Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering


diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH (benign prostatic
hyperplasia) sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.

Benign prostatic hyperplasia merupakan kelainan yang sering dijumpai di


klinik urologi di Indonesia. Di Jawa tengah, BPH merupakan kelainan kedua
tersering setelah batu saluran kemih. Di Rumah sakit RUD Ambarawa, setiap
tahun ditemukan antara 200-300 penderita baru dengan BPH.

Penyakit BPH merupakan tumor jinak yang umunya ditemukan pada laki-
laki dan kejadiannya berhubungan dengan umur, kira- kira 20% BPH ditemukan
pada umur 41- 50 tahun, 50% pada umur 51-60 dan lebih 90% pada umur lebih
dari 80 tahun. Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada
BPH berhubungan dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan
dengan obtruksi yaitu susah untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki-
laki mengeluh kekuatan dan pancaran urine berkurang. Mengingat tingginya
angka kejadian BPH, maka dari itu penulis tertarik untuk mempelajari lebih lanjut
tentang penyakit ini.

Kasus BPH juga termasuk dalam kasus dengan area kompetensi 3A, dimana
dokter umum atau dokter pada tingkat layanan primer harus mampu membuat
diagnosa klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
(misalnya laboratorium sederhana atau X-Ray) serta dapat memutuskan dan
memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun
mengangkat kasus ini sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanganan
penyakit BPH.

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 56 tahun

Alamat : Kepanjen

Pekerjaan : Petani

Suku Bangsa : Jawa / Indonesia

Agama : Islam

Status : Menikah

Istri / Usia Istri : Ny. M / 50 tahun

Tanggal MRS : 26 Juni 2014

No. RM : 015149

2.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

1. Keluhan Utama :

Tidak bisa kencing (BAK) + 1 minggu yang lalu

2. Keluhan Tambahan :

Nyeri pada perut bagian bawah

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien Tn. A diantar istrinya datang ke RSUD Ambarawa dengan riwayat


keluhan tidak bisa BAK + 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengaku sejak ± 3 bulan yang lalu pasien merasakan susah BAK. Pasien
merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan
mengedan untuk buang air kecil, pancaran semakin lama dirasa melemah.

2
Sebelumnya pasien menceritakan bahwa dirinya sering berkali-kali ke
kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air kecil akan tetapi saat di
kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas,
selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan ke kamar
mandi untuk buang air kecil. Akhir-akhir ini pasien mengeluh nyeri
dirasakan pada perut bagian bawah tetapi tidak menjalar pada alat genital
serta pahanya. Kemudian, sejak 1 minggu sebelum MRS pasien mengeluh
tidak bisa BAK dan juga mengeluh panas pada perut bagian bawah. Pasien
tidak mengeluh kencingnya berwarna merah/kencing darah, sakit kepala
(-), mual (-), muntah (-), BAB (+) normal, dan tidak lumpuh.

4. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat sakit serupa : pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat sakit gula : disangkal

- Riwayat MRS : disangkal

- Riwayat stroke : disangkal

- Riwayat penyakit lain: disangkal, tidak pernah mengeluh sakit


sebelumnya

- Riwayat alergi : pasien menyangkal adanya riwayat alergi, baik alergi


terhadap makanan, obat, maupun cuaca.

5. Riwayat Pengobatan : pasien mengaku sebelumnya kontrol ke


poli bedah (tiap bulan sejak + 3 bulan yang lalu dan hanya diberi obat).

6. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat penyakit serupa : ayah pasien pernah sakit seperti pasien.

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat sakit gula : disangkal

- Riwayat jantung : disangkal

- Riwayat sakit lain : disangkal

3
7. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat merokok : 5-10 batang per hari sampai sekarang

- Riwayat minum kopi : 1-2 gelas per hari tapi berhenti sejak + 3 bulan

- Riwayat minum alkohol : disangkal

- Riwayat menggunakan narkoba : disangkal

- Riwayat olah raga : jarang berolahraga

8. Riwayat Sosial Ekonomi : keluarga dengan ekonomi menengah ke


bawah, tetapi pasien menggunakan jaminan kesehatan.

9. Riwayat Gizi : makanan sehari-hari cukup dan sederhana, nafsu makan


pasien tidak menurun dan mengaku sebelumnya sering mengkonsumsi air
putih tetapi sejak tidak bisa BAK tidak berani mengkonsumsi banyak air.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK (01 Mei 2014)


1. Keadaan umum : cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status
gizi kesan normal
2. Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg

Nadi : 74 x/menit, reguler

RR : 20 x/menit

Suhu : 36oC

3. Rambut : distribusi pertumbuhan rambut rata, rambut beruban.

4. Kepala dan wajah: bentuk kepala mesocephal, wajah simetris, luka (-), warna
kulit coklat, pucat (-)

5. Mata : konjungtiva warna merah muda, anemis (-/-), sklera warna putih,
ikterik (-/-), eksoftalmus (-/-), mata cowong (-/-), pupil isokor

6. Hidung : rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-)

7. Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), bibir kering (-/-), stomatitis (-)

8. Telinga : otorrhea (-/-), kedua cuping telinga normal

4
9. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)

10. Thorax : normochest, simetris

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi: Batas kiri atas : SIC II LPSS
Batas kanan atas : SIC II LPSD
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
Batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi : fremitus taktil kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : + + - - - -

suara dasar vesikuler + wheezing - ronkhi basah & kering -

+ + - - - -

11. Abdomen :

Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-),


jaringan parut/bekas luka (-), tumor/benjolan (-).
Auskultasi : Bising usus 8x/menit (+) normal
Palpasi : supel, tahanan dan tegangan (-), meteorismus (-), hepar dan
lien tidak teraba, nyeri tekan abdomen: - - -
Perkusi : timpani
- - -
12. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi : Deformitas (-), kiphosis (-), lordosis (-), - + -
skoliosis (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
13. Ektremitas : palmar eritema (-/-)
Akral dingin Edema
- - - -

5
- - - -
14. Sistem genetalia (Status lokalis) :
Terpasang kateter uretra, pus (-), darah (-), nyeri (-), radang (-)
Pemeriksaan dalam Digital Rectal Examination (DRE) atau Rectal Toucher
(RT): sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak
kolaps, teraba prostat kenyal, batas tegas, kanan dan kiri simetris, tidak nyeri
tekan, sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol.
15. Pemeriksaan Neurologik :

Sistem motorik Sistem sensorik

- - - -

- - - -

16. Pemeriksaan Psikiatrik :


Penampilan : Perawatan diri baik
Kesadaran : Kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis
Psikomotor : Normoaktif
Proses pikir : Bentuk : realistik
Isi : waham (-), hausinasi (-), ilusi (-)
Arus : koheren
Insight : Baik
2.4. RESUME

Pasien Tn. A, 56 tahun, datang dengan riwayat keluhan tidak bisa BAK +
1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku sejak ± 3 bulan yang
lalu pasien merasakan susah BAK. Pasien merasa susah untuk memulai BAK,
dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air kecil, pancaran
semakin lama dirasa melemah. Sebelumnya pasien menceritakan bahwa
dirinya sering berkali-kali ke kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air
kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan
merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya
dikarenakan ke kamar mandi untuk buang air kecil. Akhir-akhir ini pasien
mengeluh nyeri dirasakan pada perut bagian bawah tetapi tidak menjalar pada
alat genital serta pahanya. Kemudian, sejak 1 minggu sebelum MRS pasien

6
mengeluh tidak bisa BAK dan juga mengeluh panas pada perut bagian bawah.
Pasien mengaku sebelumnya kontrol ke poli bedah (tiap bulan sejak + 3 bulan
yang lalu dan hanya diberi obat). Pada riwayat penyakit keluarga didapatkan
ayah pasien pernah sakit seperti pasien. Sedangkan pasien juga memiliki
kebiasaan merokok 5-10 batang per hari sampai sekarang dan mengkonsumsi
kopi 1-2 gelas per hari tapi berhenti sejak + 3 bulan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri palpasi pada suprapubis


dirasakan ringan dan dengan status lokalis sistem genitalia menggunakan
Rectal Toucher teraba prostat kenyal, batas tegas, kanan dan kiri simetris, tidak
nyeri tekan, sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol.

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium : tanggal 25 Juni 2014 (satu hari setelah MRS)

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal

Hematologi

Darah
Lengkap 14,5 g/dl 13,5-18

Hb 41,3 % 40-54

HCT 6.090 Sel/cmm 4.000-11.000

Leukosit 260.000 Sel/cmm 150.000-

Trombosit 450.000
4,85 Juta/cmm

Eritrosit 4,5-6,5
30 mm/1

LED jam < 15


2’00”

Masa menit <5


11’00”
Perdarahan menit < 15

Masa
Pembekuan

7
Hitung Jenis

Eosinofil 1 % 1-5

Basofil 0 % 0-1

Netrofil 70 % 50-70

Limfosit 24 % 20-35

Monosit 4 % 3-8

Kimia Darah

GDS 140 mg/dl <140

SGOT 13 U/L <43

SGPT 12 U/L <43

Ureum 32 mg/dl 20-40

Kreatinin 0,84 mg/dl 0,6-1,1

Imuno
Serologi Non Reaktif
HBs Ag

Kesimpulan: Peningkatan LED pada BPH

USG Abdomen : tanggal 28 Mei 2014 (dilakukan saat kontrol rutin)

8
Hepar : Tak membesar, tepi regular. Intensitas echoparenchym homogen
rata. Sistem vaskuler/bilier/porta tak tampak kelainan. Tak
tampak nodul/kista/abses.

Gall bladder: Dinding tak menebal. Tak tampak batu / sludge.

Pancreas : Kontur normal.Tak tampak kalsifikasi / nodul.

Ren dex/sin : Ukuran dan bentuk dalam batas normal

Intensitas echocortex tak meningkat, batas cortex medula baik.

Sistema pelviocalyceal tak dilatasi. Tak tampak batu / kista /


nodul

Ves. urinaria: Dinding tak menebal. Tak tampak batu.

Prostat : Ukuran 4,1 x 3,6 x 5,5 cm, echoparenchym homogen. Indentasi


dasar buli-buli (+) 1,4 cm. Tak tampak massa.

Kesimpulan :
- BPH

9
Tabel 2.1: International Prostate Symptom Score (I-PSS)

Dalam 1 tahun Tidak < 1x < 1


/2 Kada > 1
/2 Hampi Skor
terakhir perna dalam dari ng- dari r
h lima hari kejadi kadan kejadi selalu
an g (+ an
50%)

1. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
anda merasa 5
masih ada sisa
selesai kencing?

2. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
anda harus
kembali kencing 5

dalam waktu
kurang dari 2 jam
setelah selesai
kencing?

3. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5 5
anda
mendapatkan
bahwa anda
kencing terputus-
putus?

4. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
tidak bisa 4
menahan
keinginan untuk
kencing?

5. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
pancaran kencing 4

10
anda lemah?

6. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
anda harus 5
mengejan untuk
mulai kencing?

Dalam 1 tahun Tida Satu Dua Tiga Empa Lima Skor


terakhir k kali kali kali t kali kali
pern
ah

7. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
anda harus
bangun untuk 4

kencing, sejak
mulai tidur
malam hari
hingga bangun di
pagi hari?

Skor IPSS Total (pertanyaan 1 sampai 7) = 32  derajat gejala LUTS: berat


(skor 20-35)

Senan Senang Umum Biasa Umum Tidak Buru


g nya saja nya bahag k
sekali Puas tidak ia sekal
puas i

Seandainya anda
harus menghabiskan
sisa hidup dengan √

fungsi kencing
seperti saat ini,
bagaimana perasaan
anda?

11
Skor kualitas hidup (QoL) = Buruk sekali

1.1. DIAGNOSIS
 Working diagnosis : Benign Prostatic Hyperplastia (BPH)

 Different diagnosis :
 Karsinoma Prostat
 Prostatitis
 Uretralitiasis
 Uretritis

1.2. PENATALAKSANAAN
A. Non Operatif
1. Non-medikamentosa
- MRS (bedrest)
- In line mobilization
- Observasi keadaan umum dan vital sign
- Pemasangan kateter
- Rencana operasi (pasien dan keluarganya setuju (informed consent))
- Pengaturan gaya hidup yang meliputi, jangan mengkonsumsi kopi
atau alkohol, tidak merokok, kurangi makanan dan minuman yang
mengiritasi buli-buli (kopi, coklat).
2. Medikamentosa
- Infus
- Antibiotik : Injeksi Cefotaxim 3 x 1 gr iv
- Analgesik: injeksi ketorolax 3 x 30 mg iv
- Injeksi Asam traneksamat 3 x 1 gr iv

B. Operatif
 Planning operatif : Open Prostatektomi cara Millin

12
 Operatif : Total Prostatektomi (Suspect keganasan,
ditemukan sebagian massa berdungkul)

2.6. PROGNOSA : Dubia ad bonam (cenderung baik).


Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera ditindak memiliki prognosis yang menurun karena dapat berkembang
menjadi kanker prostat. Tetapi, prognosis pasien yang melakukan radikal
prostatektomi tergantung dengan gambaran patologis spesimen prostat.
1.3. HASIL PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI POST OPERASI
 Makroskopik
Jaringan kecil-kecil berdungkul bentuk tak teratur 20 gram berwarna
putih keabu-abuan.
 Mikroskopik
Potongan jaringan menunjukkan proliferasi sel-sel epitel kelenjar
dengan inti bulat vesikuler, anak inti prominen sebagian tersusun
padat, bagian lain tampak membentuk cribiform.
Infiltrasi diantara stroma fibromuskular
 Kesimpulan:
Prostat, operasi
Adenocarcinoma, Gleason score 9 (4+5) (Poorly differentiated)

13
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 IDENTITAS DAN FAKTOR INDIVIDUAL PASIEN


Pasien Tn.A, laki-laki, usia 56 tahun, dan dengan riwayat ayah pasiem
yang pernah menderita sakit yang sama dengan pasien menjadi faktor
individual tersendiri terhadap kemungkinan-kemungkinan penyakit yang dapat
diderita atau dialami pasien.
Pada BPH, berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat
sudah dapat ditemukan pada laki-laki usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini terus berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomik.
Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.
Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Pada usia usia > 70
tahun, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 90%. 4
Data
lain menunjukkan kira- kira 20% BPH ditemukan pada umur 41- 50 tahun, 50%
pada umur 51-60 dan lebih 90% pada umur lebih dari 80 tahun. Berdasarkan data
yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH berhubungan dengan umur,
pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi yaitu susah untuk
buang air kecil. Berdasarkan data pribadi pasien maka juga mendukung terjadinya
penyakit ini.
Pada Adenocarcinoma Prostat, resiko menderita kanker prostat dimulai saat
usia 50 tahun pada pria kulit putih, dengan tidak ada riwayat keluarga menderita
kanker prostat. Sedangkan pada pria kulit hitam pada usia 40 tahun dengan
riwayat keluarga satu generasi sebelumnya menderita kanker prostat. Data yang
diperoleh melaui autopsi di berbagai negara menunjukkan sekitar 15 – 30% pria
berusia 50 tahun menderita kanker prostat secara samar. Pada usia 80 tahun
sebanyak 60 – 70% pria memiliki gambaran histology kanker prostat.
Carter dkk menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada 15% pria
yang memiliki ayah atau saudara lelaki yang menderita kanker prostat, bila
dibandingkan dengan 8% populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang
terkena kanker prostat. Pria yang satu generasi sebelumnya menderita kanker
prostat memiliki resiko 2 - 3 kali lipat lebih besar menderita kanker prostat
dibandingkan dengan populasi umum. Sedangkan untuk pria yang 2 generasi

14
sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 9 - 10 kali lipat lebih besar
menderita kanker prostat.

3.2 DIAGNOSIS
Pada pasien ini didiagnosa Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) karena dari
anamnesa pasien mengeluhkan tidak bisa BAK sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
juga mengaku Sejak ± 3 bulan yang lalu, sering BAK, nyeri saat BAK, sulit
memulai BAK, miksi terputus, pancaran miksi lemah, ada rasa tidak puas setelah
BAK, mengedan saat BAK, sering terbangun malam hari untuk BAK, dan BAK
menetes. Keluhan ini sesuai dengan gejala klinis BPH. Biasanya gejala–gejala
pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS), dan dapat dibedakan menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif.
Gejala obstuktif terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup lama,
sehingga kontraksi terputus-putus, antara lain: 1) Pancaran melemah. 2) Rasa
belum puas sehabis miksi. 3) Terminal dribbling : menetes setelah miksi/ pada
akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena
jumlah residu urin yang banyak dalam buli – buli. 4) Hesitancy : bila mau miksi
harus menunggu lama. Terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama
untuk dapat melawan resistensi uretra. 5) Straining: harus mengedan jika miksi. 6)
Intermittency: kencing terputus – putus. Terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. 7) Waktu miksi memanjang yang
akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritatif disebabkan hipersensitivitas otot detrusor, karena
pengosongan yang tidak sempurna saat miksi atau pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga VU sering berkontraksi
meskipun belum penuh. Antara lain ditandai dengan: 1) Bertambahnya frekuensi
miksi. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama
tidur. 2) Nokturia : terbangun untuk miksi pada malam hari. Nokturia dan
frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga
interval antar miksi lebih pendek. 3) Urgensi : perasaan miksi yang sangat
mendesak/ miksi sulit ditahan. 4) Disuria: nyeri pada saat miksi. Urgensi dan

