Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

APENDISITIS

Disusun Oleh
Stepvani
11.2019.083

Dokter Pembimbing:
dr. Anthony Pratama, Sp.B, M.Kesm

KEPANITERAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PERIODE 7 FEBUARI 2022 – 16 APRIL 2022
STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH

STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

1
SMF ILMU PENYAKIT BEDAH
RSUD CENGKARENG
Tanda Tangan

Nama : Stepvani

NIM : 112019083

Dr. Pembimbing/Penguji : dr. Anthony Pratama, Sp.B, M.Kesm

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. In
Umur : 14 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Bangun Nusa Rt 001/ 030 no 60
RM : 29-96-66
MRS : 24 Febuari 2022
DPJP : dr. Anthony Pratama, Sp.B, M.Kesm

ANAMNESIS
Riwayat keluhan pasien diperoleh secara autoanamnesis yang dilakukan pada tanggal: 25
febuari 2022 saat pasien di ruang bangsal melon RSUD Cengkareng.

Keluhan Utama :
Terdapat nyeri seluruh perut sejak kurang lebih 2 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Bedah Umum RSUD Cengkareng dengan keluhan nyeri seluruh
perut sejak kurang lebih 2 hari SMRS. Nyeri perut dirasakan terus menerus dan semakin
nyeri, sehingga pasien memutuskan untuk ke RS. Nyeri lama-kelamaan berpindah ke ulu hati
dan kemudian ke perut kanan bawah. Pasien mengakui nyeri perut diperberat oleh aktifitas
fisik seperti bergerak, naik motor, dan ketika dipegang atau tekan perutnya terasa sakit.

2
Pasien juga mengatakan saat itu disertai adanya rasa mual dan muntah-muntah kurang lebih 2
kali sehari. Pasien mengatakan sempat mengalami sembelit. 1 bulan yang lalu pasien
merasakan nyeri yang sama pada seluruh perut namun hilang timbul sehingga tidak
melakukan kontrol. Saat itu pasien sempat berobat ke klinik dan tidak merasakan sakit lagi.
Pasien mengakui suka makan-makanan pedas, instan dan juga jarang makan makanan yang
berserat. Pasien menyangkal adanya demam, batuk, pilek. BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

(-) Wasir (-) Appendisitis (-) Struma Tiroid

(-) Batu Ginjal/Sal kemih (-) Tumor (-) Penyakit jantung bawaan

(-) Hernia (-) Penyakit Prostat (-) Perdarahan Otak

(-) Typhoid (-) Diare kronis (-) Gastritis


(-) Batu empedu (-) DM (-) Hipertensi
(-) Tifus abdominalis (-) Kelainan kongenital (-) Penyakit Pembuluh darah
(-) Ulkus Ventrikuli (-) Colitis (-) ISK
(-) Tuberculosis (-) Tetanus (-) Volvulus
(-) Invaginasi (-) Hepatitis (-) Abses hati
(-) Penyakit degeneratif (-) Fistel (-) Patah tulang
(-) Anemia
Lain-lain : (-) Operasi
(- ) Kecelakaan

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien, darah
tinggi, DM, penyakit jantung, keganasan, maupun alergi di sangkal pasien di keluarga.

Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok (-)

Riwayat minum alkohol (-)

3
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 Febuari 2022.
1. Keadaan umum : baik, tampak sakit ringan
2. Kesadaran : composmentis, GCS : E4V5M6 : 15
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 125/70 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup
c. Respirasi : 20 x/menit, tipe thorakoabdominal
d. Suhu : 36.8ºC
e. Saturasi O2 : 99%

Status Generalis

Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bentuk normosefal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), tidak mudah
dicabut (+), luka (-)
1) Wajah
Simetris, eritema (-), ruam muka (-), luka (-).
2) Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-), sianosis
(-), pupil isokor (3mm/ 3mm), reflek cahaya direct/indirect (+/+),
perdarahan subkonjungtiva (-/-)
3) Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran
(-)
4) Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik.
5) Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat(-) lidah tifoid
(-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-).
b. Leher

4
Leher simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Tekanan Vena Jugularis (JVP) tidak dilakukan.
c. Thorax
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
thorakoabdominal, sela iga melebar (-), jejas (-).
Jantung

1) Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak


2) Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
3) Perkusi :
Batas jantung
Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS V 2 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra
Kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
Pinggang jantung : ICS II-III parasternalis sinistra
 Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas, reguler, bising (-), gallop
(-).
Paru - Paru

1) Inspeksi
Normochest, sela iga tidak melebar, gerakan pernafasan simetris kanan kiri,
retraksi intercostae (-).
2) Palpasi
Vocal fremitus kanan dan kiri sama kuat, nyeri tekan (-), benjolan (-)
3) Perkusi :
Sonor dikedua lapang paru
4) Auskultasi :
Bunyi nafas dasar vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
d. Abdomen
1) Inspeksi
Dinding abdomen simetris, umbilikus tampak dan tidak ada inflamasi,
sikatrik bekas operasi (-), massa (-)

5
2) Auskultasi
Peristaltik (+) normal.
3) Perkusi
Timpani (+), ascites (-), shifting dullnes (-), nyeri ketok CVA (-)
4) Palpasi
Supel, nyeri tekan epigastrium (+), lien dan hepar tidak teraba membesar,
ginjal tidak teraba, defans muskular (-), Mc Burney (+), blumberg sign (+),
rovsign sign(+)

- + -

- - -

+ - -

e. Ektermitas : akral hangat(+) , edema (-)


f. Pemeriksaan tambahan: psoas sign (-), obturator sign(-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI (16/02/2022)
Hema I Hasil Nilai Rujukan
Hemaglobin 14.3 11.7-15.5 g/dL
Hematokrit 43 35-47 %
Leukosit 7,1 3.6-11.0 103/ µL
Trombosit 292 150-440 103/ µL
Eritrosit 5.48

24/02/2022
Hasil Nilai Rujukan
Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif
(Rapid)

USG Abdomen (31/01/2022)


 Hepar permukaan rata, tak membesar. Struktur gema homogen.
 Tak tampak lesi hipo/hiperekhoik yang patologis.
6
 Sistim vascular dan bilier intrahepatic tak melebar
 Kandung empedu: dinding tak menebal dan batu (-).
 Lien: tak membesar
 Pankreas: kontur dalam batas normal. Kelenjar getah bening paraaorta: tidak
membesar
 Ginjal kanan dan kiri ukuran normal, tak tampak dilatasi sistim pelviocalises, batu (-)
 Buli-buli: dindinh regular, tak tampak indentasi, batu (-)
 Uterus, adnexa dan culdesac tak tampak kelainan
 Tampak agak suram di abdomen kanan bawah, tampak lesi hipoekoik agak ireguler
berdiameter 6mm dengan nyeri tekan (+/+) di area mc burney
KESAN:
susp infiltrat apendisitis
Pemeriksaan Appendikogram : 09-02-2022
Dilakukan Pemeriksaan Appendikogram dengan kontras oral Microbar Powder. Setelah 12
jam, tampak kontras telah mengisi caecum, colon ascendens, colon transversum
Appendiks: Tak terisi Kontras
Kesan:
Non Filling Appendiks
RESUME
Pasien datang ke Poli Bedah Umum RSUD Cengkareng dengan keluhan nyeri seluruh
perut sejak kurang lebih 2 hari SMRS. Nyeri perut dirasakan terus menerus dan semakin
nyeri, sehingga pasien memutuskan untuk ke RS. Nyeri lama-kelamaan berpindah ke ulu hati
dan kemudian ke perut kanan bawah. Pasien mengakui nyeri perut diperberat oleh aktifitas
fisik seperti bergerak, naik motor, dan ketika dipegang atau tekan perutnya terasa sakit.
Pasien juga mengatakan saat itu disertai adanya rasa mual dan muntah-muntah kurang lebih 2
kali sehari. Pasien mengatakan sempat mengalami sembelit. 1 bulan yang lalu pasien
merasakan nyeri yang sama pada seluruh perut namun hilang timbul sehingga tidak
melakukan kontrol. Saat itu pasien sempat berobat ke klinik dan tidak merasakan sakit lagi.
Pasien mengakui suka makan-makanan pedas, instan dan juga jarang makan makanan yang
berserat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 125/70 mmHg, HR 80 x/menit, reguler, kuat,
isi dan tegangan cukup, RR 20 x/menit, suhu 36.8ºC, nyeri tekan pada titik Mc Burney (+),
blumberg sign (+), rovsign sign(+). Pemeriksaan laboratorium hematologi dan kimia klinik

7
dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan Inflamasi di, susp
infiltrat apendisitis.

DIAGNOSIS KERJA
Apendisitis Kronik

TATALAKSANA
Ceftriaxone 2x1gr
Ketorolac 3x1
Konsul dokter bedah  pertimbangan apendektomi/laparatomi

PROGNOSIS
Qua ad vitam : Ad bonam
Qua ad functionam : Ad bonam
Qua ad sanationam : Ad bonam

PEMBAHASAN

The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati 1
ke perut kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia -
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C -
Pemeriksaan Leukositosis -
\
Lab
Hitung jenis leukosit shift to -
the left
Total 5
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis
5-7     : sangat mungkin
8 apendisitis
8-10   : pasti apendisitis
Skor Alvarado yang terdapat pada pasien adalah 5,yang berarti sangat memungkinkan
apendisitis akut. Skor tersebut didapatkan karena terdapat tanda dan gejala berupa mual
muntah, perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah, nyeri di perut kanan bawah
dan nyeri di perut kanan bawah yang sesuai dengan skor Alvarado untuk diagnosis
apendisitis. Selain itu, faktor risiko yang lain pada pasien adalah suka makan-makanan pedas,
instan dan juga jarang makan makanan yang berserat. Selain dari anamnesis, pada
pemeriksaan fisik juga menunjukan adanya nyeri tekan McBurney, Blumberg sign dan
Rovsign sign yang positif. Pada pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG) didapatkan
kesan Inflamasi di ileocaecal, suspek infiltrat apendisitis.

9
BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada
apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks.
Apendisitis adalah penyakit abdomen akut yang tersering ditangani oleh dokter bedah.
Walaupun identitas diagnostik ini menonjol, diagnosis banding harus mencakup hampir
semua proses akut yang dapat terjadi di dalam rongga abdomen, serta beberapa keadaan
kedaruratan yang mengenai organ toraks. Kadang-kadang tumor muncul di apendiks dan
mengharuskan eksplorasi abdomen. Banyak kasus apendisitis di Indonesia memerlukan
perhatian penting tenaga kesehatan, karena bila penanganan tidak tepat mungkin akan
menimbulkan komplikasi lain dan menyulitkan untuk penanganan apendisitis tersebut. Untuk
meminimalisir terjadinya penyulit dalam penatalaksanaan apendisitis maka diperlukan
penilaian apendisitis yang spesifik dan efektif. Karena nyeri perut yang disebabkan oleh
apendisitis merupakan kasus kegawatdaruratan, sehingga membutuhkan penanganan yang
segera.1

Kejadian apendisitis mencapai puncaknya pada kelompok usia remaja akhir yaitu usia
17 – 25 tahun. Apendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena angka
kejadian apendisitis tinggi di setiap negara. Prevalensi dari apendisitis sekitar 7% dari
kebanyakan populasi di Amerika dengan kejadian 1,1 kasus per seribu orang per tahun. Di
Indonesia, sebesar 596.132 orang dengan presentase 3,36% dilaporkan menderita apendisitis
pada tahun 2009, dan meningkat menjadi 621.435 dengan presentase 3,53% di tahun 2010.
Penyebab obstruksi lumen apendiks paling sering adalah oleh batu feses. Faktor lain yang
dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks antara lain hiperplasia jaringan limfoid, tumor,
benda asing dan sumbatan oleh cacing.2

Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium, dan ultrasonography (USG). Pemeriksaan suhu tubuh termasuk
dalam salah satu kriteria pada skor alvarado untuk penegakkan diagnosis apendisitis. Suhu
tubuh 18.000 sel/mm3 maka umumnya terjadi peritonitis akibat perforasi. Penanganan
standar apendisitis di dunia adalah operasi pengangkatan apendiks yang disebut apendektomi
dan dilakukan laparotomi jika sudah terjadi perforasi.3

10
Anatomi dan fisiologi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang kira-kira 10 cm (kisaran 3-15


cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala
klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang
nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. oleh sebab itu, nyeri visceral pada
apendisitis bermula di sekitar umbilicus. Pendarahan apendiks berasal dari arteri
apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren. Apendiks menghasilkan
lender sebanyak 1-2 mL per hari. Normalnya lendir itu dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya
berperan pada aptogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh gut
associated lymphoid tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk
apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran
cerna dan di seluruh tubuh.4

Letak apendiks ini selalunya dalam posisi retrocaecal tetapi sering juga dideskripsikan
dalam pelbagai posisi kerna ujungnya yang mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada
tempat- tempat berikut ; preilieal, postilieal, promontoric, pelvic, subcecal, paracolic/Prececal
,retrocaecal/Retrocolic (paling sering). Apendiks vermiformis mendapat pendarahan dari
arteri appendicularis cabang dari a.illiocaecalis yang juga merupakan cabang dari
a.mesenterika superior. A.appendicularis merupakan arteri tanpa kolateral, makanya,
sekiranya berlaku obstruksi pada arteri ini, sehingga apbila terjadi thrombus akan berakibat
terbentuknya ganggren dan berakibat lanjut terjadinya perforasi apendiks.5,6
11
Gambar 1. Letak Apendiks.7

Epidemiologi

Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada
apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks.
Apendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena angka kejadian
apendisitis tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan apendisitis bisa seumur hidup
sehingga memerlukan tindakan pembedahan. Di Indonesia, sebesar 596.132 orang dengan
presentase 3,36% dilaporkan menderita apendisitis pada tahun 2009, dan meningkat menjadi
621.435 dengan presentase 3,53% di tahun 2010. Prevalensi dari apendisitis sekitar 7% dari
kebanyakan populasi di Amerika dengan kejadian 1,1 kasus per seribu orang per tahun.
Kejadian apendisitis mencapai puncaknya pada kelompok usia remaja akhir yaitu usia 17 –
25 tahun. Frekuensi terjadinya apendisitis antara laki-laki dan perempuan umumnya sama.
Terdapat perbedaan pada usia 20-30 tahun, dimana kasus apendisitis lebih sering terjadi pada
jenis kelamin laki-laki pada usia tersebut.2

Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperanan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus. Disamping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasite seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.4

12
Patofisiologi

Nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus . Patologi apendisitis berawal di jaringan
mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada
apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan
pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus
makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen.
Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.

Apendisitis supuratif akut

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum
setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.

Apendisitis ganggrenosa

Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang
disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika
dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada
dalam keadaan perforasi. Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk
membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan
omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah
dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan

13
sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri
secara lambat.8

Gambar 1. Patogenesis Apendisitis.8

14
Gejala Klinis

Pasien yang menderita apendisitis umumnya akan mengeluhkan nyeri pada perut
kuadran kanan bawah. Gejala yang pertama kali dirasakan pasien adalah berupa nyeri tumpul
di daerah epigastrium atau di periumbilikal yang akan menyebar ke kuadran kanan bawah
abdomen. Selain itu, mual dan muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri, yang
berakibat pada penurunan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan anoreksia. Demam
dengan derajat ringan juga sering terjadi.2

Sistem skor Alvarado:

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor
dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.9

The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati 1
ke perut kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab
Hitung jenis leukosit shift to 1
the left
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7     : sangat mungkin apendisitis akut
8-10   : pasti apendisitis akut

Tabel 1. The Modified Alvarado score9

15
Pemeriksaan

Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37.5-37.8oC. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 oC.
Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
massa atay abses periapendikuler. Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada region
iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada
penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda
rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal, diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri. Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh
uterus, keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke
kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan
pada orang tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah kelugan nyeri berasal dari uterus
atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran
uterus, terbukti proses bukan berasal dari apendiks. Peristaltis usus sering normal tetapi juga
dapat hilang akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh
apendisitis perforate. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika,
tanda perut sering meragukan; maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan
colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang
meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji
obturator digunakan untuk memeriksa apakah apendiks yang radang bersentuhan dengan otot
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi
sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.4

Gambar 2. Titik Mc Burney


16
Gambar 3. Blumberg Sign

Diagnosis

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis


apendisitis akut masih mungkin salah padaa sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan lelaki. Hal ini dapat disadari mengingat
pada perempuan, terutama yang masih muda, sering timbul gangguan yang menyerupai
apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang
di pelvis, atau penyakit ginekologi lain. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis
apendisitis akut, bila diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit
dengan frekuensi setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dapat
meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan.
Pemeriksaan laboratorium sepert pemeriksaan jumlah leukosit membanntu menegakkan
diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus dengan komplikasi.4,10

Pemeriksaan urin, untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis. Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan
dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan
yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang

17
dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum.4,10

Diagnosis Banding

Adapun beberapa diagnose banding terhadap apendisitis, antaralain:4,11

DD Gejala klinis
Batu ginjal  rasa nyeri : umumnya nyeri perut bagian bawah.Rasa nyeri yang timbul
ditentukan oleh lokasi dari batu saluran kemih. Batu saluran kemih yang
terdapat di ginjal menimbulkan 2 macam rasa nyeri: nyeri kolik dan
nyeri nonkolik. Nyeri kolik (hilang timbul) disebabkan oleh streching
(peregangan) sistem penampungan. Nyeri nonkolik, yang terasa sakit
terus-menerus, disebabkan oleh peregangan pembungkus ginjal.Batu
pada ureter atas atau tengah biasanya akan menyebabkan rasa nyeri
pinggang hebat yang menjalar ke perut bagian bawah.
 Hematuria: Adanya darah yang keluar bersama urin (hematuria) dan
urin yang disertai dengan pasir atau batu (kristaluria) akan membantu
konfirmasi adanya batu saluran kemih.
 Infeksi : Batu yang terdapat di saluran kemih ini menjadi tempat
bersarangnya kuman yang tidak dapat dijangkau dengan obat-obatan.
 Demam
 nausea (rasa tidak enak, mual) dan vomiting (muntah)
 sering berkemih

Infeksi panggul  Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut
 Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus
 Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin
 Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus
diayun

Kehamilan ektopik Kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti kehamilan pada

18
umumnya:

 terlambat haid dengan keluhan tidak menentu


 mual dan muntah
 mudah lelah
 perabaan keras pada payudara
 Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan
perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis
dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

Tanda-tanda yang harus diperhatikan pada kehamilan ektopik adalah :

 Nyeri hebat pada perut bagian bawah, nyeri tersebut dapat terasa tajam
awalnya kemudian perlahan-lahan menyebar ke seluruh perut. Nyeri
bertambah hebat bila bergerak

 Perdarahan vagina (bervariasi, dapat berupa bercak atau banyak seperti


menstruasi)

Kista ovary  Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa
terpuntir dalam rongga pelvis pad apemeriksaan perut, colok vagina atau colok
rektal
 Tidak ada demam
 Pemeriksaan usg dapat menentukan diagnosis

Urolitiasis  Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal
pielum/ureter kanan merupakan gambaran yang khas
kanan  Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit
tersebut
 Pielonefritis sering disertai demam tinggi, dan piuria

Obstruksi usus  Obstruksi Usus Halus


Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan
bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus,
tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.

19
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi
sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan
mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat
terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinal yang terjadi,
semakin jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak
diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan
kehilangan volume plasma.
 Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah
muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien
dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala
satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat
distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui
dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen
bawah.

Komplikasi

Walaupon apendiks ini merupakan organ yang kadang tidak kita ketahui fungsinya,
tetapi jika kita sudah terkena peradangan pada organ ini (apedisitis akut) dan kita tidak segera
buang apendistis ini, ianya akan berlanjut kepada komplikasi- komplikasi yang lebih parah.
Antaranya adalah;12,13

1) Perforasi
 Keterlambatan untuk berjumpa dokter dan membuang apendisitis itu akhirnya
akan berlanjutan sehingga menjadi perforasi (menjadi lubang=bocor).
Perforasi biasanya disertai dengan nyeri yang sangat hebat dan penderita akan
mengalami demam panas lebih dari demam apendisitis. . Insiden perforasi
adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia.
Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Keadaan fisik
perderita:
- Detak jantung yang cepat

20
- Berkeringat
- Perut yang lembek dan kencang untuk disentuh
- Mual
- Muntah
2) Peritonitis
 Peritonitis merupakan peradangan yang terjadi pada selaput rongga perut
(peritoneum). Diklasifikasikan dalam 3 kelas yaitu primer, sekunder dan
tertier. Dan peritonitis yang disebabkan oleh apendisitis termasuk dalam
peritonitis sekunder.
 Gejala yang terlihat:
- Penderita muntah
- Demam tinggi
- Merasakan nyeri tumpul di perut

3) Massa Periapendikuler

 Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi


pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4
sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa
apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum
masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis,
lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah
mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi,
tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan,
lekosit dan netrofil normal.12,13

Tatalaksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya
pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak
perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate.
Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Dalam
apendektomi terbua, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita
yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan
21
laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnosis pada kasus meragukan
dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.4

Prognosis

Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan prabedah serta
stadium penyakit pada intervensi bedah. Apendisitis yang tidak ada komplikasi membawa
mortalitas kurang dari 0.1 persen, gambaran yang mencerminkan perawatan prabedah dan
pascabedah. Sekiranya apendisitis berkomplikasi, prognosisnya lebih buruk sehingga bisa
menyebabkan mortalitas meningkat terutama pada anak kecil dan manula. Makanya,
pengesanan dan tindakan segera amat dibutuhkan bagi mengelakkan dari berlakunya
komplikasi dan seterusnya kematian.13

22
KESIMPULAN

Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada
apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks. Gejala
yang pertama kali dirasakan pasien adalah berupa nyeri tumpul di daerah epigastrium atau di
periumbilikal yang akan menyebar ke kuadran kanan bawah abdomen. Selain itu, mual dan
muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri, yang berakibat pada penurunan
nafsu makan, dan demam. Diagnosis apendisitis dapat dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, penunjang, dan juga menggunakan skor Alvarado. Komplikasi yang dapat
terjadiyaitu perforasi, peritonitis, dan masa periapendikuler. Sehingga untuk menghindari hal-
hal tersebut diperlukan diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat, dapat berupa;
apendektomi dan laparaskopi.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Siswandi A. Gambaran klinis pasien apendisitis akut dengan menggunakan penilaian


tzanakis skor dan Alvarado skor di rsud dr h A bdul Moeloek Bandar Lampung.
Jurnal Medika Malahayati: 2015; 2(3).h.110-114.
2. Fransisca C, Gotra IM, Mahastuti NM. Karakteristik pasien dengan gambaran
histopatologi apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015-2017. Jurnal Medika
Udayana. 2019; 8(7); 1-6.
3. Windy CS, Sabir M. Perbandingan antara suhu tubuh, kadar leukosit, dan platelet
distribution width (PDW) pada apendisitis akut dan apendisitis perforasi di Rumah
Sakit umum anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako: 2016; 2(2).h.23-32.
4. Sjamsuhidajat. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2014.h.776-83.
5. John T. Hansen and David R. Lambert. Clinical correlation of appendicitis. In: Paul
Kelly, Jennifer Surich, editors. Netter’s clinical anatomy. Published by Icon learning
System LLC. 2005. P.399.
6. Drake RL, Vogl AW, Mitchell ADM. Digestive system : In : Grays Anatomy For
Students. 2nd ed. Canada : Churchill Livingstone Elsevier, 2010
7. Nugraha TY. Apendiks vermiformis. Available from:
https://noeyudha.wordpress.com/referat/appendix-vermiformis/.
8. Richard S. Snell. Jenis nyeri abdomen. Abdomen bagian 2, cavitis abdominalis.
Huriawati Hartanto, Enny listiawati, Junko Sunyono, editors. Anatomi klinikal untuk
mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta: ECG; 2007.p.298- 299.
9. Baresti SW, Rahmanto T. Sistem skoring untuk mendiagnosis apendisitis akut.
Medical Journal of Lampung University: 2017; 6(3).h.169-73.
10. Anderson RE. Repeated clinical and laboratory examninations in pasients with
diagnostic of appendicitis. World of Surgeries. 2006. p.479-90

24
11. H. George Burkitt, Clive Reed R.G, Joanna Reed. Differential diangnoses of acute
appendicitis. Essential surgery: problems, diagnosis and management. 4th edition.
Churchchill Livingstone Elsevier publishing. 2007.p.393
12. MedlinePlus. Acute appendicitis .National Institute of Health 2011 Mei 02. Available
from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/spanish/Appendicitis.html.
13. DonaldC. MclLRATH. Kelainan bedah apendiks vermiformis. Sabiston DC. Sabiston
buku ajar bedah. Bagian 2. Jakarta: EGC; 2005.p.1- 4.

25

Anda mungkin juga menyukai