Oleh:
Yohannes Babtista G99181068
Residen Pembimbing
Oleh:
Yohannes Babtista G99181068
Pembimbing
I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. E
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Serengan, Surakarta
No. RM : 014XXXXX
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Jawa
Status : Belum menikah
Tanggal masuk RS : 18 November 2018
Tanggal pemeriksaan : 22 November 2018
B. Data Dasar
Autoanamnesis, alloanamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal
22 November 2018.
Keluhan Utama
BAB cair sejak 10 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSDM rujukan dari RS Swasta di Surakarta
karena BAB cair sejak 10 hari SMRS. BAB cair setiap hari 3-4x/hari,setiap
BAB ¾-1 gelas air mineral. BAB cair ampas (+), berwarna kuning, tidak
disertai lendir maupun darah. BAB cair terjadi hilang timbul. Pasien sudah
mondok di RS swasta di Surakarta selama 5 hari namun belum ada perbaikan.
BAB cair disertai nyeri perut sejak 10 hari SMRS. Nyeri diseluruh lapang
perut. Nyeri seperti melilit,terutama setiap akan BAB cair. Nyeri hilang timbul.
Nyeri perut disertai dengan mual dan muntah sejak 10 hari SMRS. Mual dan
muntah terutama saat makan dan mencium bau makanan. Muntah sebanyak 1
gelas air mineral. Tetapi mual dan muntah sekarang sudah membaik. Muntah
berisi makanan yang dimakan. Mual dan muntah membuat nafsu makan pasien
menurun. Pasien juga mengeluh lemas. Lemas dirasakan di seluruh tubuh.
Lemas terutama untuk aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Lemas tidak
disertai dengan kelemahan anggota gerak separuh, nyeri kepala, bicara pelo.
Pasien BAK 5-6x/hari, setiap BAK ½-¾ gelas air mineral. BAK warna
kuning jernih. BAK merah, BAK nyeri, BAK panas, BAK pasir, anyang-
anyangan disangkal oleh pasien .
Pasien menyangkal menderita sakit darah tinggi, sakit kencing manis,
sakit liver, sakit ginjal, sakit jantung, sakit asma maupun alergi. Pasien
mengaku sering mengkonsumsi makanan disekitar sekolah yang pedas.
: pasien
: perempuan
: laki-laki
Riwayat kebiasaan
Pola makan Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi,
lauk pauk, dan sayur. Nafsu makan dan
porsi makan menurun sejak dirasakan
keluhan karena dirasakan mual.
Merokok Disangkal
Alkohol Disangkal
Olahraga Olahraga rutin
Konsumsi jamu dan obat Disangkal
13. Pulmo
a. Depan
Inspeksi
o Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
o Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
o Statis : Simetris
o Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi
o Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada
SIC VI linea medioclavicularis dextra
o Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI linea
medioclavicularis sinistra
Auskultasi
o Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus
(-/-)
o Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus
(-/-)
b. Belakang
Inspeksi
o Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
o Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
o Statis : Simetris
o Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi
o Kanan : Sonor
o Kiri : Sonor
Auskultasi
o Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus
(-/-)
o Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus
(-/-)
13. Abdomen
a. Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada,sikatrik (-),
telengiektasis (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+) 30x /menit, bising abnormal (-)
c. Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, pekak alih (-),
undulasi (-), area traube timpani
d. Palpasi : supel, nyeri tekan regio hipogastric (+), hepar dan lien
tidak teraba membesar
14. Ekstremitas
+
- -
Akral hangat - - Oedem
C. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Kesimpulan :
1. Irama sinus, dengan heart rate 80 bpm, normoaxis
2. Gelombang P positif di lead II, dan negatif di lead aVR dengan durasi
0,12s. Morfologi gelombang P normal
3. PR interval dengan durasi 0,12 s
4. QT interval dengan durasi 0,28 s
5. QRS kompleks dengan durasi 0,08 s
6. ST depresi pada lead II, III, V3,V4,V5
7. T inverted pada V1 dan V2
8. iRBBB
9. Gelombang U tampak pada semua lead
3. Pemeriksaan fisik:
KU: compos mentis, GCS E4V5M6, kesan gizi kurang.
Vital sign:
- TD: 110/70 mmHg
- N : 66 x/menit,
- RR :18x /menit
- suhu 370C
Mata : Dalam batas normal
Leher : JVP R+2 cmH2O
Cor : batas jantung tidak melebar
Pulmo : Suara Dasar Vesikuler
Abdomen : bising usus 30 kali/menit
4. Pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium darah: Hb 12, Al 25.9, At 477 , Kalium 2.1, Kalsium 1.1,
b. Rontgen thorax : Cor dan pulmo tak tampak kelainan
c. Elektrokardiografi : Sinus rhytm, HR 80x/menit, normoaxis, iRBBB,
Tampak gelombang U di semua lead. ST depresi pada lead II, III,
V3,V4,V5
V. Diagnosis atau Problem
Asesmen klinis :
Gastroenteritis akut tanpa tanda dehidrasi
Tetraparesis ec hipokalemia dd/ paralisis periodik hipokalemi
Hipokalemia berat ec gastrointestinal loss dd/ paralisis periodik
hipokalemi
Hipokalsemia sedang
Asesmen laboratorium:
Leukositosis
Trombositosis
Hipokalemia berat
Hipokalsemi sedang
Pada pasien ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu:
1. Hematologi rutin evaluasi
2. Elektrolit darah dan urin evaluasi
3. Feses rutin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gastroenteritis
A. Definisi dan Epidemiologi
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran
pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah. Diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan kondisi dimana pengeluaran feses memiliki konsistensi lebih
cair dan frekuensi lebih sering (lebih dari 2 kali dalam sehari). Data WHO tahun
2009 menunjukkan angka kejadian diare akut di seluruh dunia mencapai 2 miliar
kasus per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan 100 juta kasus diare akut pada
dewasa tiap tahunnya, menyebabkan 250.000 di antaranya dirawat di rumah sakit
dan 5.000 meninggal dunia.
B. Klasifikasi
Berdasarkan durasinya, diare diklasifikasikan menjadi:
Diare yang berlangsung kurang dari sama dengan 14 hari disebut diare
akut
Diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu disebut diare kronik
C. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan karena salah satu atau beberapa mekanisme di
bawah ini:
Diare Osmotik
Mekanisme ini terjadi jika bahan makanan tidak dapat diabsorbsi
dengan baik di usus halus, maka tekanan osmotic intralumen
meningkat sehingga menarik cairan plasma ke lumen. Jumlah
cairan yang bertambah melebihi kemampuan reabsorpsi kolon
menyebabkan terjadinya diare yang cair. Diare akan berhenti bila
pasien puasa. Penyebabnya bisa intoleransi laktosa, konsumsi
laksatif atau antasida yang mengandung magnesium. Diare osmotic
ditegakkan bila osmotic gap feses >125 mosmol/kg.
Diare Sekretorik
Akibat gangguan transport elektrolit dan cairan melewati mukosa
enterokolon, menyebabkan sekresi berlebih atau absorpsi
berkurang. Penyebabnya bisa toksin bakteri (missal kolera),
penggunaan laksatif non-osmotik, reseksi usus, penyakit mukosa
usus, dan lainnya. Karakteristiknya berupa feses cair, banyak, dan
tidak nyeri, tidak ada mukus maupun darah. Diare berlangsung
walau puasa.
Diare Eksudatif
Ini terjadi akibat inflamasi dan kerusakan mukosa usus. Diare
dapat disertai malabsorpsi lemak, cairan, dan elektrolit serta
hipersekresi dan hipermotilitas akibat pelepasan sitokin pro-
inflamasi. Penyebabnya (1) bakteri yang bersifat invasive seperti
Campylobacter jejuni, Shigella, Salmonella Yersinia enterocolica,
Enteroinvasive Escherecia coli (EIEC), Enterohemorragic
Escherecia coli (EHEC), atau infeksi amuba; (2) non-infeksi
berupa gluten sesnsitive enteropathy, inflammatory bowel disease,
atau radiasi. Karakteristik fesesnya bisa disertai dengan pus,
mukus, atau darah karena kerusakan mukosa. Analisis feses akan
menunjukkan leukosit, fecal lactoferrin, dan calciprotetin positif.
Gejala biasanya disertai tenesmus, nyeri, dan demam.
Diare Dismotilitas
Disebabkan dismotilitas usus sehingga waktu transit makanan di
usus memendek.
D. Etiologi
Tabel 1. Etiologi dan Karakteristik Diare
Etiologi Karakteristik diare
Virus
Bakteri
Parasit
Makroskopis
a. Warna
Warna feses yang dibiarkan pada udara akan lebih menjadi tua, hal ini
terjadi karena terbentuk lebih banyaknya urobilin dan urobilinogen yang
diekresikan lewat usus. Urobilinogen tidak berwarna, sedangkan urobilin
berwarna coklat tua. Feses pada normalnya mengandung urobilin, selain itu
warna feses juga dipengaruhi oleh jenis makanan, oleh kelinan dalam saluran
usus serta dipengaruhi oleh obat-obatan yang diberikan. Warna feses kuning
berkaitan dengan pengaruh susu, jagung, obat santonin atau bilirubin yang
belum berubah. Warna hijau biasanya karena makanan yang dikonsumsi
mengandung sayuran, jarang diakibatkan oleh biliverdin yang belum berubah.
Warna feses yang abu-abu kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya
urobilin dalam saluran makanan dan hal tersebut dapat terjadi pada ikterus
obstruktif dan juga setelah pemakaian garam barium pada pemeriksaan
radiologik. Warna abu-abu itu juga dapat terjadi akibat makanan yang banyak
mengandung lemak dan tidak dapat dicerna karena defisiensi enzim pankreas.
Warna merah muda diakibatkan oleh pendarahan yang masih segar
dibagian distal atau dapat pula karena makanan seperti buah bit. Warna coklat
berhubungan dengan pendarahan proksimal atau karena makanan seperti
coklat dan kopi. Warna feses yang hitam disebabkan oleh carbo
medicinalis, oleh obat-obatan yang mengandung besi dan mungkin
juga oleh melena (Gandasoebrata, 2009).
b. Bau
Bau normal pada feses disebabkan oleh indol, skatol dan asam butirat.
Bau tersebut akan menjadi busuk apabila didalam usus terjadi pembusukan
feses isinya yaitu protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman-
kuman reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Feses juga
dapat berbau asam, keadaan ini disebabkan oleh peragian (fermentasi) zat-zat
gula yang tidak dicerna karena misalnya mengalami diare.
c. Konsistensi
Feses normal mempunyai konsistensi agak lunak dan mempunyai
bentuk. Konsistensi feses pada kasus diare menjadi sangat lunak atau cair,
sedangkan pada konstipasi maka konsistensi feses keras. Peragian
karbohisrat dalam usus menghasilkan feses yang lunak dan bercampur
dengan gas CO2 (Gandasoebrata, 2009).
d. Lendir
Terdapatnya lendir pada feses menandakan adanya rangsangan atau
radang dinding usus. Lendir yang hanya didapat di bagian luar feses maka
lokasi terjadi iritasi mungkin berada di usus besar sedangkan lendir yang
bercampur dengan feses menandakan terjadi iritasi diusus kecil. Pada
disentri, intususepsi dan ileocolitis mungkin defekasi hanya berupa lendir
saja tanpa adanya tinja (Gandasoebrata, 2009).
e. Darah
Feses yang terdapat darah di dalamnya haruslah diperhatikan warna
darah tersebut misalnya merah muda yang menandakan darah tersebut segar,
coklat atau hitam dan perhatikan pula darah tersebut bercampur dengan tinja
atau hanya melapisi luar tinja saja. Perdarahan yang terjadi pada bagian
proksimal dari saluran pencernaan maka akan menghasilkan darah yang
berwarna hitam dan darah tersebut semakin bercampur dengan feses. Jumlah
darah yang besar mungkin disebabkan oleh ulcus, varices dalam esofagus,
carcinoma atau hemorrhoid (Gandasoebrata, 2009).
Mikroskopis
a. Sisa makanan yang tidak tercerna
Starch, serat otot, serat elastic, lemak. Pemeriksaan menggunakan larutan
eosin alcohol 10%. Serat otot yang sudah dicerna tidak lagi memiliki striae.
Serat otot yang tidak tercerna berbentuk segiempat dengan striae vertikal
dan horizontal. Serat otot disebut meningkat jika terdapat >10 serat otot
yang tidak tercerna.
Pemeriksaan lemak menggunakan Sudan III atau IV yang memberi warna
jingga kemerahan pada lemak. Normal apabila jumlahnya <60 globul
lemak/LPB dan berukuran kecil (<4 mikrometer).
Pemeriksaan karbohidrat menggunakan larutan lugol. Positif bila ditemukan
partikel berwarna biru kehitaman.
b. Protozoa atau cacing
Ini dapat dideteksi dengan pewarnaan eosin-lugol 1%. Seringkali yang dicari
ialah bentuk tidak aktif seperti telur atau segmen daric acing.
c. Yeast/ragi
d. Leukosit
Dilihat dengan apusan basah menggunakan pewarnaan methylene blue atau
apusan kering dengan pewarnaan Wright. Adanya leukosit menandakan
infeksi, seperti disentri basiler, colitis ulseratif, atau infeksi/inflamasi lainnya.
e. Eritrosit
Sel darah merah akibat perdarahan pada traktus gastrointestinal atas biasanya
telah lisis, terutama pada bagian proksimal. Kehilangan darah 50-75 ml, akan
membuat feses berwarna merah gelap atau hitam.
f. Epitel
Normal diperiksa dengan penambahan sedikit 0,9%. Epitel akan meningkat
pada inflamasi atau infeksi.
g. Kristal
Normal apabila ditemukan Kristal triple phosphate atau asam Ca oksalat.
Abnormal apabila ditemukan Kristal charcoal leyden atau hematoidin.
Pemeriksaan Kimia
a. Pemeriksaan pH.
Feses normalnya memiliki pH antara 7-8. pH yang asam terjadi akibat
fermentasi karbohidrat, sementara pH basa dapat disebabkan karena
pemecahan protein. Pada feses dengan pH sangat asam (<5,5) dapat dicurigai
adanya defisiensi disakaridase.
b. Pemeriksaan glukosa
Uji non spesifik berupa pemeriksaan Benedict atau Clinitest, bekerja dengan
prinsip mereduksi Cu. Oleh karena itu sukrosa tidak terdeteksi karena tidak
masuk gula pereduksi.
c. Fecal occult blood test (FOBT)
Deteksi darah samar menggunakan reagen benzidine atau gualac yang bereaksi
dengan peroksidase dan pseudoperoksidase. Perubahan warna terjadi karena
aktivitas pseudoperoksidase hemoglobin.
d. Elektrolit
e. Mikrobiologik
Pemeriksaan apusan mikroskopik baik berupa pewarnaan gram ataupun kultur
f. APT test
Untuk membedakan asal perdarahan pada melena neonatorum.
g. Bilirubin
Normal ditemukan pada bayi baru lahir. Kondisi abnormal ditemukan pada
kasus diare atau akibat penggunaan antibiotik.
F. Tatalaksana
Tatalaksana Diare Akut secara umum
1. Terapi suportif
Rehidrasi cairan dan elektrolit
Oral, misalkan: Cairan garam gula, oralit, pedialyte, renalyte.
• Diberikan pada pasien dengan diare akut tanpa komplikasi atau dengan
dehidrasi ringan.
• Larutan rehidrasi oral (LRO), dengan komposisi:
– Natrium 75mmol/L, Klorida 65mmol/L, glukosa anhidrat
75mmol/L, kalium 20mmol/L, sitrat 10mmol/L = 245mmol/L
– Larutan rehidrasi oral (LRO) dari beras (air tajin) lebih superior
dari LRO biasa pada kolera.
Intravena
• Diberikan kepada pasien dengan diare akut dengan komplikasi dehidrasi
sedang-berat dan/atau komplikasi lainnya.
• Resusitasi, dapat digunakan cairan intravena sebagai berikut:
– Ringer laktat
– Ringer asetat
•Rumatan, dapat digunakan kombinasi elektrolit + nutrisi cairan
intravena sebagai berikut:
- Ringer laktat ]
- Ringer asetat > + Dekstrosa + As.Amino
- Normal salin ]
- Ringer dekstrosa
- Aminofluid
- Dan cairan sejenis lainnya
Evaluasi dan penatalaksanaan dehidrasi (klasifikasi berdasar CDC AS 2008)
Dehidrasi minimal
– Kekurangan cairan kurang 3% dari kebutuhan normal/berat badan.
– Terapi:
» Kebutuhan cairan = 103/100 x 30-40cc/kgBB/hari
Atau
» Kebutuhan cairan = pengeluaran [feses + IWL(10% BB)]
ditambah 30-40cc/kgBB/hari
Dehidrasi ringan sedang
– Kekurangan cairan 3-9% dari kebutuhan normal/berat badan
– Terapi:
» Kebutuhan cairan = 109/100 x 30-40cc/kgBB/hari
Atau
Kebutuhan cairan = pengeluaran [feses + IWL(10%BB)]
ditambah 30-40cc/kgBB/hari
Dehidrasi berat
– Kekurangan cairan di atas 9% dari kebutuhan normal/berat badan
– Terapi:
» Kebutuhan cairan = 112/100 x 30-40cc/kgBB/hari;
Atau
» Kebutuhan cairan = pengeluaran [feses + IWL(10%BB)]
ditambah 30-40cc/kgBB/hari .
– Dalam satu jam pertama 50% defisit cairan harus diberikan,setelah
itu 3
jam berikutnya diberikan sisa defisit,selanjutnya diberikan sesuai
dengan
kehilangan cairan melalui feses (losses).
– Rumus yang ada:
» Rumus skor Daldiyono
» Rumus berdasarkan berat jenis plasma (terlampir).
» Rumus berdasarkan CVP (terlampir).
Terapi nutrisi, diberikan sesuai dengan kebutuhan
Dan dapat berupa:
– Nutrisi oral
– Nutrisi enteral
– Nutrisi parenteral
– Nutrisi kombinasi
2. Pemberian antibiotic
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian antibiotic. Pemberian antibiotik di indikasikan pada :
Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik
secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
3. Paralisis periodik hipokalemik (PPH)
Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-
kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di
mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah
sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih
berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1–20 tahun, frekuensi
serangan terbanyak di usia 15–35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia. Hipokalemik periodik paralisis biasanya terjadi karena kelainan
genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya
hipokalemik periodik paralisis adalah tirotoksikosis (thyrotoxic periodic
paralysis), hiperinsulin.
Bartel B, Gau E. Fluid and electrolyte management. In: Johnson TJ. Critical care
pharmacotherapeutics. 1st ed. Burlington (MA): Jones & Bartlett
Learning, LLC; 2015. p. 11 – 13.
Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease.
New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
French, S., Subauste, J., & Geraci, S. (2012). Calcium abnormalities in
hospitalized patients. Southern medical journal, 105(4), 231-237.
Greenbaum L. Pathophysiology of body fl uids and fl uid therapy. In: Berhman
RE, Kliegman RM, Jensen HB, editors. Nelson textbook of pediatrics.
18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007. p. 267-77.
Gunawan, A. 2016. Peranan Paromomycin untuk Amebiasis. CDK-239: Vol. 43
(4). Pp. 307 - 309.
Habibulloh, I. 2018. Identifikasi Entamoeba hystolitica Pada Feses Pasien Diare
I Rumah Sakit Dr. Oen Surakarta. Pp. 5-6; 23-24.
Lin SH, Chiu JS, Hsu CW, Chau AT. A simple and rapid approach to
hypokalemic paralysis. Am J Emerg Med. 2003;21:487-91
Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of
acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology
2002;17: S54-S71.
Nathania, M. (2019). Hipokalemia–Diagnosis dan Tatalaksana. CDK-273/ vol.
46 no. 2 th. 2019
Pardede, S. O., & Fahriani, R. Paralisis Periodik Hipokalemik Familial. CDK-198
vol. 39 no. 10, th. 2012
Persons PE, Wiener-Kronish JP. Critical care secrets. s. 5th ed. Cambridge, MA:
Elsevier Health Science; 2012. p 316-24.
Setiati S, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI: Diare Akut. Jakarta:
Interna Publishing. P. 1899.
Souvriyanti, E., & Pardede, S. O. (2016). Paralisis Periodik Hipokalemik pada
Anak dengan Asidosis Tubulus Renalis Distal. Sari Pediatri, 10(1), 53-9.
Tanto C, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi IV: Diare; Analisis
Feses. Jakarta: Media Ausculapius. Pp. 584 – 590; 1085-1086.
Yudianti, GS. 2017. Identifikasi Entamoeba histolytica pada Pasien Diare dengan
Metode Secara Langsung di RSUD Dr. Moewardi Suakarta. Pp. 22-23.
RENCANA AWAL
Paracetamol tab
500 mg/6 jam bila
demam
Tetraparesis ec Anamnesis : Eletrolit urin, urin Inj KCL 50 mEq Penjelasan Cek
hipokalemia Lemas di seluruh badan, rutin dilarutkan dalam kepada pasien elektrolit
dd/ paralisis riwayat mondok karena 500 NaCl 0,9% 16 tentang penyakit, post koreksi
periodik kalium rendah tpm makro obat yang
hipokalemi Pemeriksaan Fisik: - Diet tinggi kalium diminum,
Pemeriksaan Penunjang: prognosis
-
Hipokalemia Anamnesis : Cek elektrolit urin Inj KCL 50 mEq Penjelasan Elektrolit
berat ec Lemas di seluruh badan dilarutkan dalam kepada pasien post koreksi,
gastrointestinal 500 NaCl 0,9% 16 mengenai balance
loss dd/ Pemeriksaan fisik : tpm makro kondisi, cairan 24
paralisis - Diet tinggi kalium tatalaksana jam
periodik Pemeriksaan penunjang: beserta
hipokalemi K 2,1 mmol/L komplikasi yang
dapat terjadi