
kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak dibatasi
oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena penyakit
sistemik, faktor mekanis dan penyakit local6.

C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian sindrom terowongan karpal di Amerika Serikat diperkirakan
sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50
kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study
(NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi sindrom terowongan karpal pada
populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). STK lebih sering mengenai

13
wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 – 64 tahun, prevalensi tertinggi pada
wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun. Prevalensi STK dalam
populasi umum diperkirakan 5% terjadi pada wanita dan 0,6% terjadi pada laki-
laki STK adalah jenis neuropati tekanan yang paling sering ditemui. Sindroma
tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral2,3.
Penelitian STK di Indonesia, pada pekerjaan dengan risiko tinggi pada
pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi STK antara 5,6% sampai
dengan 15%. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya hubungan positip
antara keluhan dan gejala STK dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan
faktor kekuatan melakukan gerakan pada tangan4.

D. ETIOLOGI
Oleh karena posisi terowongan karpal yang sempit, selain dilewaati N.
Medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang
menyebabkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya
penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah STK. Pada sebagian kasus
etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis
menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan
bertambahnya resiko terjadinya sindrom terowongan karpal7.
Pada kasus yang lain etiologinya adalah7 :

a. Herediter : neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,


misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III
b. Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan
tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap
pergelangan tangan. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi
pergelangan tanganyang berulang-ulang.
c. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar
yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain
piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan
etiologi dari carpal turner syndrome.
d. Infeksi : tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis

14
e. Metabolik : amiloidosis, gout
f. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroidi, kehamilan
g. Neoplasma : kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma
h. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
i. Degeneratif : osteoartritis
j. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,
hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
k. Inflamasi : dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan
nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome.

E. PATOGENESIS
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian besar
penulis berpendapat bahwa faktor mekanik clan vaskular memegang peranan
penting dalam terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis di mana
terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan
peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu
diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan
mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini
menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada
malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan
atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah).
Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak
serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan
ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh7.
Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikro sirkulasi dan timbul iskemik saraf.
Keadaan iskemik ini diperberat oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan edema sehingga sawar darah saraf terganggu. Akibatnya

15
terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada safar perifer dapat
menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga
konduksi saraf terganggu7.

F. MANIFESTASI KLINIS
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan
motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa
parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik
(tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi
sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh
jari-jari8.
Terdapat dua bentuk sindrom terowongan karpal yaitu : akut dan kronis.
Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan,
tangan dingin, serta gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh
kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik
disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan
atrofik. Nyeri proksimal mungkin dikeluhkan pada sidrom terowongan karpal8.
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya
adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga
sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau
dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya7.
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang
terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan
juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu
menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones
pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh
nervus medianus8.

16
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesa dapat ditemukan pasien mengeluhkan gejala-
gejala seperti yang sudah dijelaskan di atas, mulai gejala awal seperti
kesemutan, mati rasa, nyeri di tangan atau lengan terutama malam hari
atau saat bekerja, kelemahan pada saat menggenggam, hingga
pengecilan dan kelemahan pada otot-otot eminensia tenar. Gejala
subjektif yang paling umum adalah "nocturnal acroparesthesia" yang
terdiri dari rasa kesemutan yang disertai nyeri dan bahkan dapat
mengganggu tidur. Parestesia umumnya menghilang dengan
mengubah posisi lengan, dengan menggerakkannya atau mengurutnya.
Perlu ditanyakan ada tidaknya trauma pada pergelangan tangan atau
trauma proksimal sepanjang jalur saraf atau akar-akarnya Riwayat
penyakit terdahulu dan sekarang yang menyertai pasien, juga harus
menjadi pertimbangan, karena dapat menjelaskan onset timbulnya
gejala dan mungkin memerlukan pengobatan selain pengobatan lokal
(misalnya, penyakit endokrin atau metabolik seperti diabetes atau
gangguan tiroid, penyakit reumatologi).

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dan palpasi dan juga
beberapa pemeriksaan khusus. Sejumlah pemeriksaan (tes) khusus
telah dikembangkan untuk diagnosis CTS. Tidak satupun yang dapat
berdiri sendiri. Sebagian besar tes ini saling melengkapi. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan
diagnosa CTS adalah:
a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau
menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau
menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa
tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
b. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan

17
sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-
gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.

Gambar 3.2 Wrist extension test


c. Phalen's test. Pasien duduk dengan posisi kedua lengan fleksi
shoulder sekitar 90o , palmar fleksi wrist 70o dengan
mempertemukan kedua sisi dorsal tangan dan rileks di depan dada.
Pasien diminta untuk mempertahankan posisi tangan tersebut
selama 1 menit atau hingga gejala muncul.
- Tujuan: untuk membantu menegakkan diagnosis pada carpal
tunnel syndrome dengan meningkatkan tekanan pada nervus
medianus yang melewati terowongan carpal
- Positif tes: rasa kebas, kesemutan dan paraesthesia timbul
sepanjang distribusi nervus cutaneous medianus
- Interpretasi :positif tes mengindikasikan TOS komresi akibat
menyempitnya carpal tunnel

Gambar 3.3 Phalens’s test

d. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan


menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas

18
tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong diagnosa. Nervus medianus yang mengalami iritasi
dan kompresi dianggap lebih rentan terhadap iskemik jika
dibandingkan dengan nervus medianus yang normal.

Gambar 3.4 Torniquet test

e. Tinel's sign. Pemeriksa melakukan perkusi pada terowongan karpal


dengan posisi tangan pasien sedikit dorsofleksi. Tes ini mendukung
diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi
nervus medianus setelah perkusi.
- Tujuan : untuk membantu menegakkan diagnosis pada carpal
tunnel syndrome dengan memprovokasi paraesthesia dan atau
nyeri pada nervus medianus yang melewati terowongan carpal
- Positif tes : Rasa kebas, kesemutan dan paraesthesia timbul
sepanjang distribusi nervus cutaneous medianus (aspek palmar
thumb. Jari telunjuk, dan tengah serta bagian tengah lateral jari
manis).
- interpretasi: Positif tes mengindikasikan TOS kompresi akibat
menyempitnya carpal tunnel

19
Gambar 3.5 Tinel’s sign

f. Reverse Phalen test. Merupakan kebalikan dari Phalen’s test pada


posisi kedua tangan bertemu pada telapak tangan (ekstensi
maksimal).

Gambar 3.6 Reverse Phalen Test

g. Tes Kompresi (Pressure provocation test). Nervus medianus


ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila
dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong diagnosa.

20
Gambar 3.7 Pressure Test
h. Luthy’s sign (Bottle’s sign). Penderita diminta melingkarkan
ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan
penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes
dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

Gambar 3.8 Bottle’s sign


i. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan
dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di
daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong
diagnosa.
j. Pemeriksaan fungsi otonom. Pada penderita diperhatikan apakah
ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas
pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung
diagnosa CTS.

21
2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium. Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya


pada penderita usia muda, tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif,
dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar
hormon tiroid, asam urat, ataupun darah lengkap.
b. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik).
1) Pemeriksaan EMG. Pemeriksaan EMG harus dilakukan untuk
mengetahui adanya kerusakan aksonal (potensial fibrilasi atau positive
sharp waves), dan/atau reinervasi. Pemeriksaan hendaknya meliputi
otot APB. Jika dijumpai aktivitas spontan pada otot ini, otot-otot lain
harus diperiksa untuk memastikan diagnosis. Aktivitas spontan sebagai
akibat denervasi dapat terlihat pada pemeriksaan otot APB. Temuan ini
biasanya terlihat pada tahap lanjut. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
adanya fibrilasi, polifastik, gelombang positif, dan berkurangnya jumlah
motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai
kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus
CTS.
2) Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pemeriksaan sensoris nervus
medianus dan ulnaris. Untuk diagnosis CTS, dilakukan pemeriksaan
antidromik jari IV, membandingkan latensi distal antara nervus ulnaris
dan medianus. Normal selisih latensi n.ulnarismedianus :  0.4 msPada
15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan
menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang,
menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan
tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.
c. Pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan
tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti
fraktur atau artritis. Foto polos leher bergunan untuk menyingkirkan
adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan
pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan
untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnel
proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome.

