Dokter Internship
PTERIGIUM
Oleh :
dr. Siti Lingga Oktafiani
Pendamping :
dr. Enty Gustina
1
BAB I
STATUS PASIEN
1.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Mata kanan dan kiri terasa perih sejak 4 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang berobat ke Poli Lansia Puskesmas Kota Muara Enim
dengan keluhan mata kanan dan kiri terasa perih sejak 4 bulan yang lalu. Rasa
perih diikuti dengan keluar air mata yang sudah dirasakan selama ± 4 bulan. Rasa
perih dan berair terutama dirasakan saat aktivitas dan terkena paparan sinar
matahari. Pasien juga mengeluh kedua mata merah,dan kering. Pasien juga
merasakan mata terasa gatal dan seperti ada benda yang mengganjal pada mata
pasien, pasien merasakan terdapat selaput yang terdapat pada kedua matanya,
kotoran mata disangkal, riwayat trauma sebelumnya disangkal. Gejala baru
pertama kali dirasakan. Pasien tidak mengeluhkan adanya penurunan
pengelihatan.
2
Pasien merupakan seorang Petani, saat berkerja pasien jarang memakai
alat pelindung seperti topi, masker, atau kacamata . Pasien sudah bekerja sebagai
petani sejak umur 30 tahun.
Riwayat Alergi
Status Present
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanandarah : 130/80mmHg
Nadi : 86x/menit, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
Berat badan : 75 kg
Status Generalis
Kepala : Normocephali, jejas (-), rambut tidak mudah rontok dan
berwarna hitam
Hidung : Sekret (-/-), nafas cuping hidung (-), deviasi (-), allergic
crease (-/-)
Telinga : Serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-)
Mulut : Bibir tidak sianosis, mukosa bibir kering (-), pucat (-)
Tonsil T1-T1, faring hiperemis, nyeri saat menelan (-)
Thorax I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan
Pulmo depan P : Benjolan (-), stem fremitus kanan sama dengan kiri
P : Sonor
A : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki
basah (-/-).
3
Pulmo I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan
Belakang
P : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
P : Sonor
A : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki basah
(-/-).
Cor I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis tidak teraba
P : Batas jantung normal
A : Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-), gallop(-), irama
reguler
Abdomen I : Perut datar, simetris.
P : Hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Status Oftalmologi
OD OS
Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),
ektropioon (-), entropion Palpebra ektropioon (-), entropion
(-) (-)
Trikiasis (-) Cilia Trikiasis (-)
Jaringan fibrovaskular Jaringan fibrovaskular
Berbentuk segitiga(+) Konjungtiva berbentuk segitiga (+)
2 mm melewati 2 mm melewati
limbus, Hiperemis (+) limbus,
Hiperemis (+)
4
Jernih Kornea Jernih
Dalam, Hipopion (-), Dalam, Hipopion (-),
COA
Hifema (-) Hifema (-)
Intak Iris Intak
Bulat, sentral, uk. ± Bulat, sentral, uk. ±
Pupil
3mm, RCL (+) 3mm, RCL (+)
Jernih, Irish Shadow (+) Lensa Jernih, Irish Shadow (+)
5/5 Visus 5/5
5
1.4. Diagnosis Klinis
OD Pterigium Std. II OS
OS Pterigium Std. II
1.5. Penatalaksaan
Non Farmakologi
Farmakologi
C-Lyteers 4 x 1 gtt ODS
1.6. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan neoformasi fibrovaskuler yang
bersifat degeneratif dan invasif, non malignan pada permukaan okular yang
menunjukkan penebalan konjungtiva bulbi, berbentuk segitiga horizontal dengan
puncak mengarah ke bagian tengan kornea dan dasarnya terletak di bagian tepi
bola mata bagian nasal dan atau temporal, sehingga bentuknya menyerupai
sayap. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi akan berwarna merah
dapat mengenai kedua mata1,2.
7
b. Konjungtiva bulbaris, melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak
dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (duktus kelenjar
lakrimal bermuara di forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris
melekat longgar pada kapsul Tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di
limbus. Di dekat kantus internus, konjungtiva bulbi membentuk plika
semilunaris yang mengelilingi suatu pulau kecil terdiri dari kulit yang
mengandung rambut dan kelenjar, yang disebut “caruncle”5.
2.3. Etiologi
Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang, dan degenerasi. Pterigium disebabkan proses degenerasi
akibat paparan sinar UV berlebihan pada mata. Debu, angin, mata kering, dan
iritasi juga dikaitkan dengan penyebab terjadinya pterigium6).
9
Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau
perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis
kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan
teori baru patogenesis dari pterygium. Yang juga menunjukkan
adanya “pterygium angiogenesis factor“ dan penggunaan
farmakoterapi antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembapan
yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye
dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium(6).
2.5. Epidemiologi
Pterigium dilaporkan dua kali lebih terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan. Jarang pada pasien dengan pterigium sebelum usia 20 tahun.
Pasien yang lebih tua dari 40 tahun memiliki prevalensi pterigium lebih tinggi,
sementara pasien usia 20-40 tahun dilaporkan memiliki insidensi pterigium
tertinggi(4).
2.6. Patogenesis
Ultraviolet (sinar UV-B) adalah mutagen untuk tumor supresor gene
p53 pada limbal basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth
factor- beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan meningkatkan proses
kolagenase sehingga sel-sel bermigrasi dan terjadi
angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat
jaringan subepitelial fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva terjadi
degenerasi elastoik, proliferasi jaringan vaskular di bawah epitel yang
selanjutnya menembus dan merusak kornea. Pada jaringan subkonjungtiva
terjadi perubahan degenerasi elastik dan proliferasi jaringan vaskular di
bawah epitelium yang kemudian menembus kornea. Kerusakan pada
kornea terdapat pada lapisan membran Bowman oleh pertumbuhan jaringan
fibrovaskular yang sering disertai inflamasi ringan. Epitel dapat normal,
tebal, atau tipis dan kadang terjadi displasia. Pada keadaan defisiensi
10
limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea(8).
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva
ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan
karenan itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterigium merupakan
manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra(7).
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan
perubahan phenotype, yaitu lapisan fibroblast mengalami proliferasi
sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matriks
metalloproteinase, yaitu matriks ekstraselular yang berfungsi untuk
memperbaiki jaringan yang rusak, penyembuhan luka, dan mengubah
bentuk. Hal ini menjelaskan penyebab pterygium cenderung terus tumbuh
dan berinvasi ke stroma kornea sehingga terjadi reaksi fibrovaskular dan
inflamasi(7,8).
Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epitel. Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan daerah basofilia
bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat
untuk jaringan elastik akan tetapi bukan jaringan elastik yang sebenarnya karena
jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
11
Gambar 2.3 Histopatologi Pterigium
12
pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam
penglihatan.
2.8. Diagnosis
2.8.1. Anamnesis
Pasien dengan pterigium menunjukkan berbagai macam keluhan mulai
dari tidak ada gejala sampai kemerahan, pembengkakan, gatal, iritasi,
penglihatan menjadi kabur berhubungan dengan peninggian lesi pada
konjungtiva dan kornea yang berdekatan pada satu atau kedua mata.
2.8.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan dapat dijumpai benjolan atau tonjolan fibrovaskular
berbentuk segitiga dengan pinggiran yang meninggi dengan apeks yang
mencapai kornea dan badannya terletak pada konjugtiva inter palpebra. Bagian
puncak dari jaringan pterigium ini biasanya menampakkan garis coklat-
kemerahan yang merupakan tempat deposisi besi yang disebut garis Stocker.
Pada umumnya jaringan ini memiliki vaskularisasi yang baik dan biasanya
terletak di nasal. Pterigium dapat memberikan gambaran yang
vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat(11).
