Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

NY. K USIA 78 TAHUN DENGAN PENURUNAN KESADARAN,


MELENA, ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROMIK DAN NON-
STEMI

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Komprehensif

di RSU PKU MUHAMMADIYAH MAYONG JEPARA

Disusun Oleh :

Muhammad Adzanta Al Afghani

H2A013035P

Pembimbing :

dr. Septina Esti A. P.

KEPANITERAAN KOMPREHENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSU PKU MUHAMMADIYAH MAYONG JEPARA
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muhammad Adzanta Al Afghani


NIM : H2A013035P
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Stase : Komprehensif
Pembimbing : dr. Septina Esti A.P

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Januari 2019

Pembimbing,

dr. Septina Esti A.P

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai


dalam praktek sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan gangguan pada
otak dan sekitarnya atau karna pengaruh gangguan metabolik. Penurunan kesadaran
dapat terjadi secara akut/cepat atau secara kronik/progresif. Penurunan kesadaran
yang terjadi secara cepat ini yang biasanya merupakan kasus gawat darurat dan butuh
penanganan sesegera mungkin. Salah satu penyebab penurunan kesadaran adalah
perdarahan akut pada saluran cerna atas, yang ditandai dengan melena dan pada
laboratorium dapat ditemukan anemia berat.
Perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salahsatu
penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebahagian besar
pasien datang dalam keadaan stabil dan sebahagian lainnya datang dalam keadaan
gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat. Kejadian perdarahan
akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah sakit saja namun dapat pula
terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit terutama
di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup tinggi. Selain
ituperdarahan akut SCBA sering menyertai penyakit-penyakit lainnya seperti trauma
kapitis, stroke, luka bakar yang luas, sepsis, renjatan dan gangguan hemostasis. Pada
tugas ini di bahas mengenai laporan kasus perempuan dengan penurunan kesadaran,
disertai dengan melena dan anemia berat.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
 Nama : Ny. K
 Umur : 78 tahun
 Alamat : Kuanyar, Mayong, Jepara
 Pekerjaan : Petani
 Agama : Islam
 No.RM : 0188XX
 Tgl. Masuk RS : 08 Januari 2019
 Pembiayaan : Umum
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis dan Autoanamnesis dengan
pasien dan keluarga pasien pada tanggal 09 Januari 2019 pukul 15.00 WIB di
Ruang HCU RS PKU Muhammadiyah Mayong.
 Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS PKU Mayong diantar keluarganya
dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran terjadi pada pasien
sejak  33 jam yang lalu. Sebelumnya, + 38 jam lalu pasien mengalami
BAB cair >3x, dengan warna hitam, banyak, tanpa disertai lendir dan tidak
menyemprot. BAB terus-menerus membuat pasien lemas, makin lama
kesadaranya menurun dan suhu tubuh pasien meningkat. Pasien
mengeluarkan kata- kata tidak jelas. Pasien lalu dibawa keluarga ke RS
PKU Muhammadiyah Mayong. Di IGD RS PKU pasien mendapatkan
tatalaksana awal dan dimasukan ke ruang HCU untuk perawatan intensif.
Pasien sudah menerima transfusi PRC 2 kolf.

4
Saat ini pasien mengeluhkan nyeri perut di daerah atas, paling
nyeri dirasakan di daerah epigastrium. Nyeri dirasakan hilang timbul,
seperti tertusuk-tusuk. Nyeri bertambah bila pasien makan dan berkurang
bila tidak makan. Selain itu pasien merasakan lemas, mual dan badan
pegal-pegal. BAB 1 x cair berwarna agak kehitaman. Terpasang DC
dengan Urine Output terakhir 300 cc. Keluhan lain mual (+), muntah(-),
demam(-), pusing(+).
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat mag : diakui
- Riwayat HT : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat sakit asma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat pemakaian obat : Minum jamu-jamuan, dan sering membeli
obat di warung
 Riwayat Keluarga
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat Pribadi
Pasien melakukan kegiatan, masih sering pergi ke sawah, riwayat
penggunaan obat-obatan dari warung dan jamu diakui
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama anaknya. Pasien seorang petani. Biaya kesehatan
ditanggung Umum. Kesan keadaan sosial ekonomi pasien cukup.

5
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak lemas, IGD: Penurunan kesadaran
2. Kesadaran : Compos mentis, IGD: Somnolen
3. GCS : E4M6V5 = 15, IGD: 9
4. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 170/90 mmHg, IGD: 130/70 mmHg
b. Nadi : 85 kali/menit, IGD: 95 x/menit
c. Pernafasan : 28 kali/menit, IGD: 30 x/menit
d. Suhu : 36,5 ºC, Suhu di IGD: 39,3 ºC
e. SpO2 : 100% (nasal canul O2 3LPM). IGD: 95%
5. Status Gizi
a. Tinggi badan : 155 cm
b. Berat badan : 40 kg
c. IMT : 16,67 kg/m2
d. Status gizi : kurang
6. Status Generalis
a. Kepala
Bentuk oval, simetris, warna rambut putih, tanda trauma (-).
b. Mata
Eksophtalmus (-/-), edema palpebra (-/-), sklera ikterik (-/-),
konjungtiva anemis (+/+), pupil isokor, reflek cahaya (+/+).
c. Hidung
Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang
dalam perabaan baik, mukosa hiperemis (-/-), epistaksis (-/-), nafas
cuping hidung (+/+).
d. Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, sekret (-/-), serumen (+/+).
e. Mulut
Bibir sianosis (-), bibir kering (+).

