Anda di halaman 1dari 34

Presentasi Kasus Kecil

LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN GASTROENTERITIS AKUT EC


INFEKSI BAKTERI DD/ INFEKSI VIRUS, TETRAPARESIS EC
HIPOKALEMIA DD/ PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMI,
HIPOKALEMIA BERAT DAN HIPOKALSEMIA SEDANG

Oleh:
Yohannes Babtista G99181068

Residen Pembimbing

dr. Hafizh Widi dr. Dian Ariningrum, M Kes, SpPK

BAGIAN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN GASTROENTERITIS AKUT EC INFEKSI


BAKTERI DD/ INFEKSI VIRUS, TETRAPARESIS EC HIPOKALEMIA DD/
PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMI, HIPOKALEMIA BERAT DAN
HIPOKALSEMIA SEDANG

Oleh:
Yohannes Babtista G99181068

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:


22 September 2020

Pembimbing

dr. Dian Ariningrum, M Kes, SpPK


STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. E
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Serengan, Surakarta
No. RM : 014XXXXX
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Jawa
Status : Belum menikah
Tanggal masuk RS : 18 November 2018
Tanggal pemeriksaan : 22 November 2018

B. Data Dasar
Autoanamnesis, alloanamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal
22 November 2018.

Keluhan Utama
BAB cair sejak 10 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSDM rujukan dari RS Swasta di Surakarta
karena BAB cair sejak 10 hari SMRS. BAB cair setiap hari 3-4x/hari,setiap
BAB ¾-1 gelas air mineral. BAB cair ampas (+), berwarna kuning, tidak
disertai lendir maupun darah. BAB cair terjadi hilang timbul. Pasien sudah
mondok di RS swasta di Surakarta selama 5 hari namun belum ada perbaikan.
BAB cair disertai nyeri perut sejak 10 hari SMRS. Nyeri diseluruh lapang
perut. Nyeri seperti melilit,terutama setiap akan BAB cair. Nyeri hilang timbul.
Nyeri perut disertai dengan mual dan muntah sejak 10 hari SMRS. Mual dan
muntah terutama saat makan dan mencium bau makanan. Muntah sebanyak 1
gelas air mineral. Tetapi mual dan muntah sekarang sudah membaik. Muntah
berisi makanan yang dimakan. Mual dan muntah membuat nafsu makan pasien
menurun. Pasien juga mengeluh lemas. Lemas dirasakan di seluruh tubuh.
Lemas terutama untuk aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Lemas tidak
disertai dengan kelemahan anggota gerak separuh, nyeri kepala, bicara pelo.
Pasien BAK 5-6x/hari, setiap BAK ½-¾ gelas air mineral. BAK warna
kuning jernih. BAK merah, BAK nyeri, BAK panas, BAK pasir, anyang-
anyangan disangkal oleh pasien .
Pasien menyangkal menderita sakit darah tinggi, sakit kencing manis,
sakit liver, sakit ginjal, sakit jantung, sakit asma maupun alergi. Pasien
mengaku sering mengkonsumsi makanan disekitar sekolah yang pedas.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Tempat Perawatan Keterangan
Riwayat keluhan serupa Disangkal Disangkal
Riwayat mondok RS Kasih Ibu Sakit Tifoid
Riwayat operasi Disangkal Disangkal
Riwayat sakit keganasan Disangkal Disangkal
Riwayat sakit kuning Disangkal Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Tempat Perawatan Keterangan
Riwayat kencing manis Disangkal Disangkal
Riwayat darah tinggi Disangkal Dsisangkal
Riwayat sakit yang sama Disangkal Disangkal
Riwayat sakit keganasan Disangkal Disangkal
Riwayat sakit kuning Disangkal Disangkal
Riwayat alergi Disangkal Disangkal
Pohon keluarga pasien:

: pasien

: perempuan

: laki-laki

Riwayat kebiasaan
Pola makan Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi,
lauk pauk, dan sayur. Nafsu makan dan
porsi makan menurun sejak dirasakan
keluhan karena dirasakan mual.
Merokok Disangkal
Alkohol Disangkal
Olahraga Olahraga rutin
Konsumsi jamu dan obat Disangkal

