COLITIS
Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi Di Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Semarang
Disusun oleh :
Adela Ramadhani 30101306851
Dea Hadfina K.S 30101306907
Sukmasari 30101206729
Zuni Aqii Musholah A.M 012106304
Pembimbing :
Dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)
1
2
LEMBAR PENGESAHAN
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION
Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Yang disusun oleh:
Judul : Colitis
Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran Unissula
Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................4
1.2. Batasan Masalah...............................................................................5
1.3. Tujuan Penulisan..............................................................................5
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................5
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................5
1.4. Metode Penulisan.............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................6
2.1 Usus Besar dan Rectum.....................................................................6
2.1.1 Anatomi dan Histologi............................................................6
2.1.2 Fisiologi...................................................................................7
2.2 Colistis Ulseratif................................................................................8
2.2.1.Pengertian...............................................................................8
2.2.2.Epidemiologi...........................................................................8
2.2.6.Diagnosis...............................................................................14
2.1.7 Penatalaksanaan....................................................................32
BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................37
3.1. Identitas Pasien...............................................................................37
3.2. Anamnesis (Alloanamnesa)............................................................37
3.3. Pemeriksaan Fisik...........................................................................37
3.4. Status Generalis..............................................................................38
3.5. Pemeriksaan Penunjang..................................................................39
3.5.1.FPA dan Colon in Loop........................................................39
3.6. Diagnosis........................................................................................41
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................42
BAB V KESIMPULAN......................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................45
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang
melibatkan saluran cerna yang sampai saat ini penyebab pastinya belum
diketahui secara jelas. Secara garis besar IBD terbagi 3 jenis yaitu kolitis
ulseratif dan chron disease, dan bila sulit membedakan keduanya, maka
dimasukan kedalam kategori intermediate colitis. Hal ini untuk secara praktis
membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui
penyebabnya seperti infeksi, ischemik dan radiasi. Kolitis ulseratif ditandai
dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik.
(Djojoningrat, 2011)
Penyebab pasti dari kolitis ulseratf tidak diketahui, tetapi penyakit ini
tampaknya multifaktor dan polygenic. Terdapat beberapa usulan penyebab
diantaranya faktor lingkungan, disfungsi kekebalan tubuh, dan
kecenderungan faktor genetik. Beberapa berpendapat bahwa anak-anak lahir
di bawah berat rata-rata yang lahir dari ibu dengan kolitis ulseratf memiliki
risiko lebih besar terkena penyakit ini. Kolitis adalah penyakit seumur hidup
yang memiliki dampak sosial dan emosional yang mendalam pada pasien
yang terkena. Diagnosis kolitis ulserativa paling baik dibuat dengan
endoskopi dan biopsi mukosa untuk histopatologi. Studi laboratorium sangat
membantu untuk menyingkirkan diagnosis lain dan menilai status gizi pasien,
tapi pertanda serologi dapat membantu dalam diagnosis penyakit colitis.
Pencitraan radiografi memiliki peran penting dalam hasil pemeriksaan pasien
dengan suspect kolitis dan dalam diferensiasi kolitis ulserativa dengan
penyakit Crohn. Perlakuan awal untuk colitis ulceratif meliputi pemberian
kortikosteroid, agen anti-inflamasi, agen antidiare, dan rehidrasi. Bedah
dianggap perlu jika pengobatan medis gagal atau jika keadaan darurat bedah
berkembang. (John, 2013)
5
6
7
2.2.2. Epidemiologi
Colitis ulseratif terjadi 3 kali lebih sering daripada penyakit Crohn.
Colitis ulseratif maupun pernyakit Crohn biasanya lebih banyak
terjadi di Negara industri seperti Amerika Utara dan Eropa Barat,
meskipun demikian insidensi meningkat di Asia. Telah dilaporkan
dari keseluruhan insiden terdapat 1.2 sampai 20.3 kasus per 100.000
penduduk per tahun dengan prevalensi 7.6 sampai 245 kasus per
100.000 per tahun (Danese, 2011). Puncak kejadian penyakit tersebut
adalah antara usia 15 dan 35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan
terjadi pada setiap dekade kehidupan. Colitis ulseratif terjadi lebih
sering pada orang kulit putih daripada orang African American atau
Hispanic. Colitis ulseratif juga lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki. Patogenesis pasti dari Colitis ulseratif belum
diketahui, walaupun demikian faktor genetik dan faktor lingkungan
ditemukan meningkatkan resiko terhadap kejadian Colitis ulseratif
(Feuersterin, 2014).
2.2.3. Etiologi
Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran
tertentu penyakit ini telah menunjukan beberapa kemungkinan
9
Gambaran Laboratorium
Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan
derajat dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia
yang mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi besi akibat
kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dan
peningkatan laju endap darah seringkali terlihat pada pasien demam
yang sakit berat. Kelainan elektrolit, terutama hipokalemia,
mencerminkan derajat diare. Hipoalbuminemia umum terjadi dengan
penyakit yang ekstensif dan biasanya mewakili hilangnya protein lumen
melalui mukosa yang ulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat
menunjukkan penyakit hepatobiliaris yang berhubungan.
Pemeriksaan kultur feses (pathogen usus dan bila diperlukan,
Escherichia coli (O157:H7), ova, parasit dan toksin Clostridium
difficile negative. (Djojoningrat dkk., 2011)
Gambaran Endoskopi
Pada dasarnya kolitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan
mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan
menyebar/progresif ke proksimal. Data dari beberapa rumah sakit di
Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi kolitis ulseratif adalah 80% pada
rektum dan rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri (left side colitis), dan
8% melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis).
Pada kolitis ulseratif, ditemukan hilangnya vaskularitas mukosa,
eritema difus, kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat yang terdiri
atas mukus, darah dan nanah. Kerapuhan mukosa dan keterlibatan yang
seragam adalah karakteristik. Sekali mukosa yang sakit ditemukan
16
Gambaran Histopatologi
Yang termasuk kriteria histopatologik adalah perubahan
arsitektur mukosa, perubahan epitel dan perubahan lamina propria.
Perubahan arsitektur mukosa, perubahan permukaan, berkurangnya
densitas kripta, gambaran abnormal arsitektur kripta (distorsi,
bercabang, memendek). Pada kolon normal, permukaan datar, kripta
tegak, sejajar, bentuknya sama, jarak antar kripta sama, dan dasar dekat
muskularis mukosa. Sel-sel inflamasi, predominan terletak di bagian
atas lamina propria.
Perubahan epitel seperti berkurangnya musin dan metaplasia
sel Paneth serta permukaan viliform juga diperhatikan. Perubahan
lamina propria meliputi penambahan dan perubahan distribusi sel
radang. Granuloma dan sel-sel berinti banyak biasanya ditemukan.
Gambaran mikroskopik ini berhubungan dengan stadium penyakit,
apakah stadium akut, resolving atau kronik/menyembuh. Gambaran
khas untuk colitis ulseratif adalah adanya abses kripti, distorsi kripti,
infiltrasi sel mononuclear dan polimorfonuklear di lamina propria
(Djojoningrat dkk., 2011).
Tsang dan Rotterdam (1999), membagi gambaran histologik
penyakit colitis ulseratif menjadi kriteria mayor dan minor. Sekurang-
kurangnya dua kriteria mayor harus dipenuhi untuk diagnosis colitis
ulseratif.
Kriteria mayor colitis ulseratif :
17
Gambaran Radiologi
a. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen (FPA) tersedia secara luas dan dapat memberikan
informasi penting dalam pengaturan akut. FPA biasanya dilakukan tanpa
menggunakan kontras intravena, oral, atau dubur. Indikasi termasuk
menilai perforasi viscus dan toxic megacolon (Autenrieth dan Baumgart,
2012). Jika perforasi merupakan masalah klinis, baik posisi supine
18
maupun tegak harus diminta. Pada pasien yang tidak dapat berdiri untuk
film tegak, posisi left lateral decubitus (LLD) adalah strategi alternatif.
Deteksi dilatasi kolon — didefinisikan sebagai distensi kolon total atau
segmental > 6cm — membantu mendiagnosis toxic megacolon dengan
adanya toksisitas sistemik. Dilatasi biasanya paling jelas pada kolon
transversum, bagian kolon yang paling tidak bergantung pada posisi
supine. Gambaran lain dari peradangan aktif yaitu termasuk air fluid
level kolon atau hilangnya haustra kolon. Pada penyakit yang lebih
berat, kolon dapat menunjukkan kontur nodular yang tidak teratur
dengan pulau mukosa dipisahkan oleh mukosa yang sangat meradang
(Gambar 2.5.a). Terakhir, FPA mungkin menyarankan tingkat penyakit,
karena usus besar yang meradang mengandung lebih sedikit tinja dan
tidak adanya tinja di usus besar menunjukkan pancolitis. Kinerja FPA
telah dibandingkan dengan computed tomography (CT) imaging.
Kehadiran udara intraperitoneal lebih cenderung terlewatkan pada FPA
dan CT abdomen telah menunjukkan hasil diagnostik yang lebih tinggi
untuk mendeteksi komplikasi terkait IBD (Gambar 2.5.b). Dalam sebuah
penelitian kecil (n = 18) oleh Imbriaco dan rekan, pada pasien toxic
megacolon (termasuk empat individu dengan UC), pencitraan CT
mendeteksi dua perforasi yang terlewatkan pada FPA. (Deepak dan
David, 2014).
19
Gambar 2.6 FPA, Mucosal tags pada anak perempuan usia 13 tahun.
(Livshits,2016)
b. Barium enema (Colon in loop)
Barium enema merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan apabila
ada kelainan pada kolon. Pemeriksaan barium enema dapat digunakan
untuk menilai peradangan aktif dan untuk menentukan tingkat penyakit
21
Gambar 2.8. Chronic phase of ulceratifve coltis. Lateral rectal view shows
widened presacral space. A distance greater than 1.5 cm is considered
abnormal. The rectal lumen is also narrowed woth the absent valves of
Houston. (Wo ho Kim, 2015)
23
d. CT Scan
Penggunaan CT telah berkembang pesat pada pasien IBD. Berbagai
teknik dapat digunakan termasuk standar CT abdomen dan panggul, CT
enterography (CTE) dan CT colonography (CTC). CT standar dapat
dilakukan dengan atau tanpa kontras intravena, tergantung pada
pengaturan klinis. Sebagai perbandingan, CTE melibatkan konsumsi
agen kontras oral netral bervolume besar bersama dengan kontras
intravena iodinasi, biasanya dalam fase enterik (50 detik setelah injeksi),
untuk memaksimalkan visualisasi meningkatkan lesi usus dan
peradangan. Gambar multiplanar direkonstruksi dengan resolusi spasial
tinggi (ketebalan irisan 3mm). CTC membutuhkan persiapan katarsis
kolon dan distensi kolon dengan insuflasi udara yang diberikan melalui
tabung rektal. CTC dirancang untuk pemeriksaan usus halus daripada
usus kecil. Ada beberapa aplikasi potensial untuk CT pada pasien colitis
ulseratif. CT standar abdomen sering digunakan untuk menyingkirkan
komplikasi IBD, seperti perforasi. CTE dapat digunakan untuk menilai
penyakit usus kecil pada pasien IBD-U, mengevaluasi aktivitas penyakit
kolon dan luasnya pada kasus CD dan colitis ulseratif, mendeteksi
penetrasi komplikasi — dan dapat mendiagnosis manifestasi IBD ekstra-
intestinal. CTC juga telah digunakan untuk menilai aktivitas penyakit
kolon. (Deepak dan David, 2014)
Enhancement pattern
c. Immunomodulators
Immunomodulators adalah obat-obat yang melemahkan
sistem kekebalan tubuh. Pada pasien dengan penyakit Crohn dan
kolitis ulceratif, bagaimanapun, sistem kekebalan tubuh secara
abnormal dan kronis diaktifkan. Immunomodulators mengurangi
peradangan jaringan dengan mengurangi populasi sel kekebalan
tubuh dan / atau dengan mengganggu produksi protein yang
mempromosikan aktivasi kekebalan dan peradangan. Contoh
Immunomodulators termasuk azathioprine, 6-mercaptopurine (6-
MP), siklosporin, dan methotrexate. ( Djojoningrat dkk, 2011)
Azathioprine atau metabolit aktifnya 6-MP, memerlukan
waktu pemberian 2-3 bulan sebelum memperlihatkan efek
terapeutiknya. Umumnya sebagai introduktor/ substituensi pada
kasus kasus steroid dependent atau refrakter. Umumnya dosis initial
50 mg sampai tercapai efikasi substitusi, kemudian dinaikan bertahap
2,5 mg/kgbb untuk Azathioprine atau 1,5 mg/kgbb untuk 6-MP. Efek
samping yang sering timbul adalah nausea dan dispepsia, leukopenia,
limfoma, hepatitis, dan pankreatitis. ( Djojoningrat dkk, 2011)
d. Pembedahan
Kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat.
Segera setelah terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik,
semua obat anti-diare dihentikan, penderita dipuasakan, selang
dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan,
makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah.
( Djojoningrat dkk, 2011)
Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya
peritonitis atau perforasi. Bila tindakan ini tidak berhasil
36
BAB III
LAPORAN KASUS
o Nadi : 77 x / menit
o RR : 20 x/menit
o TB :-
o BB :-
o IMT :-
K E S A N:
- Cenderung gambaran Colitis
- Tak tampak massa intraluminer pada rectum dan colon
42
3.6. Diagnosis
Left sided colitis
BAB IV
PEMBAHASAN
43
44
kemungkinan adanya obstruksi pada kolon. Pada kolon sigmoid dan kolon
descenden tak tampak gambaran haustra, disertai lumen kolon descenden yang
tampak sempit. Sesuai dengan literatur sebelumnya, gambaran ini yang
menunjang kesan kolitis daerah sisi kiri pada pasien. Hilangnya haustra
disebabkan oleh adanya edem mukosa kolon akibat peradangan yang terjadi,
sedangkan kolon yang menyempit timbul akibat adanya spasme (Deepak dan
David, 2014). Tidak tampak adanya gambaran indentasi ataupun filling defect
meningkirkan adanya kemngkinan masa pada intra atupun ekstra kolon. Pada
pasien ini juga tidak ditemukan adanya additional shadow, yang biasanya
mencirikan adanya ulcer (Deepak dan David, 2014). Walaupun demikian
gambaran haustra yang menghilang dan lumen yang menyempit dimana juga
disertai dengan klinis yang sesuai dengan kolitis ulseratif sudah dapat
menegakkan diagnosis kolitis pada pasien. Pasien yang kurang kooperatif pada
saat pemeriksaan barium emena, mungkin saja yang menyebabkan gambaran
pada barium enema (colon in loop) yang kurang maksimal.
45
BAB V
KESIMPULAN
Colitis ulseratif merupakan inflamasi kronik idiopatik ditandai dengan
inflamasi mukosal yang lokasinya hanya melibatkan usus besar dan ileum
terminal (10%). Penegakan diagnosis diambil berdasarkan klinis, dimana diare
merupakan klinis yang paling dominan pada pasien dengan kolitis ulseratif dan di
tunjang dengan pemeriksaan penunjang. FPA dan Barium Enema (Colon in Loop)
merupakan pilihan pemeriksaan penunjang yang baik dimana pada FPA
diharapkan tidak tampak gambaran pneuperitoneum, untuk menyingkirkan
kemungkinan perforasi sehingga pemeriksaan colon in loop bisa dilanjutkan.
Sedangkan pada pemeriksaan Colon in loop akan ditemukan gambaran: penebalan
dinding kolon, diameter kolon mengecil dan struktur haustra menghilang, mukosa
granularity/stippling. Kerjasama pasien mulai dari persiapan sebelum pemeriksaan
maupun pada saat pemeriksaan sangat dibutuhkan untuk memberikan gambaran
yang maksimal.
46
DAFTAR PUSTAKA.
9. Radiologyassistant. 2017.
http://www.radiologyassistant.nl/en/p53413fd54f908/bowel-wall
thickening-ct-pattern.html. Dakses tanggal 22 November 2018.