Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 60 TAHUN DENGAN OBS KONVULSI EC


ENCEPHALOPATHY UREMIC DD NEUROLOGIC, CKD 5 HD, DM
TYPE II NON OBESE, HIPERTENSI STAGE I, HIPONATREMIA
SEDANG, DAN HIPOKALSEMIA SEDANG

Oleh:

Rosida Din Anjaini Amin G991902050

Residen Pembimbing

dr. Yohana dr. Amiroh Kurniati, M.Kes., Sp.PK


Fillamina Setiawan

KEPANITERAAN KLINIK PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


STASE TERINTEGRASI-LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul:

SEORANG LAKI-LAKI USIA 60 TAHUN DENGAN OBS KONVULSI EC


ENCEPHALOPATHY UREMIC DD NEUROLOGIC, CKD 5 HD, DM
TYPE II NON OBESE, HIPERTENSI STAGE I, HIPONATREMIA
SEDANG, DAN HIPOKALSEMIA SEDANG

Oleh:

Rosida Din Anjaini Amin G991902050

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:

dr. Amiroh Kurniati, M.Kes., Sp.PK


BAB I

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS

A. Identitas Penderita
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Dusun Sengir, Sidoharjo, Wonogiri
No. RM : 0102XXXX
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Jawa
Status : Menikah
Tanggal masuk RS : 5 Agustus 2019
Tanggal pemeriksaan : 8 Agustus 2019

B. Data Dasar

Autoanamnesis, alloanamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal


Flamboyan 8 Kamar 809 D RSUD DR. Moewardi, Surakarta.
Keluhan Utama

Kejang sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan kejang sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien kejang sebanyak 1x dalam sehari. kejang berupa
gerakan menyentak di seluruh tubuh, kejang muncul tiba-tiba ketika pasien
mencoba untuk bangun dari tempat tidur, kejang berlangsung selama 3-5 menit,
pada saat kejang pasien sadar, dan setelah kejang berhenti pasien tidak sadarkan
diri selama ± 15 menit. Pasien tidak mengkonsumsi obat kejang. Saat kejang mata
tidak memutar ke atas, tidak ada cairan atau busa yang keluar dari mulut, lidah
pasien tidak tergigit, Setelah kejang pasien juga merasa semakin lemas.
Keluhan lemas dirasakan di seluruh tubuh sejak 2 hari SMRS setelah
kejang, lemas dirasa terus menerus hingga mengganggu aktivitas, lemas tidak
membaik dengan istirahat atau pemberian makan dan semakin bertambah hingga
pasien hanya berbaring di tempat tidur, namun pasien masih dapat berjalan
sendiri.
Keluhan lain seperti mual (-), muntah (-), pusing (-), riwayat kejang
sebelumnya (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sebelumnya menjalani
cuci darah di RSUD Wonogiri 2x dalam sebulan ini, cuci darah berlangsung
selama ± 3 jam.
Pasien memiliki riwayat penyakit DM sejak tahun 2007 dan rutin
mengkonsumsi glibenclamide 1x sehari. Pasien juga mempunyai riwayat
hipertensi sejak tahun 2010 dan rutin mengkonsumsi obat yang diminum 1x sehari
di malam hari. Satu bulan yang lalu pasien dirawat di RSUD Wonogiri dengan
penyakit ginjal, dan direncanakan untuk cuci darah rutin.

Riwayat Penyakit Dahulu


Diakui, 1 bulan sebelum masuk rumah
Riwayat mondok
sakit dengan keluhan lemas
Riwayat keluhan serupa Disangkal
Riwayat kejang sebelumnya Disangkal
Riwayat transfusi Disangkal
Riwayat sakit jantung Disangkal
Riwayat sakit kuning Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit Keterangan
Riwayat darah tinggi Nenek (+)
Riwayat Diabetes Militus Disangkal
Riwayat sakit ginjal Disangkal
Riwayat keganasan Disangkal
Riwayat sakit kuning Disangkal
Riwayat keluhan serupa Disangkal

Riwayat kebiasaan
Pola makan Pasien mengkonsumsi makanan utama 3x
sehari dengan nasi, lauk pauk, dan sayuran.
Pasien mengurangi konsumsi gula dan
makanan manis.
Merokok Disangkal
Alkohol Disangkal
Olahraga Pasien jarang berolahraga

Riwayat sosial ekonomi

Pasien saat ini bekerja sebagai wiraswasta,. Pasien memiliki seorang istri
dan 4 orang anak dan tinggal bersama istri dan anak pertama, Pasien berobat
dengan BPJS kelas III.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 8 Agustus 2019 dengan hasil sebagai berikut:

1. Keadaan Umum

Tampak lemas, compos mentis.


2. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 140/80 mmHg
b. Nadi : 85 kali/menit, Isi cukup, reguler
c. Frekuensi nafas : 18 kali/menit
d. Suhu : 36.5 0C peraksiler
e. VAS : (-)
3. Status Gizi
a. Berat Badan : 68 kg
b. Tinggi Badan : 167 cm
c. IMT : 24.4 kg/m2
Kesan : Normal
4. Kulit : Kulit berwarna sawo matang, turgor menurun (-), hiperpigmentasi
bekas garukan gatal (-), kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-),
ekimosis (-), papul (-)
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna abu-abu hitam, distribusi rata,
mudah rontok (-), luka (-), atrofi m. Temporalis (-)

6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),
perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm),
reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), katarak (-/-)
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-),
chvostek sign (-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)

9. Mulut : Bibir pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-), gusi berdarah (-), papil
lidah atrofi (-), oral thrush (-), karies gigi (-)

10. Leher : JVP 5+2 cmH2O, trakea ditengah, simetris, pembesaran kelenjar
tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening leher (-), distensi vena-vena
leher (-)

11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri,


retraksi intercostal (-), pernafasan abdominothorakal, sela iga melebar (-),
pembesaran kelenjar getah bening axilla (-/-)
12 Jantung :

a. Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak


b. Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat
c. Perkusi : Batas Jantung
Kanan : SIC IV linea parasternalis dekstra
Pinggang Jantung : SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri : SIC V linea mid clavicula sinistra
Kesan : batas jantung tidak melebar
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler, gallop
(-), murmur (-).

13. Pulmo :
a. Depan
Inspeksi
1. Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
2. Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela
iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
1. Statis : Simetris
2. Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi
1. Kanan : Sonor
2. Kiri : Sonor

Auskultasi
1. Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing

(-), ronkhi basah halus (-), ronkhi basah kasar (-)


2. Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing
(-), ronkhi basah halus (-), ronkhi basah kasar (-)
b. Belakang
Inspeksi
1. Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
2. Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela
iga tidak melebar.
Palpasi
1. Statis : Simetris
2. Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi
1. Kanan : Sonor
2. Kiri : Sonor
Auskultasi
1. Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing (-),
ronkhi basah halus (-), ronkhi basah kasar (-)

2. Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing (-),


ronkhi basah halus (-), ronkhi basah kasar (-)

14. Abdomen :

a. Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding thorak, venektasi (-),


sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-), papul (-)

b. Auskultasi : Bising usus (+) 12 x / menit, bruit hepar (-)

c. Perkusi : Timpani, pekak alih (-), undulasi (-)

d. Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

15. Ekstremitas : Akral Dingin Oedem


- - - -
- - - -

Superior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin (-/-),
ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon nail (-/-),
clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan dan nyeri
gerak (-/-), deformitas (-/-), palmar eritem (-)

Inferior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin(-/-),
ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/ ), spoon nail (-/-), clubing
finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri (-/-), deformitas (-/-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Hasil Pemeriksaan Foto Thorax PA (5 Agustus 2019) di RSUD Dr.

Moewardi, Surakarta.

Kesan:

Foto rontgen PA :

Inspirasi cukup
Cor: Ukuran dan bentuk normal
Paru: Tak tampak infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronkovaskuler normal.
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trakhea di tengah
Sistema tulang baik

Kesimpulan:

1. Pulmo tak tampak kelainan

2. Aortosklerosis
B. Hasil Laboratorium Darah (5 Agustus 2019) IGD RSUD Dr.
Moewardi, Surakarta.
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin

Hemoglobin 7.8 g/dL 12.0-15.6


Hematokrit 24 % 33 – 45
Leukosit 3.9 ribu/µl 4.5 – 11.0
Trombosit 147 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 2.79 juta/µl 4.10 – 5.10
Indeks Eritrosit

MCV 84.3 /um 80.0 – 96.0


MCH 27.9 Pg 28.0 – 33.0
MCHC 33.1 g/dl 33.0 – 36.0
RDW 13.2 % 11.6 – 14.6
MPV 7.5 Fl 7.2 – 11.1
PDW 16 % 25-65
Hitung Jenis

Eosinofil 11.10 % 0.00-12.00


Basofil 11.10 % 0.00-12.00
Netrofil 66.70 % 55.00-80.00
Limfosit 22.20 % 22.00-44.00
Monosit 11.10 % 0.00-12.00
Gol. Darah O
Kimia Klinik

SGOT 18 u/l <35


SGPT 14 u/l <45
GDS 195 mg/dl 60 – 140
Creatinine 14.4 mg/dl 0.9 – 1.3
Ureum 331 mg/dl < 50
Elektrolit

Natrium darah 127 mmol/L 136 – 145


Kalium darah 4.5 mmol/L 3.3 – 5.1
Calsium ion 1.07 mmol/L 1.17 – 1.29
Serologi Hepatitis
HBsAg Nonreative Nonreactive

C. Hasil Pemeriksaan EKG (8 Juli 2019) di RSUD Dr. Moewardi, Surakarta.

Sinus rhythm, 89 bpm, normoaxis, P wave 0,08 s, PR interval 0,16 s, Q patologis


(-), QRS kompleks 0,08 s, ST depresi (-), ST elevasi (-), T inverted di lead II, III,
aVF.
Kesimpulan :
Sinus rhythm, 89 bpm, normoaxis, iskemik inferior.

IV. RESUME
1. Keluhan utama:

Kejang sejak 2 hari SMRS.


3. Pemeriksaan fisik:
2. Anamnesis:
KU: kesan lemas, compos mentis, GCS E4/V5/M6, kesan gizi cukup.
Riwayat Penyakit Sekarang .
Vital sign:
Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan kejang sejak 2 hari sebelum
➢ Terdapat
masuk rumah tekanan darah kejang
sakit. Pasien tinggi (TD: 140/80
sebanyak 1xmmHg,
dalam N :85 x/menit,
sehari. RR :18
kejang berupa
x/menit,
gerakan suhu 36,5
menyentak di C)
0
seluruh tubuh, kejang muncul tiba-tiba ketika pasien
Mata:untuk
mencoba konjungtiva
bangunpucat (+/+) tidur, kejang berlangsung selama 3-5 menit,
dari tempat
padaLeher
saat kejang pasien
: JVP R+ sadar, dan setelah kejang berhenti pasien tidak sadarkan
2 cmH2O
diri selama ± 15 menit. Pasien tidak mengkonsumsi obat kejang. Saat kejang mata
Jantung : Ictus cordis tidak tampak, tidak kuat angkat, BJ I-II normal, reguler
tidak memutar ke atas, tidak ada cairan atau busa yang keluar dari mulut, lidah
Abdomen:
pasien tidak tergigit, Setelah kejang pasien juga merasa semakin lemas.
Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada
Keluhan lemas dirasakan di seluruh tubuh sejak 2 hari SMRS setelah kejang,
lemasAuskultasi: Bising
dirasa terus Usus hingga
menerus (+) 12x/menit
mengganggu aktivitas, lemas tidak membaik
dengan istirahat
Perkusi atau pemberian makan dan semakin bertambah hingga pasien
: Timpani
hanya berbaring di tempat tidur, namun pasien masih dapat berjalan sendiri.
Ekstremitas : superior Oedem (-/-) akral dingin (-/-)
Keluhan lain seperti mual (-), muntah (-), pusing (-), riwayat kejang sebelumnya
Inferior Oedem (-/-) akral dingin (-/-)
(-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sebelumnya menjalani cuci darah di
4.RSUD Pemeriksaan
Wonogiri 2xpenunjang:
dalam sebulan ini, cuci darah berlangsung selama ±3 jam.
a. Foto Thoraks PA:
1. Pulmo
Riwayat tak tampak
Penyakit kelainan
Dahulu
2. Aortosklerosis
Riwayat mondok diakui 1 bulan sebelum masuk rumah sakit dengan keluhan
b. Laboratorium:
lemas.

Darah
Riwayat Rutin:
Sosial Hemoglobin 7.8 (↓), Hematokrit 24 (↓), Leukosit 3.9 (↓),
Ekonomi

Trombosit
Pasien saat ini 147 (↓), Eritrosit
bekerja 2.79 (↓).
sebagai wiraswasta,. Pasien memiliki seorang istri dan 4
orangKimia
anak Klinik:
dan tinggal
GDSbersama
195 (↑) anak pertama,
, Ureum Pasien
14.4 (↑), berobat
kreatinin 331dengan
(↑). BPJS kelas
III.
Elektrolit: Natrium darah 127 (↓), Kalsium ion 1.07 (↓).

Kesan : Anemia normokromik normositik, leukopeni, hiperglikemi,


peningkatan ureum kreatinin, hiponatremia sedang, hipokalsemia sedang

c. EKG :

Sinus rhythm, 89 bpm, Iskemik inferior.


V. DIAGNOSIS ATAU PROBLEM

1. Observasi Konvulsi ec Encephalopathy Uremic dd


Neurologic

2. CKD 5 HD

3. DM type II Non Obese

4. Hipertensi stage I terkontrol obat

5. Hiponatremia sedang

6. Hipokalsemia sedang

VI. TATALAKSANA

1. Bedrest tidak total


2. Diet lunak ginjal 2100 kkal
3. O2 2 lpm NK bila sesak
4. Infus NaCl 0,9% 16 tpm
5. Infus asam amino esensial
6. Injeksi Furosemide 20mg/24 jam
7. Injeksi Metroclopramide 5 mg/8 jam
8. Diazepam 5 mg bila kejang
9. Asam folat
10. Haemodialisa

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia

VIII. USULAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Darah rutin
2. Ureum, kreatinin, elektrolit post HD
3. Gula darah (GDP, GD2PP, HbA1c)
4. Urinalisis
5. AGD

VI. Prognosis

1. Ad vitam : dubia

2. Ad sanam : dubia

3. Ad fungsionam : dubia
BAB II
ANALISIS KASUS

Ppada kasus ini pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan kejang sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari onset, durasi, kuantitas kejang dalam
sehari, dan bentuk kejang yang dialami pasien serta tidak ada riwayat kejang
sebelumnya dan tidak ada demam, lenih mengarah kepada ensefalopati daripada
gangguan neurologic seperti epilepsy atau meningitis. Pasien juga memiliki
riwayat sakit ginjal dan mulai rutin menjalani hemodialisa, sehingga dapat
dicurigai adanya gangguan fungsi ginjal yang dapat menimbulkan gangguan
elektrolit atau metabolic dan dapat menyebabkan timbulnya gejala kejang pada
pasien
Keluhan lain seperti mual (-), muntah (-), pusing (-), riwayat kejang
sebelumnya (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sebelumnya menjalani
cuci darah di RSUD Wonogiri 2x dalam sebulan ini, cuci darah berlangsung
selama ± 3 jam.
Pasien juga memiliki riwayat penyakit DM sejak tahun 2007 dan rutin
mengkonsumsi glibenclamide 1x sehari. Pasien juga mempunyai riwayat
hipertensi sejak tahun 2010 dan rutin mengkonsumsi obat yang diminum 1x sehari
di malam hari. Satu bulan yang lalu pasien dirawat di RSUD Wonogiri dengan
penyakit ginjal, dan direncanakan untuk cuci darah rutin.
Pasien memiliki riwayat DM dan Hipertensi yang dapat memunculkan
komplikasi berupa gangguan fungsi ginjal. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan
kadar Hb menurun dengan normokromik normositik, kemungkinan ada penyakit
kronis, dengan penurunan eritrosit, dapat terjadi karena bahan untuk produksi
seperti hormone eritropoetin berkurang. Dari pemeriksaan kimia klinik juga
didapatkan peningkatan ureum kreatinin yang menunjukkan adanya penurunan
GFR, dengan rumus Cockroft-Gault ((140-usia x BB) : 72xPCr mg/dL)), ((140-
60) x 68) : 72x14.4 mg/dL)), didapatkan eGFR pasien 5.2 mL/menit/1.73 m2,
pasien mengalami CKD stage 5. Pemeriksaan elektrolit menunjukkan hipokalemia
dan hipokalsemia, dapat diakibatkan oleh ganggguan fungsi ginjal.
Penyakit ginjal kronik yang dialami pasien juga dapat merupakan
komplikasi dari riwayat DM dan HT, yang menyebabkan gangguan hormonal,
akumulasi metabolit, ketidakseimbangan eksitator-inhibitor neurotransmiter,
gangguan metabolisme. Gangguan ekskresi metabolit seperti ureum dan dapat
menimbulkan uremia, sehingga toksin uremic mempengaruhi neurotransmitter
dan menyebabkan gangguan seperti kejang dan kehilangan kesadaran.
Pada pasien ini disarankan untuk pemeriksaan lab labih lanjut, diantaranya
darah rutin, Kimia klinik post HD (ureum, kreatinin), Gula darah (GDP, GD2PP,
HbA1c), Elektrolit, Urinalisis, dan AGD untuk mementau kondisi pasien.
Perlu dilakukan pemantauan tanda vital, cegah dan kendalikan kejang, dan
mengatasi penyakit yang mendasari, juga perawatan di tempat dengan akses ke
ICU.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ensefalopati Uremik
Uremia adalah suatu sindrom klinisdan laboratorik yang terjadi
pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal, dimana terjadi retensi sisa
pembuangan metabolisme protein, yang ditandai dengan peningkatan kadar
ureum diatas 50 mg/dl.1-2 Uremia lebihsering terjadi pada Gagal Ginjal
Kronis (GGK), tetapi dapat juga terjadi pada Gagal Ginjal Akut (GGA) jika
penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat. Hingga sekarang belum
ditemukan satu toksin uremic yang ditetapkan sebagai penyebab segala
manifestasi klinik padauremia.6-8 Angka kejadian UE di duniatidak diketahui.
UE dapat terjadi pada pasien manapun dengan End-Stage Renal Disease
(ESRD), dan angka kejadian UE secara langsung tergantung pada jumlah
pasien tersebut. Peningkatan kasus ESRD seiiring dengan peningkatan kasus
UE.5 Berdasarkan Center for Disease Control and Prevention (CDC), pada
tahun 2013 jumlah pasien ESRD yang dirawatdi Amerika Serikat sebesar
1973,20per 1 juta jumlah penduduk sedangkan di Asia sebesar 2990 per 1 juta
penduduk. 9-10 DiIndonesia, berdasarkan Pusat Data dan Informasi
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, jumlah pasien GGK
diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk, 60% nya adalah laki-
laki, usia dewasa dan usia lanjut.
B. Chronic Kidney Disease
1. Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis
denganetiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
yangprogresif, dan umumnya berakhir dengangagal ginjal. Selanjutnya,
gagalginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsiginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapipengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.8,9Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan
ginjalprogresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea
danlimbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinyajika
tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronis(GGK)
atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjalyang
progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untukmempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi ureadan sampah nitrogen lainnya
dalamdarah).10,12
2. Patofisiologi
Penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakityang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yangterjadi
kurang lebih sama. Penguranganmassa ginjal mengakibatkanhipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (survivingnephrons)
sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekulvasoaktif seperti
sitokinin dan growth faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,
yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler danaliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti dengan penurunan
fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakitdasarnya sudah tidak aktif
lagi.Adanya peningkatanaktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteronintrarenal,
ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai olehtrans forming growthfactor β (TGF-β).
Beberapa hal juga yang dianggap berperan terhadapterjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis
dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling
dini penyakit ginjal kronik,terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan manabasal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secaraperlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif,yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum
3. Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Ginjal KronikKalsifikasiGagal ginjal kronis
berdasarkan sebabnya. Glomerulonefritis Peradangan pada struktur ginjal
( glomerulus ). Pengaruh peradanganpada kedua ginjal sama dan peradangan
ini bersifat menyebarketubular, interstisial dan vaskular. Suatu gejala
yangmenggambarkan penyakit peradangan pada glomerulus tahap akhir,yang
ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambatakibat
glomerulonefritis yang perkembangannya perlahan–lahandan membahayakan
serta berlangsung lama (10–30 tahun), danmerupakan penyebab utama
penyakit renal tahap akhir.11b. Nefropati Diabetik Penyakitginjal akibat
penyakit DM yangmerupakan penyebabutama gagal ginjal di Eropa dan
USA.Ada 5 fase Nefropati Diabetika. Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan
peningkatan GFR,AER
(albumin excretion rate)dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi
albumin relative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin
masihterdapathiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi
dalamberkembang menjadiNefropati Diabetik. Fase III, terdapat
mikroalbuminuria (30-300mg/24j). FaseIV,Difstick positif proteinuria,ekresi
albumin >300mg/24j, pada fase initerjadi penurunan GFR danhipertensi
biasanya terdapat. Fase V merupakanEnd Stage RenalDisease (ESRD),dialisa
biasanya dimulai ketika GFRnya sudahturun sampai 15ml/mnt.12
c.Nefrosklerosis Hipertensif Penyakit ginjal yang disebabkan karena
terjadinya kerusakan vaskularisasi di ginjal oleh adanya peningkatan tekanan
darah. Nefropati yang terjadi akibat hipertensi (nefrosklerosis hypertensive)
terbagi menjadi dua yakni nefropati hipertensi benigna(neproskelerosis
benigna) dan nefropati hipertensi maligna (nefrosklerosis
maligna).13d.Penyakit ginjal polikistik Suatu kelainan genetik yang ditandai
oleh pertumbuhan banyak kistaseperti anggur yang berisi cairan di ginjal.
Kedua ginjal menjadilebih besar dari waktu ke waktu dan kista kemudian
mengambil alihdan merusak jaringan ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan
penyakit ginjal kronisdan stadium akhir penyakit ginjal.9e. Pielonefritis kronis
dan nefritis interstitial lainPielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal,
tubulus, danjaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri
mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Pielonefritis akut
biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Pielonefritis yang
kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang
berulangkali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal
failure (gagal ginjal) yang kronis.14
e. Diabetes Melitus
Suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristikhiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerjainsulin atau kedua-keduanya, yang menimbulkan berbagai kompilkasi
pada seluruhorgan tubuh antara lain ginjal.9.
f. Hipertensi
Terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.Hipertensi
oleh karena adanya hal-hal sebagai berikut dapatmenyebabkan gagal ginjal
kronik, diantaranya Retensi natrium, Peningkatan sistem RAA akibat iskemi
relatif karenakerusakan regional, Aktifitas saraf simpatis meningkat akibat
kerusakan ginjal, Hiperparatiroid Sekunder, Pemberian eritropoetin
Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik.
a. Gastrointestinal Ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan.
b.Kardiovaskuler Hipertensi, perubahan EKG, perikarditis, efusi pericardium,
tamponade perikardium.
c.Respirasi Edema paru, efusi pleura, pleuritis.
d.Neuromuskular lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan
muskular,neuropati perifer,bingung dan koma.
e.Metabolik/ endokrinInti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon seks
menyebabkan penurunan libido, impoten danammenore.
f. DermatologiPucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, uremia frost.
g. Abnormal skeletal Osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalaisia.
h. Cairan-elektrolit Gangguan asam basa menyebabkan kehilangan sodium
sehingga terjadidehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia,
hipokelemia.
i. Hematologi Anemia, defek kualitas flatelat, perdarahan meningkat.
j. Fungsi psikososial Perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.
C. Diabetes Melitus Type II
Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja
dan atau sekresiinsulin.Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes
Melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan,kesemutan.
2International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka
kejadian diabetes me litus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana
proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang
menderita diabetes mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%. Tingginya
prevalensi
Etiologi
Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko yang tidak dapat
berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik yang kedua adalah
faktor risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan merokok tingkat
pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggangdan umur.4,8
Manifestasi Klinis
Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata,
katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh
dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke
dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani
amputasi anggota tubuh karenaterjadi pembusukan.Untuk menurunkan
kejadian dan keparahan dari Diabetes Melitus tipe 2 maka dilakukan
pencegahan seperti modifikasi gaya hidup dan pengobatan seperti obat oral
hiperglikemik dan insulin .3
Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa


darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar
adanya glukosuria.
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tatalaksana

Pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik)


bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia
secara oral dan/atau suntikan.
Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal
atau kombinasi.
Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat,
misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder
atau Tersier.
D. Hipertensi
Definisi
Hipertensi adalah kondisi medis saat seseorang
mengalamipeningkatan tekanan darah di atas normal menurut World
HealthOrganization (WHO) hipertensi bila peningkatan tekanan darah
istirahatyang menetap yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dantekanan diastoliklebih dari 90 mmHg.8Hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya didefinisikan sebagaihipertensi esensial. Beberapa penulis lebih
memilih istilah hipertensiprimer untuk membedakannya dengan hipertensi lain
yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui.
Klasifikasi Hipertensi

Diagnosis
– Klasifikasi
– Risiko kardiovaskuler
– Etiologi sekunder yang mendasari
Didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, lab (urinalisis, fungsi ginjal,
ekskresi albumin, BUN, kreatinin, gula darah, elektrolit, profil lipid), ekg 12
lead istirahat
Tatalaksana
Modifikasi gaya hidup
Farmakoterapi obat antihipertensi sesuai kondisi pasien (β-Blocker, ARB,
ACE inhibitor, antagonis aldosterone)
E. Hipokalemi
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah
3,5 mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau
adanya gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel.1
Derajat Hipokalemia„
Hipokalemia ringan: kadar serum 3-3,5 mEq/L
Hipokalemia sedang: kadar serum 2,5-3 mEq/L
Hipokalemia berat: kadar serum < 2,5 mEq/L.
Hipokalemia <2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan
mengancam jiwa.
Gejala dan tanda klinis
Tingkat keparahan klinis hipokalemia cenderung sebanding dengan
derajat dan durasi deplesi serum kalium. Gejala umumnya muncul apabila
serum kalium di bawah 3,0 mEq/L, kecuali jika penurunan kadar kalium
mendadak atau pasien memiliki faktor komorbid, contohnya kecenderungan
aritmia.11 Gejala biasanya membaik dengan koreksi hipokalemia.
Diagnosis
Anamnesis harus berfokus pada obat-obatan (khususnya obat
pencahar, diuretik, antibiotik), diet, kebiasaan makan, dan/atau gejala yang
mengarah pada etiologi tertentu (misalnya kelemahan periodik, muntah, dan
diare).Pemeriksaan fisik harus memberi perhatian khusus pada tekanan darah
dan tanda-tanda tertentu, misalnya, hipertiroidisme dan sindrom
Cushing.4,5Evaluasi penunjang mencakup pemeriksaan elektrolit, BUN,
kreatinin, osmolalitas serum, kadar Mg2+, kadar Ca2+, pemeriksaan darah
lengkap, pH urin, osmolalitas, kreatinin, dan elektrolit.„Asidosis pada
pemeriksaan non-anion-gapmenunjukkan asidosis tubulus ginjal distal atau
diare hipokalemik; perhitungan anion gap urin dapat membantu membedakan
dua diagnosis ini.„Ekskresi K+ ginjal dapat dinilai dengan pengumpulan urin
24 jam, nilai K+ <15 mmol merupakan indikasi penyebab hipokalemia
ekstrarenal.5„Jika hanya tersedia sampel urin acak, osmolalitas serum dan urin
dapat digunakan untuk menghitung gradien K+ transtubular (TTKG), yang
seharusnya bernilai <3 pada hipokalemia.13„Sebagai alternatif, rasio K+
terhadap kreatinin melebihi 13 mmol/g kreatinin (>1,5 mmol/mmol)
menandakan adanya ekskresi K+ ginjal berlebihan.2„Kadar Cl- urin biasanya
turun pada hipokalemia dari anion tidak terabsorbsi, seperti antibiotik atau
HCO3-.1,2,5 Penyebab paling umum alkalosis hipokalemik kronik adalah
muntah dan penyalahgunaan diuretik.13„Pemeriksaan lain, seperti
pemeriksaan kadar Ca2+, tes fungsi tiroid, dan/atau PRA dan aldosteron pada
kasus tertentu.„Rasio aldosteron plasma: PRA> 50 karena penekanan renin
beredar dan peningkatan aldosteron bersirkulasi, mengarah ke
hiperaldosteronisme. Pasien hiperaldosteronisme atau mineralokortikoid
berlebih yang jelas mungkin memerlukan uji lebih lanjut, misalnya
pengambilan sampel vena adrenal atau uji klinis genetik (misalnya, FH-I,
SAMA, sindrom Liddle).5TATALAKSANAUntuk memperkirakan jumlah
kalium pengganti, perlu disingkirkan faktor-faktor penyebab, contohnya
insulin dan obat-obatan. Setelah itu, perlu diperhatikan hal berikut:Cara
Pemberian Kalium„Oral. Penggantian kalium secara oral paling aman tetapi
kurang ditoleransi karena iritasi lambung. Pada hipokalemia ringan (kalium 3
—3,5 mEq/L) dapat diberikan KCl oral 20 mEq 3 – 4 kali sehari5 dan edukasi
diet kaya kalium. Makanan mengandung cukup kalium dan menyediakan 60
mmol kalium.14 Kalium fosfat dapat diberikan pada pasien hipokalemia
gabungan dan hipofosfatemia. Kalium bikarbonat atau kalium sitrat harus
dipertimbangkan pada pasien dengan penyulit asidosis metabolik. Pada
hipokalemia dengan hipomagnesemia, koreksi defisiensi Mg2+ perlu
dilakukan bersamaan. Mengingat distribusi kalium ke dalam kompartemen
intraseluler tidak langsung, defisit harus dikoreksi bertahap selama 24-48 jam
dengan pemantauan konsentrasi plasma K+ rutin untuk menghindari
overrepletionsementara dan hiperkalemia transien.4,5„Jalur intravena harus
dibatasi hanya pada pasien yang tidak dapat menggunakan jalur enteral atau
dalam komplikasi berat (contohnya paralisis dan aritmia). K+-Cl harus selalu
diberikan dalam larutan garam, bukan dekstrosa, karena peningkatan insulin
yang diinduksi dekstrosa dapat memperburuk hipokalemia.1,8 Pemberian
dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+serum sebesar 0,2—1,4
mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.9 Dosis intravena
perifer biasanya 20-40 mmol K+-Cl- per liter. Konsentrasi lebih tinggi dapat
menyebabkan nyeri lokal flebitis kimia, iritasi, dan sklerosis.13 Pada kondisi
hipokalemia berat (<2,5 mmol/L) dan/atau memiliki tanda gejala kritis, K+-Cl
intravena dapat diberikan melalui vena sentral dengan laju 10-20 mmol/jam.
Volume besar normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika
ada aritmia jantung, larutan K+ lebih pekat diberikan melalui vena sentral dan
pemantauan EKG.Kecepatan Pemberian Kalium Intravena„Jika kadar serum >
2 mEq/L, kecepatan lazim adalah 10 mEq/jam, maksimal 20 mEq/jam untuk
mencegah hiperkalemia. Pada anak, 0,5—1 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis
tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.1,5,6„Pada kadar < 2 mEq/L,
bisa diberikan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan pemantauan ketat di ICU.
Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa
karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat.5,6Pertimbangan Sediaan
Kalium„KCl biasanya digunakan untuk menggantikan defisiensi K+ pada
kondisi metabolik alkalosis dan deplesi Cl-, terutama pada pasien muntah dan
pengobatan diuretik.10„Pada kondisi metabolik asidosis (contohnya pada
diare kronik) lebih diutamakan kalium yang dikombinasikan dengan garam
lain, yaitu potasium bikarbonat atau ekuivalen bikarbonat lainnya (sitrat,
asetat, atau glukonat) untuk mengatasi kondisi asidosis.10„Hipokalemia pada
penyalahgunaan alkohol atau ketoasidosis diabetes umumnya disertai
defisiensi fosfat sehingga diutamakan menggunakan potasium fosfat.10„Diet
Kalium. Diet orang dewasa mengandung kalium rata-rata 50-100 mEq/hari
(contoh makanan tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk,
advokat, kacang-kacangan, dan kentang).5,15PROGNOSISKonsumsi
suplemen kalium biasanya mengoreksi hipokalemia. Hipokalemia berat dapat
menyebabkan masalah jantung yang dapat fatal.14,15 Hipokalemia yang tidak
dapat dijelaskan, hiperkalemia refrakter, atau gambaran diagnosis alternatif
(misalnya, aldosteronisme atau kelumpuhan periodik hipokalemia) harus
dikonsultasikan ke endokrinologi atau nefrologi
F. Hipokalsemi
Regulasi kalsium sangat penting untuk fungsi sel normal, transmisi
saraf, stabilitas membran, struktur tulang, koagulasi darah, dan pensinyalan
intraseluler.
Kalsium tubuh total dikendalikan oleh sistem umpan balik di mana
hormon paratiroid menginduksi tulang dan ginjal untuk meningkatkan kadar
kalsium serum.
Vitamin D memfasilitasi penyerapan kalsium usus. Sebaliknya,
peningkatan kadar kalsium biasanya menghambat pelepasan hormon
paratiroid.
Gambaran Klinis dan Diagnosis
 Kram otot, parestesia perioral atau jari, sesak napas sekunder akibat
bronkospasme, dan kontraksi tetanik.
 Hipokalsemia dapat menyebabkan kolaps kardiovaskular, hipotensi,
dan disritmia.
 Hipokalsemia yang lebih parah dapat menyebabkan kolaps
kardiovaskular, hipotensi, sinkop, disritmia, gagal jantung kongestif,
angina, hipotensi, dan perpanjangan interval QT.
 Hipokalsemia kronis dapat bermanifestasi dengan katarak, gigi buruk,
kulit kering, rambut kasar, dan pruritus.
 Chovstek sign dan Trousseau sign juga bisa ditemukan.
 Kadar kalsium serum kurang dari 8,5 mg / dL atau kadar kalsium
terionisasi kurang dari 2,0 mEq / L
Tatalaksana
Gejala ringan : suplementasi oral seperti kalsium karbonat (CaCO3)
Gejala sedang – berat : kalsium klorida atau kalsium glukonat
Untuk pasien dengan gejala sedang sampai berat; 100 sampai 300 mg
kalsium unsur yang diberikan selama 5-30 menit akan meningkatkan kadar
kalsium terionisasi 0,5-1,5 mEq.
Kalsium klorida mengandung 272 mg kalsium elemental tetapi dapat
menyebabkan luka bakar pada vena, jadi harus diberikan melalui akses
vena sentral kecuali pasien sakit kritis tanpa akses sentral.
Kalsium glukonat mengandung 92 mg kalsium elemental
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L.Fisiologi manusia dari sel ke sistem.Edisi ke-6.Jakarta:


EGC;2012.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran.Edisi ke-11. Jakarta:
EGC;2010.
3. AlperAB. Uremia[internet].USA: Medscape; 2016 [diakses tanggal 27
Agustus 2016]. Tersedia
darihttp://emedicine.medscape.com/article/245296-overview.
4. Deyn PP, D’hooge R, Bogaert PP, Marescau B. Endogenous guanidino
compounds as uremicneurotoxins.Kidney Int J. 2010;59:77-83.9.CDC.
Prevalence of end stage renal disease[internet]. USA: Centers of Disease
Control and Prevention; 2013[diakses tanggal 14 November 2016].
Tersedia dari https://nccd.cdc.gov/ckd/detail.aspx?QNum=Q67.
10.Fresenius Medical Care. ESRD patient 2013 aglobal
perspective[internet]. USA:Fresenius Medical Care; 2013 [diaksestanggal
14 November 2016].Tersedia dari
www.vision-fmc.com/files/ESRD_Patients_in_2013.pdf

Anda mungkin juga menyukai