6
f. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
otot bantu nafas (+), JVP tidak meningkat
g. Thorax
Paru
Dextra Sinistra
Paru Depan
Inspeksi Diameter lateral>antero Diameter lateral>antero
posterior posterior
Hemithorax simetris statis Hemithorax simetris statis
dinamis. Retraksi (-) dinamis. Retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus kanan = kiri Stem fremitus kanan = kiri
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Pelebaran SIC (-) Pelebaran SIC (-)
Arcus costa normal Arcus costa normal
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi Suara dasar paru vesikuler (+), Suara dasar paru vesikuler (+),
wheezing (-), ronkhi basah wheezing (-), ronkhi basah
halus (+) halus (+)
Paru Belakang
Palpasi Stem fremitus kanan = kiri Stem fremitus kanan = kiri
Hemithorax simetris Hemithorax simetris
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Pelebaran SIC (-) Pelebaran SIC (-)
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi Suara dasar paru vesikuler (+), Suara dasar paru vesikuler (+),
wheezing (-),ronkhi basah wheezing (-),ronkhi basah
halus (+) halus (+)

Paru tampak anterior Paru tampak posterior

Suara dasar: vesikuler (+) Suara dasar: vesikuler


(+)
RBH (+), wheezing (-) RBH (+), wheezing
(-)

7
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak (+)
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea mid clavicula sinistra dan
kuat angkat. Pulsus parasternal (-). Sternal lift (-). Pulsus epigastrium
(-). Thrill (-)
Perkusi :
 Batas kanan atas jantung : ICS II linea sternalis dextra
 Batas kanan bawah jantung : ICS V linea midclavicula dextra
 Batas atas jantung : ICS II parasternalis sinistra
 Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
 Batas kiri bawah jantung : ICS V 2 cm lateral linea media
clavicularis sinistra
Kesan: batas jantung melebar ke lateral
Auskultasi: Bunyi jantung I & II murni, bising jantung (-), gallop (-),
pericardial friction rub (-).
h. Abdomen
Inspeksi : Datar (-), warna kulit sama dengan sekitar (+)
Auskultasi: Bising usus (+) meningkat, bruit hepar (-), metalic sound
(-)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen (+), pekak sisi (-) N
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), hepatomegali (-) dan
splenomegali
(-), ginjal tidak teraba

Nyeri tekan (+)

8
i. Extremitas
Extremitas Superior Extremitas Inferior
Oedem -/- -/-
Capillary refill < 2’’ < 2’’
Akral dingin -/- -/-
Tremor -/- -/-

7. Pemeriksaan Neurologis
a. Kesadaran
1) Kualitatif : Compos Mentis
2) Kuantitatif : GCS 15, E4M6V5
b. Orientasi : Baik
c. Jalan pikiran : Baik/koheren
d. Kemampuan bicara : Baik
e. Pemeriksaan motorik

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra


Gerakan Menurun Menurun Menurun Menurun
Kekuatan Otot Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat
dinilai dinilai dinilai dinilai
Tonus Otot normotoni normotoni normotoni normotoni
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

f. Refleks fisiologis

KANAN KIRI
Biceps (+) (+)
Patella (+) (+)
g. Refleks patologis

KANAN KIRI

9
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Hoffman tromer (-) (-)

h. Pemeriksaan sensorik
1) Eksteroseptif :Nyeri : dbn
Suhu : tidak dilakukan
Raba: dbn
2) Proprioseptif : dalam batas normal
3) Diskriminatif : (+) normal
i. Pemeriksaan saraf kranialis
1) N. I (Olfactorius)

KANAN KIRI
Subjektif Normal Normal
Objektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2) N. II(Opticus)
Visus menurun, ada katarak (+)
3) N. III (Okulomotorius), N. IV (Troklearis), dan
N. VI (Abducens)

KANAN KIRI
Pergerakan bulbus Normal Normal
Sikap bulbus Sentral Sentral
Kelainan kedudukan (-) (-)
bola mata
Ukuran pupil Diameter 3mm Diameter 3 mm
Bentuk pupil Bulat, isokor Bulat isokor
Refleks direk (+) (+)
Refleks indirek (+) (+)
4) N. V (Trigeminus)

KANAN KIRI
Membuka
Pasien dapat membuka mulut, simetris
mulut

10
Mengunyah Tidak dilakukan
Menggigit Tidak dilakukan
Reflek kornea Tidak dilakukan
Sensibilitas
Normal Normal
muka

5) N. VII (Facialis)

KANAN KIRI
Mengerutkan dahi Simetris
Mengangkat alis Simetris
Menutup mata + +
Menyeringai Simetris
Mencucu Simetris
Pengecapan lidah 2/3
Tidak dilakukan
anterior
Sensibilitas Normal
6) N. X (Vagus)

HASIL
Arcus faring Simetris, uvula ditengah
Berbicara Normal
Menelan Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan
7) N. XI (Accessorius)

KANAN KIRI
Mengangkat bahu (+) (+)
Memalingkan kepala (+) (+)
8) N. XII (Hipoglossus)

HASIL
Tremor lidah (-)
Kedudukan lidah Deviasi (-)
Artikulasi Jelas
j. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk(-)