22
Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan eletrodiagnostik :
Hasil Pemeriksaan
Derajat Klasifikasi
Elektrodiagnostik
Standard test normal
Grade 1 Sangat ringan (very mild)
Comparative test abnormal
Sensorik abnormal
Grade 2 Ringan (mild)
Motorik normal
Grade 3 Sedang (moderate) Sensorik dan motorik abnormal
Respon sensorik tidak ada
Grade 4 Berat (Severe)
Distal latensi motorik abnormal
Tidak ada respon sensorik dan
Grade 5 Sangat Berat (Extreme)
motorik

H. DIAGNOSIS BANDING7,8

1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher


diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan
sensorik sesuai dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain
otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan
dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit
telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan
tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada
pergelangan tangan didekat ibu jari. Finkelstein's test : palpasi otot
abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri
bertambah.

23
I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan secepat mungkin sangat membantu dalam


pengobatan dan pencegahan komplikasi yang dapat ditimbulkan.
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi,
durasi gejala, dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu
penyakit sekunder untuk penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit
sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Tatalaksana meliputi
medikamentosa, rehabilitasi medis, dan operasi

A. Medikamentosa
Terapi medikamentosa atas petunjuk dokter bertujuan untuk mengurangi
rasa sakit (simptomatis) dan mengurangi penyulit berupa penyakit-
penyakit yang menyertai

1. OAINS
OAINS/Obat Anti Inflamasi Non Steroid serti ibuprofen,
aspirin, asam mefenamat dan lainnya dapat digunakan untuk
mengurangi gejala rasa nyeri pada tangan yang terjadi singkat.
2. Steroid
Steroid dapat diberikan secara injeksi maupun oral atas
petunjuk dokter. Steroid dapat digunakan untuk mengurangi
tekanan pada nervus medianus, digunakan pada penderita dengan
CTS dengan gejala ringan hingga sedang.
3. Vitamin B6 (piridoksin)
Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS
adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan
pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi
beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin
tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat berfungsi
untuk mengurangi rasa nyeri.
4. Obat untuk penyakit lain

24
Obat lain yang diperlukan untuk menangani penyakit di luar
CTS yang dapat menjadi penyulit perawatan dan penyembuhan
penderita CTS, seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol,
osteoarthritis, dan lainnya.

B. Rehabilitasi Medis
1. Fisioterapi Modalitas
Terapi panas terdiri dari superficial heating dan deep
heating. Penetrasi superficial heating hanya sampai lapisan kutis dan
subkutis, sedangkan deep heating dapat mencapai lapisan di bawah
subkutis. Terapi panas meningkatkan aliran darah, meningkatkan
metabolisme jaringan, menurunkan tonus vasomotor, dan
meningkatkan viskoelastisitas koneksi jaringan, menjadikannya efektif
untuk mengatasi kekakuan sendi dan nyeri. Penggunaan panas sebagai
terapi membutuhkan monitoring khusus, karena dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan inflamasi dan pembengkakan atau edema
Terapi panas bekerja dengan cara meningkatkan aliran darah ke kulit,
melebarkan pembuluh darah, meningkatkan oksigen dan pengiriman
nutrisi ke jaringan lokal, dan mengurangi kekakuan sendi dengan cara
meningkatkan elastisitas otot.
a. Ultra sound
Ultra sound (USD) merupakan terapi panas dalam bentuk
vibrasi akustik pada frekuenso yang jauh di atas batas yang
dapat didengar manusia dan merubah energy listrik menjadi
panas melalui jaringan. USD meiliki frekuensi 0,75 MHz – 3
MHz dengan kecepatan dalam jaringan + 1,5 x 10 cm/ dt dan
panjang gelombang 0,15 cm. Efek terapi USD antara lain
merangsang:
- Respon kimia, merangsang jaringan untuk meningkatkan
reaksi dan proses kimia
- Respon bilogi, meningkatkan permeabilitas membrane
sehingga meningkatkan transfer cairan dan nutrisi ke dalam
jaringan

