Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

STROKE PERDARAHAN SUBARACHNOID

Disusun Oleh :

Rezi Nurul Ilman Maulani

RSUD SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA (SMC)

SINGAPARNA

2018
BAB I

STATUS PASIEN

1.1. IDENTITAS PASIEN


 Nama : Ny. E
 Usia : 73 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Sukaresik
 No.RM : 18-05-13-93
 Tanggal Masuk : 13 Desember 2018
 Jam Masuk IGD : 15.30 WIB
 Ruang Perawatan : Mina

1.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien rujukan dari Puskesmas datang ke IGD RS SMC dengan keluhan penurunan
kesadaran mendadak sejak 1 hari SMRS. Keluhan muncul saat pasien sedang duduk
di teras depan rumahnya. Menurut keluarga, 2 hari sebelum keluhan muncul pasien
sebelumnya mengeluhkan muntah-muntah setiap kali diberikan makanan dan nyeri
kepala hebat. Keluhan bicara rero (-), kelemahan ekstremitas (-), demam (-), kejang
(-). Riwayat keluhan seperti ini sebelumnya (-), riwayat trauma di kepala (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit Hipertensi (+)
sejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol.

1
Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada yang sakit seperti ini sebelumnya dikeluarga pasien. Tidak ada yang
pernah memiliki penyakit stroke sebelumnya di keluarga pasien. Almarhum Ibu dan
Bapak pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
 Keadaan Umum : sakit sedang
 Kesadaran : Somnolen
 GCS : 11 (E3M3V5)
2. Tanda Vital
 Tekanan Darah : 170/100 mmHg
 Nadi : 88 x/mnt, regular, equal, isi cukup
 Pernafasan : 22 x/ menit
 Suhu : 36,8 ˚C
 SpO2 : 96 %
3. Status Generalis
 Kepala : normocephal
– Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil
isokor
– Hidung : Simetris, deviasi septum (-), massa (-), sekret (-),
PCH (-)
– Telinga : Sekret -/-, deformitas (-), massa (-)
– Mulut : Mukosa basah, deviasi (-)
 Leher
– Trakea letak sentral, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),
pembesaran JVP (-)

2
 Thorax
– Inspeksi : Pergerakan dan bentuk dada simetris
– Palpasi : Pergerakan nafas simetris, vocal fremitus kiri =
kanan normal
– Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
– Auskultasi :
o Pulmo : VBS (+) kanan=kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-
o Cor : BJ murni regular, murmur (-), gallops (-)
 Abdomen
– Inspeksi : datar, scar (-), jejas (-), massa (-)
– Auskultasi : bising usus (+) normal
– Perkusi : timpani
– Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar dan lien
dalam batas normal
 Ekstremitas : akral hangat CRT <2 detik, edema tungkai (-)

4. Pemeriksaan Neurologi
 Meningeal sign  kaku kuduk (-)
 Cranial Nerve (CN) :
– CN VII  tidak ada parese CN VII
– CN XII  sulit dinilai
 Pemeriksaan Motorik : tidak ada lateralisasi
 Refleks Fisiologi : (+)
 Refleks Patologi : (+)

3
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Hematologi Rutin (13/12/2018)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi


Hemoglobin 10.7 mg/dl 11.5-16.5 Rendah
Leukosit 15.210/mm3 4.000-10.000 Tinggi
Trombosit 257.000/mm3 150.000-450.000 Normal
Hematokrit 32.6% 35.0-45.0 Rendah
Eritrosit 4.0 juta/mm3 4.0-5.5 Normal

 Kimia Klinik dan Elektrolit (13/12/2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi
Glukosa sewaktu 149 mg/dl <150 Normal
Ureum 23 mg/dl 15-39 Normal
Creatinin 0.7 mg/dl 0.6-1.1 Normal
Natrium (Na) 122 mmol/L 136-145 Rendah
Kalium (K) 3.1 mmol/L 3.0-5.2 Normal
Kalsium 4.5 mg/dL 4.5-5.6 Normal
Klorida (Cl) 87 mmol/L 96-108 Rendah

 EKG

4
 CT SCAN KEPALA TANPA KONTRAS

5
Interpretasi CT Scan

- Daerah frontalis kiri kanan/corpus callosum tampak lesi hipodens berbatas


tidak tegas
- Daerah ganglia basalis kiri tampak lesi hipodens kecil berbatas tidak tegas
- Ventrikel lateral kiri kanan, ventrikel 3 dan 4, fisurra sylvii dan sulci
corticalis daerah frontalis kiri kanan tampak sedikit lebar.

Kesimpulan :

- Infark cerebri acute daerah frontalis kiri kanan / corpus callosum


- Prominent Virchow Robin’s space daerah ganglia basalis kiri
- Atrofi cerebri senilis

6
FOLLOW UP PASIEN SELAMA DI RS SMC

TANGGAL S O A P

13/12/18 Penurunan Kesadaran TD : 170/100 mmHg Susp. Ensefalopati e.c Advis dr. Dani., Sp.PD
19.41 WIB N : 88 x/menit elektrolit imbalance dd/ - Captopril 3 x 25 mg
IGD/GP R: 21 x/menit Sups. Stroke Perdarahan - Amlodipin 1 x 10 mg
S : 36,40C - Konsul dr. Indra., Sp. S
Defisit neurologi (-)

13/12/18 Penurunan Kesadaran Kesadaran : Somnolen Susp. Ensefalopati e.c - Informed Consent
21.20 WIB GCS : 10 elektrolit imbalance dd/ perburukan kepada keluarga
IGD/GP TD : 190/100 mmHg Sups. Stroke Perdarahan pasien
N : 90 x/menit - Advis dr. Indra., Sp. S
R: 20 x/menit NaCl 2000cc/24 jam
S : 36,40C

14/12/18 Penurunan Kesadaran GCS : E3M3V1 Metabolik Ensefalopati - IVFD NaCl 2000 cc/24 jam
08.00 WIB Lateralisasi (-) e.c Hiponatremia - Pasang NGT
NEURO/dr. Indra.,
Sp.S

6
14/12/18 Penurunan Kesadaran GCS : 5 (E1M3V1) Susp. Stroke? - IVFD NaCl 2000 cc/24jam
IPD/dr.Dani.,Sp.PD TD 190/80 mmHg - Captopril 3 x 25 mg
SpO2 : 98% dengan NRM 8 - Amlodipin 1 x 10 mg
Lpm - Cek Elektrolit (Na, Cl, K)
HR : 120x/menit - Saran : CT Scan Kepala dan
RR : 26 x/menit pasang NGT

15/12/18 Penurunan Kesadaran GCS : E3M2V0 Metabolik ensefalopati - IVFD NaCl 2000 cc/24jam
NEURO/dr.Indra., Lateralisasi (-) e.c Hipokalemia - Rencana CT Scan
Sp.S
Hasil Lab elektrolit :
Natrium : 129
Kalium : 3.0
Klorida : 91

15/12/18 Informed Consent ke keluarga pasien tentang kondisi pasien. Diagnosis Hasil CT Scan - Saran dr. Indra., Sp. S
GP adalah SAB (Subarachnoid Bleeding) dengan perdarahan di lapisan otak paling atas. Rujuk RSHS untuk dilakukan
Angiografi

7
16//12/18 Penurunan Kesadaran GCS : E4M2V0 Subarachnoid Bleeding - IVFD NaCl 0,9 % 2000c/24
GP jam
- Mannitol 20%
- Nimotop 4 x 60 mg/ NGT
16/12/18 Demam (+) Kesadaran: Koma Subarachnoid Bleeding - Informed Consent ke
Jam 23.30 WIB Penurunan Kesadaran GCS: E1M1V1 keluarganya tentang kondisi
GP TD : 130/100 mmHg pasien
N : 130 x/menit - Keluarga menolak dilakukan
R : 26 x/menit RJP (DNR)
S: 38,60C - Inj. Sanmol 1 gr iv (extra)
SpO2 : 90%
16/12/18 Nadi (-) - Pasien dinyatakan meninggal dihadapan Keluarganya
Jam 00.25 Nafas (-)
Pupil midriasis totalis
EKG : Asistol

8
1.5. RESUME

Pasien rujukan dari Puskesmas datang ke IGD RS SMC dengan keluhan


penurunan kesadaran mendadak sejak 1 hari SMRS. Keluhan muncul saat pasien
sedang duduk di teras depan rumahnya. Menurut keluarga, 2 hari sebelum keluhan
muncul pasien sebelumnya mengeluhkan muntah-muntah setiap kali diberikan
makanan dan nyeri kepala hebat.

Pemeriksaan Fisik :

 Keadaan Umum : sakit sedang


 Kesadaran : Somnolen
 GCS : 11 (E3M3V5)

Tanda Vital

 Tekanan Darah : 170/100 mmHg


 Nadi : 88 x/mnt, regular, equal, isi cukup
 Pernafasan : 22 x/ menit
 Suhu : 36,8 ˚C
 SpO2 : 96 %

Pemeriksaan Fisik lainnya dalam batas normal

Pemeriksaan Neurologis : Tidak ada lateralisasi, reflex fisiologi (+), reflex patologi
(+)

Pemeriksaan Laboratorium :

- Hb, Ht  rendah
- Leukosit  tinggi (leukositosis)
- Natrium  rendah
- Klorida  rendah

EKG : Left Atrial Enlargement (LAE)

1
CT Scan Kepala :

- Infark cerebri acute daerah frontalis kiri kanan / corpus callosum


- Prominent Virchow Robin’s space daerah ganglia basalis kiri
- Atrofi cerebri senilis

1.6. DIAGNOSIS KERJA


Stroke Perdarahan Subarachnoid

1.7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Awal di IGD
1. Non farmakologi :
– O2 3-4 lpm via nasal canul
2. Farmakologi :
– Cairan Hidromal asnet
– Citicholin 1 x 1 gr iv
– Pantoprazol 1 x 40 mg iv

Penatalaksanaan selama di ruang perawatan :

- IVFD NaCl 2000 cc/24jam


- Captopril 3 x 25 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Pemasangan NGT
- Mannitol 20%
- Nimotop 4 x 60 mg/ NGT
- Inj. Sanmol 1 gr iv (extra)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stroke

2.1.1. Definisi

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, berlangsung

lebih dari 24 jam atau menimbulkan kematian tanpa ada penyebab lain selain yang

berasal dari vaskular. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat

disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh

oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan

glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Stroke hemoragik dapat berupa

perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.1,2

Transient Ischemic Attack (TIA) adalah defisit neurologis akut yang didasari

kelainan vaskular serta pulih dalam waktu singkat kurang dari 24 jam. 1

2.1.2. Epidemiologi

Kasus stroke di Indonesia menunjukkan peningkatan baik kejadian, kecacatan

sampai kematian. Berdasarkan data RISKESDAS menyebutkan dari 8,3% per 1000

penduduk (2007) prevalensi stroke menjadi 12,1% per 1000 penduduk (2013).

Sekitar 4,3% penderita stroke mengalami kecacatan yang berat, sedangkan angka

kematian berkisar 15-27% untuk semua kelompok usia. Stroke lebih sering terjadi

pada laki-laki dibandingkan perempuan dan risiko terjadinya stroke meningkat

seiring bertambahnya usia profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64

tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia

7
produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam

pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari1,3,4

2.1.3. Faktor Resiko

 Yang tidak dapat dimodifikasi:

 usia

 jenis kelamin

 ras

 riwayat keluarga dengan stroke, serangan jantung atau TIA

 Yang dapat dimodifikasi:

 Hipertensi

 Diabetes mellitus

 merokok

 konsumsi alkohol

 kontrasepsi oral

8
 peningkatan hematokrit

 bruit karotis asimtomatis

 hiperurisemia

 dislipidemia

2.1.4. Klasifikasi

Stroke dikelompokkan sebagai berikut:4

 Berdasarkan Kelainan Patologis

1. Stroke hemoragik (20-30%)

a. Perdarahan intra serebral

b. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

2. Stroke non-hemoragik (70-80%) stroke iskemik, infark otak,

penyumbatan

a. Stroke akibat trombosis serebri

b. Emboli serebri

c. Hipoperfusi sistemik

 . Berdasarkan Waktu Terjadinya

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

3. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

4. Completed stroke

 Berdasarkan Lokasi Lesi Vaskuler

1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler

9
2.1.5. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non- Hemoragik

2.2. Stroke Perdarahan Subarachnoid (PSA)

2.2.1. Definisi

Pendarahan subarachnoid adalah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga

subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid

ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga

antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang

merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges).

10
Gambar Lapisan Meningens

2.2.2. Epidemiologi

Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO

(Gangguan Peredaran Darah Otak).4,5 Prevalensi terjadinya perdarahan subaraknoid

dapat mencapai hingga 33.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Perdarahan

subarachnoid memiliki puncak insidens pada usia sekitar 55 tahun untuk laki-laki

dan 60 tahun untuk perempuan. Lebih sering dijumpai pada perempuan dengan

rasio 3:2.5

2.2.3. Etiologi

Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah

ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi

arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di

arteri otak seperti:6

11
1.) Aneurisma sakuler (berry)

Gambar Aneurisma sakuler (berry)

Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering

aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri

media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat

berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%), dan basilar tip

(10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur

disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans

posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial

ketiga (pasien mengalami dipopia).6

Gambar Lokasi Aneurisma pada Perdarahan Subarachnoid

12
2.) Aneurisma fusiformis

Gambar Aneurisma fusiformis

Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut

aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen

intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri

basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau

hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan

batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat

pembentukan bekuan intraaneurismal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini

biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan

pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur

patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai

darah serebral.6

3.) Aneurisma mikotik

Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya

terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa disebabkan

oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan;

struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.6

13
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari

jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau

lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui

kapiler yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung

tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang

dan melebar karena langsung menerima aliran darah tambahan yangberasal dari

arteri. Pembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah

sama halnya seperti yang terjadi paada aneurisma.7 MAV dikelompokkan menjadi

dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis

sinus, trauma, atau kraniotomi.5

2.2.4. Faktor Resiko8

- Riwayat keluarga dengan aneurisma (15% kasus)

- Jenis kelamin (perempuan 55% kasus)

- Usia diatas 41 tahun (>90% kaus)

- Riwayat penyakit lainnya (ginjal polikistik, kelainan jaringan ikat,

neurofibromatosis, dll)

- Merokok (resiko terjadinya PSA meningkat 3x lipat)

- Penggunaan alcohol (meningkatkan resiko pecahnya aneurisma)

- Tekanan darah tinggi (meningkatkan resiko terbentuknya dan pecahnya

aneurisma)

2.2.5. Patofisiologi

Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama.

Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam

14
sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri

communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri

bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di

bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.9

Gambar Lokasi aneurisma

Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa,

terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture

tidak dipahami. Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk

selama waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami perubahan

sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma

ruptur diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal

dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang.

Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari

dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma bertanggung

jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko rupture menjadi rendah.9

Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan kejadian

pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur. Secara

15
keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada aneurisma yang

tidak rupture.9

Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam kehidupan.

Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien berusia antara 15 dan

45 tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat dikaitaan dengan kejadian ini,

mulai dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari, dan aktivitas berat.9

Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti memiliki

riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum perdarahan

besar. Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba di rumah sakit.

Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap

ada risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25%

kembali rupture dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah

kejadian pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan kedua hampir 70%.9

2.2.6. Manifestasi Klinis

Gejala yang umum dijumpai adalah nyeri kepala hebat yang dirasakan pasien,

namun lokasi perdarahan yang berbeda setiap orang akan membuat klinis menjadi

berbagai macam sehingga hampir setiap pasien dengan Perdarahan Subarachnoid

mempunya gejala yang berbeda.8 Tanda klasik Perdarahan Subarachnoid meliputi :

1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak

2. Hilangnya kesadaran

3. Fotofobia

4. Meningismus

5. Mual dan muntah.

16
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak

tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh

perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tanda-

tanda peringatan tadi dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi

sebelum terjadinya perdarahan yang hebat.10

Tanda-tanda peringatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan

kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri

tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan

seperti “disambar petir”. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah)

dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut: defek medan penglihatan,

gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang

terlokalisasi.10

Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek

medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal.

Aneurisma pada arteri karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius,

defek medan penglihatan, penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat.

Aneurisma pada arteri karotis internus didalam sinus kavernosus, bila tidak

menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat menimbbulkan sindrom sinus

kavernosus. Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia,

kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat

menimbulkan paresis okulomotorius.10

Hasil pemeriksaan fisik penderita Perdarahan Subarachnoid bergantung pada

bagian dan lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja

atau kombinasi dengan hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular.

17
Dengan demikian tanda klinis dapat bervariasi mulai dari meningismus ringan,

nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat dan koma. Sementara itu, reflek

Babinski positif bilateral.10

Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa terjadi

pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari kemudian.

Disfasia tidak muncul pada PSA tanpa komplikasi, bila ada disfasia maka perlu

dicurigai adanya hematom intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya

demensia dan labilitas emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena

sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior.10

Disfungsi nervus kranialis dapat terjadi sebagai akibat dari :

a) kompresi langsung oleh aneurisma

b)kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah

c)meningkatnya TIK.

Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup luas atau

besar, atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari munculnya

vasospasme. Perdarahan dapat meluas kearah parenkim otak. Sementara itu,

hematom dapat menekan secara ekstra-aksial.10

Iskemik otak yang terjadi kemudian merupakan ancaman serta pada penderita

PSA. Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh cabang-cabang besar

sirkulus Willisi yang terpapar darah akan mengalami vasospasme yang berlangsung

antara 1-2 minggu tau lebih lama lagi.10

18
2.2.7. Diagnosis

Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar antara 23%

hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi

lebih cermat. Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis PSA.2

Maka dari itu faktor resiko terjadinya PSA perlu diperhatikan seperti pada tabel

berikut:

Pada pemeriksaan fisik dijumpai semua gejala dan tanda seperti yang dijelaskan

sebelumnya. Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang

lainnya, seperti:2

1. CT Scan

Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena sensitivitasnya

tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya

mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan tetapi akan

turun pada 1 minggu setelah serangan.

19
Gambar CT Scan Perdarahan Subarachnoid

2. Pungsi Lumbal

Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic selanjutnya

adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk

menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang

mendukung diagnosis perdarahan subarachnoid adalah adanya eritrosit,

peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosit

meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai

sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan

adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan

serebrospinal.2

3. Angiografi

Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi

aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif

serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh

pembuluh darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma

20
multiple. Foto radiologic yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset

pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus

dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun

batang otak. Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi

dan prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan.2

Tabel Skala Hunt dan Hess

2.2.8. Tatalaksana

Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah

identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan

pembedahan atau tindakan intravascular lain. Jalan napas harus dijamin aman dan

pemantauan invasive terhadap central venous pressure dan atau pulmonary artery

pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan.2

Untuk mencegah peningkatan tekanan intracranial, manipulasi pasien harus

dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesik dan pasien

harus istirahat total. Perdarahan subarachnoid yang disertai dengan peningkatan

tekanan intracranial harus diintubasi dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus

diatur untuk mencapai PCO2 sekitar 30-35 mmHg.2

21
Beberapa obat yang dapat diberikan untuk menurunkan tekanan intracranial

seperti:

 Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial secara

signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).

 Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan intracranial

 Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan intracranial

masih kontroversial tapi direkomendasikan oleh beberapa penulis lain.

Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan

dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan neurologis

lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan jika perlu diberi obat-

obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Akan tetapi,

rekomendasi saat ini menganjurkan penggunaan obat-obat anti hipertensi pada PSA

jikalau MABP diatas 130 mmHg.2

Setelah aneurisma dapat diamankan, sebetulnya hipertensi tidak masalah lagi,

tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan berapa nilai amannya. Analgesic

seringkali diperlukan, obat- obat narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi.

Dua faktor penting yang dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia

dan hipertermia, karena itu keduanya harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap

thrombosis vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan

peralatan kompresif sekunsial, heparin subkutan dapat diberikan setlah dilakukan

penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat mengurangi

risiko komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral.2,11

22
2.2.9. Komplikasi

Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada

perdarahan subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status mental,

defisit neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda

dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas.2

Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi risiko

perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus

dikelola hati-hati dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine

(hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi (hipertensi). Tekanan darah sistolik

harus dipertahankan >100 mmHg untuk semua pasien selama ±21 hari. Sebelum

ada perbaikan, tekanan darah sistolik harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan

selama ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 1200-

220 mmHg. Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat

terjadi adalah hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsy.2

2.2.10. Prognosis

Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal

tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama sekitar

60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%. Apabila

tidak ada intervensi bedah maka sekitar 30% penderita meninggal dalam 2 hari

pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam 2 bulan pertama.10

Pendapat lain mengemukakan bahwa prognosis pasien-pasien PSA tergantung

lokasi dan jumlah perdarahan serta ada tidaknya komplikasi yang menyertai.

Disamping itu usia tua dan gejala-gejala yang berat memperburuk prognosis.

23
Seseorang dapat sembuh sempurna setelah pengobatan tapi beberapa orang juga

meninggal walaupun sudah menjalani treatment.11

Prognosis yang baik dapat dicapai jika pasien-pasien ditangani secara agresif

seperti resusitasi preoperative yang agresif, tindakan bedah sedini mungkin,

penatalaksanaan tekanan intracranial dan vasospasme yang agresif serta perawatan

intensif perioperative dengan fasilitas dan tenaga medis yang mendukung.12

Adapun beberapa penanganan yang dapat dilakukan sendiri di rumah pasca

pengobatan, seperti:13

1. Mengkonsumsi obat secara teratur

2. Rajin memeriksakan tekanan darah

3. Mengkonsumsi makanan yang sehat

4. Minum bnyak cairan

5. Menghindari kebiasan merokok.

2.3. HIPONATREMIA

Natrium berperan dalam menentukan status volume air dalam tubuh.

Keseimbangan natrium yang terjadi dalam tubuh diatur oleh 2 mekanisme yaitu:

- Kadar natrium yang sudah tetap pada batas tertentu (Set-Point)

- Keseimbangan antara natrium yang masuk dan yang keluar (Steady-State)

Perubahan kadar natrium dalam cairan ekstrasel akan mempengaruhi kadar

hormone terkait seperti Hormon Anti-Diuretik (ADH), sitem RAA (Renin-

Angiotensin Aldosteron), Atrial Natriuretic Peptide (ANP), Brain Natriuretic

Peptide (BNP), Hormon-hormon ini yang akan mempengaruhi eksresi natrium di

dalam urin.14,15

24
Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit tersering yaitu keadaan dimana

kadar serum natrium <135 mmol/L. Gejala hiponatremia meliputi mual, muntah

letargi, disorientasi, kebingungan dan jika parah dimana kadar natrium <120

mmol/L dapat menyebabkan kejang, herniasi sentral, koma dan bahkan kematian.14

Menurut waktu terjadinya hyponatremia dapat dibagi ke dalam :

- Hiponatremia Akut

Bila kejadian hiponatremia berlangsung cepat yaitu kurang dari 48 jam. Pada

keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti penurun kesadaran dan

kejang. Hal ini terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ekstrasel

masuk ke intrasel yang osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga

sebagai hyponatremia simptomatik.14,15

- Hiponatremia Kronik

Bila kejadian hyponatremia berlangsung lambat yaitu lebih dari 48 jam. Pada

keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran atau

kejang, gejala yang terjadi hanya ringan seperti lemas atau mengantuk.

Kelompok ini disebut sebagai hyponatremia asimptomatik.14,15

Penatalaksanaan Hiponatremia15

Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari penyebab terjadinya hiponatremia

dengan cara :

- Anamnesis (riwayat muntah, penggunaan diuretic, penggunaan mannitol)

- Pemeriksaan fisik (apakah ada tanda-tanda hipovolemia atau bukan)

- Pemeriksaan gula darah, lipid darah

- Pemeriksaan osmolalitas darah

25
- Pemeriksaan osmolalitas urin atau dapat juga dengan memeriksa berat jenis

urin

- Pemeriksaan natrium, kalium, klorida dalam urin untuk melihat jumlah eksresi

elektrolit dalam urin.

Langkah selanjutnya melakukan pengobatan yang tepat.

- Hyponatremia akut, koreksi Na dilakukan secara cepat dengan pemberian

larutan natrium hipertonik intravena. Kadar natrium plasma dinaikkan

sebanyak 5 meq/L dari kadar natrium awal dalam waktu 1 jam. Setelah itu

kadar natrium plasma dinaikkan sebesar 1 meq/L setiap 1 jam sampai kadar

natrium darah mencapai 130 meq/L. Rumus yang dipakai untuk mengetahui

jumlah natrium dalam larutan natrium hipertonik yang diberikan adalah 0,5 x

berat badan (kg) delta Na. Delta Na adalah selisih antara kadar natrium yang

diinginkan dengan kadar natrium awal.15

- Hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan yaitu sebesar 0,5

meq/L setiap 1 jam maksimal 10 meq/L dalam 24 jam. Bila delta Na sebesar 8

meq/L dibutuhkan waktu pemberian selama 16 jam. Rumus yang dipakai

adalah sama dengan diatas. Natrium yang dibeikan dapat dalam bentuk natrium

hipertonik iv atau oral.15

26
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

1.3. Pembahasan Diagnosis Stroke Perdarahan Subarachnoid

TEORI KASUS
Definisi : Pasien datang dengan keluhan penurunan
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal kesadaran sejak 1 hari smrs secara tiba-tiba
maupun global akut, berlsangsung lebih dari 24
jam. . Stroke dengan defisit neurologik yang
terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
perdarahan otak.

Epidemiologi : 1. Pasien berjenis kelamin perempuan


Perdarahan subarachnoid memiliki puncak 2. Usia Pasien 73 tahun
insidens pada usia sekitar 55 tahun untuk laki-
laki dan 60 tahun untuk perempuan. Lebih sering
dijumpai pada perempuan dengan rasio 3:2
Faktor Resiko PSA: 1. Pasien berjenis kelamin perempuan
- Riwayat keluarga dengan aneurisma (15% 2. Usia pasien 73 tahun
kasus) 3. Pasien memiliki riwayat penyakit
- Jenis kelamin (perempuan 55% kasus) darah tinggi tidak terkontrol
- Usia diatas 41 tahun (>90% kaus)
- Riwayat penyakit lainnya (ginjal poli bvkistik,
kelainan jaringan ikat, neurofibromatosis, dll)
- Merokok (resiko terjadinya PSA meningkat 3x
lipat)
- Penggunaan alcohol (meningkatkan resiko
pecahnya aneurisma)
- Tekanan darah tinggi (meningkatkan resiko
terbentuknya dan pecahnya aneurisma)

Gejala klinis : 1. Pasien datang dengan keluhan


1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak penurunan kesadaran mendadak
2. Hilangnya kesadaran 2. Sebelumnya pasien mengeluhkan
nyeri kepala hebat dan mual muntah
3. Fotofobia
4. Meningismus
5. Mual dan muntah.

27
Pemeriksaan Penunjang : Pada pasien hanya dilakukan pemeriksaan
- CT-Scan CT Scan saja.
- Pungsi Lumbal
- Angiografi

Tatalaksana : Pada pasien diberikan obat-obatan :


Beberapa obat yang dapat diberikan untuk 1. Captopril 3 x 25 mg
menurunkan tekanan intracranial seperti: 2. Amlodipin 1 x 10 mg
 Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan
3. Mannitol 20%
tekanan intracranial secara
signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).
 Loop diuretics (furosemide) dapat juga
menurnukan tekanan intracranial
 Intravenous steroid (dexamethasone) untuk
menurunkan tekanan intracranial masih
kontroversial tapi direkomendasikan oleh
beberapa penulis lain.

Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal


dan jika perlu diberi obat-obat antihipertensi
intravena, seperti labetalol dan nikardipin.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Arifputera A, Tanto C, Anindhita T. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Ed IV.


Fakultas Kedokteran UI: Media Aesculapius; 2012
2. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Continuing Medical
Education 185. Vol 38 No 4; 2011
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
Kementrian Kesehatan RI; 2013
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta: Perdossi; 2011
5. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing
Medical Education. 2012;39
6. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
7. Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM). Mayfield
Clinic. 2013.
8. Health System University of Michigan. Subarachnoid haemorrhage (SAH) a
guide for patients and gamilies in the neurosurgery intensive care unit.
Department of Neurosurgery. 2016
9. Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid Hemorrhage.
Netter's Neurology2014. p. 526-37.
10. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Pres; 2011.
11. Jasmine L. Subarachnoid Hemorrhage. Medline Plus. 2013.
12. Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM). Mayfield
Clinic. 2013
13. Wahjoepurmono EJ, Junus J. Tindakan Pembedahan pada Penderita
Aneurisma Intrakranial. 2003;22(2).
14. Fauci, Brauwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s
Manual of Medicine. 17th ed. McGraw-Hill. 2009
15. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I.VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014.

29

Anda mungkin juga menyukai