PENDAHULUAN
Penyakit BPH merupakan tumor jinak yang umunya ditemukan pada laki-
laki dan kejadiannya berhubungan dengan umur, kira- kira 20% BPH ditemukan
pada umur 41- 50 tahun, 50% pada umur 51-60 dan lebih 90% pada umur lebih
dari 80 tahun. Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada
BPH berhubungan dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan
dengan obtruksi yaitu susah untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki-
laki mengeluh kekuatan dan pancaran urine berkurang. Mengingat tingginya
angka kejadian BPH, maka dari itu penulis tertarik untuk mempelajari lebih lanjut
tentang penyakit ini.
Kasus BPH juga termasuk dalam kasus dengan area kompetensi 3A, dimana
dokter umum atau dokter pada tingkat layanan primer harus mampu membuat
diagnosa klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
(misalnya laboratorium sederhana atau X-Ray) serta dapat memutuskan dan
memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun
mengangkat kasus ini sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanganan
penyakit BPH.
1
BAB II
STATUS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 56 tahun
Alamat : Kepanjen
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status : Menikah
No. RM : 015149
1. Keluhan Utama :
2. Keluhan Tambahan :
2
Sebelumnya pasien menceritakan bahwa dirinya sering berkali-kali ke
kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air kecil akan tetapi saat di
kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas,
selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan ke kamar
mandi untuk buang air kecil. Akhir-akhir ini pasien mengeluh nyeri
dirasakan pada perut bagian bawah tetapi tidak menjalar pada alat genital
serta pahanya. Kemudian, sejak 1 minggu sebelum MRS pasien mengeluh
tidak bisa BAK dan juga mengeluh panas pada perut bagian bawah. Pasien
tidak mengeluh kencingnya berwarna merah/kencing darah, sakit kepala
(-), mual (-), muntah (-), BAB (+) normal, dan tidak lumpuh.
- Riwayat sakit serupa : pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
3
7. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat minum kopi : 1-2 gelas per hari tapi berhenti sejak + 3 bulan
RR : 20 x/menit
Suhu : 36oC
4. Kepala dan wajah: bentuk kepala mesocephal, wajah simetris, luka (-), warna
kulit coklat, pucat (-)
5. Mata : konjungtiva warna merah muda, anemis (-/-), sklera warna putih,
ikterik (-/-), eksoftalmus (-/-), mata cowong (-/-), pupil isokor
7. Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), bibir kering (-/-), stomatitis (-)
4
9. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
Auskultasi : + + - - - -
+ + - - - -
11. Abdomen :
5
- - - -
14. Sistem genetalia (Status lokalis) :
Terpasang kateter uretra, pus (-), darah (-), nyeri (-), radang (-)
Pemeriksaan dalam Digital Rectal Examination (DRE) atau Rectal Toucher
(RT): sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak
kolaps, teraba prostat kenyal, batas tegas, kanan dan kiri simetris, tidak nyeri
tekan, sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol.
15. Pemeriksaan Neurologik :
- - - -
- - - -
Pasien Tn. A, 56 tahun, datang dengan riwayat keluhan tidak bisa BAK +
1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku sejak ± 3 bulan yang
lalu pasien merasakan susah BAK. Pasien merasa susah untuk memulai BAK,
dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air kecil, pancaran
semakin lama dirasa melemah. Sebelumnya pasien menceritakan bahwa
dirinya sering berkali-kali ke kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air
kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan
merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya
dikarenakan ke kamar mandi untuk buang air kecil. Akhir-akhir ini pasien
mengeluh nyeri dirasakan pada perut bagian bawah tetapi tidak menjalar pada
alat genital serta pahanya. Kemudian, sejak 1 minggu sebelum MRS pasien
6
mengeluh tidak bisa BAK dan juga mengeluh panas pada perut bagian bawah.
Pasien mengaku sebelumnya kontrol ke poli bedah (tiap bulan sejak + 3 bulan
yang lalu dan hanya diberi obat). Pada riwayat penyakit keluarga didapatkan
ayah pasien pernah sakit seperti pasien. Sedangkan pasien juga memiliki
kebiasaan merokok 5-10 batang per hari sampai sekarang dan mengkonsumsi
kopi 1-2 gelas per hari tapi berhenti sejak + 3 bulan.
Hematologi
Darah
Lengkap 14,5 g/dl 13,5-18
Hb 41,3 % 40-54
Trombosit 450.000
4,85 Juta/cmm
Eritrosit 4,5-6,5
30 mm/1
Masa
Pembekuan
7
Hitung Jenis
Eosinofil 1 % 1-5
Basofil 0 % 0-1
Netrofil 70 % 50-70
Limfosit 24 % 20-35
Monosit 4 % 3-8
Kimia Darah
Imuno
Serologi Non Reaktif
HBs Ag
8
Hepar : Tak membesar, tepi regular. Intensitas echoparenchym homogen
rata. Sistem vaskuler/bilier/porta tak tampak kelainan. Tak
tampak nodul/kista/abses.
Kesimpulan :
- BPH
9
Tabel 2.1: International Prostate Symptom Score (I-PSS)
1. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
anda merasa 5
masih ada sisa
selesai kencing?
2. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
anda harus
kembali kencing 5
dalam waktu
kurang dari 2 jam
setelah selesai
kencing?
3. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5 5
anda
mendapatkan
bahwa anda
kencing terputus-
putus?
4. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
tidak bisa 4
menahan
keinginan untuk
kencing?
5. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
pancaran kencing 4
10
anda lemah?
6. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
anda harus 5
mengejan untuk
mulai kencing?
7. Seberapa sering 0 1 2 3 4 5
anda harus
bangun untuk 4
kencing, sejak
mulai tidur
malam hari
hingga bangun di
pagi hari?
Seandainya anda
harus menghabiskan
sisa hidup dengan √
fungsi kencing
seperti saat ini,
bagaimana perasaan
anda?
11
Skor kualitas hidup (QoL) = Buruk sekali
1.1. DIAGNOSIS
Working diagnosis : Benign Prostatic Hyperplastia (BPH)
Different diagnosis :
Karsinoma Prostat
Prostatitis
Uretralitiasis
Uretritis
1.2. PENATALAKSANAAN
A. Non Operatif
1. Non-medikamentosa
- MRS (bedrest)
- In line mobilization
- Observasi keadaan umum dan vital sign
- Pemasangan kateter
- Rencana operasi (pasien dan keluarganya setuju (informed consent))
- Pengaturan gaya hidup yang meliputi, jangan mengkonsumsi kopi
atau alkohol, tidak merokok, kurangi makanan dan minuman yang
mengiritasi buli-buli (kopi, coklat).
2. Medikamentosa
- Infus
- Antibiotik : Injeksi Cefotaxim 3 x 1 gr iv
- Analgesik: injeksi ketorolax 3 x 30 mg iv
- Injeksi Asam traneksamat 3 x 1 gr iv
B. Operatif
Planning operatif : Open Prostatektomi cara Millin
12
Operatif : Total Prostatektomi (Suspect keganasan,
ditemukan sebagian massa berdungkul)
13
BAB III
PEMBAHASAN
14
sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 9 - 10 kali lipat lebih besar
menderita kanker prostat.
3.2 DIAGNOSIS
Pada pasien ini didiagnosa Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) karena dari
anamnesa pasien mengeluhkan tidak bisa BAK sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
juga mengaku Sejak ± 3 bulan yang lalu, sering BAK, nyeri saat BAK, sulit
memulai BAK, miksi terputus, pancaran miksi lemah, ada rasa tidak puas setelah
BAK, mengedan saat BAK, sering terbangun malam hari untuk BAK, dan BAK
menetes. Keluhan ini sesuai dengan gejala klinis BPH. Biasanya gejala–gejala
pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS), dan dapat dibedakan menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif.
Gejala obstuktif terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup lama,
sehingga kontraksi terputus-putus, antara lain: 1) Pancaran melemah. 2) Rasa
belum puas sehabis miksi. 3) Terminal dribbling : menetes setelah miksi/ pada
akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena
jumlah residu urin yang banyak dalam buli – buli. 4) Hesitancy : bila mau miksi
harus menunggu lama. Terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama
untuk dapat melawan resistensi uretra. 5) Straining: harus mengedan jika miksi. 6)
Intermittency: kencing terputus – putus. Terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. 7) Waktu miksi memanjang yang
akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritatif disebabkan hipersensitivitas otot detrusor, karena
pengosongan yang tidak sempurna saat miksi atau pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga VU sering berkontraksi
meskipun belum penuh. Antara lain ditandai dengan: 1) Bertambahnya frekuensi
miksi. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama
tidur. 2) Nokturia : terbangun untuk miksi pada malam hari. Nokturia dan
frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga
interval antar miksi lebih pendek. 3) Urgensi : perasaan miksi yang sangat
mendesak/ miksi sulit ditahan. 4) Disuria: nyeri pada saat miksi. Urgensi dan
15
disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidaksatabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri palpasi pada suprapubis dan
dengan status lokalis sistem genitalia menggunakan Rectal Toucher teraba prostat
kenyal, batas tegas, kanan dan kiri simetris, tidak nyeri tekan, sulcus medianus
tidak teraba, tidak berbenjol-benjol. Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih
besar dari normal atau normal, permukaan licin dan konsistensi kenyal. Selain itu
didukung dari hasil pemeriksaan USG yang menunjang diagnosa BPH.
Pemeriksaan USG bertujuan untuk menilai bentuk, besar prostat dan mencari
kemungkinan adanya karsinoma prostat. Selain itu, USG juga dapat menentukan
volume VU, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikulum,
tumor, dan batu. Seperti diketahui cara pemeriksaan dengan USG untuk prostat
hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya
dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga
relatif murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau
transrektal (TRUS = Trans Rectal Ultrasonografi), bertujuan mengukur besar
prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat.
Diagnosis banding kasus ini adalah Ca prostat, prostatitis, uretralitiasis,
uretritis.
Karsinoma prostat dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa
dari pasien merasakan tidak bisa BAK. Pasien juga merasa susah untuk memulai
BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil,
pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing
tiba-tiba berhenti dan lancar kembali, dan sementara disingkirkan dikarenakan
pada rectal toucer karsinoma prostat harusnya didapatkan konsistensi prostat keras
dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri. Selain itu, dari
hasil pemeriksaan USG tidak didapatkan karsinoma prostat dan pada pasien ini
juga tidak dilakukan pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA) yang dapat
menegakkan diagnose karsinoma prostat atau BPH. Akan tetapi, karsinoma
prostat sering ditemukan secara kebetulan pada penderita yang disangka
menderita hyperplasia prostat, stadium A biasanya ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan histologik setelah prostatektomi atau TUR.
16
Prostatitis dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa dari
pasien mengeluh tidak bisa BAK sejak 1 minggu yang lalu, nyeri perut bawah dan
sakit saat BAK, selain itu pasien juga menceritakan bahwa dirinya pernah
mempunyai gejala sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan hasrat ingin
buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja
dan merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya
dikarenakan kekamar mandi untuk buang air kecil, akan tetapi prostatitis akut
disingkirkan dikarenakan pada prostatitis akut sering disertai menggigil, demam,
nyeri tubuh (mialgia), dan dibuktikan dengan adanya infeksi saluran kemih
(sebagaimana dibuktikan oleh keberadaan sel-sel darah putih/ leukositosis dan
bakteri dalam urin), sedangkan pada pemeriksaan darah pasien leukosit normal,
tetapi LED meningkat sedikit.
Uretralitiasis dijadikan diagnosa banding pada anamnesa pasien mengeluh
tiba-tiba tidak bisa BAK, sebelumnya juga terdapat keluhan miksi menetes dan
nyeri saat miksi. Diagnosa uretralitiasis disingkirkan karena pada uretralitiasis
sering disertai hematuri, dan nyeri yang menjalar. Pada pemeriksaan USG tidak
ditemukan adanya batu pada saluran kemih khususnya pada uretra dan pada
pemeriksaan laboratorium seperti ureum dan kreatinin pada pasien normal.
Uretritis dijadikan diagnosa banding pada anamnesa pasien mengeluh tidak
bisa BAK, dan 3 bulan yang lalu pasien mengaku sering berkali-kali ke kamar
kecil dikarenakan rasa ingin buang air kecil, tidak bisa menahan BAK, sakit saat
BAK (anyang-anyangan). Diagnosa uretritis disingkirkan karena pada uretritis
sering terjadi pada perempuan, biasanya juga disertai dengan keluhan hematuri,
keluar nanah atau eksudat dari saluran kencing, ada keluhan demam dan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukositosis karena terjadi infeksi pada
saluran kemih.
3.3 PENATALAKSANAAN
17
ditakutkan sudah terjadi komplikasi ISK. Diharapkan dengan penatalaksanaan ini
pasien dapat beraktivitas dengan normal, memperbaiki keluhan miksi,
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan
fungsi ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi, mencegah
progressivitas penyakit.
18
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar ini terbenam dalam stroma, terutama terdiri dari otot polos yang
dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa
padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada
stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam
bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya
mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
19
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari
silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan
butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli
biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.
- Batas-batas Prostat: 5
Diafragma urogenitalis
20
bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium
utriculus prostaticus.
a. Lobus anterior
b. Lobus posterior
c. Lobus medius
d. Lobus lateralis (2 lobus) : lobus lateralis dextra dan lobus lateralis sinistra
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar (nonglandular), terdiri atas
stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat (glandular). Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat
asal karsinoma terbanyak.
21
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat (glandular). Zona ini resisten terhadap
inflamasi.
d. Zona Transisional.
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
22
berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus
( T10-L2 ). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel
prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan
prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik
memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-
buli. Di tempat-tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan
simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Aliran lymph
dari prostat dialirkan kedalam lymph node iliaka interna (hipogastrika), sacral,
vesikal dan iliaka aksterna. 3,6
23
yang dibawah pengaruh Androgen Bodies dapat dihentikan dengan pemberian
Stilbestrol. 3,5
perifer.
Bagian prostat yang membesar pada BPH adalah di zona transisional dan
periuretra. Hiperplasia prostatic adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri
dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-
beda. 4,5,6
4.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah
dapat ditemukan pada laki-laki usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik
ini terus berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomic. Pada usia
40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.
Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Sedangkan pada
usia > 70 tahun, akan menjadi 90%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas
akan menyebabkan gejala dan tanda klinis.4
4.3.3 Etiologi
24
dan proses aging (penuaan). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya BPH adalah: 5
- Teori dihidrotestosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone
relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan
dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis).
- Interaksi stroma-epitel
25
intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel epitel maupun stroma.
4.3.4 Patofisiologi
26
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS). 5
Hidronefrosis
Hidroureter
27
4.3.5 Gejala Klinis
Menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas gejala obstruktif dan iritatif.
Gejala obstruktif disebabkan penyempitan uretra pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-
putus. Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris
yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena
hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan
rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum
penuh. 5,7
Obstruksi Iritasi
28
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic α)
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistik di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes
yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) yang harus
diperhatikan:
29
konsistensi prostat, simetris antar lobus
dan batas prostat. Pada colok dubur
pembesaran prostat benigna menunjukan
konsistensi prostat kenyal, seperti meraba
ujung hidung, lobus kanan dan kiri
simetris dan tidak didapatkan nodul. Gambar 4.8: Teknik DRE
Kondisi Gejala
30
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher
kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan
miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan
detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik),
misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang
mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat
penghambat reseptor ganglion dan parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika
disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh
pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di
uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat dengan cystoscopy.
31
f. Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh
berbagai kombinasi
dari hiperplasia epitel
dan stroma di prostat.
Beberapa kasus
menunjukkan
Gambar 4.9: Gambaran Makroskopis dan
proliferasi halus-otot Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia
hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous
hyperplasia.
g. Pencitraan pada BPH:
- Foto polos: mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine. 5
- Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS): tes USG melalui
rectum. Probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang
suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari
kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu
daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai.
Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk
pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan dengan
kecurigaan keganasan prostat. 5
Metode ini juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya antara
lain : 5
32
- Sistoskopi 1
33
- Sistografi buli 1
h. Pemeriksaan lain5 :
Residual urin: jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan
kateterisasi atau USG setelah miksi
34
Keterangan :
Retensi urine kronik – residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba,
tidak nyeri.
Hematuri
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang
menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker
pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang telah
35
diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan
bagi penderita.
4.3.11 Pencegahan 7
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat
adalah:
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara
lain:
4.3.12 Penatalaksanaan 5
36
keluhannya semakin parah. Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah: (1)
memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi
obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5)
mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas
penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Pilihan terapi
37
Terapi non-invasif Terapi invasif
Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat
38
Bagan 4.3: Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter umum dan
spesialis non urologi. DRE: digital rectal examination, IPSS: International
Prostatic Symptom Score, QoL: quality of life, PVR: post volding residual urine,
TAUS: transabdominal ultrasonography, TRUS: transrectal ultrasonography. 14
Penatalaksanaan medis
Operasi
39
TURP, laser & operasi Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
sejenis Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
a. Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah
7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya: (1) jangan mengkonsumsi
kopi atau alkohol khususnya setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi
makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi
penggunaan obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
b. Medikamentosa
40
Det
- Penghambat 5 α reduktase 5
41
DHT menyebabkan sintesis protein dan
replikasi sel-sel prostat menurun.
Pembesaran prostat pada BPH
- Fitofarmaka 5
42
tanpa anestesi umum. Meskipun terapi microwave
tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala
frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.
43
keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau
rasa tidak enak di daerah penis.
d. Bedah
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades. Kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal
dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah,
somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak
segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma.
Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan harus
memasang sistostomi terlebih dahulu sebelum reseksi, diharapkan dapat
mengurangi penyerapan air ke sistemik.
44
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah
lanjut
Gambar 4.23:
(a) alat TURP, (b) cara
melakukan TURP,
(c) uretra prostatika
pasca TURP
(a)
(c) (b)
3) Open surgery 5
45
Gambar 4.25: Open prostatectomy.
eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar
sangat besar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau kandung kemih telah
rusak dan perlu diperbaiki. Prostatektomi terbuka dilakukan melalui
pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal
(Millin). Penyulit yang dapat terjadi: inkontinensia urin (3%), impotensia (5-
10%), ejakulasi retrograde (60-80%), kontraktur leher buli-buli (305%).
Perbaikan gejala klinis 85-100%.
4) Operasi laser 5
46
Gambar 4.28: Potoselektif vaporasi prostat
ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun
teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50
gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.
e. Kontrol berkala 5
Watchfull waiting
Pembedahan
47
BAB V
KESIMPULAN
- Kesimpulan
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran prostat
jinak (tumor jinak). Bagian prostat yang membesar pada BPH adalah
di zona transisional dan periuretra, petumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron dan
estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer.
Diagnosa dapat ditegakkan dari: (1) Anamnesa (gejala klinis), yang
dikenal dengan Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang dapat
dibedakan menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif serta skor IPSS.
(2) Pemeriksaan fisik, seperti DRE/Rectal Toucher (RT). (3)
Pemeriksaan Penunjang, seperti USG, Foto polos, TRUS, MRI.
Penatalaksanaan BPH tergantung pada derajat keluhan, keadaan
pasien, maupun kondisi objektif keadaan pasien yang diakibatkan
oleh penyakitnya. Pilihannya adalah tanpa terapi (watchful waiting),
medikamentosa, dan pembedahan/operasi.
41
DAFTAR PUSTAKA
2. Fawzy A, Pool JL. 2010. Benign Prostatic Hypertrophy and the Role of
Alpha Adrenergic Blockade. http://www.medscape.com/viewprogram/2010
11. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran ; 2002: 203-7
12. Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins, S.L. 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins. Ed.7. Vol.2. Jakarta. EGC.
42
13. Prince, Sylvia dan Lorraine, M.W. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Ed.6. Vol.2. Jakarta. EGC.
15. Grace, P. A. dan Borley, N.R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta.
Penerbit Erlangga.
43