Riwayat sosial ekonomi


Pasien adalah seorang pelajar kelas 3 SMK. Pasien tinggal serumah
besama kedua orang tuanya. Pasien mengaku tidak pernah berpergian ke luar
kota sebelumnya. Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS kelas III.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 23 November 2018 jam 15.00 dengan
hasil sebagai berikut:
1. Keadaan umum
Compos mentis, GCS E4V5M6 = 15, kesan gizi kurang
2. Tanda vital
a. Tensi : 110/70mmHg(MAP 83)(supine)lengan
kanan
b. Nadi : 66 kali /menit isi dan tegangan cukup
c. Frekuensi nafas : 18 kali /menit tipe eupnea
d. Suhu : 370C per aksilar
e. VAS :0
3. Status Gizi
Berat badan : 40 kg
Tinggi badan : 168 cm
IMT : 14,1 kg/m2
Kesan : underweight
4. Kulit : Kulit berwarna sawo matang, turgor menurun (-),
hiperpigmentasi (-), kering (-)
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut
(-), luka (-)
6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-)
7. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), hiperemis (-/-), membran timpani
intake (+/+),
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
9. Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), papil
lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), luka pada sudut bibir (-)
oral thrush (-), karies gigi (-)
10. Leher : JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran
kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening
leher (-), distensi vena-vena leher (-), massa pada leher
(-)
11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan=kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar (-), pembesaran
kelenjar getah bening axilla (-/-)
12. Jantung
a. Inspeksi : Ictus kordis tampak di SIC IV di 1cm medial linea
mid clavicularis sinistra
b. Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat teraba di SIC IV di
1cm medial linea mid clavicularis sinistra
c. Perkusi :
o Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
o Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
o Batas jantung kiri atas: SIC III linea sternalis sinistra
o Batas jantung kiri bawah: SIC IV 1 cm medial linea mid
clavicula sinistra
Kesan: batas jantung kesan tidak melebar
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler,
gallop (-), bising (-).

13. Pulmo
a. Depan
 Inspeksi
o Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
o Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
o Statis : Simetris
o Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
 Perkusi
o Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada
SIC VI linea medioclavicularis dextra
o Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI linea
medioclavicularis sinistra
 Auskultasi
o Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus
(-/-)
o Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus
(-/-)
b. Belakang
 Inspeksi
o Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
o Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
o Statis : Simetris
o Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
 Perkusi
o Kanan : Sonor
o Kiri : Sonor
 Auskultasi
o Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus
(-/-)
o Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus
(-/-)
13. Abdomen
a. Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada,sikatrik (-),
telengiektasis (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+) 30x /menit, bising abnormal (-)
c. Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, pekak alih (-),
undulasi (-), area traube timpani
d. Palpasi : supel, nyeri tekan regio hipogastric (+), hepar dan lien
tidak teraba membesar
14. Ekstremitas
+
- -
Akral hangat - - Oedem

Superior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), palmar


eritema (-/-), akral dingin (-/-), ikterik (-/-), luka
(-/-), kuku pucat (-/-), spoon nail (-/-), clubing
finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan (-/-), nyeri
gerak (-/-), deformitas (-/-), kekuatan 5/5
Inferior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral
dingin(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat(-/-),
spoon nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail(-/-),
nyeri tekan (-/-), nyeri gerak (-/-), deformitas (-/-),
kekuatan 5/5.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Foto Thorax PA
Pemeriksaan foto thorax PA dilakukan pada tanggal 18 November 2018 di
RSUD dr. Moewardi Surakarta.

Cor :Ukuran dan bentuk normal


Paru :
Tak tampak infiiltrat di kedua lapang paru
Tampak corakan bronkovaskuler normal di kedua lapang paru
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trachea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan :
Cor dan pulmo tak tampak kelainan
B. Laboratorium darah
Pemeriksaan laboratorium darah dilakukan tanggal 18 November 2018 di
RSUD dr. Moewardi Surakarta
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 12.0 g/dL 13.5 -17.5
Hematokrit 38 % 33 – 45
Leukosit 25.9 ribu/µl 4.5 – 11.0
Trombosit 477 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 3.99 juta/µl 4.50 – 5.90
MCV 94.9 /um 80.0 – 96.0
MCH 30.1 Pg 28.0 – 33.0
MCHC 31.7 g/dl 33.0 – 36.0
RDW 16.9 % 11.6 – 14.6
MPV 8.9 Fl 7.2 – 11.1
PDW 16 % 25 – 65
Hitung Jenis
Eosinofil 1.30 % 0.00 – 4.00
Basofil 0.20 % 0.00 – 2.00
Netrofil 83.80 % 55.00 – 80.00
Limfosit 8.30 % 22.00 – 44.00
Monosit 6.40 % 0.00 – 7.00
GDS 91 Mg/dl 60-140
SGOT 66 u/l <35
SGPT 40 u/l <45
Kimia Klinik
Albumin 3.7 g/dl 3.5 – 5.2
Creatinin 1.0 mg/dl 0.8-1.3
Ureum 13 mg/dl <50
Elektrolit
Natrium Darah 134 mmol/L 132 – 145
Kalium Darah 2.1 mmol/L 3.3 – 5.1
Kalsium Ion 1.10 mmol/L 1.17 – 1.29
Serologi
HBsAg Non reactive

Osmolalitas 273.05 mOsm/Kg air 275-295

Pemeriksaan laboratorium elektrolit darah dilakukan tanggal 20 November


2018 di RSUD dr. Moewardi Surakarta
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Natrium Darah 133 mmol/L 132 – 145
Kalium Darah 1.7 mmol/L 3.3 – 5.1
Kalsium Ion 1.06 mmol/L 1.17 – 1.29

C. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Kesimpulan :
1. Irama sinus, dengan heart rate 80 bpm, normoaxis
2. Gelombang P positif di lead II, dan negatif di lead aVR dengan durasi
0,12s. Morfologi gelombang P normal
3. PR interval dengan durasi 0,12 s
4. QT interval dengan durasi 0,28 s
5. QRS kompleks dengan durasi 0,08 s
6. ST depresi pada lead II, III, V3,V4,V5
7. T inverted pada V1 dan V2
8. iRBBB
9. Gelombang U tampak pada semua lead

D. Laboratorium Urine Rutine


Pemeriksaan laboratorium urine rutin dilakukan tanggal 22 November 2018
di RSUD dr. Moewardi Surakarta
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
MAKROSKOPIS
Warna Yellow
Kejernihan SI Cloudy
KIMIA URIN
BeratJenis 1.018 1.015 – 1.025
pH 7.0 4.5 – 8.0
Leukosit Negatif /ul Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein + mg/dl Negatif
Glukosa Normal mg/dl Normal
Keton Negatif mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal
Bilirubin Negatif mg/dl Negatif
MIKROSKOPIS
Leukosit 0.4 /LPB 0.12
EPITEL
EpitelSquamus 0–1 /LPB Negatif
EpitelTransisional - /LPB Negatif
EpitelBulat - /LPB Negatif
SILINDER
Hyline 0 /LPK 0–3
Granulated 15-20 /LPK Negatif
Lekosit - /LPK Negatif
Yeast like cell 0.0 /uL 0.0 – 0.0
Small round cell 19.1 /uL 0.0 – 0.0
Mukus 2.79 /uL 0.0 – 0.0
Sperma 0.0 /uL 0.0 – 0.0
Konduktivitas 7.0 mS/cm 3.0 – 32.0
Lain-lain Eritrosit 1-2/LPB, Leukosit 3-5/LPB, Benang
mukus (+)
B. RESUME
1. Keluhan utama : BAB cair sejak 10 hari SMRS
2. Anamnesis:
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSDM rujuka dari RS Swasta di Surakarta karena
BAB cair sejak 10 hari SMRS. BAB cair setiap hari 3-4x/hari,setiap BAB ¾-1
gelas air mineral. BAB cair ampas (+), berwarna kuning. BAB cair terjadi
hilang timbul. Pasien sudah mondok di RS swasta di Surakarta selama 5 hari
namun belum ada perbaikan. BAB cair disertai nyeri perut sejak 10 hari SMRS.
Nyeri diseluruh lapang perut. Nyeri seperti melilit,terutama setiap akan BAB
cair. Nyeri hilang timbul. Nyeri perut disertai dengan mual dan muntah sejak
10 hari SMRS. Mual dan muntah terutama saat makan dan mencium bau
makanan. Muntah sebanyak 1 gelas air mineral. Tetapi mual dan muntah
sekarang sudah membaik. Muntah berisi makanan yang dimakan. Mual dan
muntah membuat nafsu makan pasien menurun. Pasien juga mengeluh lemas.
Lemas dirasakan di seluruh tubuh. Lemas terutama di tangan dan kaki untuk
aktivitas dan berkurang dengan istirahat.
Pasien BAK 5-6x/hari, setiap BAK ½-¾ gelas air mineral. BAK warna
kuning jernih. BAK merah, BAK nyeri, BAK panas, BAK pasir, anyang-
anyangan disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sering mengkonsumsi
makanan disekitar sekolah yang pedas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga dengan keluhan serupa disangkal
Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang pelajar kelas 3 SMK dan menggunakan BPJS
kelas III untuk pengobatan. Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi
alkohol, tidak minum jamu-jamuan.

3. Pemeriksaan fisik:
 KU: compos mentis, GCS E4V5M6, kesan gizi kurang.
 Vital sign:
- TD: 110/70 mmHg
- N : 66 x/menit,
- RR :18x /menit
- suhu 370C
 Mata : Dalam batas normal
 Leher : JVP R+2 cmH2O
 Cor : batas jantung tidak melebar
 Pulmo : Suara Dasar Vesikuler
 Abdomen : bising usus 30 kali/menit
4. Pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium darah: Hb 12, Al 25.9, At 477 , Kalium 2.1, Kalsium 1.1,
b. Rontgen thorax : Cor dan pulmo tak tampak kelainan
c. Elektrokardiografi : Sinus rhytm, HR 80x/menit, normoaxis, iRBBB,
Tampak gelombang U di semua lead. ST depresi pada lead II, III,
V3,V4,V5
V. Diagnosis atau Problem
Asesmen klinis :
 Gastroenteritis akut tanpa tanda dehidrasi
 Tetraparesis ec hipokalemia dd/ paralisis periodik hipokalemi
 Hipokalemia berat ec gastrointestinal loss dd/ paralisis periodik
hipokalemi
 Hipokalsemia sedang
Asesmen laboratorium:
 Leukositosis
 Trombositosis
 Hipokalemia berat
 Hipokalsemi sedang
Pada pasien ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu:
1. Hematologi rutin evaluasi
2. Elektrolit darah dan urin evaluasi
3. Feses rutin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Gastroenteritis
A. Definisi dan Epidemiologi
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran
pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah. Diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan kondisi dimana pengeluaran feses memiliki konsistensi lebih
cair dan frekuensi lebih sering (lebih dari 2 kali dalam sehari). Data WHO tahun
2009 menunjukkan angka kejadian diare akut di seluruh dunia mencapai 2 miliar
kasus per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan 100 juta kasus diare akut pada
dewasa tiap tahunnya, menyebabkan 250.000 di antaranya dirawat di rumah sakit
dan 5.000 meninggal dunia.