11
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (8-01-2019)
Parameter Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
- Hb 7,8 (L) 12 - 16 g/dl
- Trombosit 137.000(L) 150.000 - 400.000 /mm3
- Eritrosit 2,78 (L) 4,0 – 5,1 jt/uL
- Hematokrit 24,4 (L) 37 – 43 %
- MCV 87,9 82 – 95 fl
- MCH 28,0 27 – 31 pg
- MCHC 31,9 32 – 37 g/dL
- Leukosit 18.100(H) 4.500 - 11.000 /ul
Diff Count
- Neutrofil Segmen 89(H) 50 – 70 %
- Limfosit 6(L) 20 – 40 %
- Monosit 5 2 –10 %
Kimia Klinik
- Glukosa sewaktu 127 70-150 mg/dl
- SGOT 35 20,00-60,00 mg/dl
- SGPT 30 20,00-60,00 mg/dl
- Ureum 62,1(H) 10-50 mg/dl
- Kreatinin 1,4 (H) 0,60-1,30 mg/dl
- Bilirubin total 2,11 (H) 0,1-1,2 mg/dl
- Bilirubin direk 0,4 (H) 0,0-0,2 mg/dl
- Bilirubin indirek 1,71(H) 0,0-1,0 mg/dl
Elektrolit
- Natrium 138 136-145 mmol/L
- Kalium 2,4 (L) 3,4 - 4,5 mmol/L
- Klorida 101 95-108 mmol/L
Enzim Jantung
- CKMB
30(H) <24 U/L

9/01/2019
Parameter Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
- Hb 9,8 (L) 12 - 16 g/dl
- Trombosit 95000(L) 150.000 - 400.000 /mm3

12
- Eritrosit 3,61 (L) 4,0 – 5,1 jt/uL
- Hematokrit 29,8 (L) 37 – 43 %
- MCV 82,5 82 – 95 fl
- MCH 27,1 27 – 31 pg
- MCHC 32,9 32 – 37 g/dL
- Leukosit 11.600(H) 4.500 - 11.000 /ul
Diff Count
- Neutrofil Segmen 91(H) 50 – 70 %
- Limfosit 5(L) 20 – 40 %
- Monosit 4 2 –10 %

2. EKG (Tgl 08-01-2019)

Kesan: Irama sinus, HR: 100 x/menit, ST Depresi dan gelombang U di


lead II, III, aVF
3. Pemeriksaan Radiologi (Tgl 8-1-2019)

13
- Cor : CTR >50%, apeks melebar kekiri diatas diafragma
- Pulmo : corakan vaskular kasar dan melebar, infiltrate(+)
Kesan : Cardiomegali dengan Bronchopneumonia

D. DAFTAR ABNOMALITAS
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
1. Penurunan Kesadaran (IGD) 9. KU IGD: Penurunan 22. Hb 7,8 ()
2. Diare cair > 3x, warna hitam Kesadaran 23. Leukosit 18.100 ()
3. Demam 10. GCS IGD: 9 24. Trombosit 137000 ()
4. Nyeri perut terutama 11. Suhu IGD:39,3 o C 25. Ht 24,4 ()
epigastrium 12. Takipneu 26. Neutrofil Segmen ()
5. Lemas 13. IMT gizi kurang 27. Limfosit 6 ()
6. Mual 14. Konjungtiva anemis 28. Ureum 62,1 ()
7. Riwayat Mag 15. Bibir kering
29. Kreatinin 1,4 ()
8. Riwayat konsumsi jam- 16. Nafas cuping hidung
30. Bilirubin total 2,11()
jamuan dan obat beli di 17. Otot bantu
warung pernapasan leher 31. Kalium 2,4 ()
18. RBH 32. CKMB 30 ()
19. Pelebaran ke lateral 33. Ro Thorax :
batas jantung kiri kardiomegali dengan
bawah Bronchopneumonia
20. Bising usus 34. EKG sinus, ST Depresi
meningkat dan gelombang U
21. Nyeri tekan terutama
di epigastrium

E. DIAGNOSIS
1. Penurunan Kesadaran (DD: Sirkulasi (Anemia Berat, Syok), Infeksi)
2. Melena (DD: Ulcus Pepticum, Gastritis erosive, ulcus duodenum)
3. Anemia normositik normokromik
4. NON-STEMI

14
F. INITIAL PLAN
Diagnosis: Penurunan kesadaran, Melena, anemia normositik
normokromik, NON-STEMI
Initial plan
a. Ip Dx :
1) Esofagogastroduodenoskopi
2) Morfologi/ Apusan Darah Tepi, Retikulosit
b. Ip Tx
1) Non-Farmakologi
- Posisi setengah duduk
- O2 3L/menit (Nasal Canul)
- Pasang NGT
- Puasakan 8 jam
- Pasang DC
2) Farmakologi
- Inf D5% 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
- Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam
- Inj. Vitamin K 1 amp/12 jam
- Sucralfat 2 cth/ 12 jam
- Transfusi PRC 2 kolf
- KSR 2x1 tab
c. Ip Mx
- Keadaan umum, tanda-tanda vital, Hb, ureum, kreatinin,
Elektrolit (K), EKG
d. Ip Ex
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang kondisi
penyakit, pengobatan, komplikasi yang mungkin timbul baik
komplikasi akut maupun kronik, pencegahan berulangnya komplikasi,
serta intervensi gaya hidup, seperti :

15
- Diet rendah garam 1g (seperempat sendok teh)
- Periksa dan kontrol rutin 1 bulan sekali
- Pemenuhan cairan ± 2 liter/ hari
- Makan-makanan sayur hijau, daging
- Istirahat/ tirah baring
- Aktivitas fisik rutin misal berjalan kaki 3-5 kali/minggu 20-30
menit bila kondisi sudah baik
G. Prognosis
- Quo Ad Vitam : dubia ad malam
- Quo Ad Sanam : dubia ad malam
- Quo Ad Fungsionam : dubia ad malam

