Oleh:
dr. Ririn Anggraini KS
Pendamping:
dr. Sylvia Agestie
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………
1 BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….
3 BAB 2 STATUS PASIEN……………………………………………………………............
5
3.2.2 Epidemiologi………………………………..……………………................... 14
1
3.2.3 Etiologi……………………………………………………………………..... 14
3.2.4 Patofisiologi………………………………..……………………................... 15
3.2.5 Manifestasi Klinis………………………………..……………………......... 17
3.2.6 Diagnosis………………………………..……………………........................ 19
3.2.7 Algoritma Diagnosis………………………………..……………………...... 22
3.2.8 Tatalaksana………………………………………………………………… 23
3.2.9 Komplikasi………………………………………………………………… 27
3.2.10 Prognosis………………………………..…………………….........................
28
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….. 31
BAB I PENDAHULUAN
3
BAB II STATUS PASIEN
2.1 Identitas
Nama : Tn. SDM
Umur : 80 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Jl. Mangkubumi No. 14
Tanggal masuk : 13 Februari 2023
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Tidak dapat buang air kecil
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang diantar keluarganya ke rumah sakit dengan keluhan tidak dapat
buang air kecil (BAK) sama sekali sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS) dan
terjadi secara tiba-tiba. Pasien juga mengeluh adanya nyeri perut bawah.
Pasien mengeluh keluhan sulit buang air kecil (BAK) sudah dirasakan sejak 1
minggu terakhir. Pasien harus mengejan untuk BAK, hanya menetes, namun masih
sering terasa ada sisa setelah BAK. Pasien agak lama dalam memulai BAK disertai
mengejan. Pancaran BAK mulai melemah dan BAK terasa tidak puas karena masih
menetes. Gejala ini tidak disertai dengan demam.
4
• Riwayat penyakit tekanan darah tinggi (+) dengan obat rutin Herbesser CD
dan Amlodipin
• Riwayat penyakit kencing manis (-) • Riwayat asma atau alergi (-)
Riwayat penyakit keluarga :
- Thorax
• Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri
simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan
5
paru, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
• Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-)
- Abdomen :
Inspeksi : Perut datar simetris.
Palpasi : Hepar dan Lien tidak membesar, nyeri tekan suprapubik
(+), full blast (+) defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
- Status lokalis
Rectal Touche : TSA baik, mukosa rectum licin, ampula tidak kolaps,
teraba massa arah jam 11-1, konsistensi kenyal padat,
batas tegas, permukaan rata licin, sulcus medianus teraba,
lobus kanan dan kiri simetris, nodul (-), pool atas tidak
teraba (-
) nyeri tekan (-)
HA : Feses(-), darah(-)
Pemeriksaan IPSS
Untuk pertanyaan no.1-6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut :
0 = tidak pernah 3 = kurang lebih separuh kejadian
6
1 = <1 dari 5 kejadian 4 = lebih dari separuh kejadian
2 = separuh kejadian 5 = hampir selalu
E. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium ( tanggal 13 Februari 2023 )
Hb : 18,4 g/dl
Ht : 57 %
Leukosit : 3210/ul
Trombosit : 77.000/ul
DC : 0/0/0/62/30/8
Glukosa darah sewaktu : 90 mg/dl
Na : 139
Kalium : 3,6
Ureum : 22,4 mg/dl
Kreatinin : 1,01 mg/dl
BT (masa pendarahan) : 2’
CT (masa pembekuan) : 12’
7
Pemeriksaan USG:
2.4 Resume
Anamnesis
Pasien laki-laki berumur 80 tahun datang dengan keluhan :
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
2.9 Follow Up
Tanggal Subjective Objective Assessment Plan
13/2/2023 BAK lewat DC KU: TSS Retensio urine ec 1.
Terpasang DC
lancar, darah (-) Sens: CM BPH 2.
Infus RL gtt 20
TD: 170/90 3.
Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
HR: 80x/mnt 4.
Inj. Lansoprazole 1 vial/ 24
RR: 20x/mnt jam
5. USG
6. Konsul PDL
Herbesser CD 1x200mg PO
Candesartan1x16mg PO
Bisoprolol 1x5mg PO
7. Pro TURP tgl 14/2/2023 pukul
14.00
14/2/2022 Nyeri post. Op (+) KU: TSS BPH post TURP 1. Terpasang DC
DC lancar (+), darah Sens : CM POD 0 2. Infus RL gtt 20
(-), blood cloth (-), TD: 130/90 3. Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam Inj.
BAB (+) HR: 83x/menit 4. Lansoprazole 1 vial/ 24 jam
RR: 20x/menit
14/2/2022 Nyeri post. Op (+) KU: TSS BPH post TURP 1. Boleh pulang
DC lancar (+), darah Sens: CM POD 0 2. Paracetamol 3x1
(-), makan mulai TD: 130/90 3. Cefixime 2x1
mau minum mau HR: 83x/menit 4. Harnal Ocas 1x1
RR: 20x/menit
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
9
posterior, yang panjangnya sekitar 2,5 cm. Prostat dikelilingi oleh capsula
fibrosa. Diluar capsula terdapat selubung fibrosa yang merupakan bagian dari
lapisan visceral fascia pelvis. Prostat yang berbentuk kerucut mempunyai basis
yang terletak di superior dan berhadapan dengan collum vesicae; dan apex
prostatae yang terletak di inferior berhadapan dengan diaphragma urogenitaie.
Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostat untuk
bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus.2
Gambar 1. Anatomi dan hubungan antara ureter, kandung kemih, prostat, vesikula seminalis,
dan vas deferens (tampilan anterior).2
Prostat dapat dibagi menjadi dua cara: menurut lobus atau menurut zona.
Prostat secara tidak sempurna terbagi dalam lima lobus. Lobus anterior terletak di
depan urethra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius atau lobus
medianus adalah kelenjar berbentuk baji yang terletak di antara urethra dan
ductus ejaculatorius. Facies superior lobus medius berhubungan dengan trigonum
vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar. Lobus posterior terletak di
belakang urethra dan di bawah ductus ejaculatorius dan juga mengandung
jaringan kelenjar. Lobus lateralis dexter dan sinister terletak di samping urethra
dan dipisahkan satu dengan yang lain oleh alur vertikal dangkal yang terdapat
pada permukaan posterior prostat.4 Masing-masing lobus lateralis mengandung
banyak kelenjar. McNeal (1981) membagi prostat menjadi empat zona: zona
perifer, zona pusat (mengelilingi saluran ejakulasi), zona transisi (mengelilingi
uretra), dan zona fibromuskuler anterior. 2
10
Gambar 2. Pembagian anatomi prostat berdasarkan zona.2
Gambar 3. Hubungan anatomi antara kandung kemih, prostat, uretra, dan akar penis. 2
Pasokan arteri ke prostat berasal dari arteri vesikalis inferior, pudendal internal, dan rectalis
media. Vena-vena dari prostat mengalir ke pleksus periprostatik, yang memiliki hubungan
dengan vena dorsalis profunda penis dan vena iliaka interna (hipogastrik).2
Kelenjar prostat menerima persarafan yang kaya dari saraf simpatis dan
parasimpatis dari pleksus hipogastrik inferior. Saraf simpatik merangsang otot
polos prostat selama eiakulasi. Limfatik dari prostat mengalir ke iliaka internal
(hipogastrik), sakral, vesikalis, dan kelenjar getah bening iliaka eksternal.2
11
Prostat terdiri dari kapsul fibrosa tipis yang di bawahnya diorientasikan
serat otot polos yang melingkar dan jaringan kolagen yang mengelilingi uretra
(sfingter involunter). Jauh di dalam lapisan ini terletak stroma prostat, yang
terdiri dari jaringan yang terhubung dan serat otot polos yang tertanam kelenjar
epitel. Kelenjar ini mengalir ke saluran ekskretoris utama (jumlahnya sekitar 25),
yang terbuka terutama di lantai uretra antara verumontanum dan leher vesikalis.
Tepat di bawah epitel transisional dari uretra prostat terletak kelenjar
periurethral.2
3.2.2 Epidemiologi
Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah tumor jinak yang paling
umum pada pria, dan insidennya berkaitan dengan usia. Prevalensi kejadian
BPH akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Hal ini sejalan dengan
prevalensi histologis BPH yang berasal dari autopsi, meningkat dari sekitar
12
20% pada pria berusia 41-50 tahun menjadi 50% pada pria berusia 51-60
tahun dan meningkat menjadi 80% hingga 90% pada mereka yang berusia
diatas 70 tahun. Meskipun bukti klinis penyakit tersedia lebih jarang, gejala
obstruksi prostat juga berkaitan dengan usia. Pada usia 55 tahun, sekitar 25%
pria melaporkan gejala obstruktif berkemih. Pada usia 75 tahun, 50% pria
mengeluhkan penurunan kekuatan dan kaliber aliran urin mereka.6,7
3.2.3 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT)
dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah teori dihidrotestosteron,
adanya ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron, interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, dan berkurangnya kematian sel (apoptosis). 8
Teori dihidrotestosteron
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas
enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH.
Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.
Interaksi stroma-epitel
3.2.4 Patofisiologi
15
Tabel 1. Gejala LUTS 8
16
Gambar 5. International Prostate Scoring System9
3.2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
18
Pemeriksaan fisik, digital rectal examination (DRE), dan pemeriksaan
neurologis terfokus dilakukan selama adanya temuan klinis. Pada
pemeriksaan colok dubur/DRE dinilai ukuran dan konsistensi. Pada BPH
biasanya menghasilkan pembesaran prostat yang halus, kencang, dan elastis.
Indurasi, jika terdeteksi, harus membuat dokter waspada terhadap
kemungkinan kanker dan perlunya evaluasi lebih lanjut.2
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan infeksi atau
hematuria dan pengukuran kreatinin serum untuk menilai fungsi ginjal
diperlukan. Serum PSA dianggap opsional, tetapi kebanyakan dokter akan
memasukkannya dalam evaluasi awal. Pemeriksaan PSA, jika dibandingkan
pemeriksaan colok dubur saja dapat meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi
kanker prostat, tetapi masih kontroversial karena terdapat banyak tumpang tindih
antara kadar yang terlihat pada BPH dan kanker prostat.2 d. Pencitraan
Pencitraan saluran atas (USG ginjal atau urogram tomografi
terkomputerisasi [CT]) direkomendasikan hanya jika ada penyakit saluran
kemih yang terjadi bersamaan atau komplikasi dari BPH (misalnya,
hematuria, infeksi saluran kemih, insufisiensi ginjal, riwayat penyakit batu).
TRUS berguna untuk menentukan ukuran prostat bagi laki-laki yang akan
menjalani operasi prostat yang diduga mengalami pembesaran prostat yang
parah berdasarkan DRE.2
e. Sistoskopi
Pemeriksaan Sistoskopi ini diperlukan ketika terdapat gejala obstruktif
yang ditandai dengan pembesaran prostat relatif minimal, sistoskopi mungkin
berguna untuk mengidentifikasi leher kandung kemih tinggi, striktur uretra,
atau patologi lainnya. Jika BPH dikaitkan dengan hematuria, maka sistoskopi
wajib dilakukan untuk menyingkirkan kelainan kandung kemih lainnya.2
19
3.2.7 Algoritma Diagnosis
3.2.8 Tatalaksana
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan
medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat
sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan
nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka akhirnya ada yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.8
b. Terapi Medikamentosa
• Penghambat reseptor adrenergik-α
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat
penghambat adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada
saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak
selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan
mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh
pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak
diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan kelainan
kardiovaskuler lain. penghambat adrenergik–α1 adalah: prazosin
yang diberikan dua kali sehari, terazosin, afluzosin, dan doksazosin
yang diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan
dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine. 8
21
DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat
menurun. 8
• Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data
farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung
mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-
estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone binding
globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF)
dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme
prostaglandin, efek anti- inflammasi, menurunkan outflow
resistance, dan memperkecil volume prostat.
Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan
masih banyak lainnya. 8
c. Terapi Kombinasi
d. Terapi Operatif
Baik pembedahan maupun AUR (acute urine retention)
merupakan titik akhir yang berbeda dalam perkembangan penyakit
BPH. Namun demikian, ada perbedaan yang nyata. AUR adalah
komplikasi BPH yang memerlukan manajemen, dan pembedahan
adalah salah satu manajemen yang umum digunakan. Kebanyakan
pasien menjalani operasi untuk mengatasi gejala bukan untuk AUR.
AUR merupakan salah satu indikasi untuk melakukan pembedahan
pada pasien dengan BPH.13
23
(6) penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akibat
BPH (7) Perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran
kemih bagian atas.
Indikasi relatif lain untuk terapi pembedahan adalah keluhan
sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian
terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi
medikamentosa.13
3.2.9 Komplikasi
Komplikasi dari BPH yang progresif jarang terjadi. Dalam praktik
klinis, risiko timbulnya batu kandung kemih dianggap kecil, dan skrining
hanya diindikasikan jika terdapat tanda klinis tertentu. Komplikasi lain
yang dapat terjadi adalah dompensasi kandung kemih. Hal ini dapat terjadi
karena adanya remodeling dari mukosa kandung kemih. Pada pasien BPH
dengan obstruksi, kandung kemih akan mengalami trabekulasi hingga
diventrikulasi sehingga menurunkan fungsi kandung kemih. Inkontinensia
urin adalah salah satu komplikasi yang paling ditakutkan dari BPH. Hal ini
mungkin merupakan hasil dari BPH sekunder akibat overdistensi kandung
kemih (inkontinensia overflow) atau ketidakstabilan detrusor yang
diperkirakan akan mempengaruhi hingga satu setengah atau lebih dari
semua pasien dengan obstruksi (inkontinensia urgensi).13
24
30% pria yang menjalani TURP memiliki AUR sebagai indikasi utama
sebelumnya dan saat ini kebanyakan pasien mengalami kegagalan
pengosongan setelah upaya pengangkatan kateter masih menjalani operasi.
Pasien akan mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil dengan
rasa sakit yang meningkat, akhirnya kunjungan ke ruang gawat darurat,
kateterisasi, kunjungan tindak lanjut ke dokter, upaya pelepasan kateter,
dan pemulihan spontan berkemih atau operasi, keduanya merupakan proses
yang menyakitkan dan memakan waktu.15
3.2.10 Prognosis
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan
dari gejala yang dialaminya. Sekitar 10 - 20%, akan mengalami kekambuhan
penyumbatan 5 tahun.9
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis Prostat Hiperplasi Susp. Jinak (BPH) ditegakkan berdasarkan dari data
yang didapat, yaitu keluhan pasien laki-laki usia 80 tahun datang ke RS dengan
keluhan tidak dapat BAK sejak 6 jam (SMRS) dan terjadi secara tiba-tiba, Sejak
seminggu sebelumnya, pasien telah merasa kesulitan saat BAK. Pasien harus
mengejan untuk BAK. BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat
jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau
lanjut.
Wang D. menyatakan bahwa pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan
terkena BPH sebesar 25%. Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi
50%, lalu meningkat pada usia diatas 70 tahun menjadi 90%. Pada kasus di atas usia
pasien 80 tahun termasuk dalam kategori faktor resiko BPH. Ini sesuai dengan teori
etiologi BPH yaitu adanya ketidakseimbangan antara estrogentestosteron. Pada usia
yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap
sehingga perbandingan antara estrogen:testosterone relatif meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan
hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel- sel prostat (apoptosis).
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan, menyebabkan efek
perubahannya juga terjadi secara bertahap. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika, daerah prostat meningkat, dan
detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih
dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (buli-buli
balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat detrusor. Tonjolan serat yang
kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar dinamakan divertikel. Fase penebalan
detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut, detrusor
mengalami kelelahan dan mengalami dekompensasi yaitu ketidak mampuan untuk
berkontraksi, sehingga terjadi retensi urin yang menyebabkan ditemukan sisa urin
dalam kandung kemih, dan timbulnya rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Dekompensasi yang berkelanjutan dapat menyebabkan kemacetan total sehingga
penderita tidak mampu lagi miksi.
26
Kasus di atas memenuhi kriteria LUTS, yaitu adanya hesistansi, dimulai dari proses
memulai BAK yang lama, sering mengejan waktu BAK yang disebabkan oleh karena
otot destruksor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikel untuk mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. Keluhan
terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam mempertahankan tekanan intravesikel sampai berakhirnya miksi.
Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Skor ringan (0-7), sedang (8-19), berat (≥ 20). Pada kasus di atas telah diketahui skor
IPSS adalah 29 yang merupakan skor berat. Penatalaksanaannya dengan dilakukan
tindakan operasi (terbuka atau tertutup). Pada kasus di atas dilakukan tindakan
prosedur TURP atau prosedur endourologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wein Alan J, Mavoussi Louis R, Partin Alan W, Peters Craig A. Campbell- Walsh
Urology 11th edition. United States: Elsevier Inc. 2016
2. McAninch JW, Lue TF. Smith & Tanagho’s General Urology. 19th ed. United States:
The McGraw-Hill Companies, Inc; 2020.
3. Smith JM, O’Flynn JD. Vesical stone: the clinical features of 652 cases. Ir Med J
1975;22:85–9.
4. Isaacs JT, Coffey DS. Etiology and disease process of benign prostatic hyperplasia.
Prostate Suppl. 1989;2:33–50.
27
5. Tjahjodjati, Soebadi DM, Umbas R, Purnomo BB, Widjanarko S, Mochtar CA, et al.
Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostatic
Hyperplasia / BPH). Ikat Ahli Urol Indones [Internet]. 2017;1–38. Available from:
http://iaui.or.id/gdl/Guideline BPH 2017 (1).pdf
6. W. McAninch J, Lue TF. Smith & Tanagho’ s General Urology. Spesific Infectrions of
the Genitourinary Tract. 2020. 201–228 p.
8. Purnomo, B. Basuki. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. SMF/Lab Ilmu Bedah RSUD
Dr. Saiful Anwar. 2003. 93-113 p.
10. Deters LA, Costabile RA, Leveillee RJ, Moore CR, Patel VR. Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH). In: Medscape. Medscape; 2021.
11. Chughtai B, Forde JC, Thomas DDM, Laor L, Hossack T, Woo HH, et al. Benign
prostatic hyperplasia. Nat Rev Dis Prim. 2016;2:1–15.
13. Roehrborn C, Strand DW. Benign Prostatic Hyperplasia. In: Campbell- Walsh-Wein
Urology. 12th ed. Elsevier Inc; 2020. p. 15079–195.
28