Pterigium dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :
a. Derajat 1 : jika Pterigium hanya terbatas pada limbus kornea.
13
Derajat 1 Derajat 2
Derajat 3 Derajat 4
2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan
pembedahan bila terjadi ganguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme
ireguler atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan.
14
2.9.1. Konservatif
Pada keadaan dini pterigium tidak memerlukan terapi dan hanya konservatif
saja. Lindungi mata dari sinar matahari, udara kering, debu dengan kacamata.
2.9.2. Farmakologis
Pada keadaan meradang, kemerahan dan rasa perih dari pterigium dapat
diatasi dengan:
Air mata buatan
Air mata artifisial dapat memberi lubrikasi okuler untuk pasien
dengan kornea yang irreguler akibat tumbuhnya pterigium.
Pterigium yang mengalami iritasi dapat diberikan anti inflamasi tetes mata
(golongan steroid) 3 kali sehari 5-7 hari.
2.9.3. Operatif
Indikasi operasi (ekstirpasi)(12)
Pterigium yang menjalar ke kornea sampai 3 mm dari limbus
Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh limbus dari tepi pupil
Pterigium yang sering memberi keluhan mata merah, berair dan silau
karena astigmatismus
Pertumbuhan pterigium yang progresif dan signifikan (>3-4 mm ke arah
sentral kornea/visual axis.
15
c. Teknik Autograft Limbal Konjungtiva(12)
Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 % dan setinggi 40
% pada beberapa studi prospektif.Prosedur ini melibatkan pengambilan
autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas
sklera yang telah di eksisi pterigium tersebut.
d. Cangkok Membran Amnion(12)
Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah
kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran
amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan
bahwa membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat peradangan
dan fibrosis dan epithelialisai. Sebuah keuntungan dari teknik ini dengan
autograft konjungtiva adalah pelestarian bulbar konjungtiva.Membran Amnion
biasanya ditempatkan diatas sklera, dengan membran basal menghadap ke atas
dan stroma menghadap ke bawah. Beberapa studi terbaru telah menganjurkan
penggunaan lem fibrin untuk membantu cangkok membran amnion menempel
jaringan episcleral dibawahnya. Lem fibrin juga telah digunakan dalam
autografts konjungtiva.
16
c
17
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan
pemberian :
mitomycin c 0,02% tetes mata (sitostatika) 1 tetes, 2x / hari selama 5 hari,
bersamaan dengan pemberian dexamethason 0,1% 1 tetes 4x / hari
kemudian tappering off sampai 6 minggu
mitomycin c 0,04% (0,4 mg / ml) 1 tetes, 4x / hari selama 14 hari,
diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethason
sinar beta
topikal thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata, 1 tetes / 3 jam
selama 6 minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotika
chloramphenicol dan steroid selama 1 minggu
Pilihan Terapi Operatif Tingkat Rekurensi
Bare skleral 32-88
Bare Skeral + MMC ed 0-38
Cangkok Membran Amnion 7-41
Teknik Autograft Limbal Konjungtiva 1-39
Teknik Autograft Limbal Konjungtiva + MMC ed 4-21
2.11. Komplikasi
Komplikasi pterigium antara lain(13):
Distrorsi dan/atau penglihatan sentral berkurang
Mata merah
Iritasi
Scar (parut) kronis pada konjungtiva dan kornea.
18
2.12. Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna
Umumnya prognosis baik
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan
sitostatika tetes mata atau beta radiasi
19
BAB III
PEMBAHASAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Pearls [Internet]. 2011;37–8. Available from:
http://www.crossref.org/deleted_DOI.html
12. Dalgleish T, Williams JMG., Golden A-MJ, Perkins N, Barrett LF, Barnard
PJ, et al. Treatment of Ocular Surface Disorders. Am Acad Ophthalmol.
2017;14(8):487–91.
13. Hall AB. Understanding and managing pterygium Pterygium. Community
Eye Heal J. 2016;29(95):54–6.
23