15
disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidaksatabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri palpasi pada suprapubis dan
dengan status lokalis sistem genitalia menggunakan Rectal Toucher teraba prostat
kenyal, batas tegas, kanan dan kiri simetris, tidak nyeri tekan, sulcus medianus
tidak teraba, tidak berbenjol-benjol. Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih
besar dari normal atau normal, permukaan licin dan konsistensi kenyal. Selain itu
didukung dari hasil pemeriksaan USG yang menunjang diagnosa BPH.
Pemeriksaan USG bertujuan untuk menilai bentuk, besar prostat dan mencari
kemungkinan adanya karsinoma prostat. Selain itu, USG juga dapat menentukan
volume VU, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikulum,
tumor, dan batu. Seperti diketahui cara pemeriksaan dengan USG untuk prostat
hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya
dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga
relatif murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau
transrektal (TRUS = Trans Rectal Ultrasonografi), bertujuan mengukur besar
prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat.
Diagnosis banding kasus ini adalah Ca prostat,  prostatitis, uretralitiasis,
uretritis.
Karsinoma prostat dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa
dari pasien merasakan tidak bisa BAK. Pasien juga merasa susah untuk memulai
BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil,
pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing
tiba-tiba berhenti dan lancar kembali, dan sementara disingkirkan dikarenakan
pada rectal toucer karsinoma prostat harusnya didapatkan konsistensi prostat keras
dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri. Selain itu, dari
hasil pemeriksaan USG tidak didapatkan karsinoma prostat dan pada pasien ini
juga tidak dilakukan pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA) yang dapat
menegakkan diagnose karsinoma prostat atau BPH. Akan tetapi, karsinoma
prostat sering ditemukan secara kebetulan pada penderita yang disangka
menderita hyperplasia prostat, stadium A biasanya ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan histologik setelah prostatektomi atau TUR.

16
Prostatitis dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa dari
pasien mengeluh tidak bisa BAK sejak 1 minggu yang lalu, nyeri perut bawah dan
sakit saat BAK, selain itu pasien juga menceritakan bahwa dirinya pernah
mempunyai gejala sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan hasrat ingin
buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja
dan merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya
dikarenakan kekamar mandi untuk buang air kecil, akan tetapi prostatitis akut
disingkirkan dikarenakan pada prostatitis akut sering disertai menggigil, demam,
nyeri tubuh (mialgia), dan dibuktikan dengan adanya infeksi saluran kemih
(sebagaimana dibuktikan oleh keberadaan sel-sel darah putih/ leukositosis dan
bakteri dalam urin), sedangkan pada pemeriksaan darah pasien leukosit normal,
tetapi LED meningkat sedikit.
Uretralitiasis dijadikan diagnosa banding pada anamnesa pasien mengeluh
tiba-tiba tidak bisa BAK, sebelumnya juga terdapat keluhan miksi menetes dan
nyeri saat miksi. Diagnosa uretralitiasis disingkirkan karena pada uretralitiasis
sering disertai hematuri, dan nyeri yang menjalar. Pada pemeriksaan USG tidak
ditemukan adanya batu pada saluran kemih khususnya pada uretra dan pada
pemeriksaan laboratorium seperti ureum dan kreatinin pada pasien normal.
Uretritis dijadikan diagnosa banding pada anamnesa pasien mengeluh tidak
bisa BAK, dan 3 bulan yang lalu pasien mengaku sering berkali-kali ke kamar
kecil dikarenakan rasa ingin buang air kecil, tidak bisa menahan BAK, sakit saat
BAK (anyang-anyangan). Diagnosa uretritis disingkirkan karena pada uretritis
sering terjadi pada perempuan, biasanya juga disertai dengan keluhan hematuri,
keluar nanah atau eksudat dari saluran kencing, ada keluhan demam dan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukositosis karena terjadi infeksi pada
saluran kemih.

3.3 PENATALAKSANAAN

Pada pasien ini dilakukan rencana pembedahan yaitu open prostatektomy


karena pada pasien ini pembesaran prostatnya sudah menyebabkan retensi urin,
skor IPSS 32 (bergejala berat) dan juga mengeluh nyeri perut bawah yang

17
ditakutkan sudah terjadi komplikasi ISK. Diharapkan dengan penatalaksanaan ini
pasien dapat beraktivitas dengan normal, memperbaiki keluhan miksi,
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan
fungsi ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi, mencegah
progressivitas penyakit.

Tetapi ditemukan adanya sebagian massa berdungkul yang mengarah ke


arah keganasan, sehingga dilakukan total prostatektomi dan kemudian prostat
yang sudah diambil dengan berat 20 gram dilakukan pemeriksaan patologi
anatomi (PA) dan menunjukkan hasil Adenocarcinoma Prostate. Kemungkinan
karsioma prostat pada pasien ini termasuk pada stadium awal (Menurut AJCC
2002, T1: lesi tidak teraba, T1a: tumor primer tidak teraba [DRE normal] atau
tidak terlihat dengan pencitraan, penemuan histologik kebetulan pada <5%
jaringan yang direseksi, atau T1b: tumor primer tidak teraba [DRE normal] atau
tidak terlihat dengan pencitraan, penemuan histologik kebetulan pada >5%
jaringan yang direseksi), biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
histologik setelah prostatektomi. Karena pada stadium permulaan karsinoma
prostat biasanya tidak memberikan gejala atau tanda klinik, atau pasien datang
dengan keluhan yang sama dengan BPH seperti pada pasien ini. Pada pembedahan
dengan karsinoma prostat biasanya tidak bertahan lama oleh karena sering terjadi
pendarahan massif, akan tetapi pada pasien ini pembedahan berjalan dengan
lancar dan setelah pembedahan, kondisi pasien terus membaik, hal ini juga
dipengaruhi oleh faktor individunya, stadium karsinoma prostatnya serta
penangan dan diagnosa yang cepat dan tepat. Prognosis untuk BPH berubah-ubah
dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung
meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang
buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Adanya serangan kedua
BPH juga memperburuk prognosa. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan
kanker pembunuh nomor 2 pada pria setelah kanker paru-paru. Tetapi, prognosis
pasien yang melakukan radikal prostatektomi tergantung dengan gambaran
patologis spesimen prostat.

18
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Anatomi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ


genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli dan membungkus uretra posterior.
Prostat berbentuk seperti pyramid terbalik dan
merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila
mengalami pembesaran organ ini menekan
uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Gambar 4.1: Anatomi Prostat

Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm


dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat
mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua
buah duktus ejakulatorius.5

Secara histologi prostat


terdiri atas 30-50 kelenjar
tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya
ke dalam 15-25 saluran
keluar yang terpisah.
Saluran ini bermuara ke
uretra pada kedua sisi
kolikulus seminalis. Gambar 4.2: Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Kelenjar ini terbenam dalam stroma, terutama terdiri dari otot polos yang
dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa
padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada
stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam
bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya
mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat

19
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari
silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan
butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli
biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.

- Batas-batas Prostat: 5

a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica


urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang
lain.

b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma


urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.

c. Batas anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis


pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat
pada cavum retropubica (cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat
dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan
merupakan kondensasi vascia pelvis.

d. Batas posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan


permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum
retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin
oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang
semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.

e. Batas lateral : permukaan


lateral prostat terselubung
oleh serabut anterior m.
levator ani waktu serabut ini
berjalan ke posterior dari os
pubis. Ductus ejaculatorius
menembus bagian atas
permukaan prostat untuk

Diafragma urogenitalis
20
bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium
utriculus prostaticus.

Gambar 4.3: Batas-batas kelenjar prostat

- Kelenjar Prostat Terbagi Atas 5 Lobus (klasifikasi Lowsley): 3,6

a. Lobus anterior

b. Lobus posterior

c. Lobus medius

d. Lobus lateralis (2 lobus) : lobus lateralis dextra dan lobus lateralis sinistra

- Lima (5) Zona pada Kelenjar Prostat (menurut Mc Neal): 3,6

a. Zona Anterior atau Ventral.

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar (nonglandular), terdiri atas
stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

b. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat (glandular). Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat
asal karsinoma terbanyak.

21
c. Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat (glandular). Zona ini resisten terhadap
inflamasi.

d. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar


periuretra disebut juga kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil
dari prostat, yaitu kurang lebih 5%
(glandular) tetapi dapat melebar
bersama jaringan stroma fibromuskular
anterior menjadi benign prostatic Gambar 4.4: Posisi Zona Perifer dan Transisional
hyperpiasia (BPH).

e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

- Vaskularisasi – Inervasi – Aliran Limfatik Prostat :

Prostat diperdarahi oleh arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna,


arteri hemoroidalis medialis. Arteri utama memasuki prostat pada bagian
infero-lateral persis dibawah bladder neck. Pembuluh ini bercabang dalam
kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang
baik dalam lamina propria. Pembuluh ini harus diligasi atau didiatermi pada
waktu operasi prostatektomi. Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus
vena periprostatika yang berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian
dialirkan ke vena iliaka interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena
presakral. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus
sekeliling kelenjar. Oleh karena struktur inilah sering dijumpai metastase
karsinoma prostat secara hematogen ke tulang pelvis dan vertebra lumbalis.

Persarafan kelenjar prostat sama dengan persarafan kandung kemih


bagian inferior yaitu inervasi otonomik saraf simpatis dan parasimpatis yang

22
berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus
( T10-L2 ). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel
prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan
prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik
memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-
buli. Di tempat-tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan
simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Aliran lymph
dari prostat dialirkan kedalam lymph node iliaka interna (hipogastrika), sacral,
vesikal dan iliaka aksterna. 3,6

4.2 FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT

Kelenjar prostat dikelilingi oleh otot polos yang berkontraksi selama


ejakulasi, mengeluarkan lebih kurang 0,5 ml cairan prostat tetapi fungsi pasti
cairan ini sebagai medium pembawa sperma. Sekret kelenjar prostat
merupakan cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula
seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi
sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam. 6,5 Selain itu dapat ditemukan
enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-
enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui
kontraksi otot polos. Kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma
seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Prostat adalah organ yang bergantung
kepada pengaruh endokrin, dapat dianggap imbangannya (counterpart) dengan
payudara pada wanita. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum
pasti, tetapi pada pengebirian kelenjar prostat jelas akan mengecil. Jadi prostat
dipengaruhi oleh hormon androgen, ternyata bagian yang sensitive terhadap
androgen adalah bagian perifer, sedangkan yang sensitive terhadap estrogen
adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang
mengalami hiperplasia, oleh karena sekresi androgen yang berkurang
sedangkan estrogen bertambah secara relatif ataupun absolut. Kelenjar prostat

23
yang dibawah pengaruh Androgen Bodies dapat dihentikan dengan pemberian
Stilbestrol. 3,5

4.3 BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


4.3.1 Definisi

Benign Prostate Hyperplasia


(BPH) atau disebut tumor prostat
jinak adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
(hiperplasia) kelenjar prostat yang
tidak ganas yang akan mendesak
jaringan prostat yang asli ke Gambar 4.5: Normal Prostat dan Prostat yang membesar

perifer.

Bagian prostat yang membesar pada BPH adalah di zona transisional dan
periuretra. Hiperplasia prostatic adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri
dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-
beda. 4,5,6

4.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah
dapat ditemukan pada laki-laki usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik
ini terus berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomic. Pada usia
40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.
Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Sedangkan pada
usia > 70 tahun, akan menjadi 90%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas
akan menyebabkan gejala dan tanda klinis.4
4.3.3 Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya


hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT)

24
dan proses aging (penuaan). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya BPH adalah: 5

- Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron (DHT) adalah metabolit androgen yang sangat penting


pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam
sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT
yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein
growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Kadar DHT pada
BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal,

hanya saja pada BPH, aktivitas enzim


5α-reduktase dan jumlah reseptor
androgen lebih banyak. Hal ini
menyebabkan pada BPH lebih sensitif Gambar 4.6: Pembentukan DHT
terhadap DHT sehingga replikasi sel
lebih banyak terjadi.

- Ketidakseimbangan antara estrogen –testosterone

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone
relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan
dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis).

- Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel


prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara

25
intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel epitel maupun stroma.

- Berkurangnya kematian sel prostat

Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis


kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin
meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga
hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena
setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
prostat.

- Teori sel stem

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk


sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun (misalnya
pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya
proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

4.3.4 Patofisiologi

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,


sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor dan memacu
pertumbuhannya. 5

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan


menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

26
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS). 5

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli


tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal. 5
Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat
↓ ↓

Buli-buli: Ginjal dan ureter:

Hipertrofi otot detrusor Refluks VU


Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal

Bagan 4.1: Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna prostat hiperplasi

Gambar 4.7: Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

27
4.3.5 Gejala Klinis

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS).

Menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas gejala obstruktif dan iritatif.
Gejala obstruktif disebabkan penyempitan uretra pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-
putus. Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris
yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena
hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan
rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum
penuh. 5,7

Tabel 4.1: Gejala Obstruksi dan Iritasi BPH 7

Obstruksi Iritasi

1. Harus menunggu pada permulaan miksi 1. Bertambahnya frekuensi


(Hesistency) miksi (Frequency)
2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream) 2. Nokturia
3. Miksi terputus (Intermittency) 3. Miksi sulit
ditahan(Urgency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal
dribbling) 4. Nyeri saat miksi (Disuria)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of
incomplete bladder emptying)

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli


untuk mengeluarkan urine. Suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan
(fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin akut. Timbulnya dekompensasi ini didahului oleh faktor
pencetus antara lain: 5

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan


yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/


infeksi)

28
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic α)

Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi


urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah
international Prostatic Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri
atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan
yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien (Tabel 2.1). Dari skor
tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: ringan
(skor 0-7), sedang (skor 8-19), berat (skor 20-35). 1,5

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas 5

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara


lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi,
urosepsis).

c. Gejala diluar saluran kemih 5


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

4.3.6 Pemeriksaan Fisik: 1,5,8

a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistik di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes
yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.

b. Pada colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) yang harus
diperhatikan:

1) tonus sfingter ani / reflex bulbo-kavernosus  menyingkirkan buli-buli


neurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
kemungkinan adanya nodul, krepitasi,

29
konsistensi prostat, simetris antar lobus
dan batas prostat. Pada colok dubur
pembesaran prostat benigna menunjukan
konsistensi prostat kenyal, seperti meraba
ujung hidung, lobus kanan dan kiri
simetris dan tidak didapatkan nodul. Gambar 4.8: Teknik DRE

Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih


tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba
apakah terdapat fluktuansi (abses prostat), nyeri tekan (prostatitis).
Konsistensi prostat keras atau teraba nodul dan mungkin diantara lobus
prostat tidak simetris.
4.3.7 Diagnosa Banding

Tabel 4.2: Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia

Diagnosa banding BPH

Kondisi Gejala

 Diabetes mellitus Frekuensi, aliran dan volume urin


normal

 Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi

 Prostatitits Gejala iritasi dan obstruksi


 Divertikulum buli
 Kondisi neurologis (injuri medulla
spinalis, kelainan medulla spinalis
dsb)
 Riwayat minum obat
(antikolinergik, antidepresan,
dekongestan, tranquilezer)
 Kanker prostat Gejala obstruksi
 Striktur uretra
 Kontraktur/striktur buli

30
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher
kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan
miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan
detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik),
misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang
mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat
penghambat reseptor ganglion dan parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika
disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh
pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di
uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat dengan cystoscopy.

4.3.8 Pemeriksaan Laboratorium: 5


a. Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada


saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein
atau glukosa.
b. Kultur urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus


menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan
c. Faal ginjal

Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih


bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi
ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang
tinggi.
d. Gula darah

Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat


menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)

Jika curiga adanya keganasan prostat

31
f. Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh
berbagai kombinasi
dari hiperplasia epitel
dan stroma di prostat.
Beberapa kasus
menunjukkan
Gambar 4.9: Gambaran Makroskopis dan
proliferasi halus-otot Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous
hyperplasia.
g. Pencitraan pada BPH:
- Foto polos: mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine. 5
- Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS): tes USG melalui
rectum. Probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang
suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari
kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu
daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai.
Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk
pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan dengan
kecurigaan keganasan prostat. 5

Metode ini juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya antara
lain : 5

 Metode “step planimetry”: menghitung volume rata-rata area


horizontal diukur dari dasar sampai puncak.
 Metode diameter: menggabungkan pengukuran tinggi (H/height),
lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x
L).

32
- Sistoskopi 1

Disisipkan sebuah tabung kecil melalui


pembukaan urethra di dalam penis. Tabung,
disebut sebuah “cystoscope”, berisi lensa dan
sistem cahaya yang membantu dokter melihat
bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini Gambar 4.10: Gambaran
Sistoskopi Benigna Prostat
memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran Hiperplasia
kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat
obstruksi.

- Ultrasonografi trans abdominal 1

 Gambaran sonografi BPH


menunjukan pembesaran
bagian dalam glandula, yang
relatif hipoechoic dibanding
zona perifer. Zona transisi
hipoekoik cenderung menekan
Gambar 4.11: Gambar sonografi prostat normal
zona central dan perifer. Batas

yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah “surgical


capsule”.

 USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis


ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar 4.12: Gambaran Sonografi BPH

33
- Sistografi buli 1

Gambar 4.13: Gambaran Elevasi


Dasar Buli yang Mengindikasikan
Benigna Prostat Hiperplasia

h. Pemeriksaan lain5 :

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara


mengukur:

 Residual urin: jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan
kateterisasi atau USG setelah miksi

 Pancaran urin/flow rate: menghitung jumlah urine dibagi dengan


lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang sering
pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari
15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual
mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih
setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan
pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai
200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk
buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG
atau kateterisasi.

34
Keterangan :

Gambaran aliran urin


atas : dewasa muda yang
asimtomatik, aliran urin
lebih dari 15mL/s, urin
residu 9 mL pada
Gambar 4.14: Gambaran Pancaran Urin Normal
ultrasonografi.
dan pada BPH
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,
pasien ini urin residunya 100 mL.

4.3.9 Komplikasi 1,7


 Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik.

 Retensi urine kronik – residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba,
tidak nyeri.

 Infeksi traktus urinaria (Pyelonephritis : obstruksi dan residual urin


menyebabkan infeksi pada VU dan prostat)

 Batu buli : residual urin berperan terhadap pembentukan batu (calculi)

 Hematuri

 Hidroureter dan/atau Hidronefrosis: obstruksi fungsional pada


intravesical ureter, disebabkan oleh hipertropi trigonum, dapat
menyebabkan hydroureteronephrosis sehingga terjadi gangguan pada
fungsi ginjal.

4.3.10 Prognosis 5,7

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang
menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker
pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang telah

35
diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan
bagi penderita.

4.3.11 Pencegahan 7

Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat
adalah:

1. Vitamin A, E, C: antioksidan yang berperan penting mencegah


pertumbuhan sel kanker, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi
kanker prostat.
2. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain
tidak terlalu berat.
3. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan
pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
4. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran
rangsangan ke susunan syaraf pusat.
5. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas
sperma.

Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara
lain:

1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan


2. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam
makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
4. Berolahraga secara rutin dan pertahankan berat badan ideal

4.3.12 Penatalaksanaan 5

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.


Kadang yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun ada pula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena

36
keluhannya semakin parah. Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah: (1)
memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi
obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5)
mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas
penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.

Tabel 4.3: Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna5

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal

Watchful Penghambat Prostatektomi 5 TUMT


waiting adrenergik α terbuka 6 TUBD
Penghambat Endourologi 7 Stent uretra
reduktese α
8 TUNA
Fisioterapi 1. TURP
Hormonal 2. TUIP
3. TULP
4. Elektovaporasi

Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala AUA Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPH


Hematuria persistent
Batu buli
Gejala ringan Gejala sedang Infeksi saluran urinaria berulang
(AUA≤7)/ /berat (AUA≥8) Insufisiensi renal
tdk ada gejala
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid Operasi

Pilihan terapi

37
Terapi non-invasif Terapi invasif

Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat

Terapi minimal invasif Operasi

Bagan 4.2: Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia14

38
Bagan 4.3: Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter umum dan
spesialis non urologi. DRE: digital rectal examination, IPSS: International
Prostatic Symptom Score, QoL: quality of life, PVR: post volding residual urine,
TAUS: transabdominal ultrasonography, TRUS: transrectal ultrasonography. 14

Tabel 4.4: Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala BPH 5

Penatalaksanaan Nilai indeks gejala Efek samping


BPH

Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi


retensi urinaria

Penatalaksanaan medis

Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%


Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%

5 alpha-reductase Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%


inhibitors Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%

Terapi kombinasi Sedang 6-7 Kombinasi

Terapi invasi minimal

Transuretral microwave Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%


heat Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-
10-16%

TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%


Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-
23%

Operasi

39
TURP, laser & operasi Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
sejenis Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%

Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

a. Watchful waiting 5

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah
7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya: (1) jangan mengkonsumsi
kopi atau alkohol khususnya setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi
makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi
penggunaan obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya


keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri.
Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu
dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk : (1) mengurangi resistansi otot


polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan
obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker) dan (2)
mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan
kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-
reduktase.

- Penghambat reseptor adrenergik α. 5,11

40
Det

Kerja: mengendurkan otot polos Trigon


prostat dan leher kandung kemih, Internal Sphinc
yang membantu untuk meringankan
obstruksi kemih disebabkan oleh
Prostate
pembesaran prostat Gland
di BPH. Obat-
obatan ini akan meningkatkan
pancaran urin dan mengakibatkan
perbaikan gejala dalam beberapa Pe
Gambar 4.16: Distribusi Reseptor Alpha
pada Prostat dan Vesika Urinari
minggu dan tidak berpengaruh pada
ukuran prostat.
External Sphincte
Efek samping: sakit kepala, kelelahan.

Obat: tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang


lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura).

Gambar 4.17: Lokasi Reseptor a1-Adrenergik (a1-ARs)

- Penghambat 5 α reduktase 5

Kerja: menghambat pembentukan


dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone
yang dikatalisis oleh enzim 5-α reduktase
Gambar 4.18: Model Aksi
di dalam sel prostat. Menurunnya kadar Penghambat 5 α reduktase

41
DHT menyebabkan sintesis protein dan
replikasi sel-sel prostat menurun.
Pembesaran prostat pada BPH

secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan


pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

Contoh obat penghambat 5 α reduktase berdasarkan tipenya :

 Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI

 Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI

- Fitofarmaka 5

Beberapa ekstrak tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki


gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data farmakologik tentang kandungan
zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini
belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai:
antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin
(SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth
factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi,
menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara
fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa
repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

c. Terapi Invasif Minimal

Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap


pembedahan

1) Microwave thermotherapy transurethral (TUMT):


perangkat mengirim gelombang mikro melalui
kateter untuk memanaskan bagian prostat
(setidaknya 111o Fahrenheit) untuk memanaskan dan
menghancurkan jaringan prostat yang berlebih.
Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih
Gambar 4.19:
selama prosedur. Prosedur ini memakan waktu Microwave
Transurethral
sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan

42
tanpa anestesi umum. Meskipun terapi microwave
tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala
frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

2) Transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) :


memberi energi radiofrekuensi tingkat rendah
melalui jarum kembar untuk region prostat yang
membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan
akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran
urin dan mengurangi gejala dengan efek samping Gambar 4.20:
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi Transurethral needle
ablation (TUNA)
transurethral dari prostat (TURP).

3) Thermotherapy dengan air: menggunakan air panas


untuk menghancurkan jaringan kelebihan dalam
prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa
lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon
pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah Gambar 4.21: Thermotherapy air
komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke

balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini


memfokuskan panas di wilayah tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra
dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin.

4) Intra-Prostatic Stent: stent prostat dipasang pada uretra


prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran
prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-
buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga
urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent
temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari
bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi
jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari
bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya
Gambar 4.22: Intra-
setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan Prostatic Stent

43
keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau
rasa tidak enak di daerah penis.

d. Bedah

1) Operasi transurethral: reseksi transurethral dari prostat (TURP) 5

Jenis operasi tanpa sayatan eksternal. Setelah memberikan anestesi, ahli


bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur TURP digunakan untuk 90 % dari semua operasi prostat untuk
BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui
penis. Resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1/2 inci,
berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang
memotong jaringan dan segel pembuluh darah.

Cairan irigan yang dipakai adalah aquades. Kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal
dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah,
somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak
segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma.
Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan harus
memasang sistostomi terlebih dahulu sebelum reseksi, diharapkan dapat
mengurangi penyerapan air ke sistemik.

Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat


resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu
waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih
dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral
kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu
pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP
adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen
mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar
uretra.

Tabel 4.5: Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

44
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah
lanjut

Perdarahan Perdarahan Inkontinensi


Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi
retrograde
Striktur uretra

Gambar 4.23:
(a) alat TURP, (b) cara
melakukan TURP,
(c) uretra prostatika
pasca TURP
(a)

(c) (b)

2) Operasi transurethral: insisi transurethral dari prostat (TUIP) 5

Prosedur melebarkan urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di


leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini
digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada
pembesaran lobus medius dan pada pasien yang umurnya masih muda.

Gambar 4.24: Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)

3) Open surgery 5

Dalam beberapa kasus ketika prosedur


transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi

45
Gambar 4.25: Open prostatectomy.
eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar
sangat besar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau kandung kemih telah
rusak dan perlu diperbaiki. Prostatektomi terbuka dilakukan melalui
pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal
(Millin). Penyulit yang dapat terjadi: inkontinensia urin (3%), impotensia (5-
10%), ejakulasi retrograde (60-80%), kontraktur leher buli-buli (305%).
Perbaikan gejala klinis 85-100%.

4) Operasi laser 5

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan


mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari
100oC mengalami vaporasi. Gambar 4.26: Operasi laser prostat

Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini


membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah: tidak
dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG
coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat
berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser
melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian
memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 - 60 detik.
Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

- Interstitial laser coagulation: tidak seperti


prosedur laser lain, koagulasi laser
interstisial tempat ujung probe serat optik
langsung ke jaringan prostat untuk
menghancurkannya. Gambar 4.27: Interstitial laser coagulation
- Potoselectif vaporisasi prostat (PVP): energi laser tinggi untuk
menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja
teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang
cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik

46
Gambar 4.28: Potoselektif vaporasi prostat

ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun
teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50
gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

e. Kontrol berkala 5

 Watchfull waiting

Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui


apakah terdapat perbaikan klinis

 Pengobatan penghambat 5α-reduktase

Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6

 Pengobatan penghambat 5α-adrenegik

Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan


melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi

 Terapi invasive minimal

Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan


penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin

 Pembedahan

Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan


penyulit.

47
BAB V
KESIMPULAN

- Kesimpulan
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran prostat
jinak (tumor jinak). Bagian prostat yang membesar pada BPH adalah
di zona transisional dan periuretra, petumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron dan
estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer.
Diagnosa dapat ditegakkan dari: (1) Anamnesa (gejala klinis), yang
dikenal dengan Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang dapat
dibedakan menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif serta skor IPSS.
(2) Pemeriksaan fisik, seperti DRE/Rectal Toucher (RT). (3)
Pemeriksaan Penunjang, seperti USG, Foto polos, TRUS, MRI.
Penatalaksanaan BPH tergantung pada derajat keluhan, keadaan
pasien, maupun kondisi objektif keadaan pasien yang diakibatkan
oleh penyakitnya. Pilihannya adalah tanpa terapi (watchful waiting),
medikamentosa, dan pembedahan/operasi.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, Jong WD.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisis 4. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC

2. Fawzy A, Pool JL. 2010. Benign Prostatic Hypertrophy and the Role of
Alpha Adrenergic Blockade. http://www.medscape.com/viewprogram/2010

3. Gardjito W. Retensi Urin : Permasalahan dan Penatalaksanaan. JURI 1994;


4: 18-26

4. Wang D, Foo KT. 2010. Staging of Benign Prostate Hyperplasia is helpful in


patients with LUTS suggestive of Benign Prostate Hyperplasia. Ann, Acad.
Med. Singapore ; 39

5. Purnomo,B. 2011. Dasar-dasar Urologi : Hiperplasia Prostat Beigna. Edisi


3. Jakarta: Sagung Seto

6. Muhammad A. 2008. Benigna Prostate Hiperplasia.


http://ababar.blogspot .com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html. 3
Maret 2009.

7. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of


benign prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ.
Campbell’s urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company;
1998.p.1429-52.

8. Fadlol & Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita Pembesaran


Prostat Jinak. Indonesian J of Surgery 2005; XXXIII-4; 139-145

9. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th


Edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc;2005.

10. Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wardhani, Wahyu Ika. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid Dua. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.

11. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran ; 2002: 203-7

12. Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins, S.L. 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins. Ed.7. Vol.2. Jakarta. EGC.

42
13. Prince, Sylvia dan Lorraine, M.W. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Ed.6. Vol.2. Jakarta. EGC.

14. Birowo, Rahardjo. Pembesaran Prostat Jinak. 2000.


http://fkui.co.id/urologi/ppj.mht

15. Grace, P. A. dan Borley, N.R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta.
Penerbit Erlangga.

43

Anda mungkin juga menyukai