Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA USIA 46 TAHUN DENGAN SINDROMA


NEFROTIK, HIPERTENSI STAGE I DAN
ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITIK

Oleh:

Steven Irving G991903056

Residen Pembimbing

dr. Hafizh Widi C dr. Amiroh Kurniati, M.Kes, Sp.PK

BAGIAN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul :


SEORANG WANITA USIA 46 TAHUN DENGAN SINDROMA
NEFROTIK, HIPERTENSI STAGE I DAN
ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITIK

Oleh :

Steven Irving G991903056

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:

dr. Amiroh Kurniati, M.Kes, Sp.PK


BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
Nama : Ny. D
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Wonogiri
No RM : 0143xxxx
Pekerjaan : Buruh pabrik tekstil
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 6 Mei 2019
Tanggal Periksa : 7 Mei 2019

B. Data dasar
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan saat hari kedua
perawatan di Bangsal Penyakit Dalam Flamboyan 8 Bed 10A RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.

Keluhan utama: Bengkak di kedua kaki yang kembali muncul sejak 1 hari
SMRS

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang dengan keluhan bengkak di kedua kaki sejak 1 hari
SMRS. 3 hari yang lalu pasien pernah dirawat di RSDM karena keluhan
yang sama. Pasien awalnya mengeluh bengkak pada wajah terlebih
dahulu kemudian bengkak juga dirasakan paha kanan dan kiri sampai
tungkai kurang lebih 1 tahun yang lalu. Bengkak timbul perlahan
sampai menjadi semakin besar. Bengkak tidak disertai nyeri. Karena
bengkak tersebut pasien menjadi kesulitan untuk berjalan. Pasien tidak
mengeluh sesak. Pasien nyaman tidur dengan satu bantal, tidak ada
riwayat terbangun malam hari karena sesak. Tidak ada keluhan sesak
setelah melakukan aktivitas. Mual muntah disangkal.
Pasien buang air kecil 5-7 kali sehari dengan volume + 300 ml
tiap BAK, berwarna kuning. Pasien mengaku terdapat urin berbusa
Nyeri ketika BAK disangkal, riwayat urin warna merah disangkal.
Pasien buang air besar + sekali sehari warna kuning konsistesi lunak.
Riwayat BAB hitam disangkal.
Kemudian pasien dibawa ke RS swasta di Wonogiri dan
didiagnosis dengan sindroma nefrotik. Namun karena keluhan tidak
membaik pasien dirujuk ke RSDM. Setelah dirawat selama 4 hari di
RSDM keluhan pasien membaik. Kemudian 1 hari SMRS pasien
mengeluh kembali bengkak sehingga pasien memeriksakan ke poli
penyakit dalam RSDM.

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : (+) sejak 7 tahun yang lalu tidak
terkontrol
Riwayat DM : disangkal
Riwayat sakit keganasan : disangkal
Riwayat asma/alergi : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat rawat inap : (+) 3 hari di RS Wonogiri, RSDM ai
sindroma nefrotik
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat sakit keganasan : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit DM : disangkal
Riwayat kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat konsumsi minum jamu-jamuan : disangkal
Riwayat konsumsi minum obat bebas : disangkal

Riwayat sosial ekonomi


Pasien merupakan seorang buruh pabrik tekstil. Pasien berobat
menggunakan BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum : Sakit sedang
B. Kesadaran : CM
C. Tanda vital
1. Tensi : 150/90 mmHg
2. Nadi : 82 kali /menit
3. Frekuensi nafas : 20 kali /menit
4. Suhu : 36,50 C
5. VAS :0
D. Status gizi
1. Berat Badan : 58 kg
2. Tinggi Badan : 165 cm
3. IMT : 21.3 kg/m2
E. Pemeriksaan Fisik
1. Kulit : Warna coklat, hiperpigmentasi (-), kering (-),
teleangiektasis (-), ikterik (-), ekimosis (-)
2. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam beruban, mudah
rontok (-), luka (-), atrofi m. Temporalis (-)
3. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-
/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3
mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-)
4. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
5. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
6. Mulut : Sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), luka
pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
7. Leher : JVP 5+2 cm, trakea ditengah, simetris, pembesaran kelenjar
tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening leher (-), leher kaku (-)
8. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan=kiri, retraksi intercostal (-), sela iga melebar(-), pembesaran
kelenjar getah bening axilla (-/-)
9. Jantung
a. Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat
c. Perkusi :
Batas jantung kiri SIC V linea mid clavicularis sinistra
Batas pinggang jantung SIC III linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan SIC IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kesan tidak melebar
d. Auskultasi: Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising(-),
gallop (-).
10. Pulmo
a. Depan
1) Inspeksi
Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
Dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-)
2) Palpasi
Statis : Simetris
Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
3) Perkusi
Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC
V linea medioclavicularis dextra, pekak di atas batas absolut
paru hepar
Kiri : Sonor, batas paru jantung pada SIC VI linea
medioclavicularis sinistra
4) Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-)
Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-)
b. Belakang
1) Inspeksi
Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar
Dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-)
2) Palpasi
Statis : Simetris
Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
3) Perkusi
Kanan : Sonor
Kiri : Sonor
4) Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
11. Abdomen
a. Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding thorak, venektasi (-),
sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+) 10 x / menit, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
c. Perkusi : Timpani, pekak alih (-), nyeri ketok ginjal (-),
undulasi (-)
d. Palpasi : nyeri tekan (-) di seluruh lapang perut, defans
muskuler (-), hepar dan lien tidak teraba
12. Ekstremitas
a. Superior Ka/Ki
Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral dingin (-/-), ikterik (-/-), luka (-/-),
spoon nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan dan
nyeri gerak (-/-), deformitas (-/-), flapping termor (-/-)
b. Inferior Ka/Ki
Oedem (+/+), sianosis (-/-), akral dingin (-/-), ikterik (-/-), luka (-/-
), spoon nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan dan
nyeri gerak genu bilateral (-/-), deformitas (-/-), ulkus (-/-)
13. Rectal : Tonus musculus Sphincter ani cukup, mucosa rectum licin,
massa (-), nyeri tekan (-), sarung tangan lendir darah (-), lendir (-)

III. Diagnosis Banding


a) Sindroma Nefrotik
b) Sindroma Nefritik Akut
c) Gagal ginjal kronis
d) Gagal jantung kronis
e) Sirosis hepatis

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium darah
6 Mei 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hb 10.5 g/dl 12.0– 15.6
Hct 33 % 33 – 45
AL 11.0 103 /  L 4.5 – 11.0
AT 343 103 /  L 150 – 450
AE 4.63 10 /  L
6
4.10 – 5.10
INDEX ERITROSIT
MCV 70.1 /um 80.0 - 96.0
MCH 22.6 Pg 28.0 – 33.0
MCHC 32.2 g/dl 33.0 – 36.0
RDW 15.7 % 11.6-14.6
MPV 6.7 fl 7.2-11.1
PDW 19 % 25-65
HITUNG JENIS
Netrofil 57.02 % 55.00 – 80.00
Limfosit 32.73 % 22.00 – 44.00
Monosit 5.30 % 0.00-7.00
Eosinofil 3.97 % 0.00-4.00
Basofil 0.98 % 0.00 – 2.00
HEMOSTASIS
PT 12.2 Detik 10.0 – 15.0
APTT 27.7 Detik 20.0 – 40.0
INR 0.940
KIMIA KLINIK
GDS 97 mg/dl 60 – 140
SGOT 29 u/l < 31
SGPT 33 u/l < 34
Creatinin 0,7 mg/dl 0.6 - 1.2
Ureum 26 mg/dl <50
Albumin 3,9 mg/dl 3,4 – 4,8
ELEKTROLIT
Natrium darah 136 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 4.4 mmol/L 3.7 – 5.4
Kalsium darah 1.18 mmol/L 1.17 – 1.29
PROFIL LIPID
Kolesterol total 217 Mg/dl 50 – 200
Kolesterol LDL 119 Mg/dl 79 – 186
Kolesterol HDL 54 Mg/dl 34 – 87
Trigliserida 187 Mg/dl <150
HEPATITIS
HbsAg Non reactive Non reactive
Pemeriksaan Lab Urine (2 Mei 2019)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


SEKRESI
MAKROSKOPIS
Warna Yellow
Kejernihan S1 Cloudy
KIMIA URIN
Berat Jenis 1.018 1.015 – 1.025
pH 5.5 4.5 – 8.0
Leukosit Negatif /uL Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein +++/Positif 3 mg/dL Negatif
Glukosa Normal mg/dL Normal
Keton Negatif mg/dL Negatif
Urobilinogen Normal mg/dL Normal
Bilirubin Negatif mg/dL Negatif
Eritrosit +/ Positif 1 mg/dL Negatif
MIKROSKOPIS
Eritrosit 8.7 /uL 0-8.7
Leukosit 10.4 /LPB 0-12
EPITEL
Epitel
2-4 /LPB Negatif
Squamous
Epitel
- /LPB Negatif
Transisional
Epitel Bulat - /LPB Negatif
SILINDER
Hyaline 0 /LPK 0-3
Granulated Negatif /LPK Negatif
Leukosit Negatif /LPK Negatif
Yeast Like
0.0 /uL 0.0-0.0
Cell
Sperma 0.0 /uL 0.0-0.0
Konduktivitas 24.2 mS/cm 3.0-32.0
Lain-lain Eritrosit 1-2 / LPB, Leukosit 1-2/LPB, Bakteri (+)

Simpulan : Proteinuria, hematuria mikroskopis


B. Hasil Pemeriksaan Foto Thorax
6 Mei 2019

Foto Thorax PA :
Cor : Ukuran dan bentuk normal
Pulmo : Tak tampak infiltrat di kedua lapang pulmonal, corakan
bronkovaskuler normal, sinus costophrenicus kanan kiri tajam,
hemidiaphragma kanan kiri normal, trakea di tengah, sistema tulang baik
Kesimpulan:
1. Cor dan pulmo tak tampak kelainan
C. Hasil Pemeriksaan USG Abdomen
12 Maret 2019

Hasil :
Hepar : Ukuran normal dan echogenitas parenkim normal homogeny, permukaan
rata, sudut lancip. Tepi regular. Tak tampak lesi/nodul. Ductus bilier intra hepatica
dan ductus ekstra hepatica normal, caliber vena porta normal
Vesical fellea: Tak membesar, Tidak tampak lesi hipo/iso/hyperechoic, Dinding
tidak tebal, Tak tampak double layer, Tak tampak massa
Pancreas : Ukuran tidak membesar dengan echogenitas normal, Tak tampak
kalsifikasi, Tak tampak nodul, Ductus pancreaticus tidak lebar.
Lien : Ukuran dan echogenitas parenkim normal, Vena lienalis normal, Tak tampak
kalsifikasi, Tak tampak massa
Ren dextra: Ukuran dan echogenitas normal, Cortex tak menipis. Differensiasi
cortex dan medulla tegas, SPC tidak melebar, Tak tampak lesi hipo/iso/hyperechoic
Ren sinistra: Ukuran dan echogenitas normal, Cortex tak menipis. Differensiasi
cortex dan medulla tegas, SPC tidak melebar, Tak tampak lesi hipo/iso/hyperechoic
Regio para aorta : Tak tampak massa tak tampak kalsifikasi
Uterus : Ukuran dan echostruktur normal. Tak tampak kalsifikasi, Tak tampak
massa
Vesica urinaria : Terisi cairan, dinding tak tebal, Tak tampak lesi
hipo/iso/hyperechoic
Kesan :
 Tak tampak kelainan pada sonografi hepar, lien pancreas, vesical

fellea, ren bilateral, visaca urinaria maupun uterus


RESUME

1. Keluhan utama
Bengkak di kedua kaki yang kembali muncul sejak 1 hari SMRS
2. Anamnesis:
Pasien datang dengan keluhan bengkak di kedua kaki sejak
1 hari SMRS. 3 hari yang lalu pasien pernah dirawat di RSDM
karena keluhan yang sama. Pasien awalnya mengeluh bengkak
pada wajah terlebih dahulu kemudian bengkak juga dirasakan
paha kanan dan kiri sampai tungkai kurang lebih 1 tahun yang
lalu. Bengkak timbul perlahan sampai menjadi semakin besar.
Bengkak tidak disertai nyeri, bengkak juga dirasakan pada daerah
wajah. Karena bengkak tersebut pasien menjadi kesulitan untuk
berjalan. Pasien tidak mengeluh sesak. Pasien nyaman tidur
dengan satu bantal, tidak ada riwayat terbangun malam hari
karena sesak. Tidak ada keluhan sesak setelah melakukan
aktivitas. Mual muntah disangkal.
Pasien buang air kecil 5-7 kali sehari dengan volume + 300
ml tiap BAK, berwarna kuning. Pasien mengaku terdapat urin
berbusa Nyeri ketika BAK disangkal, riwayat urin warna merah
disangkal. Pasien buang air besar + sekali sehari warna kuning
konsistesi lunak. Riwayat BAB hitam disangkal.
Kemudian pasien dibawa ke RS swasta di Wonogiri dan
didiagnosis dengan sindroma nefrotik. Namun karena keluhan
tidak membaik pasien dirujuk ke RSDM. Setelah dirawat selama
4 hari di RSDM keluhan pasien membaik. Kemudian 1 hari SMRS
pasien mengeluh kembali bengkak sehingga pasien
memeriksakan ke poli penyakit dalam RSDM.
3. Pemeriksaan fisik:
Ekstremitas inferior : oedem (+/+)
4. Pemeriksaan tambahan:
Pemeriksaan darah :
Hb : 10.5; MCV 70.1; MCH: 22.6; MCHC: 32,2; RDW: 15.7;
MPV:6.7 ;PDW:19; kolesterol 217; trigliserida 187
Urin rutin :
Protein : +++/positif 3
Eritrosit : +/positif 1
Epitel 2-4

V. DIAGNOSIS ATAU PROBLEM


1. Sindroma nefrotik pro biopsi ginjal
2. Hipertensi stage I
3. Anemia hipokromik mikrositik

VI. TATALAKSANA
1. Bedrest tidak total
2. Diet TKTP, Ginjal 1900 kkal
3. Infus NaCl 0.9% 16 tpm
4. EAS Primer 1 fl / 24 jam
5. Candesartan 16 mg / 24 jam

VII. PROGNOSIS
1. Ad vitam : Dubia
2. Ad sanam : Dubia ad bonam
3. Ad functionam : Dubia

VIII. USULAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM


1. Darah lengkap, Kimia klinik (Ur, Cr, eGFR, Albumin, Globulin), Profil
Lipid (Kolesterol, Trigliserida, HDL, LDL)
2. Pemeriksaan status besi (Fe, TIBC, dan Ferritin)
3. Urinalisis + Protein esbach
BAB II

ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan bengkak di kedua kaki sejak
1 hari SMRS. 3 hari yang lalu pasien pernah dirawat di RSDM karena keluhan yang
sama. Pasien awalnya mengeluh bengkak pada wajah terlebih dahulu kemudian
bengkak juga dirasakan pada paha kanan dan kiri sampai tungkai kurang lebih 1
tahun yang lalu. Bengkak timbul perlahan sampai menjadi semakin besar. Bengkak
tidak disertai nyeri, bengkak juga dirasakan pada daerah wajah. Selain itu, pasien
mengaku bahwa urin pasien berbusa. Riwayat nyeri ketika BAK disangkal, riwayat
urin kemerahan juga disangkal. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan adanya
Oedema di ekstremitas inferior.
Bengkak / Edema dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti penurunan
tekanan osmotik, peningkatan permeabilitas vaskular terhadap protein, peningkatan
tekanan hidrostatik, obstruksi limfe, dan retensi air dan natrium. Secara organ yang
terkena, edema dapat dibagi menjadi 2, yaitu ginjal (sindroma nefrotik, gagal
ginjal), dan non ginjal (malnutrisi, sirosis hepatis, gagal jantung kongestif). Untuk
mengetahui diagnosis pastinya, perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang terstruktur.
Pasien mengaku bahwa urin pasien berbusa. Hal ini menandakan adanya
protein berlebih pada urin pasien. Kemungkinan besar, pasien mengalami
albuminuria. Dengan pengeluaran protein berlebih pada urin pasien, maka akan
menyebabkan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dapat menurunkan tekanan
onkotik. Penurunan tekanan onkotik dapat menyebabkan perpindahan cairan dari
intravaskular menuju ekstravaskular. Kemungkinan besar penyebab oedema kaki
pasien disebabkan oleh mekanisme tersebut.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien tidak memiliki riwayat sesak
napas saat beraktivitas, tidak ikterik, dan jumlah pipisnya masih normal. Hal ini
dapat menyingkirkan diagnosis gagal jantung, sirosis hepatis, dan juga gagal ginjal.
Kemungkinan besar, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis dari
pasien adalah sindroma nefrotik. Untuk mengetahui apakah benar sindroma
nefrotik, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang tambahan, seperti
darah lengkap, kimia klinik berupa fungsi ginjal, fungsi hati, profil lipid, elektrolit
dan urinalisis.
Pada pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 6 Mei 2019, didapatkan
anemia hipokromik mikrositik, hiperkolestrolemia, dan hipertrigliseridemia.
Dengan didapatkan hiperlipidemia, maka menguatkan diagnosis sindroma nefrotik
pada kasus ini. Hiperlipidemia ini terjadi karena adanya peningkatan sintesis oleh
hepar akibat dari hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia merupakan konsekuensi dari
hilangnya albumin melalui urin. Anemia yang terjadi pada pasien, kemungkinan
dikarenakan adanya proteinuria, sehingga terjadi penurunan transferrin (protein
yang mengangkut besi pada vaskular). Hal ini menyebabkan anemia hipokromik
mikrositik.
Pada pemeriksaan laboratorium urin ditemukan gambaran makroskopisnya
“Slightly Cloudly”, dari pemeriksaan mikrokopis urin didapatkan proteinuria,
hematuria mikroskopis, dan didapatkan adanya epitel squamous. Proteinuria
merupakan tanda patognomik dari kelainan glomerulus. Pada kelainan glomerulus,
terjadi kerusakan membrane basal glomerulus dan sel podosit. Akibatnya albumin
yang bermuatan negatif dapat melewati membrane basal glomerulus dan celah-
celah yang terbentuk antar sel podosit. Celah inilah yang menyebabkan terjadinya
proteinuria. Hematuria mikrositik pada pasien mungkin disebabkan oleh karena
hipertensi yang dialami pasien. Epitel squamous pada pasien kemungkinan berasal
dari uretra dan vagina pasien. Dalam kasus ini, epitel squamous kurang bermakna
untuk kepentingan diagnosis. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang ada, maka pasien ini dapat didiagnosis sindroma
nefrotik. Untuk Gold Standard pemeriksaan sindroma nefrotik adalah dengan
biopsi ginjal.
Untuk tatalaksana pasien ini dibagi menjadi tatalaksana farmakologis dan
tatalaksana nonfarmakologi. Tatalaksana farmakologis yang dapat diberikan berupa
kortikosteroid, diuretik (loop diuretic aau tiazid), ACE-inhibitor atau ARB sebagai
antiproteinuria, dan statin untuk hiperlipidemia. Untuk tatalaksana
nonfarmakologisnya berupa diet rendah garam, rendah lemak jenuh, dan rendah
kolesterol, penambahan asupan protein 0,8 g/KgBB/hari ditambah dengan ekskresi
protein dalam urin selama 24 jam, restriksi cairan untuk membantu mengurangi
edema, dan menghindari obat-obatan yang nefrotoksik (OAINS, Antibiotik
golongan aminoglikosida, dan sebagainya).
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Sindroma nefrotik merupakan sindrom yang terdiri dari kumpulan tanda dan
gejala berupa :
1. Proteinuria massif > 3.5 g / 24 jam
2. Hiperlipidemia
3. Edema anasarkan, dan
4. Hipoalbuminemia

ETIOLOGI
Sindrom nefrotik (SN) merupakan diagnosis klinis yang memiliki etiologi
primer (dari ginjal) maupun sekunder (di luar ginjal, biasanya sistemik). Lebih dari
50% sindroma nefrotik pada dewasa disebabkan oleh penyebab sekunder

Penyebab Primer Penyebab Sekunder


Glomerulosklerosis fokal segmental Nefropati diabetik, amyloidosis
(40%)
Glomerulonefritis membranosa (30%) Lupus eritematosus sistemik,
rheumatoid arthritis
Glomerulonefritis lesi minimal (20%) Infeksi (HIV, Hepatitis B, Hepatitis C,
Malaria, Tuberkulosis)
Glomerulonefritis Obat-obatan (antiinflamasi nonsteroid)
membranoproliferatif (5%)
Glomerilonefritis proliferative Keganasan
mesangial (5%)
PATOFISIOLOGI
1. Proteinuria
Sindrom nefrotik merupakan tanda patognomik dari kelainan glomerulus. Pada
kelaiann glomerulus, terjadi kerusakan membrane basal glomerulus dan sel
podosit. Akibatnya albumin yang bermuatan negative dapat melewati
membrane basal glomerulus dan celah-celah yang terbentuk antar sel podosit.
Celah antar sel podosit inilah yang diperkirakan menyebabkan proteinuria masif
2. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia merupakan konsekuensi dari hilangnya albumin melalui urin.
Terjadi mekanisme kompensasi oleh hepar dengan meningkatkan sintesis
albumin. Namun, pada pasien sindrom nefrotik, mekanisme kompensasi ini
menumpul sehingga kadar albumin semakin turun.
3. Edema
Ada dua mekanisme pada pasien sindroma nefrotik yang menyebabkan
terjadinya edema :
- Rendahnya kadar albumin menurunkan tekanan onkotik plasma sehingga
terjadi transudasi dari pembuluh darah ke ruangan ekstraseluler.
- Adanya defek sekresi natrium oleh ginjal sehingga menyebabkan tekanan
darah meningkat. Tekanan darah tinggi serta tekanan onkotik yang rendah
memprovokasi transudasi cairan ke ruangan ekstraseluler
4. Hiperlipidemia
Beberapa mekanisme yang menyebabkan abnormalitas lipid pada pasien
sindroma nefrotik adalah :
- Peningkatan sintesis LDL, VLDL, Lp(a) oleh hepar akibat
hipoalbuminemia
- Defek pada lipoprotein lipase perifer sehingga meningkatkan kadar VLDL
- Hilangnya HDL melalui urin
DIAGNOSIS
1. Manifestasi Klinis
Selain keempat komponen sindroma nefrotik yang telah disebutkan
sebelumnya, manifestasi klinis lain yang dialami pasien adalah :
- Lemas, urin yang berbusa, kehilangan nafsu makan
- Hipertensi
- Garis putih pada kuku (Muehrcke’s band) merupakan tanda
hipoalbuminemia
- Edema anasarca (generalisata) menyebabkan pertambahan berat badan
- Pada urinalisis dapat ditemukan oval fat boodies
2. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
o Darah perifer lengkap, hipoalbuminemia, fungsi hati, profil lipid,
elektrolit, gula darah
o Urinalisis (proteinuria, albuminuria, hematuria, sedimen urin), urin
dipstick
o Protein urin kuantitatif 24 jam
o Pemeriksaan titer ANA, Anti dsDNA, C3, C4, HbSAg, Anti HCV,
Anti HIV
o Elektroforesis protein apabila dicurigai mieloma multiple
- Biopsi Ginjal untuk diagnosis pasti

TATALAKSANA
1. Tata Laksana Farmakologis
- Kombinasi diuretic : loop diuretic dan tiazid. Biasanya diberikan 2 kali
sehari.
- ACE-inhibitor atau ARB sebagai antiproteinuria
- Statin untuk hiperlipidemia
2. Tatalaksana Nonfarmakologis
- Diet. Pola makan yang dianjurkan untuk pasien sindroma nefrotik adalah
rendah garam (Na < 2g/hari), rendah lemak jenuh, serta rendah kolesterol
- Asupan protein 0,8 g/kgBB/ hari ditambah dengan ekskresi protein dalam
urin selama 24 jam. Apabila fungsi ginjal menurun, asupan protein
diturunkan menjadi 0,6 g/kgBB/hari ditambah dengan ekskresi protein
dalam urin selama 24 jam.
- Restriksi cairan untuk membantu mengurangi edema
- Hindari obat-obatan yang nefrotoksik (OAINS, Antibiotik golongan
aminoglikosida, dan sebagainya)
3. Untuk Sindroma Nefrotik dengan penyebab primer, tatalaksana bergantung
pada etiologi masing-masing
a. Glomerulosklerosis fokal segmental
- Prednison 1 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg). Regimen diberikan
minimal 4 minggu sampai maksimal 16 minggu, atau sampai remisi
komplit selesai
- Setelah remisi komplit tercapai, lakukan tapering off kortikosteroid
selama 6 bulan
b. Glomerulonefritis membranosa
- Terapi inisial selama 6 bulan dengan memberikan kortikosteroid (iv dan
oral) dan agen alkil oral (siklofosfamid/klorambusil) bergantian selang
1 bulan. Agen alkil yang lebih disarankan adalah siklofosfamid
c. Glomerulonefritis lesi minimal
- Prednison atau prednisolone 1 mg/KgBB/hari (maksimal 80 mg).
Regimen diberikan selama minimal 4 minggu. Apabila tidak tercapai,
diberikan maksimal 16 minggu.
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
- Kortikosteroid dosis rendah ditambah dengan siklofosfamid oral. Terapi
ini diberikan selama 6 bulan
4. Untuk sindroma nefrotik sekunder, tatalaksana penyebab sekunder juga
diperlukan., seperti tatalaksana diabetes mellitus pada nefropati DM.
KOMPLIKASI
- Hiperkoagulabilitas. Kondisi ini diakibatkan gangguan protein pada
kaskade koagulasi. Selain itu, agregasi trombosit juga meningkat, dan
diperberat kondisi immobilitas, infeksi, dan hemokonsentrasi juga akan
memperberat kondisi ini. Komplikasi yang dapat terjadi adalah thrombosis
dan tromboemboli yang dapat terjadi kapan saja.
- Infeksi, yang sering terjadi adalah pneumonia, peritonitis, dan selulitis.
Infeksi menjadi lebih rentan terjadi karena cairan yang menumpuk di ruang
ekstraseluler merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri. Kulit
penderita sindroma nefrotik juga rapuh sehingga menjadi port d entrée
kuman. Selain itu terjadi kelemahan mekanisme pertahanan tubuh.
- Gangguan fungsi ginjal: gangguan ginjal akut dan penyakit ginjal kronis
(PGK). Gangguan ginjal akut dapat muncul dari berbagai penyebab
(prerenal atau renal) pada pasien sindroma nefrotik. Pasien sindroma
nefrotik juga berisiko mengalami PGK dalam perjalanannya.
- Gangguan keseimbangan nitrogen. Keseimbangan nitrogen menjadi
negative karena adanya proteinuria massif. Terdapat penurunan massa otot
sebesar 10-20% (muscle wasting).
- Penyakit kardiovaskuler
DAFTAR PUSTAKA

1. Chris T, Ni MH. (2014). Sindrom Nefrotik dalam Kapita Selekta Kedokteran


Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius
2. Floege J, Feehaly J. (2010). Comprehensive clinical nephrology. St. Louius:
Elsevier-Saunders
3. National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. (2010).
Nephrotic Syndrome in adults. National Institute of Health
4. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Glomerulonephritis
Work Group. (2012). KDIGO Clinical Practice Guideline for
Glomerulonephritis. Kidney inter; Suppl.2:139-274
5. Lunquist AL, Rhee EP, Bazari H. (2013). Nephrotic Syndrome. Dalam:
Sabatine MS, penyunting. Pocket medicine. Edisi ke-5. Philladelphia: Lippincot
Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai