Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

SEORANG PEREMPUAN 66 TAHUN DENGAN DM TIPE II, AKI,


CARDIOMEGALI EC CARDIOMIOPATI DIABETIK, NEUROPATI
DIABETIK, LBP, INFEKSI SALURAN KEMIH , HIPERTENSI STAGE I

Oleh :
Aning Hana Faniya/G991902005

Pembimbing Residen

dr. Amiroh Kurniati, M.Kes, Sp.PK dr. Anne Marrya

BAGIAN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
RUMAT SAKIT UMUM DAERAH DR MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul :

SEORANG PEREMPUAN 66 TAHUN DENGAN DM TIPE II, AKI,


CARDIOMEGALI EC CARDIOMIOPATI DIABETIK, NEUROPATI
DIABETIK, LBP, INFEKSI SALURAN KEMIH , HIPERTENSI STAGE I

Disusun Oleh :
Aning Hana Faniya/G991902005

Telah dipresentasikan pada


Hari, tanggal: 2018

Pembimbing

dr. Amiroh Kurniati, M.Kes, Sp.PK.

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
1. Nama Pasien : Ny. W
2. Usia : 66 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status : Menikah
5. Alamat : Kartosuro, Sukoharjo
6. Tanggal Masuk : 23 Juni 2020
7. Tanggal Periksa : 24 Juni 2020
8. No RM : 0147xxx
B. Data Dasar
1. Keluhan utama
Badan terasa lemas
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan badan lemas sejak 5 hari SMRS. Pasien
mengaku sebelumnya rutin menyuntikkan obat (Lantus 0-0-30) dan rutin
kontrol ke klinik untuk penyakit gulanya, namun karena buku obat hilang
pasien tidak bisa menebus obat, jadi sejak 1 bulan SMRS pasien tidak kontrol
dan tidak menyuntikkan obat, sehingga pasien berinisiatif membeli obat
glibenclamid (dikonsumsi 2xsehari). Pada 3 hari SMRS pasien sempat
periksa ke bidan dan mendapati GDS tinggi. Karena keluhan tidak membaik,
pada hari SMRS pasien periksa ke klinik dan mendapati GDS tinggi sehingga
dirujuk ke RS UNS. Dulu pasien mengaku sering makan banyak namun berat
badan tidak naik, pasien juga mengaku banyak minum dan cepat haus setelah
minum meski kegiatan sehari-hari tidak banyak, dan sering terbangun malam
hari karena ingin kencing.

2
Selain itu, pasien mengeluh lengan dan badan terasa gatal (+). Pasien
juga mengeluhkan kaki dan pergelangan & jari tangan terasa kram dan kaku.
Pasien juga merasa pegal dan nyeri pada pinggang. Pasien mengaku dulu
sering mengangkat benda berat saat bekerja. Pasien merasa BAK lebih pekat
dan lebih sedikit. BAB dbn. Keluhan seperti mual (-), muntah (-), sesak
napas (-), napas bau (-), nyeri perut (-), batuk (-), demam (-), diare (-)
disangkal.

3. Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat DM : (+) sejak 19 tahun yll. (sebelumnya rutin
kontrol di RS. Panti Waluyo, lalu rutin di
klinik faskes primer)
Riwayat keluhan serupa : (-)
Riwayat Mondok : (-)
Riwayat Penyalit Jantung : (-)
Riwayat Hipertensi : (-)

4. Riwayat penyakit keluarga


Penyakit Keterangan
Riwayat sakit serupa Disangkal
Riwayat sakit gula (+) adik dari pasien
Riwayat hipertensi Disangkal
Riwayat sakit liver Disangkal
Riwayat sakit jantung Disangkal
Riwayat DM Disangkal
Riwayat sakit ginjal Disangkal
Riwayat alergi Disangkal

3
5. Riwayat kebiasaan :
Pola makan : Pasien makan 2-3 kali sehari dengan nasi,
lauk pauk bervariasi, pasien sering
mengemil.
Merokok : Disangkal
Alkohol : Disangkal
Minum jamu : Disangkal
Suplemen multivitamin : Disangkal

6. Riwayat gizi :
Pasien sehari-hari makan sebanyak 3 kali sehari. Porsi untuk sekali
makan ± 10-12 sendok makan dengan nasi, lauk-pauk, dan sayur. Pasien
sering mengemil makanan manis dan minum teh.
7. Riwayat sosial ekonomi
Pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama suami dan
anaknya. Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, somnolen
GCS E3V5M6, kesan gizi berlebih
2. Tanda vital
a. Tensi : 159/69 mmHg posisi berbaring, diukur pada lengan
sebelah kiri.
b. Nadi : 84 kali /menit irama reguler, isi nadi cukup, kelenturan
dinding arteri elastis, nadi kanan dan kiri sama, frekuensi
nadi dan frekuensi jantung sama
c. Frekuensi nafas : 20 kali /menit, dalam, tipe pernafasan torakoabdominal
0
d. Suhu : 36.7 C per axilla

e. VAS : 3 di pinggang

4
3. Status gizi
a. Berat badan : 65 kg
b. Tinggi badan : 155 cm
c. IMT : 27,1 kg/m2
d. Kesan : Obese I
4. Kulit : Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (-),

teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-)


5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-),

luka (-), atrofi m. Temporalis (-)


6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter

(3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),

Strabismus (-/-), mata merah (-/-)


7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
8. Hidung : Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air berlebihan (-),

gatal (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),

deviasi septum nasi (-), krepitasi (-)


9. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-),

luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-), lidah kotor (-),

tonsil T1-T1, uvula di tengah


10. Leher : JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran

kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-),

distensi vena-vena leher (-)


11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada

kanan = kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan

abdominothorakal, sela iga melebar(-), pembesaran

kelenjar getah bening axilla (-/-), spider naevi (-)

5
12. Jantung
a. Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V linea
medioclavicularis sinistra 1 cm ke medial
c. Perkusi :
 Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
 Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra
 Batas jantung kiri atas: 2 cm SIC II linea sternalis sinistra
 Batas jantung kiri bawah: SIC VI linea medioclavicularis sinistra 1
cm ke lateral
 Kesimpulan: Batas jantung kiri terkenan melebar ke laterocaudal
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler, gallop
(-), murmur (-).
13. Pulmo
a. Depan
 Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar,
iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela
iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
 Perkusi
- Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada
SIC VI linea medioclavicularis dextra, pekak
pada batas absolut paru hepar
- Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC V
linea medioclavicularis sinistra

6
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)
b. Belakang
 Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar,
iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan=kiri, sela
iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
 Perkusi
- Kanan : Sonor
- Kiri : Sonor
- Peranjakan diafragma 5 cm
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)

7
14. Abdomen
 Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding thorak, venektasi (-),
sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-), papul
(-)
 Auskultasi : Bising usus (+) 10 x/menit, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
 Perkusi : Timpani, pekak alih (-), undulasi (-), area troube
pekak, liver span kanan 10 cm, liver span kiri 6 cm
 Palpasi : Supel, turgor menurun (-), nyeri tekan (-), distended (-),
nyeri lepas (-), defans muskuler (-), hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan (-), undulasi (-)
15. Ginjal
 Palpasi : bimanual palpation : ginjal kanan - kiri tidak teraba
 Nyeri ketok : (-)
16. Ekstremitas
Akral dingin _ _ Oedem _ _
_ _ _ _

Superior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral


dingin (-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat
(-/-), spoon nail (-/-), clubing finger (-/-), flat
nail (-/-), nyeri tekan dan nyeri gerak (-/-),
deformitas (-/-),
17. Pemeriksaan neurologis
 Patrick test : (-/-)
 Kontra Patrick test : (-/-)
 Laseque test : (+/+)

8
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Kimia Klinik (23 Juni 2020 jam 11.11 WIB) di RS UNS
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal

Kreatinin 1.24 mg/dL 0.5-1.1


Glukosa Darah Sewaktu 499 mg/dL 70-140

B. Laboratorium Darah (23 Juni 2020 jam 14.30 WIB) di RS UNS


Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal

HEMATOLOGI
Darah lengkap
Leukosit 8.53 10^3/uL 4.5-11

Eritrosit 4.20 10^6/uL 3.9-5.3

Hemoglobin 12.6 g/dL 11.7-16.2

Hematokrit 34.6 % 34-40

MCV 82.4 fL 79.0-99.0

MCH 30.0 pg 27.0-31.0

MCHC 36.4 % 33.0-37.0

Trombosit 293 10^3/uL 150-450

RDW-CV 11.8 % 11.5-14.5

PDW 11.2 fL 9-13.0

MPV 10.3 fL 7.2-11.1

9
Hitung Jenis

Limfosit 37.4 % 20-40

Monosit 6.9 % 0-7

Neutrofil 53.2 % 55-80

Eosinofil 2.0 % 0-4

Basofil 0.5 % 0-2

Neutrofil Lymphocyte Ratio 1.43 <3.13

Absolute Lymphocyte Count 3150 /uL >1500

HFLC 0.5 %

Fungsi Hati

AST (SGOT) 17.0 U/L 0~34

ALT (SGPT) 16.0 U/L 8~34

Fungsi Ginjal

Ureum 83.0 mg/Dl 10~45

Kreatinin 1.07 mg/dL 0.5~1.1

Elektrolit

Kalium (K) 4.97 mmol/L 3.5-5.5

Natrium (Na) 134.45 mmol/L 135-145

Klorida (Cl) 94.60 mmol/L 96-106

Kalsium Ion (Ca++) 0.95 mmol/L 1.1-1.35

Osmolaritas = 320,39 mmol


2 x (Na + K) + (GDS/18) + (Ur/6)
2 x (134,45 + 4,97) + (499/18) +(83/6)
2 x 139,42 + 27,72 + 13.83
= 320,39

10
C. Laboratorium Kimia Klinik (24 Juni 2020) di RS UNS
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal

Lemak

Kolesterol Total 164 mg/dL 0-200

Trigliserida 188 mg/dL 35-160

Kolesterol HDL 45.6 mg/dL 30-71

Kolesterol LDL 124 mg/dL 0-130

Fungsi Ginjal

Asam Urat 5.90 mg/dL 2.40-5.70

D. Pemeriksaan Urin Lengkap (24 Juni 2020) di RS UNS


Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal

Makroskopis

Warna Kuning Kuning muda- Kuning


tua
Kejernihan Keruh Jernih

Kimia Urine

pH 5.0 4.8-7.8

Berat jenis 1.025 1.005-1.03

Protein urine Negatif Negatif

Glukose urine Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Keton urine Negatif Negatif

Urobilinogen Normal Normal

Bilirubin urine Negatif Negatif

11
Darah Negatif Negatif

Lekosit +++ Negatif

Mikroskopis urine

Eritosit 0-1 /LPB 0-1

Lekosit >50 /LPB 0-12

Sel epitel

Squamous 4-6 /LPB Negatif

Transisional 0-2 /LPB Negatif

Bulat 1-2 /LPB Negatif

Silinder

Hyalin 1-2 /LPK 0-3

Granuler Negatif /LPK Negatif

Lekosit Negatif /LPK Negatif

Eritrosit Negatif /LPK Negatif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri + Negatif

E. RO THORAX PA - Inspirasi Kurang (23 Juni 2020) di RS UNS

12
Kesimpulan :
 Cardiomegali (LV)
 Pulmo tak tampak kelainan
F. RO FOTO LUMBOSACRAL AP-LAT (23 Juni 2020) di RS UNS

Keismpulan:
• Spondylolisthesis anterior corpus VL4 terhadap VL5 (grade 1)
• Spondylosis lumbalis disertai penyempitan discus dan foramen
intervertebralis L4-5, L5-S1
G. EKG (23 Juni 2020) di RS UNS

13
Kesimpulan:
Sinus rhythms, HR 82, Left Axis Deviation, LVH, CRBBB
H. Echocardiography (24 Juni 2020) di RS UNS
Measurement Normal Measurement Normal

Aorta Root Diameter 23 mm 20-39 mm LVIDd 29.5 mm 35-52 mm

Left Atrium Dimension 24 mm 15-40 mm LVIDs 17.8 mm 26-36 mm

LA/Ao 1.04 <1.3 IVSd 11.5 mm 7-11 mm

RV Dimension 19 mm <30 mm IVSs mm

LVEF 72.5% 53-77% LVPWd 10.3 mm 7-11 mm

RV TAPSE 2.38 cm LVPWs mm

EPSS 3 mm (mm) E/e’ 17.2


medial
E/A 0.7 E/e’ 7.7
lateral
DT 215 E/e’ 12.45
average
IVC (Exp/Ins) 8.45/5. mm LVOT 21.1
38 mm VTI

14
Kesimpulan:
• Gambar RMWA dengan disfungsi diastolic grade 1 (normal LAP)
• Fungsi systolic LV dan RV baik
• TR Mild

IV. RESUME
1. Keluhan utama
Badan terasa lemas sejak 5 hari SMRS
2. Anamnesis
 Tidak rutin kontrol
 Tidak teratur menggunakan insulin
 Membeli obat tanpa konsultasi dokter (membeli glibenclamid yang
dikonsumsi 2xsehari)
 Gula sempat tinggi 3 hari SMRS saat periksa ke dokter
 Sering makan banyak namun berat badan tidak naik
 Banyak minum dan cepat haus setelah minum meski kegiatan sehari-hari
tidak banyak
 Sering terbangun malam hari karena ingin kencing.
 Lengan dan badan terasa gatal (+)
 Kaki dan pergelangan & jari tangan terasa kram dan kaku
 Pegal dan nyeri pada pinggang
 Riwayat mengangkat benda berat saat bekerja
 BAK lebih pekat dan lebih sedikit
3. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis, GCS E4/V5/M6.
Kesan gizi obese I. Tekanan darah 159/69 mmHg, nadi 84 kali/menit,
o
frekuensi nafas 20 kali /menit, nafas dalam, suhu 36,7 C, VAS 3 di pinggang.

Batas jantung kiri terkenan melebar ke laterocaudal. Laseque test positif kanan
dan kiri.

15
4. Pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium kimia klinis (23 Juni 2020): peningkatan dan hiperglikemik
b. Laboratorium darah (23 Juni 2020): peningkatan ureum serum,
hipokalsemia
c. Laboratorium kimia klinis (24 Juni 2020): hipertrigliserida
d. Urinalisis: warna kuning tua (pekat), leukosituria, dan bakteriuria
e. EKG: LVH
f. RO Foto Lumbosacral AP-LAT: Spondylolisthesis anterior corpus VL4
terhadap VL5 (grade 1) dan spondylosis lumbalis disertai penyempitan
discus dan foramen intervertebralis L4-5, L5-S1
g. Echocardiography: TR mild
V. Diagnosis atau Problem
1. DM tipe II (gula terkontrol buruk)
2. Acute Kidney Injury
3. Cardiomiopati Diabetik
4. Neuropati diabetik
5. LBP ec Spondylolisthesis dan Spondylosis lumbalis
6. Infeksi saluran kemih
7. Hipertensi stage I
VI. Tatalaksana
1. Inf NaCl 18 tpm/500cc/24 jam
2. IV Bolus Novorapid 10 IU (dalam 1 jam)  IV drip (Insulin sliding scale/4
jam)  jika GDS stabil diganti inj. Novorapid 4-4-4 IU SC
3. NB/24 jam
4. Kidmin/24 jam
5. Antalgin 1gr/12 jam
6. Ramipril 10gr/24 jam
7. Asam folat 1x8mg
8. NAC 3X1
9. Atorvastatin 40 mg/24 jam

16
VII. Prognosis
1. Ad vitam : dubia
2. Ad sanam : dubia
3. Ad fungsionam : dubia

17
BAB II
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, seorang wanita datang dengan keluhan badan lemas sejak 5
hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan sering makan banyak namun berat
badan tidak naik, banyak minum dan cepat haus setelah minum meski
kegiatan sehari-hari tidak banyak, dan sering terbangun malam hari karena
ingin kencing. Saat ini pasien juga mengeluh BAK lebih pekat dan lebih
sedikit. Pasien dikatakan menderita gula darah tinggi sejak 19 tahun yang lalu
dan sebelumnya rutin menggunakan insulin, namun sejak 1 bulan tidak
kontrol, sehingga pasien tidak menyuntikkan insulin dan menggantinya
dengan obat glibenclamid.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien obesitas grade I, tekanan darah
159/69 mmHg, VAS 3 di pinggang, batas jantung kiri terkesan melebar ke
laterocaudal, dan laseque test positif kanan dan kiri. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan fungsi ginjal turun
(kreatin meningkat), hiperglikemik, uremia, hiponatremia, hipokalemia,
hipertrigliserida, dan hiperurisemia. Dari pemeriksaan urinalisis didapatkan
warna kuning tua (pekat), leukositosis, leukosit sedimen meningkat, adanya
epitel (squamous, transisional, bulat), dan bakteri. Dari EKG didapatkan Left
Ventricle Hypertrophy. Dari RO Foto Lumbosacral didapatkan
spondylolisthesis dan spondylosis lumbalis.
Pasien didiagnosis DM tipe 2 berdasarkan anamnesa terdapat penurunan
berat badan, poliuri, polifagi, dan polidipsi. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan bahwa diagnosis diabetes mellitus tipe 2 sudah bisa ditegakkan
jika memenuhi gejala khas polidipsi, poliuri, polifagi, dan penurunan berat
badan serta kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl dan glukosa
puasa >126 mg/dl (Rustama DS, dkk. 2010; SIPAD Clinical Practice
Consencus Guidelines 2009). Pada pasien ini gula darah terkontrol buruk
karena pasien tidak menyuntikkan insulin satu bulan ini dan malah

18
menggantinya dengan glibenclamid tanpa sepengatahuan dokter yang
merawat. Hal tersebut menyebabkan pasien mengalami kondisi hiperglikemik
dengan GDS 499 mg/dL. Pasien sudah menderita diabetes militus sejak 19
tahun yang lalu, kondisi ini yang menyebabkan adanya komplikasi berupa
cardiomiopati diabetik dengan didapatkannya pembesaran ventrikel kiri pada
jantung. Selain itu, dari hasil anamnesis, pasien merasakan kaki dan
pergelangan & jari tangan terasa kram dan kaku. Kondisi tersebut mengarah
pada gejala neuropati diabetik.
Pasien juga mengeluh bahwa BAK lebih pekat dan lebih sedikit. Bila
dilihat dari hasil lab, didapati bahwa terjadi penurunan fungsi ginjal dilihat
dari peningkatan kreatin dan ureum di darah. Sehingga pasien dapat
didiagnosis dengan Acute Kidney Injury.
Dari anamnesis pasien mengeluhkan nyeri pinggang dan memiliki riwayat
sering mengangkat beban berat saat bekerja, dan setelah diperiksa didapati
laseque test (+/+). Pada pemeriksaan rongent lumbosacral didaparkan adanya
spondylolisthesis dan spondylosis lumbalis, sehingga mendukung diagnosis
Lower Back Pain. Dari pemeriksaan urinalisis didapatkan hasil leukositosis,
dan bakteriuria sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami infeksi saluran
kemih. Pasien juga didiagnosisi hipertenai stage I karena tensinya 159/69
mmHg.

19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Diabetes Mellitus
A. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980
dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di
mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin.2
B. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005, yaitu:1

20
C. Patofisiologi
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian
besar sel pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti
karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar
sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada
kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan
seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu,
tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah
insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag
dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta
sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah
perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap
sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama
dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel
beta dan penampakan diabetes.3
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran
(target). Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif,
tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama,
glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin
karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin
cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin
meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia
setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi
sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan
diabetes yang nyata.3
D. Kriteria Diagnosis
Diagnosis klinis Diabetes Melitus (DM) umumnya akan dipikirkan
bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan

21
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain
yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien
wanita. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah
abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun
apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali
pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat
ditegakkan melalui cara pada tabel 1.4
Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM

Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan


gangguan toleransi glukosa

22
E. Penatalaksanaan

23
F. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik
(KAD), Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL).
Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg %
dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhicardi, mual muntah, lemah,
lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Hiperglikemi
yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg % dan gejala yang
muncul yaitu poliuri, polidipsi pernafasan kussmaul, mual muntah,
penurunan kesadaran sampai koma42. KAD menempati peringkat
pertama komplikasi akut disusul oleh hipoglikemia. Komplikasi akut ini
masih merupakan masalah utama, karena angka kematiannya cukup
tinggi.1,2
2. Komplikasi Metabolik Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah di seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik).4,3 Angiopati
diabetik untuk memudahkan dibagi menjadi dua yaitu: makroangiopati
(makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak berarti
bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus
bersamaan. Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai
berikut:4,5
a. Mikrovaskuler :
- Ginjal.
- Mata.
b. Makrovaskuler :
- Penyakit jantung koroner.
- Pembuluh darah kaki.
- Pembuluh darah otak.

24
c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler
d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan
makrovaskuler.
II. ACUTE KIDNEY INJURY
A. Definisi
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam
hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya
berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi
sisa metabolism nitrogen, dengan/tanpa gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.6
AKI didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut
terpenuhi:7
1. Serum kreatinin naik sebesar ≥ 26μmol / L dalam waktu 48 jam
atau
2. Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi,
yang diketahui atau dianggap telah terjadi dalam waktu satu
minggu atau
3. Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut
B. Klasifikasi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni:6
1. Penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
prarenal,~55%)
2. Penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%)
3. Penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI
pascarenal,~5%). dapat dilihat pada tabel

25
C. Patofisiologi
Patogenesis AKI adalah kompleks. Iskemia dan toxin
merupakan faktor utama yang memicu cedera, dan meskipun
kejadian awal mungkin berbeda, respon cedera berikutnya
kemungkinan melibatkan jalur yang sama. Sebagai contoh, AKI
oleh karena iskemia disebabkan oleh penurunan aliran darah ginjal
dibawah batas autoregulasi aliran darah. Berbagai tanggapan
molekul yang "maladaptif" dan stereotip kemudian terjadi. Respon
ini menyebabkan cedera sel endotel dan epitel setelah timbulnya
reperfusi. Faktor-faktor patogen seperti vasokonstriksi, leukostasis,
vascular congestion, apoptosis, dan kelainan pada modulator
kekebalan tubuh dan faktor pertumbuhan.8
D. Diagnosis
1. Pendekatan Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai
dengan yang telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus
ditentukan apakah keadaan tersebut memang merupakan AKI
atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Beberapa
patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini
antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab
AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan
perjalanan penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal.6
2. Pemeriksaan Klinis
a. AKI prarenal
Gejala haus, penurunan urine output dan berat badan dan
perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan
penggunaan OAINS, penyekat ACE dan ARB. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi
ortostatik dan takikardia, penurunan jugular
venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa
kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi

26
portal, tanda gagal jantung dan sepsis. 6
b. AKI renal
Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya
pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki tanda
AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data
klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin
endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat).
Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan
gejala dan tanda yang menyokong seperti gejala
trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna. 6
c. AKI pascarenal
Terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik
akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau
kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke
daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan
terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan
pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur
menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat.
Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan
pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf
otonom.6
3. Pemeriksaan penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai
penanda inflamasi glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih,
atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang
didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang
transparan. AKI pascarenal juga menunjukkan gambaran
sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat
ditemukan pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat.
AKI renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat
mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented

27
“muddy brown” granul ar cast, cast yang mengandung epitel
tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada
kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast
leukosit dan pigmented “muddy brown” granul ar cast pada
nefritis interstitial. 9
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea
plasma) dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin)
secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI.10
E. Tatalaksana
Menurut definisi, AKI prerenal adalah reversibel pada koreksi
kelainan utama hemodinamik, dan AKI postrenal dengan
menghilangkan obstruksi. Sampai saat ini, tidak ada terapi
khusus untuk mendirikan AKI intrinsik renal karena iskemia atau
nefrotoksisitas. Manajemen gangguan ini harus fokus pada
penghapusan hemodinamik penyebab atau toksin, menghindari
penghinaan tambahan, dan pencegahan dan pengobatan
komplikasi. Pengobatan khusus dari penyebab lain dari AKI renal
tergantung pada patologi yang mendasari. 10

IV. INFEKSI SALURAN KEMIH


A. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat adanya
mikroorganisme dalam urin dan memiliki potensi untuk menginvasi
jaringan-jaringan pada saluran kemih. Dalam keadaan normal, urin
juga mengandung mikroorganisme, umumnya sekitar 10² hingga 10 4
bakteri/ml urin. Pasien didiagnosis infeksi saluran kemih bila urinnya
mengandung lebih dari 105 bakteri/ml.11

28
B. Klasifikasi
Dari segi anatomi infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi
2 macam yaitu:
1. Infeksi saluran kemih bagian bawah terdiri dari sistitis (infeksi pada
kandung kemih), uretritis (infeksi pada uretra). Jenis ISK yang
paling sering dijumpai yaitu sistitis. Biasanya sistitis terjadi pada
wanita sesudah melakukan hubungan seksual, dimana bakteri
memasuki kandung kemih melalui uretra. Uretritis menimbulkan
gejala-gejala yang menyerupai gejala sistitis.12
2. Infeksi saluran kemih bagian atas terdiri dari pielonefritis yaitu
infeksi yang melibatkan ginjal.11
C. Etiologi
Kasus ISK 90% nya disebabkan oleh Escherichia coli, yaitu bakteri
yang dalam kondisi normal terdapat di dalam kolon dan rektum.12 Jenis
bakteri penyebab ISK lainnya adalah Proteus (suatu batang gram negatif
yang menyebabkan urin basa dan memudahkan pembentukan batu
struvit), Klebsiella (sering menyebabkan ISK tanpa komplikasi, yang
didapatkan dari komunitas), Enterococcus (penyebab terbanyak ISK
akibat bakteri gram positif, sering disebabkan oleh terapi dengan
antibiotik sebelumnya, pemasangan instrumen urologis, atau uropati
obstruktif), Pseudomonas (sering disebabkan oleh uropati obstruktif).11
D. Patogenesis
Secara umum mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih
dengan tiga cara yaitu:
1. Ascending yaitu jika masuknya mikroorganisme adalah melalui
uretra dan cara inilah yang paling sering terjadi.
2. Discending, disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada
ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih
melalui peredaran darah.
3. Jalur limfatik, jika masuknya mikroorganisme melalui sistem
limfatik yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun

29
yang terakhir ini jarang terjadi.11
E. Diagnosis
Gejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik
yaitu nyeri bila buang air kecil (dysuria), sering buang air kecil
(frequency), dan ngompol. Gejala infeksi saluran kemih bagian atas
biasanya panas tinggi, gejala-gejala sistemik, nyeri di daerah pinggang
belakang. Namun demikian sulit membedakan infeksi saluran kemih
bagian atas dan bagian bawah berdasarkan gejala klinis saja.
Cara diagnosis yang biasa dilakukan dalam praktek klinis antara
lain:11
1. Pemeriksaan analisis urin (spesimen ambilan bersih)
2. Pemeriksaan kultur urin dan penghitungan jumlah koloni
3. Pemeriksaan kultur darah (hanya diindikasikan untuk kecurigaan
adanya pielonefritia atau sepsis)
4. Pemeriksaan dengan CT scan spiral, sistoskopi, dan ultrasonografi
(diindikasikan untuk pria yang menderita ISK dan wanita yang
mengalami ISK berulang).
F. Tatalaksana
Untuk mengatasi ISK berdasarkan guideline on Urological Infections
tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 1, 2 dan 3 sebagai berikut:11

30
V. HIPERTENSI
Menurut JNC 7, berikut klasifikasi dan tatalaksana hipertensi: 13

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar


ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta:balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2
di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
3. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam.Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
4. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
di Indonesia, 2006.
5. Tjokroprawiro A. Angiopati Diabetik : Makroangiopati-Mikroangipati.
Dalam: Noer, dkk, editors. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga.
Penerbit FK UI, Jakarta,1999.
6. Sinto R, Nainggolan G. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis
dan Tata Laksana. Maj Kedokt Indon, 2010, Volume 60:2
7. Lewington A, Kanagasundaram A. AKI: Definition, epidemiology,
and outcomes, Clinical Pratice AKI Guidline. 2011.
8. Jo S.K, Rosner M.H, Okusa M.D. Pharmacologic Treatment of Acute
Kidney Injury: Why Drugs Haven’t Worked and What Is on the
Horizon. 2007. Clin J Am Soc Nephrol 2.
9. Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. Acute renal failure:
definitions, diagnosis, pathogenesis, and therapy. 2004. J. Clin.
Invest, Vol 114:5-14.
10. Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper
DL,Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson
JL, edi- tor. Harrison’s principle of internal medicine. Ed 16.
New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53

32
11. Coyle, E. A., Prince, R. A.. Urinary Tract Infection, in Dipiro J.T., et al,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6th. Appleton&Lange,
Stamford. 2005.
12. MIMS. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9, PT. Bhuana Ilmu Populer
(Kelompok Gramedia), Jakarta. 2009.
13. National Institute of Health. JNC 7 Express: The 7 th Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure. 2003.

33

Anda mungkin juga menyukai