Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

Acute Coronary Syndrome

Pembimbing: dr. Mochamad Hilal Nurdin. Sp.JP

Disusun oleh: Dylan Darient Jayanegara


030.12.088

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD BUDHI ASIH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2016

1
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. JP
Nomor CM :796511
Usia : 62 tahun
Alamat : Mampang Prapatan Jakarta
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Masuk Rumah Sakit : Senin, 11 Juli 2016

II. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesisdengan keluargaPasien pada hari rabu tanggal 13 Juli 2016 pada
pukul 07.30 WIB.

1. Keluhan utama : Batuk dengan lendir putih bercampur darah


2. Keluhan tambahan : Sesak napas
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasiendatang ke RSBA dengan keluhan batuk dengan dahak putih bercampur
darah sejak semalam.Batuk sejak 4 hari yang lalu dengan dahak putih.Batuk tidak disertai
demam.Sebelumnya pasien juga mengaku pernah batuk-batuk yang tidak diobati.Berat
badan agak sedikit menurun akhir-akhir ini. Pasien juga mengeluh sesak napas yang
memberat sejak semalam disertai dengan dada berdebar-debar. Sesak napas sudah
dirasakan sejak 1 minggu yang laludirasakan sepanjang hari terus menerus baik siang
maupun malam hari dan diperberat dengan aktifitas.

2
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan dan penyakit yang sama
sebelumnya. Pasien menderita DM sejak tahun 2011 dan pernah dirawat di RSBA karena
ketosis DM. Riwayat hipertensi, penyakit hati dan ginjal disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat DM (+) Hipertensi (+) penyakit jantung (-) penyakit ginjal (-) penyakit
hati (-)

6. Riwayat pengobatan :
Pasien sedang dalam pengobatan DM dengan menggunakan obat Gliquidone
dengan dosis 1 x 30 mg dan metformin 1 x 500 mg.
7. Riwayat kebiasaan :
Merokok (+) ± 1-2 bungkus/hari,alcohol (-), jajan sembarangan (-), obat-obatan
terlarang (-), suka makan makanan yang bersantan.
8. Anamnesis menurut sistem
a. Kepala : pusing (-), nyeri (-), trauma (-), rambut rontok (-)
b. Mata : nyeri (-), secret (-), gangguan visus (-), mata kuning (+)
c. Hidung : trauma (-), nyeri (-), secret (-) epistaksis (-), sumbatan (-)
d. Telinga : nyeri (-), secret (-), perdarahan (-), tinnitus (-), gangguan
pendengaran (-)
e. Mulut : gusi berdarah (-) lidah kotor (-), gangguan kecap (-)
f. Tenggorokan : dysphagia (-) serak (+)
g. Leher : benjolan (-) nyeri (-)
h. Thoraks : Jantung: berdebar (+), nyeri dada (-). Paru: sesak (+), orthopnoe
(-), DOE (-), PND (-), hemoptoe (+)
i. Abdomen : kembung (-), mual (-), muntah (-), hematemesis (-), nyeri perut
(-), Nyeri kolik (-), mencret (-), tinja berdarah (-), tinja hitam (-), tinja putih (+)
j. Sal. Kemih : nyeri BAK (-), poliuria (-), polakisuria (-), hematuria (-),
BAK warna teh (-)

3
k. Ekstremitas : bengkak (-), nyeri sendi (-), deformitas (-), sianosis (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan Umum
o Kesadaran : Compos Mentis
o Kesan sakit : sakit sedang
o Status gizi : BB 75 kg TB 168 cm BMI: 26,57 (obes)
o Cara bicara : normal, koheren
o Cara berbaring : normal
o Cara duduk : normal
o Penampilan : rapi
o Keadaan khusus : sesak (+) sianosis (-)
 Tanda Vital
o TD : 120/80 mmHg
o Nadi : 90x/menit
o RR : 36x/menit
o Suhu : 36,9˚C
 Status Generalis
o Kepala : Normocephali
o Mata :
Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil isokor, Reflex cahaya langsung
+/+
o Telinga : Normotia, sekret (-), nyeri (-)
o Hidung : tidak ada deformitas, deviasi septum (-), discharge (-)
o Mulut : OH baik, Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
o Thoraks :
 Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan napas dada simetris,
pernapasan abdominotorakal, sela iga normal, sternum datar,
retraksi sela iga (-)