BAB III
PEMBAHASAN

Perempuan 78 tahun dibawa ke IGD RS PKU Muhammadiyah Mayong


dengan penurunan kesadaran.. Penurunan kesadaran terjadi pada pasien sejak  33
jam yang lalu. Sebelumnya, + 38 jam lalu pasien mengalami BAB cair >3x, dengan
warna hitam, banyak, tanpa disertai lendir dan tidak menyemprot. BAB terus-
menerus membuat pasien lemas, makin lama kesadaranya menurun dan suhu tubuh
pasien meningkat. Pasien mengeluarkan kata- kata tidak jelas. Pasien lalu dibawa
keluarga ke RS PKU Muhammadiyah Mayong. Di IGD RS PKU pasien
mendapatkan tatalaksana awal dan dimasukan ke ruang HCU untuk perawatan
intensif. Pasien sudah menerima transfusi PRC 2 kolf.
Saat ini pasien mengeluhkan nyeri perut di daerah atas, paling nyeri
dirasakan di daerah epigastrium. Nyeri dirasakan hilang timbul, seperti tertusuk-
tusuk. Nyeri bertambah bila pasien makan dan berkurang bila tidak makan. Selain
itu pasien merasakan lemas, mual dan badan pegal-pegal. BAB 1 x cair berwarna
agak kehitaman. Terpasang DC dengan Urine Output terakhir 300 cc. Keluhan lain
mual (+), muntah(-), demam(-), pusing(+).

16
Pemeriksaan di IGD (8/1/2019), pasien mengalami penurunan kesadaraan,
kesadaran Somnolen, GCS: 9, Nadi: 95x/menit, RR: 30 x/menit, Suhu: 39,3 OC,
SaO2: 95%. Hasil pemeriksaan penunjang: Leukosit: 18.100, Hb: 7,8, MCV dan
MCH normal. Di IGD dilakukan tatalaksana awal:
- O2 3LPM nasal canul : mencukupi suplai oksigen untuk jaringan, nasal canul di
pakai bila saturasi 90-95%
- Inf RL 30 tpm : Kristaloid, sebagai terapi rehidrasi cairan
- Inj. Ceftriaxone 2gr/12 jam, Inj. Omeprazole/ 12 jam dan paracetamol 1 flash
habis dalam 10 menit. Sulcralfat syrup 3 cth/ 8 jam.
- Pasang NGT: Aspirasi asam lambung
- Kateter DC: untuk memantau output urin
Setelah itu pasien mendapatkan transfuse PRC 2 kolf sebagai pengganti
darah yang hilang. EKG: Irama sinus, HR: 100 x/menit, ST Depresi dan gelombang
U di lead II, III, aVF. Pada foto thorax kesan kardiomegali. Lalu dilakukan
pemeriksaan Elektrolit dan enzim jantung didapatkan kalium 2,4 (L), dan CKMB
30(H).
Hasil pemeriksaan fisik di ruang HCU tanggal 9/1/2019, keadaan umum
tampak lemas, dengan kesadaran Compos Mentis, GCS: 15, Nadi: 85x/menit, RR:
28x/menit, SpO2: 100% (nasal canul O2 3 LPM). Pada status gizi didapatkan IMT:
16, 67 kg/m2 (Gizi Kurang). Pada status generalisata didapatkan: konjungtiva
anemis, terdapat nafas cuping hidung dan bantuan otot pernapasan leher. Pada
pemeriksaan paru auskultasi suara dasar vesikular, ronchi di kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan jantung didapatkan perkusi batas bawah jantung melebar di ICS
V + 2 cm ke lateral mid clavicularis sinistra. Pemeriksaan Abdomen didapatkan
Auskultasi bising usus meningkat, nyeri tekan di regio epigastrium (paling nyeri),
hipocondriaka sinistra, dan umbilical. Pada Pemeriksaan penunjang terjadi
perbaikan Hb: 9,8, Eritrosit: 3,61, Leukosit 11.600, hematokrit 29,8.
Berdasarkan Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, dapat ditegakan
diagnosis:

17
1. Penurunan kesadaran: Perlu dicari penyebab pasti, dengan kemungkinan-
kemungkinan. Penyebab penurunan kesadaran : sirkulasi(syok,gagal napas),
metabolic(hipoglikemi, hiperglikemi,), infeksi SSP, hipotermi, keracunan.
2. Melena: BAB cair > 3x berwarna hitam, nyeri perut terutama daerah
epigastrium, Hb turun, eritrosit turun, leukosit meningkat, untuk penyebabnya
dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan Esofagogastroduodenoskopi, mengetahui
letak dan perdarahan saluran cerna atas
3. Anemia normositik normokromik: didapatkan penurunan kesadaran (suplai ke
jaringan berkurang), pasien lemas, konjungtiva anemis, bradikardi, pada
pemeriksaan penunjang Hb 7,8 ( menurun), eritrosit menurun, MCV, MCH dan
MCHC normal, Perlu dilakukan pemeriksaan tambahan untuk memastikan
penyebab anemia dengan pemeriksaan morfologi darah tepi dan retikulosit.
4. NON-STEMI : didapatkan nyeri abdomen di epigastrium ( gejala masih belum
jelas, dapat menandakan angina ekuivalen atau angina tidak khas), pembesaran
jantung di rontgen thorax, terdapat ST Depresi di lead II,III, AvF menandakan
infark inferior, dan enzim jantung CKMB 30 (meningkat).
Tatalaksana lanjut yang diberikan:
- Inf D5% 20 tpm: merupakan terapi cairan maintenance diberikan sebagai salah
satu upaya untuk rehidrasi pada pasien-pasien yang mendapatkan perawatan
dirumah sakit guna memenuhi kebutuhan elektrolit-elektrolit dalam tubuh selama
masa perawatan.
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam: Antibiotik golongan cephalosporin generasi ke III.
Spektrum luas, gram negative, kerja menganggu sintesis lapisan peptidoglikan
dinding sel bakteri
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam : Golongan PPI, bekerja mengurangi asam
lambung
- Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam : Golongan antifibrinolitik, mengurangi
perdarahan dengan menghambat degradasi fibrin, meningkatkan pembekuan darah
- Inj. Vitamin K 1 amp/12 jam: mencegah kelainan pembekuan pada darah karena
defisiensi vitamin K.
- Sucralfat 2 cth/ 12 jam: antiulseran, melindungi lambung