B. Klasifikasi
Berdasarkan durasinya, diare diklasifikasikan menjadi:
 Diare yang berlangsung kurang dari sama dengan 14 hari disebut diare
akut
 Diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu disebut diare kronik

C. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan karena salah satu atau beberapa mekanisme di
bawah ini:
 Diare Osmotik
Mekanisme ini terjadi jika bahan makanan tidak dapat diabsorbsi
dengan baik di usus halus, maka tekanan osmotic intralumen
meningkat sehingga menarik cairan plasma ke lumen. Jumlah
cairan yang bertambah melebihi kemampuan reabsorpsi kolon
menyebabkan terjadinya diare yang cair. Diare akan berhenti bila
pasien puasa. Penyebabnya bisa intoleransi laktosa, konsumsi
laksatif atau antasida yang mengandung magnesium. Diare osmotic
ditegakkan bila osmotic gap feses >125 mosmol/kg.
 Diare Sekretorik
Akibat gangguan transport elektrolit dan cairan melewati mukosa
enterokolon, menyebabkan sekresi berlebih atau absorpsi
berkurang. Penyebabnya bisa toksin bakteri (missal kolera),
penggunaan laksatif non-osmotik, reseksi usus, penyakit mukosa
usus, dan lainnya. Karakteristiknya berupa feses cair, banyak, dan
tidak nyeri, tidak ada mukus maupun darah. Diare berlangsung
walau puasa.
 Diare Eksudatif
Ini terjadi akibat inflamasi dan kerusakan mukosa usus. Diare
dapat disertai malabsorpsi lemak, cairan, dan elektrolit serta
hipersekresi dan hipermotilitas akibat pelepasan sitokin pro-
inflamasi. Penyebabnya (1) bakteri yang bersifat invasive seperti
Campylobacter jejuni, Shigella, Salmonella Yersinia enterocolica,
Enteroinvasive Escherecia coli (EIEC), Enterohemorragic
Escherecia coli (EHEC), atau infeksi amuba; (2) non-infeksi
berupa gluten sesnsitive enteropathy, inflammatory bowel disease,
atau radiasi. Karakteristik fesesnya bisa disertai dengan pus,
mukus, atau darah karena kerusakan mukosa. Analisis feses akan
menunjukkan leukosit, fecal lactoferrin, dan calciprotetin positif.
Gejala biasanya disertai tenesmus, nyeri, dan demam.
 Diare Dismotilitas
Disebabkan dismotilitas usus sehingga waktu transit makanan di
usus memendek.
D. Etiologi
Tabel 1. Etiologi dan Karakteristik Diare
Etiologi Karakteristik diare

Virus

Rotavirus, Norwalk virus, Virus menginvasi vili-vili usus halus. Absorpsi


Adenovirus, Calicivirus, terganggu dan terjadi diare sekretorik, kecuali
Astraovirus rotavirus menyebabkan diare campuran sekretorik-
osmotik karena menyebabkan maldigesti karbohidrat.
Diare sering disertai muntah, menggigil, demam, dan
malaise sehingga disebut stomach flu.

Bakteri

Vibrio cholera, Menginfeksi usus halus, diare sangat cair, tanpa


Enterotoxigenic E. Coli, disertai inflamasi maupun invasi ke mukosa
Campylobacter jejuni,
Shigella, Salmonella, EIEC,
EHEC Menginfeksi colon, biasanya terdapat invasi mukosa,
inflamasi, mukus, dan darah pada diare

Parasit

Giardia lambdia, Menginfeksi usus hakys, menyebabkan diare yang


Cryptosporodium cair, berbau busuk, disertai malabsorpsi nyeri perut,
tanpa inflamasi

Menginfeksi colon, menyebabkan diare inflamatorik


Entamoeba hystolitica
E. Pemeriksaan Lab
Analisis feses rutin pada setiap kasus bila sumber daya tersedia.
Analisis feses pada diare inflamatorik akan menunjukkan peningkatan
leukosit feses, tes darah samar tinja positif, laktoferin dan calciprotein positif.
Pemeriksaan telur dan parasit diindikasikan pada diare >14 hari, refrakter
terhadap antibiotik, atau pasien imunokompromais.
Kultur feses harus selalu dilakukan pada pasien dengan dehidrasi,
demam >38,5, diare berdarah, nyeri abdomen pada usia >50 tahun, pasien
usia >70 tahun imunodefisiensi, atau setelah 3 hari pengobatan dengan
antibiotik tidak terjadi perbaikan klinis. Pemeriksaan shiga toxic harus
dilakukan pada pasien dengan riwayat hospitalisasi dan penggunaan
antibiotik.
Pasien dengan dehidrasi juga memerlukan pemeriksaan darah, urin,
kimia darah seperti ureum, kreatinin, elektrolit, gula darah, serum
transaminase dan bila diperlukan, analisis gas darah. Anemia mungkin
disebabkan oleh perdarahan akut, kronis, atau malabsorpsi besi, folat, atau
vitamin B12. Leukositosis adalah tanda inflamasi.
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah 3,5
mmol/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau
adanya gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel. Derajat
Hipokalemia ; Hipokalemia ringan: kadar serum 3-3,5 mmol/L. Hipokalemia
sedang: kadar serum 2,5-3 mmol/L. Hipokalemia berat: kadar serum < 2,5
mmol/L.
Hipokalsemia adalah keadaan konsentrasi ion kalsium darah di bawah
1.17 mmol/L. Derajat Hipokalsemia ; Hipokalemia ringan-sedang kadar
serum 1-1.6 mmol/L. Hipokalemia berat: kadar serum < 1 mmol/L.
Bila hasil feses tidak berhasil mengidentifikasi mikroorganisme
penyebab, penyebab non-infeksi harus dipertimbangkan. Adanya tanda-tanda
inflamasi pada analisis feses tanpa infeksi yang mendasari sugestif terhadap
IBD.
Pemeriksaan feses terdiri dari pemeriksaan makroskopis, mikroskopis,
dan pemeriksaan kimia.

Makroskopis
a. Warna
Warna feses yang dibiarkan pada udara akan lebih menjadi tua, hal ini
terjadi karena terbentuk lebih banyaknya urobilin dan urobilinogen yang
diekresikan lewat usus. Urobilinogen tidak berwarna, sedangkan urobilin
berwarna coklat tua. Feses pada normalnya mengandung urobilin, selain itu
warna feses juga dipengaruhi oleh jenis makanan, oleh kelinan dalam saluran
usus serta dipengaruhi oleh obat-obatan yang diberikan. Warna feses kuning
berkaitan dengan pengaruh susu, jagung, obat santonin atau bilirubin yang
belum berubah. Warna hijau biasanya karena makanan yang dikonsumsi
mengandung sayuran, jarang diakibatkan oleh biliverdin yang belum berubah.
Warna feses yang abu-abu kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya
urobilin dalam saluran makanan dan hal tersebut dapat terjadi pada ikterus
obstruktif dan juga setelah pemakaian garam barium pada pemeriksaan
radiologik. Warna abu-abu itu juga dapat terjadi akibat makanan yang banyak
mengandung lemak dan tidak dapat dicerna karena defisiensi enzim pankreas.
Warna merah muda diakibatkan oleh pendarahan yang masih segar
dibagian distal atau dapat pula karena makanan seperti buah bit. Warna coklat
berhubungan dengan pendarahan proksimal atau karena makanan seperti
coklat dan kopi. Warna feses yang hitam disebabkan oleh carbo
medicinalis, oleh obat-obatan yang mengandung besi dan mungkin
juga oleh melena (Gandasoebrata, 2009).
b. Bau
Bau normal pada feses disebabkan oleh indol, skatol dan asam butirat.
Bau tersebut akan menjadi busuk apabila didalam usus terjadi pembusukan
feses isinya yaitu protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman-
kuman reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Feses juga
dapat berbau asam, keadaan ini disebabkan oleh peragian (fermentasi) zat-zat
gula yang tidak dicerna karena misalnya mengalami diare.

c. Konsistensi
Feses normal mempunyai konsistensi agak lunak dan mempunyai
bentuk. Konsistensi feses pada kasus diare menjadi sangat lunak atau cair,
sedangkan pada konstipasi maka konsistensi feses keras. Peragian
karbohisrat dalam usus menghasilkan feses yang lunak dan bercampur
dengan gas CO2 (Gandasoebrata, 2009).
d. Lendir
Terdapatnya lendir pada feses menandakan adanya rangsangan atau
radang dinding usus. Lendir yang hanya didapat di bagian luar feses maka
lokasi terjadi iritasi mungkin berada di usus besar sedangkan lendir yang
bercampur dengan feses menandakan terjadi iritasi diusus kecil. Pada
disentri, intususepsi dan ileocolitis mungkin defekasi hanya berupa lendir
saja tanpa adanya tinja (Gandasoebrata, 2009).
e. Darah
Feses yang terdapat darah di dalamnya haruslah diperhatikan warna
darah tersebut misalnya merah muda yang menandakan darah tersebut segar,
coklat atau hitam dan perhatikan pula darah tersebut bercampur dengan tinja
atau hanya melapisi luar tinja saja. Perdarahan yang terjadi pada bagian
proksimal dari saluran pencernaan maka akan menghasilkan darah yang
berwarna hitam dan darah tersebut semakin bercampur dengan feses. Jumlah
darah yang besar mungkin disebabkan oleh ulcus, varices dalam esofagus,
carcinoma atau hemorrhoid (Gandasoebrata, 2009).

Mikroskopis
a. Sisa makanan yang tidak tercerna
 Starch, serat otot, serat elastic, lemak. Pemeriksaan menggunakan larutan
eosin alcohol 10%. Serat otot yang sudah dicerna tidak lagi memiliki striae.
Serat otot yang tidak tercerna berbentuk segiempat dengan striae vertikal
dan horizontal. Serat otot disebut meningkat jika terdapat >10 serat otot
yang tidak tercerna.
 Pemeriksaan lemak menggunakan Sudan III atau IV yang memberi warna
jingga kemerahan pada lemak. Normal apabila jumlahnya <60 globul
lemak/LPB dan berukuran kecil (<4 mikrometer).
 Pemeriksaan karbohidrat menggunakan larutan lugol. Positif bila ditemukan
partikel berwarna biru kehitaman.
b. Protozoa atau cacing
Ini dapat dideteksi dengan pewarnaan eosin-lugol 1%. Seringkali yang dicari
ialah bentuk tidak aktif seperti telur atau segmen daric acing.
c. Yeast/ragi
d. Leukosit
Dilihat dengan apusan basah menggunakan pewarnaan methylene blue atau
apusan kering dengan pewarnaan Wright. Adanya leukosit menandakan
infeksi, seperti disentri basiler, colitis ulseratif, atau infeksi/inflamasi lainnya.
e. Eritrosit
Sel darah merah akibat perdarahan pada traktus gastrointestinal atas biasanya
telah lisis, terutama pada bagian proksimal. Kehilangan darah 50-75 ml, akan
membuat feses berwarna merah gelap atau hitam.
f. Epitel
Normal diperiksa dengan penambahan sedikit 0,9%. Epitel akan meningkat
pada inflamasi atau infeksi.
g. Kristal
Normal apabila ditemukan Kristal triple phosphate atau asam Ca oksalat.
Abnormal apabila ditemukan Kristal charcoal leyden atau hematoidin.

Pemeriksaan Kimia
a. Pemeriksaan pH.
Feses normalnya memiliki pH antara 7-8. pH yang asam terjadi akibat
fermentasi karbohidrat, sementara pH basa dapat disebabkan karena
pemecahan protein. Pada feses dengan pH sangat asam (<5,5) dapat dicurigai
adanya defisiensi disakaridase.
b. Pemeriksaan glukosa
Uji non spesifik berupa pemeriksaan Benedict atau Clinitest, bekerja dengan
prinsip mereduksi Cu. Oleh karena itu sukrosa tidak terdeteksi karena tidak
masuk gula pereduksi.
c. Fecal occult blood test (FOBT)
Deteksi darah samar menggunakan reagen benzidine atau gualac yang bereaksi
dengan peroksidase dan pseudoperoksidase. Perubahan warna terjadi karena
aktivitas pseudoperoksidase hemoglobin.
d. Elektrolit
e. Mikrobiologik
Pemeriksaan apusan mikroskopik baik berupa pewarnaan gram ataupun kultur
f. APT test
Untuk membedakan asal perdarahan pada melena neonatorum.
g. Bilirubin
Normal ditemukan pada bayi baru lahir. Kondisi abnormal ditemukan pada
kasus diare atau akibat penggunaan antibiotik.

F. Tatalaksana
Tatalaksana Diare Akut secara umum
1. Terapi suportif
Rehidrasi cairan dan elektrolit
Oral, misalkan: Cairan garam gula, oralit, pedialyte, renalyte.
• Diberikan pada pasien dengan diare akut tanpa komplikasi atau dengan
dehidrasi ringan.
• Larutan rehidrasi oral (LRO), dengan komposisi:
– Natrium 75mmol/L, Klorida 65mmol/L, glukosa anhidrat
75mmol/L, kalium 20mmol/L, sitrat 10mmol/L = 245mmol/L
– Larutan rehidrasi oral (LRO) dari beras (air tajin) lebih superior
dari LRO biasa pada kolera.
Intravena
• Diberikan kepada pasien dengan diare akut dengan komplikasi dehidrasi
sedang-berat dan/atau komplikasi lainnya.
• Resusitasi, dapat digunakan cairan intravena sebagai berikut:
– Ringer laktat
– Ringer asetat
•Rumatan, dapat digunakan kombinasi elektrolit + nutrisi cairan
intravena sebagai berikut:
- Ringer laktat ]
- Ringer asetat > + Dekstrosa + As.Amino
- Normal salin ]
- Ringer dekstrosa
- Aminofluid
- Dan cairan sejenis lainnya
Evaluasi dan penatalaksanaan dehidrasi (klasifikasi berdasar CDC AS 2008)
 Dehidrasi minimal
– Kekurangan cairan kurang 3% dari kebutuhan normal/berat badan.
– Terapi:
» Kebutuhan cairan = 103/100 x 30-40cc/kgBB/hari
Atau
» Kebutuhan cairan = pengeluaran [feses + IWL(10% BB)]
ditambah 30-40cc/kgBB/hari
 Dehidrasi ringan sedang
– Kekurangan cairan 3-9% dari kebutuhan normal/berat badan
– Terapi:
» Kebutuhan cairan = 109/100 x 30-40cc/kgBB/hari
Atau
Kebutuhan cairan = pengeluaran [feses + IWL(10%BB)]
ditambah 30-40cc/kgBB/hari
 Dehidrasi berat
– Kekurangan cairan di atas 9% dari kebutuhan normal/berat badan
– Terapi:
» Kebutuhan cairan = 112/100 x 30-40cc/kgBB/hari;
Atau
» Kebutuhan cairan = pengeluaran [feses + IWL(10%BB)]
ditambah 30-40cc/kgBB/hari .
– Dalam satu jam pertama 50% defisit cairan harus diberikan,setelah
itu 3
jam berikutnya diberikan sisa defisit,selanjutnya diberikan sesuai
dengan
kehilangan cairan melalui feses (losses).
– Rumus yang ada:
» Rumus skor Daldiyono
» Rumus berdasarkan berat jenis plasma (terlampir).
» Rumus berdasarkan CVP (terlampir).
Terapi nutrisi, diberikan sesuai dengan kebutuhan
Dan dapat berupa:
– Nutrisi oral
– Nutrisi enteral
– Nutrisi parenteral
– Nutrisi kombinasi
2. Pemberian antibiotic
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian antibiotic. Pemberian antibiotik di indikasikan pada :
Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik
secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
3. Paralisis periodik hipokalemik (PPH)

Paralisis periodik hipokalemik (PPH) merupakan salah satu spektrum


klinis akibat hipokalemia yang disebabkan oleh redistribusi kalium secara akut ke
dalam cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadi secara
familial atau didapat. PPH bisa ditemui pada keadaan tirotoksikosis, disebut
thyrotoxic periodic paralysis, sedangkan bentuk PPH familial disebut familial
hypokalemic periodic paralysis(Pardede, 2012)

Paralisis periodik hipokalemik ditandai dengan kadar kalium (kalium)


yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat
episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat terjadi
karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya makanan dengan kadar
karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat,
operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat
mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan
meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi
pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada
pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam
batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak
ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kadar kalium serum dengan
beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal. Penderita dapat mengalami serangan
hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-kali (berulang) dengan interval
waktu serangan juga bervariasi.

Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-
kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di
mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah
sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih
berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1–20 tahun, frekuensi
serangan terbanyak di usia 15–35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia. Hipokalemik periodik paralisis biasanya terjadi karena kelainan
genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya
hipokalemik periodik paralisis adalah tirotoksikosis (thyrotoxic periodic
paralysis), hiperinsulin.

Penyebab paralisis periodik hipokalemik

1. Perpindahan kalium intraselular


• Paralisis periodik hipokalemik familial
• Paralisis periodik tirotoksikosis
• Keracunan barium Penurunan kadar kalium
2. Kehilangan melalui ginjal
 Asidosis tubulus renalis (ATR)
- ATR tipe I (distal): medullary sponge kidney, terpapar toluen,
sindrom Sjogren
- ATR tipe II (proksimal): sindrom Fanconi
 Hiperaldosteron primer: sindrom Conn
 Pseudohiperaldosteron: keracunan licorice
3. Kehilangan melalui saluran cerna
o Penyakit celiac
o Tropical sprue
o Gastroenteritis akut
o Short bowel syndrome (SBS)

Terapi PPH biasanya berdasarkan simtomatik, bertujuan menghilangkan gejala


kelemahan otot yang disebabkan hipokalemia. Terapi PPHF mencakup
pemberian kalium oral, modifi kasi diet dan gaya hidup untuk menghindari
pencetus, serta farmakoterapi.3,12 Di beberapa literatur, disarankan pemberian
kalium oral dengan dosis 20-30 mEq/L setiap 15-30 menit sampai kadar kalium
mencapai normal. Kalium klorida (KCl) adalah preparat pilihan untuk sediaan
oral. Suplementasi kalium harus diberikan hati-hati karena hiperkalemia akan
timbul saat proses redistribusi trans-selular kalium berhenti.
DAFTAR PUSTAKA

Bartel B, Gau E. Fluid and electrolyte management. In: Johnson TJ. Critical care
pharmacotherapeutics. 1st ed. Burlington (MA): Jones & Bartlett
Learning, LLC; 2015. p. 11 – 13.
Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease.
New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
French, S., Subauste, J., & Geraci, S. (2012). Calcium abnormalities in
hospitalized patients. Southern medical journal, 105(4), 231-237.
Greenbaum L. Pathophysiology of body fl uids and fl uid therapy. In: Berhman
RE, Kliegman RM, Jensen HB, editors. Nelson textbook of pediatrics.
18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007. p. 267-77.
Gunawan, A. 2016. Peranan Paromomycin untuk Amebiasis. CDK-239: Vol. 43
(4). Pp. 307 - 309.
Habibulloh, I. 2018. Identifikasi Entamoeba hystolitica Pada Feses Pasien Diare
I Rumah Sakit Dr. Oen Surakarta. Pp. 5-6; 23-24.
Lin SH, Chiu JS, Hsu CW, Chau AT. A simple and rapid approach to
hypokalemic paralysis. Am J Emerg Med. 2003;21:487-91
Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of
acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology
2002;17: S54-S71.
Nathania, M. (2019). Hipokalemia–Diagnosis dan Tatalaksana. CDK-273/ vol.
46 no. 2 th. 2019
Pardede, S. O., & Fahriani, R. Paralisis Periodik Hipokalemik Familial. CDK-198
vol. 39 no. 10, th. 2012
Persons PE, Wiener-Kronish JP. Critical care secrets. s. 5th ed. Cambridge, MA:
Elsevier Health Science; 2012. p 316-24.
Setiati S, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI: Diare Akut. Jakarta:
Interna Publishing. P. 1899.
Souvriyanti, E., & Pardede, S. O. (2016). Paralisis Periodik Hipokalemik pada
Anak dengan Asidosis Tubulus Renalis Distal. Sari Pediatri, 10(1), 53-9.
Tanto C, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi IV: Diare; Analisis
Feses. Jakarta: Media Ausculapius. Pp. 584 – 590; 1085-1086.
Yudianti, GS. 2017. Identifikasi Entamoeba histolytica pada Pasien Diare dengan
Metode Secara Langsung di RSUD Dr. Moewardi Suakarta. Pp. 22-23.
RENCANA AWAL

Pengkajian Rencana Awal Rencana Rencana


Diagnosis Rencana Terapi
(Assesment) diagnosis Edukasi Monitoring

Gastroenteritis Anamnesis: Feses Rutin  Bedrest tidak total Penjelasan  Monitoring


akut ec BAB dengan konsistensi  O2 3 lpm NK kepada pasien keadaan
bacterial cair 10 hari dengan nyeri  Diet lunak 1700 tentang penyakit, umum dan
infetions dd perut, mual, dan muntah kkal obat yang vital sign/12
viral infections Pemeriksaan fisik:  Infus NaCl 0,9% diminum, jam
 BU (+) frekuensi 20 tpm keadaan yang  Monitoring
30x/menit  Injeksi mungkin dapat balance
Pemeriksaan penunjang : metoclopramide menyertai cairan/24
Angka Leukosit 25,9 10 mg k/p penyakitnya, jam dan
ribu/µl serta prognosis. awasi tanda-
 Injeksi
metronidazole 500 tanda

mg/8 jam dehidrasi

 Paracetamol tab
500 mg/6 jam bila
demam
Tetraparesis ec Anamnesis : Eletrolit urin, urin  Inj KCL 50 mEq Penjelasan Cek
hipokalemia Lemas di seluruh badan, rutin dilarutkan dalam kepada pasien elektrolit
dd/ paralisis riwayat mondok karena 500 NaCl 0,9% 16 tentang penyakit, post koreksi
periodik kalium rendah tpm makro obat yang
hipokalemi Pemeriksaan Fisik: -  Diet tinggi kalium diminum,
Pemeriksaan Penunjang: prognosis
-
Hipokalemia Anamnesis : Cek elektrolit urin  Inj KCL 50 mEq Penjelasan Elektrolit
berat ec Lemas di seluruh badan dilarutkan dalam kepada pasien post koreksi,
gastrointestinal 500 NaCl 0,9% 16 mengenai balance
loss dd/ Pemeriksaan fisik : tpm makro kondisi, cairan 24
paralisis -  Diet tinggi kalium tatalaksana jam
periodik Pemeriksaan penunjang: beserta
hipokalemi K 2,1 mmol/L komplikasi yang
dapat terjadi

Hipokalsemia Anamnesis : Cek elektrolit urin  CaCO3 500mg 1 Edukasi Monitoring


sedang - tab/8 jam mengenai balance
Pemeriksaan fisik : penyakit, obat cairan/24
- yang diminum. jam,
Pemeriksaan penunjang: Elektrolit/3
Ca 1,10 mmol/L hari

Anda mungkin juga menyukai