25
- Respon mekanik, mengurangi spasme/ meningkatkan ROM
yang disebabkan perlengketan jaringan dan menghancurkan
deposit kalsium
- Respon suhu, memanaskan jaringan kolagen dan penetrasi ke
struktur yang lebih dalam, mengurangi nyeri, spsme otot dan
meningkatkan aliran darah dan mempercepat penyembuhan.
Penggunaan ultra sound pada CTS untuk meningkatkan
sirkulasi darah akibat efek micro massage yang ditimbulkan
dan menyebabkan efek thermal sehingga menyebabkan otot
relaksasi.
b. MWD (Microwave Diathermi)
MWD merupakan terpai panas dalam yang memakai
gelombang radiasi elektromagnet dengan panjang gelombang
12 cm dan frekuensi 2450 MHz. Penggunaan MWD bertujuan
untuk menaikan temperatur pada jaringan sehingga
menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah selain itu
pemanasan yang ringan pada otot akan menimbulkan pengaruh
sedatif terhadap ujung-ujung syaraf sensoris.
c. TENS (Transcutaneous Electrical Muscle Stimulation)
Penggunaan TENS dapat mengurangi rasa nyeri dan
spasme otot pada telapak tangan. TENS menstimulasi kontraksi
otot dan mencegah hipotrofi otot-otot tenar. TENS tidak
mengobati penyebab rasa sakit tetapi bekerja pada persepsi atau
sensasi rasa sakit. TENS bekerja melalui dua cara yaitu
memblokir sinyal nyeri impuls listrik sebelum mereka
melakukan perjalanan ke otak dan memicu pelepasan
penghilang rasa sakit dari dalam tubuh sendiri yaitu zat kimia
yang disebut endorfin.
2. Fisioterapi Terapi Latihan / Exercise
Terapi latihan dapat dilakukan antaralain:
a. Active exercise : adalah gerakan yang dilakukan
karena adanya kekuatan otot dan anggota tubuh sendiri

26
tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi
dengan melawan gravitasi. Active exercise yang dapat
dilakukan adalah :
1) Wrist flexor stretch

Gambar 3.9 Wrist flexor stretch


2) Wrist & finger extensor stretch

Gambar 3.10 Wrist & finger extensor stretch

27
3) Gliding Tendon Exercise

Gambar 3.11 Gliding Tendon Exercise


b. Passive exercise : adalah latihan gerakan yang
dilakukan oleh bantuan dari luar (terapis) dan bukan
merupakan kontraksi otot yang disadari. Gerak passive
exercise menyebabkan efek penurunan nyeri akibat
aliran darah lancar serta membuat daerah sekitar sendi
menjadi rileks sehingga bisa menjaga elastisitas otot.
c. Resisted active exercise : Resisted active exercise
dapat meningkatkan kekuatan otot oleh karena jika
suatu tahanan diberikan pada otot yang berkontraksi,
maka otot tersebut akan beradaptasi dengan
meningkatkan kekuatan otot akibat hasil adaptasi syaraf
dan peningkatan serat otot.
3. Fisioterapi Terapi Massage
Beberapa jenis massage antara lain:
a. Effleurage
Yaitu manipulasi yang dilakukan dengan menggunakan
seluruh permukaan telapak tangan dengan permukaan ibu jari
atau ujung-ujung jari dengan gerakan gliding (meluncur)
mengukuti kontur tubuh.

28
b. Petrissage
Yaitu manipulasi yang dilakukan dengan memegang otot,
menekan, dan menariknya langsung naik dari tulang lalu
melepaskannya. Teknik ini memegang otot sebanyak-
banyaknya dengan menggunakan seluruh tangan atau
menggunakan ibu jari dan jari-jari diletakkan tegak lurus pada
jaringan dibawahnya
c. Friction
Yaitu gerakan melingkar dan melintang pada serabut-serabut
otot, juga dapat dilakukan dengan menggunakan ujung-ujung
dua atau tiga jari, dengan ibu jari atau terkadang digunakan
dengan jari tangan saja. Teknik ini merupakan teknik terbaik
untuk mengurangi spasme otot karena tekanan bisa berdampak
jauh ke dalam jaringan otot dan bekerja untuk memperbaiki
serat otot.
d. Tapotement
Merupakan teknik dengan menggunakan pukulan ringan
dengan segera melepas otot begitu saat tangan sudah mengenai
jaringan.
e. Vibration
Merupakan teknik menggunakan getaran. Dilakukan dengan
dua tangan membungkus otot dan cepat berosilasi kembali dan
sebagainya. Teknik ini cocok untuk persiapan meningkatkan
sirkulasi untuk mendapatkan otot yang siap untuk kompetisi
olahraga. Kedua ujung jari dan tangan dapat digunakan untuk
menerapkan gerakan kontinyu.
4. Okupasi Terapi dan Ortesa Prostesa
Latihan motorik halus pada penderita CTS diberikan agar fungsi
tangan menggenggam tetap bisa dipertahankan. Penggunaan wrist splint
dianjurkan pada penderita CTS untuk mengurangi gerakan fleksi pada
pergelangan tangan.
C. Operasi

29
Tindakan operasi CTS disebut Carpal tunnel release. Dua tipe
pendekatan bedah adalah open dan endoscopic release. Operasi hanya
dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi
konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya
atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama
dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus
dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan
operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada
atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi
adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.

Gambar 3.12 Tranverse carpal ligament released

J. PROGNOSIS
Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pada umumnya prognosa
baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya
melakukan pada penderita yang sudah lama menderita STK penyembuhan post
opratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa
nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan
otot – otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses
perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan. Bila

30
setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:

a. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin tekanan terhadap nervus


medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
b. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
c. Terjadi STK yang barusebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut
hipertrofik.

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas


yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat
adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat,
hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik. Sekalipun prognosa STK dengan
terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh
kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik
konservatif atau operatif dapat diulangi kembali7.

31
BAB 4
KESIMPULAN

Sindrom terowongan karpal (STK) adalah kerusakan dari nervus medianus


yang terjadi di dalam terowongan karpal di pergelangan tangan, yang dapat
menyempit di tempat yang dilalui nervus medianus di bawah ligamentum
tranversum karpale (fleksor retinakulum)1.
Sebagian kasus STK tidak diketahui penyebabnya sedangkan pada kasus yang
diketahui, penyebabnya sangat bervariasi. Namun, kebanyakan kasus STK
mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan tangan secara repetitif dan
berlebihan.
Gejala awal umumnya hanya berupa gangguan seperti rasa, nyeri, parestesia,
rasa tebal dan tingling pada daerah yang diinnervasi nervus medianus. Gejala-
gejala ini umumnya bertambah berat pada malam hari dan berkurang bila
pergelangan tangan digerak-gerakkan atau dipijat. Gejala motorik serta atrofi otot-
otot thenar hanya dijumpai pada penderita STK yang sudah berlangsung lama.
Penegakan diagnosa STK berdasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan fisik
yang meliputi berbagai macam tes. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis, laboratoris dan terutama pemeriksaan neurofisiologi
dapat membantu usaha menegakkan diagnosa.
Penatalaksanaan STK dikelompokkan atas 2 dengan sasaran yang berbeda.
Terapi yang langsung ditujukan terhadap STK harus selalu disertai terapi terhadap
keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK. Terapi terhadap STK
dikelompokkan atas terapi konservatif dan terapi operatif (operasi terbuka atau
endoskopik). Sekalipun prognosanya baik, kemungkinan kambuh masih tetap ada.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frotscher M. Duus Topical Diagnosis in Neurologi. 4th Edition.


New York : Thieme. 2005
2. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline
on the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. 2008.
3. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME.
2001. pg. 101-117
4. Tana, Lusianawaty et al. Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja Garmen
di Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32. no. 2: 73-82.
5. Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. Carpal Tunnel Syndromes:
Peripheral Nerve Compression Syndromes. Third Edition. New York :
CRC PRESS. 2001.
6. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline
On The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. 2007
7. Aldi S. Rambe. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK
USU. 2004
8. Brust, John C. M. Current Diagnosis and Treatment Neurology. Seccond
Edition. New York : Lange – The McGraw Hill Companies Inc. 2012
9. Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th
Edition. Philadelpia : Lippincott Williams & Wilkins. 2005.

33

Anda mungkin juga menyukai