4
 Palpasi : pernapasan simetris, vocal fremitus simetris, tidak
teraba thrill
 Perkusi : hemithoraks kanan sonordan hemithoraks kiri
sonor, batas paru dan hepar setinggi ICS 5 midclavicula kanan
suara redup, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3-5
garis para sternalis kanan suara redup, batas paru dan atas
jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri suara redup, batas
paru dan jantung kiri setinggi ICS 5, 2 jari lateral garis
midclavicula kiri suara redup, batas paru dan lambung
setinggi ICS 8 garis axillaris anterior suara timpani.
 Auskultasi : vesikuler +/+, Rhonki +/+, wheezing -/-, BJ I&II
regular, gallop (-), murmur (-)
o Abdomen
 Inspeksi : Ascites, ikterik (-), efloresensi bermakna (-),
spider navy (-), pernapasan abdominothorakal
 Auskultasi : BU 3x/menit, venous hump (-), Arterial Bruit (-)
 Perkusi : Redup kuadran lateral, shifting dullness (-)
 Palpasi : supel, Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan
lien, tidak teraba membesar, ballottement ginjal (-), undulasi
(-)
o Ekstremitas atas : ikterik (-), simetris, proporsional, deformitas (-), oedem (-)
o Ekstremitas bawah : ikterik (-), simetris, proporsional, deformitas (-), pitting
oedem (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
Tanggal 11/7/2016 12/7/2016 13/7/2016
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit 9.000 10300 -
Eritrosit 2.4 3.3 -

5
Hb 7.5 9.3 -
Ht 22 30 -
Trombosit 302.000 307.000 -
LED 76 - -
Fungsi Ginjal
Ureum 218 253 -
Kreatinin 10.95 16.14 -
Metabolisme Karbohidrat
Gula darah sewaktu 154 - -
Elektrolit serum
Natrium (Na) 137 136 -
Kalium (K) 7.1 7.1 -
Klorida (Cl) 111 112 -
Calcium (Ca) 7.2 - -
Analisa Gas Darah
pH 7.42 - 7.25
pCO2 19 - 20
pO2 174 - 72
Bicarbonate(HCO3) 12 - 9
Total CO2 13 - 9
Saturasi O2 98 - 91
BE -10.3 - -16.1
Hati
AST/SGOT 61 45 -
ALT/SGPT 25 28 -
Protein total 5.4 - -
Albumin 3.0 - -
Globulin 2.4 - -
Jantung
Troponin I 4.510 4.340 -
Lipid
Kolesterol total - 227 -

6
Trigliserida - 109 -
HDL direk - 54 -
LDL - 151 -

Kesan EKG : ST depresi dan Ringht Bundle Branch Block (RBBB) komplit

Kesan Rontgent thorax : Tb paru bilateral dengan cavitas hemithorax dextra

7
V. RINGKASAN
Pasien datang ke RSBA dengan keluhan hemoptoesejak 1 hari SMRS.
Sebelumnya batuk berdahak sejak 4 hari SMRS. Demam (-), BB menurun (+), keringat
malam (-), sesak napas (+) yang memberat 1 hari SMRS. Sesakdirasakan sepanjang hari
terus menerus baik siang maupun malam hari dan diperberat dengan aktifitas. DOE (+),
PND (-), othopnoe (-), nyeri dada (-).Riwayat DM (+) sejak 2011 dan pernah dirawat di
RSBA pada tahun 2015 dengan diagnosis Ketosis DM. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
rhonki basah (+/+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan troponin I,
penurunan fungsi ginjal, hiperkalemi, hipokalsemi, hiperkolesterolemi,gangguan
keseimbangan asam basa, dan pada gambaran EKG menunjukkan kesan NSTEMI dan
RBBB komplit, gambaran rontgent thorax menunjukkan kesan Pneumonia bilateral.
Pasien dinyatakan meninggal akibat serangan jantung pada tangal 13 Juli 2016 setelah
beberapa kali percobaan resusitasi.

VI. DAFTAR MASALAH

1. ACS NSTEMI

2. Anemia e.c CKD stage V

3. Electrolyte imbalance (hiperkalemi, hipokalsemi)

4. Hemoptoe e.c Tb parubilateral

5. DM tipe II

6. Hiperkolesterolemi

8
VII. ANALISIS MASALAH
1. ACS NSTEMI
Dari anamnesis, Pasien mengeluh sesak napas yang memberat sejak semalam
disertai dengan dada berdebar-debar. Sesak napas sudah dirasakan sejak 1 minggu yang
laludirasakan sepanjang hari terus menerus baik siang maupun malam hari dan diperberat
dengan aktifitas. Sesak dapat disebabkan oleh peningkatan rangsangan simpatis oleh
karena terjadinya hipoksia jaringan miokardium akibat oklusi arteri koroner. Peningkatan
rangsang simpatis ini mengakibatkan peningkatan frekuensi napas dan frekuensi denyut
jantung yang bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen darah sehingga hipoksia
jaringan dapat sedikit teratasi. Pada gejala fisik ACS seharusnya ditemukan gejala angina
pectoris atau nyeri dada pada dada kiri yang menjalar sampai ke lengan atas dan leher
yang khas pada penderita ACS, namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya gejala
ACS kemungkinan karena adanya neuropati sensoris diabetik pada pasien yang
membuatnya tidak bisa merasakan rasa sakit.1-3 Hal ini bisa saja terjadi karena pasien
menderita DM sejak lama dan mempunyai riwayat ketosis DM. Tidak ditemukan sesuatu
yang menunjang diagnosa ACS pada pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan peningkatan kadar Troponin I yang berasal dari jaringan miokardium yang
mengalami infark. Didapatkan juga hasil ST depresi dan juga RBBB yang menunjukan
adanya kerusakan pada miokardium pasien. Walaupun tanda-tanda infark seperti ST
depresi, ST elevasi, ataupun T inverted adalah normal pada lead V1-3 pada RBBB,
namun didapatkan ST depresi pada lead lainnya.

Adapun rencana tatalaksana yang dilakukan adalah:


1. Rencana diagnostic:
a. Pemantuan biomarker infark miokard (troponin I)
b. Pemeriksaan EKG
2. Rencana Terapi:
a. Non-Medikamentosa:
- rawat inap

9
- bedrest
- observasi keadaan umum dan tanda vital
- pemeriksaan EKG setiap 12 jam
b. Medikamentosa:
- Isosorbid Dinitrat (ISDN) 3 x 1 sublingual (obat golongan nitrat yang
bekerja sebagai vasodilator perifer untuk menurunkan beban kerja
jantung sekaligus melebarkan arteri koroner yang mengalami oklusi)
- Bisoprolol 1x10mg (obat golongan beta blocker yang menurunkan
denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen jantung menurun)
- Obat-obatan anti agregasi trombosit seperti aspirin dan clopidogrel
seharusnya diberikan namun pada pasien ini tidak diberikan karena
adanya hemoptoe dan obat-obatan ini akan memperburuk perdarahan
karena mengganggu proses agregasi trombosit yang dapat
menghentikan luka perdarahan.

2. Anemia e.c CKD stage V


Anemia e.c CKD stage V ditegakkan berdasarkan menurunnya kadar Hb pada
pemeriksaan darah yaitu senilai 7.5 g/dL. Menurunnya Hb dapat terjadi karena pasien ini
mengalami CKD stage V yang ditegakkan berdasarkan perhitungan Creatinin Clearance
Rate (CCR) untuk memprediksi nilai Glomerular Filtration Rate (GFR) menggunakan
Cockroft-Gault Equation berikut.

( 140 - umur ) x BB ( 140 - 62 ) x 75


7.42 mL/detik/m2
72 x kreatinin plasma 72 x 10.95

Perhitungan CCR didapatkan hasil 7.42 yang dapat digolongkan ke dalam CKD
stage V yang membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis. Rusaknya fungsi
ginjal pasien menyebabkan gagalnya produksi hormon eritropoietin oleh ginjal yang
berperan dalam proses pembentukan eritrosit di sumsum tulang. Hal ini juga diperberat
dengan adanya hemoptoe pada pasien yang disebabkan oleh Tb paru. Namun pada pasien
ini tidak ditemukan adanya gejala anemia seperti lemas, letih, dan lesu dimungkinkan

10
karena perjalanan CKD yang sudah kronik sehingga tubuh pasien dapat beradaptasi
dengan kadar Hb yang rendah. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan conjunctiva
anemis yang memperkuat diagnosis anemia.

Terjadinya CKD pada pasien dapat merupakan penyebab terjadinya penurunan


kadar albumin serum pada pasien. Albumin akan lolos dari filtrasi glomerulus yang telah
mengalami kerusakan sehingga semakin lama kadar albumin serum akan menurun.
Namun penurunan kadar albumin pada pasien tidak menunjukan adanya gejala oedema
yan berarti pada pasien ini.

Adapun rencana tatalaksana yang dilakukan adalah:


1. Rencana diagnostic:
a. Pemeriksaan kadar Hb pada pemeriksaan hematologi rutin
b. Pemeriksaan kadar ureum kreatinin
2. Rencana Terapi:
a. Non-Medikamentosa:
- rawat inap
- bedrest
- observasi keadaan umum dan tanda vital
- UMU/24 jam
- Screening HD
- Persiapan transfusi PRC
b. Medikamentosa:
- Transfusi PRC 400 cc dengan target Hb > 10 g/dL
- Asam folat 3x1 (vitamin yang berperan membantu proses
pembentukan eritrosit sehinga dapat mengurangi gejala anemia dan
sedikit membantu menambahkan kadar Hb)
- Vitamin B12 3x1(vitamin yang berperan membantu proses
pembentukan eritrosit sehinga dapat mengurangi gejala anemia dan
sedikit membantu menambahkan kadar Hb)
- Albumin 20% 3x100cc (meningkatkan serum albumin)

11
3. Electrolyte imbalance (hiperkalemi, hipokalsemi)

Electrolite Imbalance ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan laboratorium


elektrolit, didapatkan hiperkalemia (K 7.1 mmol/L), hiperklorida (111 mmol/L),dan
hipokalsemia (Ca 7.2 mmol/L). Adapun rencana diagnostik untuk masalah ini adalah
pemeriksaan elektrolit per hari. Untuk rencana terapi pada masalah ini, antara lain:

a. Non medikamentosa
- Monitoring kadar elektrolit
- Pemantauan gejala-gejala hipokalsemi dan hiperkalemi
- Screening HD
b. Medikamentosa
- Kalitake 3x1 (Calcium Polystirene Sulfonate yang berfungsi sebagai resin
penukar ion Ca dengan K sehingga kalium dapat terbuang dari tubuh dan
menurunkan kadar serum kalium)
- Ca Glukonas 3x1 dan Cavit d3 3x1 (Suplemen calcium untuk menambahkan
serum calcium sekaligus juga untuk mengurangi efek neuromuskular dari
hiperkalemia)

4. Hemoptoe e.c Tb paru bilateral

Dari anamnesis, Pasien batuk dengan dahak putih bercampur darah sejak
semalam.Batuk sejak 4 hari yang lalu dengan dahak putih.Batuk pasien berdarah
dimungkinkan karena adanya fokus Tb aktif yang merusak jaringan parenkim paru dan
mengeluarkannya dengan bentuk darah pada saat batuk. Batuk tidak disertai demam.
Sebelumnya pasien juga mengaku pernah batuk-batuk yang tidak diobati sehingga dapat

12
disimpulkan pasien mempunyai riwayat batuk lama. Pasien juga mengeluh sesak napas
yang memberat sejak semalam disertai dengan dada berdebar-debar. Sesak napas sudah
dirasakan sejak 1 minggu yang laludirasakan sepanjang hari terus menerus baik siang
maupun malam hari. Sesak napas dapat disebabkian oleh menurunnya fungsi pari akibat
adanya destruksi parenkim paru oleh Tb. Berat badan agak sedikit menurun akhir-akhir
ini namun tidak ditemukan adanya demam yang bersifat hilang timbul dan kertingat
malam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan rhonki basah pada kedua hemithorax paru..
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran foto rontgent thorax dengan kesan Tb
paru bilateral dengan cavitas dextra.

Rencana tatalaksana yang akan dilakukan :


1. Rencana diagnostic:
a. Rontgent thorax
b. Sputum BTA
c. Pemantauan hematologi rutin
d. Mantoux test
e. Analisa gas darah
2. Rencana Terapi:
a. Non-Medikamentosa:
- rawat inap
- bedrest
- observasi keadaan umum dan tanda vital
- Pemasangan WSD
b. Medikamentosa:
- Antibiotika Azithromycin 1 x 1 gr dan Levofloxacin1 x 750mg untuk
penanganan infeksi sekunder paru dan infeksi lainnya.
- OAT Rifampisin 400 mg + INH 300 mg + Pirazinamid 1000 mg untuk
penanganan Tb paru
- HP Pro 3x1 (vitamin yang berfungsi melindungi dan menjaga fungsi
hepar. Vitamin ini diberikan karena pasien mendapatkan OAT yang
bersifat hepatotoksik)

13
5. DM tipe II

DM tipe II ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan


hiperglikemia (GDS 154 mg/dL), walaupun tidak memenuhi kriteria diagnosis DM tetapi
pasien ini sudah punya riwayat DM dan rutin mengkonsumsi obat gliquidone 1x30mg
dan metformin 1x500mg. Adapun rencana diagnostik untuk masalah ini adalah
pemeriksaan gula darah per hari. Untuk rencana terapi pada masalah ini, antara lain:

a. Non medikamentosa
- Monitoring kadar gula darah
b. Medikamentosa
- Melanjutkan terapi obat anti diabetes gliquidone dan metformin karena kadar
gula darah yang stabil

6. Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemi ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan laboratorium


didapatkan hiperkolesterolemi (kolesterol total227 mg/dL dan kolesterol LDL 151
mg/dL). Hiperkolesterolemi pada pasien ini dapat menyebabkan pembentukan
aterosklerosis yang dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah koroner yang kemudian
akan menyebabkan timbulnya gejala ACS. Adapun rencana diagnostik untuk masalah ini
adalah pemeriksaan kolesterol ulang. Untuk rencana terapi pada masalah ini, antara lain:

a. Non medikamentosa
- Monitoring profil lipid
b. Medikamentosa
- