Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

Osteoarthritis

Disusun Oleh:

Togos Samuel Lumban Toruan

Pembimbing:

dr. Inu Haryo Harimurti

PUSKESMAS KECAMATAN CEMPAKA PUTIH


INTERNSHIP PERIODE I 7 MEI – 7 SEPTEMBER 2019

1
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. TST
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : CPB 26 No.17 Rt.7/Rw.7
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Budha
Suku : Chinese
No. Rekam Medik : 0003389
Tanggal Pemeriksaan : 22 Agustus 2019

II. Anamnesis
Riwayat keluhan pasien diperoleh secara autoanamnesis dan
alloanamnesis (anak pasien) yang dilakukan pada tanggal : 22 Agustus 2019
1. Keluhan Utama
Kedua lutut nyeri dan sulit berjalan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarganya ke Puskesmas dengan keluhan
kedua lutut terasa nyeri dan sulit untuk berjalan. Keluhan ini dirasakan
pasien secara tiba – tiba sejak ± 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan pasien
seperti berdenyut dan tertusuk jarum. Nyeri tersebut juga tidak
menghilang dengan kompres, minyak urut, maupun obat pengurang rasa
sakit. Nyeri semakin memberat saat pasien melipat lututnya dan
menggerakkan kakinya tetapi sedikit berkurang dengan istirahat.
Awalnya, pasien mengaku mendapatkan keluhan nyeri dan sulit berjalan
ini ketika pasien ingin beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.
Ketika akan berdiri, pasien merasakan kedua kakinya sangat nyeri dan

2
sulit untuk digerakkan hingga pasien terjatuh ke lantai. Pasien
menyangkal adanya benturan di kepala saat jatuh. Riwayat pingsan setelah
jatuh, mual, muntah, sesak, kejang, pusing, lumpuh separo, cedal, pelo,
merot semuanya juga disangkal. Riwayat makan minum, buang air besar
dan buang air kecil semuanya masih dalam batas normal. Sebenarnya,
pasien sudah lama merasakan nyeri pada kedua lututnya ini yaitu selama
± 1 tahun yang lalu, namun perlahan dirasa semakin memberat sejak ada
bengkak di kedua lututnya dan puncaknya yaitu 3 hari sebelum ke
puskesmas karena keluhan pasien ini menyebabkan dirinya tidak bisa
berjalan lagi. Pasien mengaku baru menyadari ada pembengkakan di
kedua lututnya ini kira – kira 6 bulan terakhir. Bengkak tersebut
menyebabkan pasien susah menggerakkan kakinya dan menyebabkan
terhambatnya aktivitas sehari – hari pasien. Namun, pasien masih bisa
berjalan pelan – pelan tanpa tongkat. Di daerah lutut yang bengkak
tersebut terasa hangat. Pasien mengatakan bengkaknya tidak mengecil
setelah dikompres dengan air dingin ataupun setelah pasien beristirahat.
Selain keluhan nyeri dan bengkak, pasien juga merasakan kaku
pada kedua lututnya. Biasanya kaku ini muncul pada pagi hari setelah
pasien bangun tidur dan menetap sekitar setengah jam. Saat kaku ini
muncul, pasien tidak bisa menggerakkan kakinya sama sekali, pasien
hanya bisa diam di tempat tidur. Saat dicoba digerakkan oleh orang lain,
kaki pasien hanya bisa bergeser ke kanan ataupun ke kiri, tidak bisa
ditekuk dan kadang pasien juga merasakan gemertak ketika lututnya
digerakkan.
Pasien mengaku sudah pernah berobat ke alternatif (dipijat) dan
mengkonsumsi obat yang dibeli di apotek untuk meredakan keluhan
bengkak dan nyeri pada lututnya, hanya saja pasien lupa nama obatnya.
Pasien juga mengaku bahwa sebelum sakit selama ± 1 tahun ini, pasien
masih sering melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu dan memasak,
tetapi semenjak kedua lututnya terasa nyeri pasien hanya bisa berjalan
santai di sekeliling rumahnya.

3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Keluhan Serupa : diakui (sudah ± 1 tahun, tetapi
pasien masih bisa berjalan)
b. Riwayat Kencing Manis : disangkal
c. Riwayat Darah Tinggi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
e. Riwayat Sakit Ginjal : disangkal
f. Alergi Obat dan Makanan : disangkal
g. Riwayat Asma : disangkal
h. Riwayat Sakit Maag : disangkal
i. Riwayat Operasi : disangkal
j. Riwayat Opname di RS : disangkal
k. Riwayat Asam Urat : tidak tahu (tidak pernah cek)
l. Riwayat Kolesterol : diakui
m. Riwayat Trauma / Jatuh : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
b. Riwayat Darah Tinggi : disangkal
c. Riwayat Kencing Manis : disangkal
d. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
e. Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
f. Riwayat Asma : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat Minum Jamu dan Obat Bebas : disangkal
b. Riwayat Minum Alkhohol : disangkal
c. Riwayat Merokok : disangkal
d. Riwayat Minum Suplemen : disangkal
e. Riwayat Makan Makanan Berlemak : disangkal
6. Riwayat Lingkungan dan Sosial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di dalam
lingkungan tempat tinggal yang cukup bersih bersama anaknya. Pasien

4
menggunakan fasilitas Umum untuk biaya pengobatan selama di rumah
sakit.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2019.
1. Keadaan umum : sedang, tampak kesakitan
2. Kesadaran : composmentis, GCS : E4V5M6 : 15
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 150/100 mmHg, posisi berbaring, lengan kiri
b. Nadi : 86 x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup
c. Respirasi : 18x/menit, tipe thorakoabdominal
d. Suhu : 37ºC, per axiler
e. Saturasi O2 : 99%
4. Status Gizi
BB = 65 kg
TB = 155 cm
BMI = 65 = 27,05 kg/m2 (harga normal = 18,5-22,5 kg/m2)
(1,55)2
 Kesan : overweight
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sebagian beruban, mudah
rontok (-), tidak mudah dicabut (+), luka (-)
1) Wajah
Simetris, eritema (-), ruam muka (-), luka (-).
2) Mata
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem
palpebra (-/-), sianosis (-), pupil isokor (3mm/ 3mm), reflek
cahaya direct/indirect (+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-)
3) Telinga

5
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi
pendengaran (-)
4) Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-),
sekret (-), fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
5) Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat(-)
lidah tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)
b. Leher
Leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi trachea (-), JVP R0,
pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
c. Thorax
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
thorakoabdominal, sela iga melebar (-), jejas (-).
Jantung

1) Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak


2) Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat

3) Perkusi :
Batas jantung
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : SIC V 2 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Pinggang jantung : SIC II-III parasternalis sinistra
 Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas, reguler, bising
(-), gallop (-).

6
Paru - Paru

1) Inspeksi
Normochest, sela iga tidak melebar, gerakan pernafasan simetris
kanan kiri, retraksi intercostae (-).
2) Palpasi
Ketinggalan gerak
Depan Belakang

- - - -
- - - -
- - - -

Fremitus

Depan Belakang

N N N N
N N N N
N N N N

3) Perkusi :
Depan Belakang

Sonor Sonor Sonor Sonor


Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor

4) Auskultasi :
Suara dasar vesikuler

Depan Belakang

7
+ + + +
+ + + +
+ + + +

Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

d. Abdomen
1) Inspeksi
Dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), umbilikus
tampak dan tidak ada inflamasi, kaput medusa (-), venektasi (-),
sikatrik bekas operasi (-).
2) Auskultasi
Peristaltik (+) normal.
3) Perkusi
Timpani (+), ascites (-), shifting dullnes (-)
4) Palpasi
Supel, nyeri tekan epigastrium (-), lien dan hepar tidak teraba
membesar, ginjal tidak teraba, nyeri ketok costovertebrae (-),
defans muskular (-)

e. Ekstremitas
1) Ekstremitas superior
Dekstra
Pergerakan motorik dalam batas normal, tanda-tanda inflamasi (-
), oedem (-), eritem (-), CRT < 3 detik, clubbing finger (-), kuku
nekrosis (-), akral hangat (+), deformitas (-).
Sinistra
Pergerakan motorik dalam batas normal, tanda-tanda inflamasi (-
), oedem (-), eritem (-), CRT < 3 detik, clubbing finger (-), kuku
nekrosis (-), akral hangat (+), deformitas (-).
2) Ekstremitas inferior

8
Dekstra
Pergerakan motorik sendi lutut terbatas (+), tanda-tanda
inflamasi sendi lutut (+), oedem sendi lutut (+), deformitas
sendi lutut (+), krepitasi sendi lutut (+), nyeri gerak dan tekan
(+), hiperemi (-), kuku nekrosis (-), akral hangat (+).
Sinistra
Pergerakan motorik sendi lutut terbatas (+), tanda-tanda
inflamasi sendi lutut (+), oedem sendi lutut (+), deformitas
sendi lutut (+), krepitasi sendi lutut (+), nyeri gerak dan
tekan(+), hiperemi (-), kuku nekrosis (-), akral hangat (+).

Genu Dekstra Genu Sinistra

IV. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING


1. Osteoartritis Genu Dextra et Sinistra
2. Hyperlipidaemia

V. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
- Edukasi pasien

9
- Terapi Fisik : latihan gerak sendi
- Fisioterapi
-Penurunan berat badan
Farmakologi
p.o : Glukosamin 1x1 (5)
Kalsium Laktat (Kalk) tab 500 mg 1x1 (5)
Simvastatin 10 mg 1x1 (15)

VI. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia ad bonam
Qua ad functionam : Dubia ad malam
Qua ad sanationam : Dubia ad malam

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Osteoarthritis (OA, dikenal juga sebagai arthritis degeneratif, penyakit
degeneratif sendi) merupakan penyakit sendi degeneratif yang mengenai
sendi-sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa
kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang
kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium
diikuti komponen sekunder proses inflamasi.1,2

II. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di
dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan sejak tahun 2001 hingga 2010
dicanangkan sebagai dekade penyakit tulang dan sendi di seluruh dunia.5
Penyakit ini menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai
penyebab ketidakmampuan fisik. Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75
juta orang mengalami gejala OA. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita
OA.3,4
Di Australia pada tahun 2002, diperkirakan biaya nasional untuk OA
sebesar 1% dari GNP, yaitu mencapai $Aus 2.700/orang/tahun.4 Di Indonesia
sendiri, prevalensi total OA sebanyak 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan
mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang
lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis. Pada beberapa
penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya osteoarthritis
pada obesitas dan sendi penahan beban tubuh.5 Dari sekian banyak sendi yang
dapat terserang OA, lutut merupakan sendi yang paling sering dijumpai
terserang OA. Data Arthritis Research Campaign menunjukkan bahwa lebih
dari 550 ribu orang di Inggris menderita OA lutut yang parah dan lebih dari 80

17 11
ribu operasi replacement sendi lutut dilakukan di Inggris pada tahun 2000
dengan biaya 405 juta Poundsterling.6

III. Patofisiologi Osteoartritis


Terjadinya OA tidak lepas dari banyak persendian yang ada di dalam
tubuh manusia. Sebanyak 230 sendi menghubungkan 206 tulang yang
memungkinkan terjadinya gesekan. Untuk melindungi tulang dari gesekan, di
dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena berbagai faktor risiko yang ada,
maka terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi.
Tulang rawan sendiri berfungsi untuk meredam getar antar tulang. Tulang
rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk menguatkan
sendi, proteoglikan yang membuat jaringan tersebut elastis dan air (70% bagian)
yang menjadi bantalan, pelumas dan pemberi nutrisi.9,10
Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen
pada rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis
matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan
sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X
yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut
menyebabkan terjadi perubahan pada diameter dan orientasi dari serat kolagen
yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi
kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik.9
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama
setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman.
Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix
Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke
dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan
kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana
osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik. 9,10
Agrekanase merupakan enzim yang akan memecah proteoglikan di dalam
matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu
agrekanase 1 (ADAMTs-4) dan agrekanase 2 (ADAMTs-11). MMPs

12
diproduksi oleh kondrosit, kemudian diaktifkan melalui kaskade yang
melibatkan proteinase serin (aktivator plasminogen, plamsinogen, plasmin),
radikal bebas dan beberapa MMPs tipe membran. Kaskade enzimatik ini
dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMPs dan inhibitor aktifator
plasminogen. Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan
proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, termasuk
proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan
S) yang disimpam di dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat di
dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut berperan merusak
proteoglikan.10
Berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit dalam
menghasilkan enzim perusak rawan sendi. Sitokin-sitokin pro-inflamasi akan
melekat pada reseptor di permukaan kondrosit dan sinoviosit dan menyebabkan
transkripsi gene MMP sehingga produksi enzim tersebut meningkat. Sitokin
yang terpenting adalah IL-1, selain sebagai sitokin pengatur (IL-6, IL-8, LIFI)
dan sitokin inhibitor (IL-4, IL-10, IL-13 dan IFN-γ). Sitokin inhibitor ini
bersama IL-Ira dapat menghambat sekresi berbagai MMPs dan meningkatkan
sekresi TIMPs. Selain itu, IL-4 dan IL-13 juga dapat melawan efek metabolik
IL-1. IL-1 juga berperan menurunkan sintesis kolagen tipe II dan IX dan
meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga menghasilkan matriks
rawan sendi yang berkualitas buruk. 9,10

13
IV. Klasifikasi Osteoartritis
OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder, seperti
yang tercantum di bawah ini :19
IDIOPATIK SEKUNDER
Setempat Trauma
Tangan − akut
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal) − kronik (okupasional, port)
- artritis erosif interfalang Kongenital atau developmental:
- karpal-metakarpal I Gangguan setempat:
Kaki: − Penyakit Leg-Calve-Perthes
- haluks valgus − Dislokasi koksa kongenital
- haluks rigidus − Slipped epiphysis
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes) Faktor mekanik
- talonavikulare − Panjang tungkai tidak sama
Coxae − Deformitas valgus / varus
- eksentrik (superior) − Sindroma hipermobilitas
- konsentrik (aksial, medial) Metabolik
- difus (koksa senilis) − Okronosis (alkaptonuria)
Vertebra − Hemokromatosis
- sendi apofiseal − Penyakit Wilson
- sendi intervertebral − Penyakit Gaucher
- spondilosis (osteofit) Endokrin
- ligamentum (hiperostosis, − Akromegali
penyakit Forestier, diffuse idiopathic − Hiperparatiroidisme
skeletal hyperostosis=DISH) − Diabetes melitus
Tempat lainnya: − Obesitas
- glenohumeral − Hipotiroidisme
- akromioklavikular Penyakit Deposit Kalsium
- tibiotalar − Deposit kalsium pirofosfat
- sakroiliaka dihidrat
- temporomandibular − Artropati hidroksiapatit
Menyeluruh: Penyakit Tulang dan Sendi
Meliputi 3 atau lebih daerah yang lainnya Setempat:
tersebut diatas (Kellgren-Moore) − Fraktur
−Nekrosis avaskular

Tabel 2.1 Osteoartritis Idiopatik dan Sekunder

14
V. Manifestasi Klinis 15
1. Nyeri sendi
Terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan
berkurang bila penderita beristirahat.
2. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi yang
cukup lama (gel phenomenon), bahkan sering disebutkan kaku muncul
pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).
3. Hambatan pergerakan sendi
Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat
secara perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi.
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi
yang sakit.
5. Perubahan bentuk sendi
Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan
berupa perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi.
6. Perubahan gaya berjalan
Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan,
hampir semua pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan
panggul mengalami perubahan gaya berjalan (pincang).

VI. Faktor Risiko Osteoartritis Lutut (Genu)


Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutut yaitu
faktor predisposisi dan faktor biomekanis.
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Demografi
1) Umur
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor
ketuaan adalah yang terkuat. Proses penuaan dianggap sebagai
penyebab peningkatan kelemahan di sekitar sendi, penurunan

15
kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi
kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya OA. Studi
Framingham menunjukkan bahwa 27% orang berusia 63 – 70
tahun memiliki bukti radiografik menderita OA lutut, yang
meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau lebih.7
2) Jenis kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi
dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun
prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan
laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pengurangan hormon estrogen
yang signifikan pada wanita.8
3) Ras / Etnis
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika
tidak berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa
ras Afrika – Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali
lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga
memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan
Kaukasia.10,11 Suatu studi lain menyimpulkan bahwa populasi
kulit berwarna lebih banyak terserang OA dibandingkan kulit
putih.9
b. Faktor Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk
unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan
berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoartritis.10
c. Faktor Gaya Hidup
1) Kebiasaan Merokok
 Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel
tulang rawan sendi.

16
 Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang
mempengaruhi hilangnya tulang rawan.
 Merokok dapat meningkatkan kandungan karbonmonoksida
dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen
dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.12
2) Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang
mengandung vitamin D memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat
menderita OA lutut.13
d. Faktor Metabolik
1) Obesitas
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan
mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering
menyebabkan osteoartritis lutut.7
2) Osteoporosis
Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori
bahwa gerakan mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat
kerusakan tulang rawan sendi.10
3) Penyakit Lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus,
hipertensi dan hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak
mengalami obesitas.10
4) Histerktomi
Hal ini diduga berkaitan dengan pengurangan produksi hormon
estrogen setelah dilakukan pengangkatan rahim. 10
5) Manisektomi
Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut
dan telah diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi OA
lutut. Hal ini berkaitan dengan hilangnya jaringan meniscus.14

17
2. Faktor Biomekanis
a. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum
krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA
lutut.9
b. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi
lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve –Perthes disease
dan displasia asetabulum.10
c. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama
yang banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut
(petani, kuli, dll).9
d. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari),
berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang
berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu),
mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih
setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko
OA lutut. 9
e. Kebiasaan Olahraga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak
bola, lari maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk
menderita OA lutut.10

18
VII. Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut (Genu)
Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American
College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini :16

Tabel 2.2 Kriteria Klasifikasi Osteoartritis Lutut

Derajat osteoartritis lutut dinilai menjadi lima derajat oleh Kellgren dan Lawrence,
yaitu :17
- Derajat 0 : tidak ada gambaran osteoartritis.
- Derajat 1 : osteoartritis meragukan dengan gambaran sendi normal, tetapi
terdapat osteofit minimal.
- Derajat 2 : osteoartritis minimal dengan osteofit pada 2 tempat, tidak terdapat
sklerosis dan kista subkondral, serta celah sendi baik.
- Derajat 3 : osteoartritis moderat dengan osteofit moderat, deformitas ujung
tulang, dan celah sendi sempit.
- Derajat 4 : osteoartritis berat dengan osteofit besar, deformitas ujung tulang,
celah sendi hilang, serta adanyasklerosis dan kista subkondral.

19
VIII. Penatalaksanaan Osteoarthritis
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:18
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

Pilar terapi pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:


Nonfarmakologis:
1. Modifikasi pola hidup
2. Edukasi
3. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
4. Modifikasi aktivitas
5. Menurunkan berat badan
6. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
a. Latihan statis dan memperkuat otot-otot
b. Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,
dan menambah luas pergerakan sendi
7. Penggunaan alat bantu.
Farmakologis:
1. Sistemik
a. Analgetik
 Non narkotik: parasetamol
 Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
 Oral
 Injeksi
 Suppositoria
c. DMOADs (disease modifying OA drugs)

20
Diantara nutraceutical yang saat ini tersedia di Indonesia adalah
Glucosamine sulfate dan Chondroitine sulfate.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada
umumnya bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Beberapa yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium
diklofenak.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan
simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan
untuk modifikasi perjalanan penyakit. Beberapa preparat injeksi
intraartikular, diantaranya :
a. Steroid ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami
nyeri dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian
NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang
merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi,
sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu
minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Sediaan di
Indonesia diantaranya adalah Hyalgan dan Osflex.
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan
tindakan operatif bila :

a. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi

21
b. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement
joint.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotomy : orang muda
c. Patella & condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan
sebagian oleh ligament asli dan sebagian oleh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang dan
severe instability.
f. Total knee replacement, apabila didapatkan nyeri, deformitas,
instability akibat dari rheumatoid atau osteoarthritis.

Gambar 2.1 Piramida Penatalaksanaan Osteoartritis

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2006. p. 1195-201.
2. Osteoarthritis. Wikipedia The Free Encyclopedia [serial on the internet].
2009 [cited 2009 Sep 1]; Available from :
http://en.wikipedia.org/wiki/Osteoarthritis
3. Reginster J.Y. The Prevalence and Burden of Osteoarthritis. Rheumatology,
2002; 41 (suppl 1) : 3 – 6.
4. Wibowo Dhidik Tri, Kurniawan Yusuf, Latifah Tati, Gunadi Rachmat.
Perancangan dan Implementasi Sistem Bantu Diagnosis Penyakit
Osteoartritis dan Reumatoid Artritis Melalui Deteksi Penyempitan Celah
Sendi pada Citra X-Ray Tangan dan Lutut. Dalam Temu Ilmiah
Reumatologi. Jakarta, 2003 : 168 – 172.
5. Konggres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia VI. http://pemda-
diy.go.id/berita, 2005, 10:21:40.
6. Arthritis Research Campaign 2000. Available at :
http:///www.arc.org.uk/about_arth/astats.htm.
7. Felson D.T, Zhang Y., Hannan M.T., et al. The Incidence and Natural History
of Knee Osteoarthritis in the Elderly : The Framingham Osteoarthritis Study.
Arthritis Rheumatology; 1995; 38 : 1500 – 1505.
8. Felson D.T., Zhang Y. An Update on the Epidemiology of Knee and Hip
Osteoarthritis with a View to Prevention. Arthritis Rheumatology, 1998; 41 :
1343 – 1355.
9. Setiyohadi Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah
Reumatologi. Jakarta, 2003 : 27 – 31.
10. Klippel John H., Dieppe Paul A., Brooks Peter, et al. Osteoarthritis. In :
Rheumatology. United Kingdom : Mosby – Year Book Europe Limited, 1994
: 2.1 – 10.6.

23
11. Abbate L., Renner J.B, Stevens J., et al. Do Body Composition and Body Fat
Distribution Explain Ethnic Differences in Radiographic Knee Osteoarthritis
Outcomes in African -American and Caucasian Women? The North American
Association for the Study of Obesity, 2006; 14 : 1274 – 1281.
12. Amin, Niu Jingbo, Hunter David, et al. Smoking Worsens Knee
Osteoarthritis. News Center Oklahoma City, Oklahoma USA, 2006 : 1 – 4.
13. McAlindon Timothy E., Felson David T., Zhang Yuqing, et al. Relation of
Dietary Intake and Serum Levels of Vitamin D to Progression of
Osteoarthritis of the Knee Among Participants in the Framingham Study.
14. Englund M. and Lohmander L.S. Patellofemoral Osteoarthritis Coexistent
with Tibiofemoral Osteoarthritis in a Meniscectomy Population. Annals of
the Rheumatic Diseases, 2005; 64 : 1721 – 1726.
15. Carter MA. Osteoartritis. In: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep
klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 1380-4.
16. Altman R.D. Criteria for the Classification of Osteoarthritis. Journal of
Rheumatology, 1991; 27 (suppl) : 10 – 12.
17. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee
Osteoarthritis. In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index
dengan Kellgren-Lawrence grading system pada penderita osteoarthritis
genu [PPDS1 thesis]. Semarang: Medical Faculty Diponegoro University;
2007. p. 12.
18. Haq I., Murphy E., Dacre J. Osteoarthritis Review. Postgrad Med J, 2003; 79
: 377 – 383.
19. Anonim. [1986] Criteria for classification of idiopathic osteoarthtritis (OA)
of the knee. American College of Rheumatology [serial on the internet]. 2010
[cited 2010 Jan 20]; Available from:
http://www.rheumatology.org/publications/classification/oaknee.asp?
aud=mem

24

Anda mungkin juga menyukai