18
- Transfusi PRC 2 kolf
- KSR 2x1 tab : Pengganti kalium yang hilang

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kesadaran adalah suatu keadaan di mana seorang individu sepenuhnya


sadar akan diri dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. Penilaian
kesadaran dapat terganggu apabila terdapat keadaan-keadaan di mana pasien
sadar namun tidak dapat merespons terhadap stimulus yang diberikan oleh
pemeriksa, seperti keadaan kerusakan input sensorik, kelumpuhan (locked in
states) atau gangguan psikiatrik1.

Penurunan kesadaran merupakan salah satu kegawatan neurologi yang


menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai hasil akhir dari
gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah
kepada gagal otak dengan akibat kematian sehingga penurunan kesadaran

19
dapat menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran,
dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu kompos mentis,
somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut
bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara
kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow2.

B. Fisiologi Kesadaran
Tingkat kesadaran manusia merupakan refleksi dari tingkat arousal
(bangun) dan gabungan fungsi kognitif otak. Arousal diperankan oleh integritas
mekanisme fisiologis yang berasal dari formatio retikularis dan struktur-
struktur lainnya yang terletak di bagian atas batang otak, mulai dari
pertengahan pons hingga ke arah ventral yakni hipotalamus. Di lain pihak,
tingkah laku sadar cenderung diperankan oleh daerah-daerah fungsional
hemisfer serebri yang satu sama lain saling berinteraksi secara luas dan
berkaitan dengan sistem aktivasi yang lebih luhur dari batang otak bagian atas,
hipotalamus dan talamus.
Mekanisme fisiologis kesadaran dan koma mulai memperoleh titik terang
sejak penelitian yang dilakukan oleh berger (1928) dan kemudian Bremer
(1937). Mereka minyimpulkan bahwa salah satu pusat kesadaran berlokasi di
daerah forebrain mengingat bahwa keadaan koma merupakan akibat yang
terjadi secara pasif bilamana rangsangan sensorik pada forebrain dihentikan
atau diputus. Pada masa berikutnya Morrison dan Dempsey (1942) menemukan
adanya talamo-tortikal difus yang tak terpengaruh oleh segala sistem sensorik
primer yang spesifik, atau dengan kata lain ternyata di samping hal diatas ada
mekanisme nonspesifik lain yang mempengaruhi kesadaran. Hal ini diperjelas
oleh penemuan Moruzzi dan Mogoun pada tahun 1949 tentang suatu daerah
tambahan pada formasio retikularis yang terletak di bagian rostral batang otak,
yang bila di rangsang akan menimbulkan aktivitas umum yang nonspesifik
pada korteks serebri, yang disebur sebagai Sistem Aktivasi Retikuler Asendens
(ARAS). Sistem ini mencakup daerah-daerah di tengah batang otak, meluas

20
mulai dari otak tengah sampai hipotalamus dan talamus, dan menjabarkan
bahwa struktur tersebut mengirimkan transmisi efek efek fisiologis difus ke
korteks baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam peranannya
terhadap arousal kesadaran3.
Secara singkat, pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi
terletak pada serabut transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus
dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan
thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi
grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus.
Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar.
Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta,
individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio
reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan
gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain bekerja
merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi
serabut difus yang menuju bagian area di forebrain.
Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang,
menerima imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem
limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan
serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum,
hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke
korteks cerebri dan ganglia basalis. ARAS juga mempunyai proyeksi non
spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi
sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara
khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon
kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan
normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori
aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika
sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal
umum dan terjaga.
C. Etiologi

21
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni
gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi
(kualitas, awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat
mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.
D. Gangguan Metabolik Toksik
Gangguan metabolik toksik merupakan salah satu etiologi dari terjadinya
gangguan kesadaran. Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada
tercukupinya penyediaan oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO),
akan menyebabkan terjadinya kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen
(O2) dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi
penurunan konsumsi oksigen di otak.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan
teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara
integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga
keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan
kesadaran. Namun, meskipun penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu,
kesadaran individu tetap dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa
darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
Proses gangguan metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer
serebri. Penurunan kesadarah disini disebabkan kegagalan difus dari
metabolisme saraf. Adapun gangguan proses metabolisme dibagi menjadi:
1. Ensefalopati metabolik primer. Disebabkan karena penyakit degenerasi
serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia
misalnya pada penyakt Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder. Penurunan kesadaran terjadi bila penyakit
ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang mengakibatkan
kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun intoksikasi.
Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem motorik

22
simetris, tetap utuhnya refleks pupil dan utuhnya gerakan-gerakan
ekstraokuler.

Tabel 1. Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan


Kesadaran2

No Penyebab metabolik atau Keterangan


sistemik
1 Elektrolit imbalans Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal
ginjal dan gagal hati.
2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik
3 Vaskular Ensefalopati hipertensif
4 Toksik Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)
5 Nutrisi Defisiensi vitamin B12
6 Gangguan metabolic Asidosis laktat
7 Gagal organ Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatik

E. Gangguan Struktur Intrakranial


Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio
retikularis yang terjadi di daerah mesensefalon dan diensefalon disebut koma
diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian
utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial6.
1. Koma supratentorial7
a. Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan
batang otak tetap normal.
b. Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer
serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan
hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya,
terjadilah herniasi girus singuli, herniasi transtentorial sentral dan
herniasi unkus.
1) Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak,
mengakibatkan iskemi dan edema.

23
2) Herniasi transtentorial atau sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak
ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis;
secara berurutan menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan
medulla oblongata melalui celah tentorium.
3) Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii
media atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan
girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas
tentorium yang akhirnya menekan mesensefalon.
2. Koma infratentorial7
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau atau serta
merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi,
perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan
sebagainya.
a. Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
1) Langsung menekan pons
2) Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah
tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.
3) Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan
menekan medulla oblongata.
Hal diatas dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum
dan sebagainya. Perlu ditentukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis)
dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang8.
Tabel 2. Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran2
No Penyebab struktural Keterangan
1 Vaskular Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal
bilateral
2 Infeksi Abses, ensefalitis, meningitis
3 Neoplasma Primer atau metastasis
4 Trauma Hematoma, edema, kontusi hemoragik

24
5 Herniasi Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli
6 Peningkatan tekanan intrakranial Proses desak ruang

F. Patofisiologi
Penurunan kesadaran merupakan bentuk disfungsi otak yang melibatkan hemisfer
kiri ataupun kanan atau struktur-struktur lain dalam dari otak (termasuk sistem
reticular activating, yang mengatur tidur dan bangun siklus), atau keduanya6.
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipotalamus maupun mesensefalon7. Secara anatomik, letak lesi yang
menyebabkan penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi dua, yaitu : supratentorial
(15%), infratentorial (15%)., dan difus (70%) misalnya pada intoksikasi obat dan

gangguan metabolik7.
Gambar 1. Patofisiologi penurunan kesadaran
G. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Tingkat kesadaran yang paling tinggi adalah kompos mentis yang berarti
kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera (aware atau awas)
dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari
dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.
Penurunan kesadaran dapat terjadi baik secara akut maupun secara kronik9.
Terganggunya kesadaran secara akut, antara lain:
1. Clouding of consciousness (somnolen) merupakan penurunan tingkat
kesadaran yang minimal sehingga pasien terlihat mengantuk dan dapat
disertai dengan mood yang irritable serta respon yang berlebih terhadap

25
lingkungan sekitar. Pada umumnya keadaan mengantuk akan lebih tampak
di pagi dan siang hari, sedangkan saat malam harinya pasien akan tampak
gelisah.
2. Delirium merupakan keadaaan terganggunya kesadaran yang lebih
dikarenakan abnormalitas dari mental seseorang dimana pasien salah
menginterpretasikan stimulan sensorik dan terkadang terdapat halusinasi
pada pasien. Berdasarkan DSM-IV, delirium adalah gangguan kesadaran
yang disertai ketidakmampuan untuk fokus atau mudah terganggunya
perhatian. Pada delirium, gangguan hanya terjadi sementara dalam waktu
yang singkat (biasanya dalam hitungan jam atau hari) dan dapat timbul
fluaktif dalam 1 hari. Pasien dengan delirium biasanya mengalami
disorientasi, pertama adalah waktu, tempat, lalu lingkungan sekitar.
3. Obtundation (apatis)  kebanyakan pasien yang dalam keadaan apatis
memiliki penurunan kesadaran yang ringan sampai sedang diikuti dengan
penurunan minat terhadap lingkungan sekitar. Pasien biasanya merespon
lambat terhadap stimulan yang diberikan.
4. Sopor  kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak
merespon, respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus.
Dalam keadaan ini dapat ditemukan gangguan kognitif.
5. Koma  keadaan dimana pasien tidak merespon sama sekali terhadap
stimulan, meskipun telah diberikan stimulan yang kuat dan terus menerus.
Pasien mungkin dapat tampak meringis atau gerakan tidak jelas pada kaki
dan tangan akibat rangsangan yang kuat, namun pasien tidak dapat
melokalisir atau menangkis daerah nyeri. Semakin dalam koma yang
dialami pasien, respon yang diberikan terhadap rangsangan yang kuat
sekalipun akan menurun.
6. Locked-in syndrome  keadaan dimana pasien tidak dapat meneruskan
impuls eferen sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan
saraf cranial perifer. Dalam keadaan ini pasien bisa tampak sadar, namun
tidak dapat merespon rangsangan yang diberikan.

26
Terganggunya kesadaran secara akut lebih berbahaya dibandingkan
terganggunya kesadaran yang bersifat kronik. Terganggunya kesadaran secara
kronik, antara lain:
1. Dementia  penurunan mental secara progeresif yang dikarenakan
kelainan organik, namun tidak selalu diikuti penurunan kesadaran.
Penurunan mental yang tersering adalah penurunan fungsi kognitif
terutama dalam hal memori atau ingatan, namun dapat juga disertai
gangguan dalam berbahasa dan kendala dalam melakukan, menyelesaikan
atau menyusun suatu masalah.
2. Hypersomnia  keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal
namun saat terbangun, kesadaran tampak menurun atau tidak sadar penuh.
3. Abulia  keadaan dimana pasien tampak acuh terhadap lingkungan sekitar
(lack of will) dan merespon secara lambat terhadap rangsangan verbal.
Sering kali respon tidak sesuai dengan percakapan atau gerakan yang
diperintahkan, namun tidak ada gangguan fungsi kognitif pada pasien.
4. Akinetic mutism  merupakan keadaan dimana pasien lebih banyak diam
dan tidak awas terhadap diri sendiri (alert-appearing immobility).
5. The minimally conscious state (MCS)  keadaan dimana terdapat
penurunan kesadaran yang drastis atau berat tetapi pasien dapat mengenali
diri sendiri dan keadaaan sekitar. Keadaan ini biasanya timbul pada pasien
yang mengalami perbaikan dari keadaan koma atau perburukan dari
kelainan neurologis yang progresif.
6. Vegetative state (VS)  bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien
yang mengalami penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien
terbuka, namun pasien tetap dalam keadaan koma. Pada keadaan ini
regulasi pada batang otak dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner dan
saraf otonom, tidak seperti pada pasien koma dimana hemisfer cerebri dan
batang otak mengalami kegagalan fungsi. Keadaan ini dapat mengalami
perbaikan namun dapat juga menetap (persistent vegetative state).
Dikatakan persisten vegetative state jika keadaan vegetative menetap
selama lebih dari 30 hari.

27
7. Brain death  merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak
mengalami kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan
fungsi jantung dan paru yang menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-
organ tubuh. Kematian otak tidak hanya terjadi pada hemisfer otak, namun
juga dapat terjadi pada batang otak
H. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif 9
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan atau Mata
(E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai
nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15.

I. Penegakan diagnosis penurunan kesadaran9


Pendekatan diagnostik pada penurunan kesadaran tidak berbeda dengan
kasus-kasus yang lainnya, yaitu melalui urutan anamnesa, pemeriksaan fisik
neurologik, dan pemeriksaan penunjang. Perbedaannya terletak pada tuntutan
kecepatan berpikir dan bertindak.
1. Pada anamnesis tanyakan pada pasien atau pada pengantar tentang
lingkungan sekeliling saat awitan terjadi serta perjalanan penyakitnya.
Beberapa poin penting yang harus ditanyakan:

28
a. Awitan: waktu, lingkungan sekeliling. Usia pasien merupakan bagian
penting dari anamnesis. Pada pasien yang sebelumnya sehat, usia muda,
panurunan kesadarannya terjadi tida-tiba, kemungkinan penyebabnya
bisa keracunan obat, perdarahan subarachnoid, atau trauma kepala.
Sedangkan pada usia tua, penurunan kesadaran yang tiba-tiba lebih
mungkin disebabkan oleh perdarahan serebral atau infark.
b. Gejala-gejala yang mendahului secara terperinci (bingung, nyeri kepala,
kelemahan, pusing, muntah, atau kejang), gejala-gejala fokal seperti sulit
bicara, tidak bisa membaca, perubahan memori, disorientasi, baal atau
nyeri, kelemahan motorik, berkurangnya enciuman, perubahan
penglihatan, sulit menelan, gangguan pendengaran, gangguan melangkah
atau keseimbangan, tremor.
c. Pemakaian obat-obatan atau alkohol.
d. Riwayat penyakit jantung, paru-paru, liver, ginjal, atau yang lainnya.
2. Pada pemeriksaan fisik yang perlu diperiksa adalah
a. Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya
dan perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut
nadi dan ada tidaknya aritmia.
b. Bau nafas
Bau nafas dapat memberi petunjuk adanya proses patologik tertentu
misalnya uremia, ketoasidosis, intoksikasi obat, dan bahkan proses
kematian yang sednag berlangsung.
c. Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata
kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan.
Pada penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus
dilakukan dengan sangat berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau
diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka
lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk
mencari ada tidaknya bruit.

29
d. Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
e. Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur
servikal (jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah
muka).Toraks/ abdomen dan ekstremitas Perhatikan ada tidaknya fraktur.
3. Pemeriksaan fisik neurologis
Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara
kualitatif dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan
neurologis meliputi derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik.
a. Umum
Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma, deviasi kepala dan
lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral, perhatikan mioklonus
(proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas seizure) atau tetani
(spontan, spasmus otot lama).
b. Level kesadaran
Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma), Kuantitatif
(menggunakan GCS)
c. Pupil
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya, Simetris/ reaktivitas cahaya
normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon baik. Pupil reaksi
normal, reflek kornea dan okulosefalik (-), dicurigai suatu koma
metabolik, Mid posisi (2-5 mm), ƒixed dan irregular, lesi mesenfalon
fokal. Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat
kolinergik. Dilatasi unilateral dan ƒixed, terjadi herniasi. Pupil bilateral
ƒixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi global, keracunan
barbiturat.
d. Pemeriksaan rangsang meningeal
e. Fungsi motorik
4. Pemeriksaan penunjang

30
a. Pemeriksaan laboratorium ada yang bersifat segera, ada yang bersifat
terencana. Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada umumnya
meliputi pemeriksaan glukosa darah, jumlah leukosit, kadar hemoglobin,
hematokrit, dan analisis gas darah. Pada kasus tertentu (meningitis,
ensefalitis, perdarahan suabarahnoid) diperlukan tindakan pungsi lumbal
dan kemudian dilakukan analisis cairan serebrospinal.
b. Pemeriksaan elektrofisiologi pada kasus koma bersifat terbatas kecuali
pemeriksaan EKG. Pemeriksaan eko-ensefalografi bersifat noninvasif,
dapat dikerjakan dengan mudahj, tetapi manfaat diagnostiknya terbatas.
Apabila ada CT scan maka pemeriksaan ekoensefalografi tidak perlu
dikerjakan. Pemeriksaan elektroensefalografi terutama dikerjakan pada
kasus mati otak (brain death).
c. Pemeriksaan radiologik dalam penanganan kasus koma tidak selamanya
mutlak perlu. CT scan akan sangat bermanfaat pada kasus-kasus GPDO,
neoplasma, abses, trauma kapitis, dan hidrosefalus. Koma metabolik
pada umumnya tidak memerlukan pemeriksaan CT scan kepala.
J. Tatalaksana Penurunan Kesadaran2
Penatalaksanaan penderita penurunan kesadaran secara umum harus dikelola
menurut prinsip 5 B yaitu 10,11:
1. Breathing. Jalan napas harus bebas dari obstruksi, posisi penderita miring
agar lidah tidak jatuh kebelakang, serta bila muntah tidak terjadi aspirasi.
Bila pernapasan berhenti segera lakukan resusitasi.
2. Blood. Usahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke
otak karena tekanan darah yang rendah berbahaya untuk susunan saraf
pusat. Komposisi kimiawi darah dipertahankan semaksimal mungkin,
karena perubahan-perubahan tersebut akan mengganggu perfusi dan
metabolisme otak.
3. Brain. Usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita
kejang sebaiknya diberikan difenilhidantoin atau karbamezepin. Bila perlu
difenilhidantoin diberikan intravena secara perlahan.

31
4. Bladder. Harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan miksi.
Kateter harus dipasang kecuali terdapat inkontinensia urin ataupun infeksi.
5. Bowel. Makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan vitamin.
Pada penderita tua sering terjadi kekurangan albumin yang memperburuk
edema otak, hal ini harus cepat dikoreksi. Bila terdapat kesukaran menelan
dipasang sonde hidung. Perhatikan defekasinya dan hindari terjadi obstipasi.

Penatalaksanaan berdasarkan etiologi, yaitu:

1. Pada gangguan sirkulasi:


a. Pada perdarahan subaranoidal diberikan Asam traneksamat 4 x 1 gr iv
perlahan-lahan selama 2 minggu, dilanjutkan peroral selama 1 minggu
untuk mencegah kemungkinan rebleeding dan diberikan pula Nimodipin
(ca blocker) untuk mencegah vasospasme. Setelah 3 minggu sebaiknya
dilakukan arteriografi untuk mencari penyebab perdarahan, dan bila
mungkin diperbaiki dengan jalan operasi.
b. Pada perdarahan intraserebral prinsip pengobatan sama seperti diatas dan
dilakukan tindakan pembedahan hanya bila perdarahan terjadi di lokasi
tertentu, misalnya serebelum.
c. Pada infark otak dapat disebabkan oleh karena trombosis maupun
emboli. Pengobatan infark akut dapat dibagi dalam 3 kelompok berupa
pengobatan terhadap edema otak dengan mannitol; pengobatan untuk
memperbaiki metabolisme otak dengan citicholine; Pemberian obat
antiagregasi trombosit dan antikoagulan.
2. Pada gangguan metabolisme:
a. Koma karena gangguan metabolime harus diobati penyakit primernya.
Penatalaksanaannya tergantung pada keadaan yang menyebabkan
gangguan pada fungsi metabolisme di otak contohnya seperti pada
penyakit diabetes melitus yang menyebabkan ketoasidosis metabolisme
atau gagal ginjal yang menyebabkan ensefalopati uremikum.
K. Prognosis

32
Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala adanya gangguan fungsi
batang otak, seperti doll’s eye phenomenon negative, refleks kornea negative,
refleks muntah negative; Pupil lebar tanpa adanya refleks cahaya; dan GCS
yang rendah (1-1-1) yang terjadi selama lebih dari 3 hari.

BAB III

KESIMPULAN

Penurunan kesadaran adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh


karena adanya gangguan terhadap sistem aktivasi retikular, baik oleh penyebab
mekanis struktural seperti lesi kompresi atau oleh penyebab metabolik destruktif
seperti hipoksia dan overdosis obat. Keragaman penyebab penurunan kesadaran
memerlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai mekanisme dan gambaran
klinis yang berbeda-beda tergantung penyebabnya. Hal ini merupakan kondisi
kegawat-daruratan yang memerlukan penatalaksaan yang cepat namun akurat,
oleh karena penyebab penurunan kesadaran yang beragam, penatalaksanaan yang
secara signifikan berbeda dan dampak luas yang ditimbulkannya.

Langkah utama dalam penatalaksanaan penurunan kesadaran adalah


membedakan mekanisme penyebabnya, apakah berupa kelainan struktural atau
metabolik, dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan neurologis serta diagnostik
yang terarah. Setelah penyebabnya diketahui terapi dapat dilakukan secara terarah
sesuai dengan penyebabnya tersebut.

33
Pada dasarnya prognosis penurunan kesadaran bersifat luas namun lebih
mengarah ke arah yang buruk, tetapi untuk penurunan kesadaran yang mempunyai
penyebab-penyebab reversibel usaha penuh harus dilakukan untuk memulihkan
keadaan penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Posner JB, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posner's Diagnosis of
Stupor and Coma. New York : Oxford University Press, 2007. ISBN 978-
0-19-532131-9.
2. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
3. Greenberg, MS. 2001. Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed.
Thieme. NY. Hal 119-123
4. England Department of Health. Hospital Episode Statistics 2002-2003.
2003.
5. Harsono. 2008. Koma dalam Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
6. Mardjono M, Sidharta P. 2012. Kesadaran dan fungsi luhur dalam
neurologi klinis dasar. Dian rakyat. Jakarta.
7. Dian S, Basuki A, 2012. Altered consciousness basic, diagnostic, and
management. Bagian/UPF ilmu penyakit saraf. Bandung.

34
8. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates
in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7.
9. Harsono (ed.) 2005. buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
10. Priguna Sidharta. 2003. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Dian
Rakyat. Jakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai