KRISIS HIPERTENSI
oleh
Pembimbing:
KABUPATEN KARANGANYAR
2019
1
HALAMAN PENGESAHAN
Krisis Hipertensi
Mengetahui :
Pembimbing Internship
(NIP :197110162005011008)
2
Berita Acara Presentasi Portofolio
Pada hari ini hari , tanggal juli 2019 telah dipresentasikan portofolio oleh:
1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
NIP : 197110162005011008
BAB I
LAPORAN KASUS
3
1.1 IDENTITAS PASIEN
No. RM : 409357
Nama : Ny.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 60 tahun
Alamat : Jatimulyo 2/19 kedungjeruk
Agama : Islam
Suku : Jawa
1.2 ANAMNESIS.
Keluhan Utama
Tangan dan kaki gemetar sejak 2 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit
(SMRS)
Keluhan Tambahan
Nyeri ulu hati
4
dan BAB. Menurut pasien, keluhan seperti ini tidak pernah dialami
sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan sebelumnya
sehingga tidak mengetahui tekanan darah yang biasa dimilikinya. Pasien
mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan rutin untuk
kesehatannya.
b. Tanda Vital
Tekanan Darah : 220/130 mmHg
Nadi : 70 x/ menit, regular, isi cukup,
Pernafasan : 20 x/ menit, regular, kedalaman cukup
Suhu : 36,5 ºC
5
c. Status Generalis
Pemeriksaan Hasil
Kepala Deformitas (-)
Mata Palpebra oedem (-/-), Xanthelasma (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (+/+), reflek cahaya langsung dan
tidak langsung (+/+) Bed side Visus dalam
batas normal.
Telinga Normotia (+/+), Nyeri tekan tragus dan anti
tragus (-/-), Nyeri Tarik (-/-), sekret (-/-),
serumen (+/+)
Hidung Deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-),
sekret (-)
Mulut Mukosa bibir lembab, sianosis (-)
Tenggorokkan Arcus faring simetris, faring hiperemis (-),
T1-T1
Leher KGB tidak teraba membesar, JVP 5-2 cm H2O
Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi:
- Batas jantung kanan: Linea sternalis
kanan
- Batas jantung kiri : 1 cm medial dari
linea midklavukularis kiri
- Pinggang jantung : ICS 3 linea
parasternalis kiri
Auskultasi : BJ I, II, reguler, murmur (-),
gallop (-)
Paru Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis,
retraksi sela iga (-/-).
Palpasi : vokal fremitus simetris teraba sama
kuat
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
6
Auskultasi : vesikuler +/+, rho -/-, wheezing
-/-
Abdomen Cembung, bising usus (+) dalam batas
normal, supel, nyeri tekan (+) di regio
epigastrium, hepar lien sulit di nilai, shifting
dullnes (-), undulasi (-)
Ekstremitas Akral hangat, oedem (-), efloresensi bermakna
(-), CRT <2 detik, kekuatan motorik
ekstremitas atas 5/5 dan ekstremitas bawah
5/5, sensorik dalam batas normal.
7
Hipertensi Emergency
1.8 TATALAKSANA
1.8.1 Tatalaksana IGD
- 02 canul 3 lpm
- Infus RL 15 tpm
- Inj Ketorolac 1 amp/12 jam
- Inj. Omeprazol 1 vial/12 jam
- Captopril 3x25 mg
- Sucrafal syrup 3xc1
BAB II
KRISIS HIPERTENSI
DEFENISI
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang
mendadak (sistole ≥ 180mmHg dan/atau diastole ≥ 120 mmHg), pada penderita
hipertensi, yang membutuhkan penanggulangan segera.
EPIDEMIOLOGI
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20%
HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis
hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 –
130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan
8
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis
HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 –
7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang
tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10
tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika
hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.3,4
9
2. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai
dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke
fase maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik >
120 – 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema,
peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal
ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan.
Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi
essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang
sebelumnya mempunyai TD normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan
keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini
dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.
10
Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak )
Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau
tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
KW I atau II pada funduskopi.
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.
PATOFISIOLOGI
11
(endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis fibrinoid di
arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle) dimana akan
terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya
tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang
mendasarinya.
Bila peningkatan secara tiba-tiba pada TD ini berlangsung terus-menerus
maka sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan
selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi pembuluh darah.
Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD ditingkat sel yang
akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama,
akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai
berkurangnya pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan
dipicu oleh peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin,
endhotelial adhesion molecule dan endhoteli-1.
Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel
endotelial, menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem
koagulasi yang teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi
akan mengendapkan materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah
kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Apabila siklus ini
berlangsung terus menerus, akan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh
darah yang makin parah dan meluas.
12
renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi
iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis
hipertensi.2,3
FAKTOR RESIKO
Krisis hipertensi bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut :1,2
Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat anti
hipertensi tidak teratur.
Kehamilan.
Penggunaan NAPZA.
Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar
berat, phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskuler, trauma
kepala.
Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSA
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal
kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.1,2,3
13
1. Anamnesis :
2. Pemeriksaan fisik :
14
3. Pemeriksaan penunjang :
o Urinalisa
CT scan kepala
Echocardiografi
Ultrasinigrafi
Penetapan diagnostik
DIAGNOSIS BANDING
- Hipertensi berat
15
PENATALAKSANA KRISIS HIPERTENSI
A. TATALAKSANA HIPERTENSI EMERGENSI
Penanggulangan hipertensi emergensi harus dilakukan di rumah sakit
dengan fasilitas pemantauan yang memadai.
Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin.
Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan
langkah sebagaiberikut:
5 menit s/d 120 menit pertama tekanan darah rata-rata (mean arterial blood
pressure) diturunkan 20-25%.
2 s/d 6 jam berikutnya diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak ada
gejala iskemi organ.
16
Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis
hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau
urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran
maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu
dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).
17
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis
5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration
of action 3 – 10 menit.
18
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat
oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah
lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD
dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara
menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD
dapat naik kembali dalam beberapa menit.8,9
1. Hipertensi ensenpalopati
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark
Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,
19
5. Oedem paru akut :
Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labeta Lol.
6. Aorta disseksi :
Anjuran :Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-
antagonist, labetalol.
Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :
Anjuran : Hydralazine, Diazoxxide, labetalol,cantagonist, sodium
nitroprusside.
Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut :
Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist
Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV :
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca – antagonist.
Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :
Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.
Hindarkan : B-antagonist.
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi.
Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus
dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat
menimbulkan hipotensi berat. Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah
Labetalol, Diazoxide yang dapat memberikan bolus intravena. Phentolamine,
Nitroglycerine Hidralazine diindikasikanpada kondisi tertentu.
20
Nicardipine merupakan golongan calsium channel antagonist dimana obat
ini adalah obat baru yang dipergunakan secara intravena dan telah diteliti untuk
kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah kecil) dan tampaknya memberikan
harapan yang baik.10,11
Bertel dkk 1983 mengemukakan hal yang baik pada 25 penderita dengan
dengan pemakaian dosis 10mg yang dapat ditambah 10mg lagi menit. Yang
menarik adalah bahwa 4 dari 5 penderita yang diperiksa, aliran darah cerebral
meningkat, sedang dengan clonidine yang diselidiki menurun, walaupun tidak
mencapai tahap bermakna secara statistik.
Di Medan dibagian penyakit dalam FK USU pada 1991, telah diteliti efek
akut obat oral anti hipertensi terhadap hipertensi sedang dan berat pada 60
penderita. Efek akut nifedipine dalam waktu 5-15 menit. Demikian juga dengan
clonidine dalam waktu 5-35 menit. Dari hasil ini diharapkan kemungkinan
penggunaan obat oral anti hipertensi untuk krisis hipertensi.
Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual
dan captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup
memuaskan setelah menit ke 20. Captoprial dan Nifedipine sublingual tidak
berbeda bermakna dam Menurunkan TD.
21
secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60
menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih
>120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari
simptom dan sign dari organ sasaran.8,9,10,11,12
Neurologic emergency.
22
Pasien dengan ischemic stroke membutuhkan tekanan sistemik yang cukup
untuk mempertahankan perfusi di distal obsktruksi. Oleh karena itu tekanan darah
harus dimonitor ketat dalam 1 – 2 pertama. Hanya jika tekanan sistolik menetap
pada 220 mmHg diberikan penanganan.
Cardiac emergency
23
Keadaan hipertensi emergency dengan cardiac emergency diantaranya
acute myocard ischemic atau infarction, pulmonary edema, dan aortic dissection.
Pasien dengan temuan myocardial ischemia atau infarction, dapat diberikan
nitroglycerin, jika tanpa heart failure bisa ditambahkan beta blocker (labetalol,
esmolol) untuk menurunkan tekanan darah.
Hyperadrenergic states
Kidney failure
24
Acute Kidnet Injury (AKI) bisa merupakan penyebab maupun akibat dari
hipertensi emergensi. AKI termanifestasi dengan proteinuria, mikroskopik
hematuria, oliguria dan anuria. Penanganan yang optimal masih kontroversial.
Walaupun IV nitroprusside sering digunakan, namun dapat mengakibatkan
keracunan cyanida atau thiocyanate.
25
Calcium-channel blocker (Nicardipine), dosis oral awal pemeberian 30 mg, dandapat
diulangi setiap 8 jam sampai target tekanan darah tercapai. Onset aksi dimulai ½–2
jam.
Beta blocker (Labetalol), non selektif beta blocker, dosis oral awal 200
mg, dan diulang 3-4 jam. Onset kerja dimulai pada 1–2 jam.
Simpatolitik (Clonidine), dengan dosis oral awal 0.1–0.2 mg dosis loading
dilanjutkan 0.05-0.1 mg setiap jam sampai target tekanan darah tercapai.
Dosismaksimum 0.7 mg.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan:
26
Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat
menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas
hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi). .
Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; hebat, sesak nokturia, dysarthria,
sering kali tanpa napas kelemahan, kesadaran
gejala menurun
Pemeriksaa Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema
n kerusakan organ target; muncul paru, insufisiensi ginjal,
target, tidak ada klinis penyakit iskemia jantung
penyakit kardiovaskuler,
kardiovaskular stabil
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruska obat oral laboratorium standar,
27
n obat oral, berjangka kerja terapi obat IV
naikkan dosis pendek
Rencana Periksa ulang Periksa ulang Rawat ruangan/ICU
dalam 3 hari dalam 24 jam
PROGNOSIS
28
Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan
penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplantasi ginjal.
BAB III
KESIMPULAN
29
Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.
Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat.
Cepatnya TD diturunkan, TD yang diinginkan dan lama kerja, dari obat.
Autoguralsi dan perfusi dari vital oragan(otak, jantung, dan ginjal) bila TD
diturunkan.
Faktor klinis lain : obat lain yan gdiberikan , status volum dll.
Efek sqamping obat
Besarnya penurunan TD umumnya kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak
lebih rendah dari 170-180/100mmHg.
DAFTAR PUSTAKA
30
4. Ram S CV. Current Consepts in the Diagnosis and Management of
Hypertensive Urgencies and Emergencies. Keio J Med 1990; 4:225-236.
5. Vidt DG. Management of Hypertensive Emergencies and Urgencies. In:
Hypertension Primer 2nd Editions.. Eds. Izzo Jr G JL, and Black HR.
American Heart AssociatioNn 1999; p. 437-440.
6. Alpert J. S, Rippe J.M ; 1980 : Hypertensive Crisis in manual of
Cardiovascular Diagnosis and Therapy, Asean Edition Little Brown and
Coy Boston, 149-60.
7. Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive
Crissis with Clonidine (catapres ), Med. J. Aust. 1 :829-831.
8. Angeli.P. Chiese. M, Caregaro,et al, 1991 : Comparison of sublingual
Captopril and Nifedipine in immediate Treatment of hypertensive
Emergencies, Arch, Intren. Med, 151 : 678-82.
9. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut
obat anti hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita
hipertensi sedang dan berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta,
279-83.
10. Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C : 1983:Nifedipine in
Hypertensive Emergencies, BrMmmed J, 286; 19-21.
11. Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New
Engl J Med, 323 : 1177-83.
12. Gifford R.W, 1991 : Management of Hypertensive Crisis, JAMA
SEA,266; 39-45.
13. Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1988 : New Approaches for the treatment of
Hypertensive Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.
14. Haynes R.B, 1991 : Sublingual Captopril and Nifedipine on Hipertensive
Emergencies, ACP Journal Clib, 45.
15. Houston MC ; 1989 : Pathoplysiology Clinical Aspects and tereatment
Dis, 32, 99-148.
31
16. Langton D, Mcgrath B ; 1990 : Refractory Hypertantion and Hypertensive
Emergencies in Hypertention Management, Mc Leman & Petty Pty
Limited, Australia, 169-75.
32