Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

WANITA 21 TAHUN DENGAN HIV STADIUM 2, VERTIGO DAN DYSPEPSIA


ORGANIK DD FUNGSIONAL

Oleh:
Maestro Rahmandika G991902037

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
2020
Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul:

WANITA 21 TAHUN DENGAN HIV STADIUM 2, VERTIGO DAN DYSPEPSIA


ORGANIK DD FUNGSIONAL

Maestro Rahmandika G991902037

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal: 31 Desember 2020

M.I. Diah Pramudianti, dr.,M.Sc, SpPK(K)

1
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sumber Surakarta
No RM : 0140xxxx
Suku : Jawa
Pekerjaan : karyawan swasta
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 23 November 2019
Tanggal Periksa : 26 November 2019

B. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan pada 26 November 2019 di Bangsal


Penyakit Dalam Flamboyan 8 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
1. Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan pusing sejak 3 jam SMRS.
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan
keluhan pusing sejak 3 jam SMRS. Pusing dirasakan tiba – tiba saat pasien
istirahat, pusing disertai gliyer, memberat dengan berjalan dan aktivitas
serta berkurang dengan istirahat, pusing tidak disertai keluhan mual ataupun
muntah, pusing tidak disertai telinga berdenging maupun demam. Pasien
mengatakan keluhan ini dirasakan hilang timbul, berkurang sendiri tanpa
pemberian obat, hanya dengan istirahat dan pasien mengatakan keluhan ini
tidak membaik dengan obat sehingga pasien datang ke RSDM.

2
Pasien mengatakan pusing disertai nyeri ulu hati sejak 3 jam SMRS,
kadang pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati saat makan makanan pedas
atau asam, dan saat pasien terlambat makan, pasien juga mengatakan
keluhan nyeri ulu hati dirasakan awalnya sejak 3 bulan yang lalu akan tetapi
pasien minum obat mag keluhan pasien membaik. Pasien juga mengatakan
bahwa pasien kontrol di poli VCT sejak ± 1 tahun yang lalu dan rutin
minum obat.
Makan dan minum pasien tidak ada keluhan. BAK pasien dalam
batas normal 5 – 6 x sehari warna kuning, tidak berpasir, tidak berbusa,
tidak anyang – anyangan.BAB pasien dalam batas normal, 1 x sehari
sebanyak 300 cc, tidak hitam, tidak ada darah maupun lendir
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit yang sama : diakui
Riwayat mondok : diakui
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat pengobatan TB : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat hemodialisa : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat sakit yang sama : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat sakit kuning : disangkal

3
Pohon keluarga pasien

Keterangan

Laki –laki

Perempuan

Pasien

5. Riwayat kebiasaan
Makan Pasien mengaku makan 3 kali sehari, 1 porsi orang
dewasa sekali makan, dengan nasi lauk dan sayuran yang
cukup.
Merokok Disangkal
Alkohol Disangkal
Minum jamu Disangkal
Memakai obat-obatan Disangkal
suntik (narkoba)
Transfusi Disangkal

6. Riwayat sosial ekonomi


Pasien merupakan karyawan swasta dan tinggal di rumah bersama
keluarga. Pasien berobat menggunakan BPJS kelas III.

4
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 25 November 2019 dengan hasil sebagai
berikut:
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis,
GCS E4V5M6
2. Tanda vital
• Tensi : 110/80 mmHg
• Nadi : 103 kali /menit, reguler, isi dan
tegangan cukup
• Frekuensi nafas :20 kali /menit, reguler,
thoracoabdominal
• Suhu : 36,50 C
• Saturasi : 97 % O2
• VAS : 4
3. Status gizi
• Berat badan : 75 kg
• Tinggi badan : 160 cm
• IMT : 29,29 kg/m2
• Kesan : Obese I
4. Kulit : Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), PPE(+) ikterik (-),
ekimosis (-)
5. Kepala :Bentuk mesocephal (+), rambut warna hitam, mudah
rontok (-), luka (-)
6. Mata :Mata cekung (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-),
konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3
mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),
strabismus (-/-), eksoftalmus (-/-)

5
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-)
9. Mulut : Sianosis (-), tonsil (T1/T1), papila lidah atrofi (-),
stomatitis angularis (-)
10. Leher : KGB membesar (-) JVP R+2 cm H2O, trakea ditengah,
simetris, kelenjar tiroid teraba membesar (-), leher kaku
(-), nyeri tekan (-)
11. Thorax : Simetris, bentuk normochest, retraksi (-)
12. Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
• Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
• Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-).
13. Pulmo
• Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak
melebar, iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan, sela
iga tidak melebar
• Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kiri = kanan, fremitus raba
kiri = kanan
• Perkusi
- Kanan : sonor
- Kiri : sonor
• Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler (+), suara
tambahan: wheezing (-), ronkhi basah

6
kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler (+), suara
tambahan: wheezing (-), ronkhi basah
kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
14. Abdomen :
a. Inspeksi : Dinding dada sejajar dinding perut
b. Auskultasi : Bising usus (+) 12 x / menit
c. Perkusi : Timpani, undulasi (-), pekak alih (-)
d. Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba
15. Ekstremitas : Akral Dingin Oedem
- - - -
- - - -

Superior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon
nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri
tekan dan nyeri gerak (-/-), deformitas (-/-), palmar
eritem (-), paresthesia (-)
Inferior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin(-
/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon
nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri
tekan dan nyeri gerak (-/-), deformitas (-/-),
paresthesia (-)

7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (Tanggal 22 November 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi rutin
Hb 10.2 g/dl 12.0 – 15.6
Hct 33 % 33 – 45
AL 5.4 3
10 / L 4.5 – 11.0
AT 352 103 / L 150 – 450
AE 4.87 106/ L 4.10 – 5.10
Index eritrosit
MCV 67.6 /um 80-96.0
MCH 21.0 Pg 28.0 – 33.0
MCHC 31.0 g/dl 33.0– 36.0
RDW 16.4 % 11.6–14. 6
MPV 8.8 Fl 7.2-11.1
PDW 15 % 25-65
Hitung jenis
Eosinofil 5.00 % 0.00–4.00
Basofil 0.20 % 0.00–2.00
Netrofil 68.50 % 55.00 –80.00
Limfosit 19.70 % 22.00–44.00
Monosit 6.60 % 0.00–7.00
Kimia Klinik
Glukosa darah sewaktu 83 mg/dl 60 - 140
SGOT 20 u/l <31
Bilirubin total 0.35 mg/dl 0.00 – 1.00
SGPT 29 u/l <34
Albumin 4.3 g/dl 3.5-5.2
Creatinine 0.6 mg/dl 0.6-1.1
Ureum 25 mg/dl <50
Elektrolit
Natrium darah 138 mmol/L 136-145
Kalium darah 3.6 mmol/L 3.3-5.1
Calsium Ion 1.26 mmol/L 1.17-1.29
Kesan : Anemia Mikrositik, hipokromik, Limfopenia, eosinofilia,

8
E. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan
keluhan pusing sejak 3 jam SMRS. Pusing dirasakan tiba – tiba saat pasien
istirahat, pusing disertai gliyer, memberat dengan berjalan dan aktivitas
serta berkurang dengan istirahat. Pasien mengatakan keluhan ini dirasakan
hilang timbul, berkurang sendiri tanpa pemberian obat, hanya dengan
istirahat dan pasien mengatakan keluhan ini tidak membaik dengan obat
sehingga pasien datang ke RSDM.
Pasien mengatakan pusing disertai nyeri ulu hati sejak 3 jam
SMRS, kadang pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati saat makan
makanan pedas atau asam, dan saat pasien terlambat makan lalu pasien
juga mengatakan keluhan nyeri ulu hati dirasakan awalnya sejak 3 bulan
yang lalu akan tetapi pasien minum obat mag keluhan pasien membaik.
Pasien juga mengatakan bahwa pasien kontrol di poli VCT sejak ± 1 tahun
yang lalu dan rutin minum obat. Makan dan minum pasien tidak ada
keluhan. BAK dan BAB tidak ada keluhan
Dari pemeriksaan tanda vital, didapatkan TD : 110/80 mmhg, HR :
103 X / menit, RR : 20 X per menit, SpO2 : 97 %, suhu : 36,5oC. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan kepala mesosefal, tampak mata normal, tidak
cekung, air mata normal, telinga tidak didapatkan adanya sekret. Hidung
tidak nampak adanya nafas cuping hidung dan sekret maupun darah yang
keluar dari hidung. Mukosa mulut pasien tampak basah, tonsil T1-T1
tidak hiperemis, dan faring tidak nampak hiperemis. Untuk leher tidak
didapatkan adanya perbesaran KGB. Thorax tampak simetris, tidak tampak
retraksi. Pada pemeriksaan jantung didapatkan kesan dalam batas normal,
tidak terdengar adanya bising tambahan. Untuk pemeriksaan pulmo kesan
dalam batas normal, tidak terdengar adanya ronki maupun wheezing. Pada
pemeriksaan abdomen tidak ada perbesaran hepar maupun lien, tetapi
terdapat nyeri epigastrium,. Pada pemeriksaan kulit didapatkan pruritic
popular eruption (PPE). Pada pemeriksaan ekstremitas arteri dorsalis pedis
teraba kuat, CRT kembali dalam waktu kurang dari 2 detik, akral hangat,

9
tidak ada oedem. Dari pemeriksaan hematologi pada tangal 22 November
2019 didapatkan anemia mikrositik hipokromik, eosinofilia, limfopenia.

F. DAFTAR MASALAH:
– Anamnesis :
– Pusing berputar
– Nyeri ulu hati
– Pemeriksaan fisik
– Petekie
– Nyeri tekan epigastrium
– Pemeriksaan penunjang
– Anemia
– Limfopenia
– Eosinophilia
G. DIAGNOSIS BANDING
– Toksoplasmosis
– Cephalgia sekunder
H. DIAGNOSIS KERJA
– HIV stadium 2
– Dispepsia
– vertigo
I. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
– Bed rest tidak total
– Diet 1500 kkal
– Inf D5% 20 tpm
J. PLANNING
Medikamentosa
– FDC(Tenofovir 300 mg, Evafirenz 600 mg, lamivudin 150 mg) 1 x 1
– Cotrimoxazol 960 mg/24 jam
– Infus D5% 16 tpm mikro
– Diet lunak 1300 kkal tidak merangsang lambung

10
– Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
– Sucralfat syr I C/8 jam
K. MONITORING
– Pemantauan keadaan umum, tanda utama, balance cairan, dan diuresis
– Pemantauan nutrisi
– Pemantauan pemberian terapi, evaluasi respon terapi, dan efek
samping terapi
L. PROGNOSIS
– Ad vitam : dubia ad bonam
– Ad sanationam : dubia ad bonam
– Ad fungsionam : dubia ad bonam

11
RENCANA AWAL

Follow up 26/11/2019 (DPH I)

subjektif Demam (-), Nyeri perut (+), Diare (-) , muntah (-),
objektif
Keadaan umum Tampak sakit sedang, Compos Mentis

GCS E4V5M6
Tanda vital TD = 110/80 mmHg, HR = 103x/menit RR = 20x/menit,
Suhu = 36,5 C, SpO2 = 97%
Kepala Mesocephal
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
hidung epistaksis (-)

Telinga Sekret (-)


Mulut Mukosa basah, Faring hiperemis (-) tonsil T1-T1
hiperemis (-)
Leher Pembesaran KGB (-)
kulit PPE (+)
Toraks Simetris, retraksi (-)

Cor dalam batas normal


Pulmo dalam batas normal
Abdomen dalam batas normal

GIT Muntah (-), nyeri epigastrium (+)

Ekstremitas Akral hangat, ADP kuat, CRT <2detik

Assessment – HIV stadium 2 3)


– Vertigo
– dispepsia
Plan – Urinalisa
– Darah rutin
Terapi – Diet nasi lauk 1500
2) kkal/hari
– FDC(Tenofovir 300 mg, evafirenz 600
mg, lamivudine 150 mg) 1 x 1
– Cotrimoxazol 960 mg/24 jam
– Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam
3) jam
– Sucralfat syr IC/8
monitoring KUVS/8 jam

12
BAB 2
ANALISIS KASUS
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan keluhan
pusing sejak 3 jam SMRS. Pusing dirasakan tiba – tiba saat pasien istirahat,
pusing disertai gliyer, memberat dengan berjalan dan aktivitas serta berkurang
dengan istirahat. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien juga mengatakan
bahwa pasien kontrol di poli VCT sejak ± 1 tahun yang lalu dan rutin minum obat.
Makan dan minum pasien tidak ada keluhan. Kemudian dilakukan pemeriksaan
darah pada tangal 22 November, dan didapatkan Hemoglobin 10,2 g/dl,
eosinofil 5 %, limfosit 19,7 %.
Kategori Tanda dan gejala Keadaan Lab Keadaan
pasien pasien
Stadium 1 – Asimtomatis X
– Limfadenopati generalisata X
Stadium 2 – Penurunan berat badan X
– ISPA berulang X
– Herpes Zoster X
– Kelitis angularis X
– Ulkus mulut X
– Ruam kulit (ppe) V
– Dermatitis seboroik X
– Infeksi jamur pada kuku X
Stadium 3 – Penurunan berat badan >10% X – Anemia(<8gr/dl) X
– Diare, demam yang tidak X – Trombositopeni X
9
diketahui penyebabnya >1 kronik(<50x10 p
bulan er liter)
– Kandidiasis oral / oral hairy X
leukoplakia
– TB paru dalam 1 tahun X
terakhir

13
– Limfadenitis TB X
– Infeksi bakterial yang berat: X
pneumonia, piomiosis

Stadium 4 – Sindroma Wasting X


– Pneumonia bakterial yang X
berat berulang dalam 6
bulan
– Kandidiasis esofagus X
– Herpes simpleks ulseratif X
>1bulan
– Limfoma X
– Sarkoma Kaposi X
– Kanker serviks yang invasif X
– Retinitis CMV X
– TB ekstra paru X
– Toksoplasmosis X
– Ensefalopati HIV X
– Meningitis kriptokokus X
– Infeksi mikobakteria non- X
TB meluas
– Lekoensefalopati X
multifokal progresif
– Kriptosporidiosis kronis, X
mikosis meluas

14
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus
yang berarti terdiri atas seuntai RNA yang masuk ke dalam inti sel pejamu
dan ditranskripkan kedalam DNA sel penjamu ketika menginfeksi pejamu.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu penyakit virus
yang menyebabkan kolapsnya sistem imun disebabkan oleh virus HIV
(Corwin, 2009). AIDS juga bisa diartikan kumpulan berbagai gejala
penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV

B. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang
disebut HIV merupakan golongan retrovirus yang disebut
Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia
Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus
(retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi
asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu
(Nurrarif & Hardhi, 2015).
C. Klasifikasi
1. Fase 1
Umur infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu
sudah terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri – ciri terinfeksi belum
terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini antibody
terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala
– gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh
sendiri).
2. Fase 2
Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada
fase kedua ini individu sudah positif HIV dan belum
menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang

15
lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala ringan, seperti flu
(biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).
3. Fase 3
Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut
gejala AIDS. Gejala – gejala yang berkaitan antara lain keringat
yang berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus,
pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh –
sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta
berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan
tubuh mulai berkurang.
4. Fase 4
Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa
setelah kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T
nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi
oportunistik yaitu TBC, infeksi paru – paru yang menyebabkan
radang paru – paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya
sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang
menyebabkan diare parah berminggu – minggu, dan infeksi otak
yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala (Hasdianah
& Dewi, 2014).
D. Transmisi HIV
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu:
1. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah
infeksi. Tidak ada gejala
2. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan
gejala flu like illness
3. Infeksi asimtomatik: lamanya 1 – 1,5 tahun atau lebih tanpa
gejala
4. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, berat badan menurun, diare, neuropati,
lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut

16
5. AIDS: lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi
AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis
berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologis
E. Patofisiologi
Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan.
Seiring pertambahan replikasi virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel
limfosit CD 4+ akan terus menurun. Umumnya, jarak antara infeksi HIV
dan timbulnya gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5 – 10 tahun.
Infeksi primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut yang spesifik, seperti
demam, nyeri kepala, faringitis dan nyeri tenggorokan, limfadenopati, dan
ruam kulit. Fase akut tersebut dilanjutkan dengan periode laten yang
asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi penurunan jumlah sel limfosit
CD 4+ selama bertahun – tahun hingga terjadi manifestasi klinis AIDS
akibat defisiensi imun (berupa infeksi oportunistik). Berbagai manifestasi
klinis lain dapat timbul akibat reaksi autoimun, reaksi hipersensitivitas,
dan potensi keganasan (Kapita Selekta, 2014).
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun)
adalah sel – sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Dengan
menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T helper (Susanto & Made Ari, 2013). Seseorang
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun – tahun. Selama
waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml
darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200 – 300 per ml darah, 2 – 3
tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala – gejala
infeksi (herpes zoster dan jamur oportunistik) (Susanto & Made Ari,
2013).
F. Manifestasi klinik

17
Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi
HIV terkonfirmasi menurut WHO:
1. Stadium 1 (asimtomatis)
a. Asimtomatis
b. Limfadenopati generalisata
2. Stadium 2 (ringan)
a. Penurunan berat badan < 10%
b. Manifestasi mukokutaneus minor: dermatitis seboroik,
prurigo, onikomikosis, ulkus oral rekurens, keilitis
angularis, erupsi popular pruritik
c. Infeksi herpers zoster dalam 5 tahun terakhir
d. Infeksi saluran napas atas berulang: sinusitis, tonsillitis,
faringitis, otitis media
3. Stadium 3 (lanjut)
a. Penurunan berat badan >10% tanpa sebab jelas
b. Diare tanpa sebab jelas > 1 bulan
c. Demam berkepanjangan (suhu >36,7°C,
intermiten/konstan) > 1 bulan
d. Kandidiasis oral persisten
e. Oral hairy leukoplakia
f. Tuberculosis paru
g. Infeksi bakteri berat: pneumonia, piomiositis, empiema,
infeksi tulang/sendi, meningitis, bakteremia
h. Stomatitis/gingivitis/periodonitis ulseratif nekrotik akut
i. Anemia (Hb < 8 g/dL) tanpa sebab jelas, neutropenia (<
0,5×109 /L) tanpa sebab jelas, atau trombositopenia
kronis (< 50×109 /L) tanpa sebab yang jelas
4. Stadium 4 (berat)
a. HIV wasting syndrome

18
b. Pneumonia akibat pneumocystis carinii
c. Pneumonia bakterial berat rekuren
d. Toksoplasmosis serebral
e. Kriptosporodiosis dengan diare > 1 bulan
f. Sitomegalovirus pada orang selain hati, limpa atau
kelenjar getah bening
g. Infeksi herpes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau
visceral
h. Leukoensefalopati multifocal progresif
i. Mikosis endemic diseminata
j. Kandidiasis esofagus, trakea, atau bronkus
k. Mikobakteriosis atripik, diseminata atau paru
l. Septicemia Salmonella non-tifoid yang bersifat rekuren
m. Tuberculosis ekstrapulmonal
n. Limfoma atau tumor padat terkait HIV: Sarkoma
Kaposi, ensefalopati HIV, kriptokokosis
ekstrapulmoner termasuk meningitis, isosporiasis
kronik, karsinoma serviks invasive, leismaniasis atipik
diseminata
o. Nefropati terkait HIV simtomatis atau kardiomiopati
terkait HIV simtomatis (Kapita Selekta, 2014).
G. Pemeriksaan penunjang
Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi:
1. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) Sensitivitasnya
tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan
hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
2. Western blot Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%.
Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu
sekitar 24 jam.
3. PCR (Polymerase Chain Reaction) Tes ini digunakan untuk:

19
a) Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada
bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis.
b) Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok berisiko tinggi
c) Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi serokonversi. 4)
Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai
sensitivitas rendah untuk HIV-2 (Widoyono, 2014).

H. Komplikasi
1. Oral lesi
Karena kandida, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan
dan cacat.
2. Neurologik
a) Kompleks demensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi sosial.
b) Ensefalopati akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau
ensefalitis. Dengan efek: sakit kepala, malaise, demam, paralise
total/parsial.
c) Infark serebral
d) Neuropati karena inflamasi diemilinasi oleh serangan HIV.
3. Gastrointestinal
a) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limfoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.

20
b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limfoma, sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen, ikterik, demam atritis.
c) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit
dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
4. Respirasi : Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus,
virus influenza, pneumococcus dan strongyloides dengan efek sesak
nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
5. Dermatologik : Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan
zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan
dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan
sepsis.
6. Sensorik
a) Pandangan: sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b) Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri (Susanto & Made Ari, 2013).

I. Penatalaksanaan

World Health Organization mendorong penggunaan terapi ARV


yang mempunyai sedikit efek samping, lebih nyaman, dan paduan yang
lebih sederhana. Terapi ARV pilihan juga harus dapat digunakan bersama
obat yang digunakan untuk berbagai ko-infeksi dan komorbiditas yang
umumnya ditemukan pada ODHA. Berdasarkan telaah sistematik,
kombinasi dosis tetap sekali sehari TDF+3TC(atau FTC)+EFV lebih
jarang menimbulkan efek samping berat, menunjukkan respon terapi dan
virologis yang lebih baik dibandingkan dengan NNRTI sekali atau dua kali
sehari atau paduan yang mengandung protease inhibitor (PI). EFV juga
merupakan pilihan ARV jika digunakan bersamaan dengan rifampisin
pada ko-infeksi TB, dan dapat digunakan pada ibu hamil atau perempuan
usia subur. Meta-analisis dan beberapa laporan studi sesudahnya yang

21
membandingkan penggunaan EFV dengan obat ARV lain pada trimester
pertama kehamilan menunjukkan EFV tidak meningkatkan risiko kelainan
kongenital seperti neural tube defect pada bayi. Demikian juga dengan
penggunaan TDF. Kombinasi dosis tetap yang tersedia di Indonesia adalah
TDF+3TC+EFV, sehingga kombinasi ini yang menjadi pilihan utama
paduan ARV lini pertama di Indonesia. Kombinasi TDF+3TC atau
TDF+FTC juga merupakan pilihan utama kombinasi NRTI pada ko-infeksi
HIV-VHB karena juga mempunyai efek antivirus VHB.
Efavirenz dapat menyebabkan efek samping neurospikiatrik
(seperti mimpi buruk, sakit kepala, depresi) yang umumnya membaik
setelah beberapa minggu pengobatan, namun dapat bertahan dalam jangka
waktu lama pada beberapa ODHA. Tenofovir dapat menyebabkan
perburukan fungsi ginjal, terutama pada stadium AIDS, berat badan
kurang, pemakaian lama, dan gangguan ginjal yang sudah ada sebelumnya,
serta osteoporosis.
Pilihan lain pada paduan lini pertama adalah
AZT+3TC+EFV, AZT+3TC+NVP, atau TDF+3TC (atau
FTC)+NVP. Telaah sistematik dan meta-analisis yang ada
menunjukkan substitusi karena efek samping penggunaan
NVP lebih sering terjadi dibandingkan EFV, antara lain karena
hepatotoksisitas dan reaksi hipersensitivitas obat. Beberapa studi
menunjukkan efek samping NVP tersebut lebih sering
muncul pada ibu hamil, namun tidak terbukti pada studi-studi
lainnya. Namun demikian, NVP tetap dapat digunakan secara
hati-hati terutama pada ODHA dengan CD4 yang tinggi dan ibu
hamil.
Paduan terapi ARV lini pertama pada orang dewasa, termasuk ibu
hamil dan menyusui, terdiri atas 3 paduan ARV. Paduan tersebut harus
terdiri dari 2 obat kelompok NRTI+1 obat kelompok NNRTI:

22
– TDF+3TC(atau FTC)+EFV dalam bentuk kombinasi dosis
tetap merupakan pilihan paduan terapi ARV lini pertama
(sangat direkomendasikan, kualitas bukti sedang).
– Jika TDF+3TC(atau FTC)+EFV dikontraindikasikan atau
tidak tersedia, pilihannya adalah:
▪ AZT+3TC+EFV
▪ AZT+3TC+NVP
▪ TDF+3TC(atau FTC)+NVP (sangat direkomendasikan,
kualitas bukti sedang)
▪ TDF+3TC(atau FTC)+EFV dapat digunakan sebagai
alternatif paduan terapi ARV lini pertama (rekomendasi
sesuai kondisi, kualitas bukti sedang)

J. Pencegahan
Secara umum, 5 cara pokok untuk mencegah penularan HIV (A, B, C, D,
E) yaitu:
– A: Abstinence – memilih untuk tidak melakukan hubungan seks
berisiko tinggi, terutama seks pranikah
– B: Be faithful – saling setia
– C: Condom – menggunakan kondom secara konsisten dan benar
– D: Drugs – menolak penggunaan NAPZA
– E: Equipment – jangan pakai jarum suntik bersama

23
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC


Hasdianah & Dewi, Prima. (2014). Virologi Mengenal Virus, Penyakit, dan
Pencegahannya. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hasdianah., Prima,Dewi., Peristiowati., & Sentot Imam S. (2014). Imunologi
Diagnosis dan Teknik Biologi Molekuler. Yogyakarta: Nuha Medika
Kapita Selekta Kedokteran. (2014). Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction.
Susanto, Clevere R & GA Made Ari M. (2013). Penyakit Kulit dan Kelamin.
Yogyakarta: Nuha Medika
Widoyono. (2011). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

24

Anda mungkin juga menyukai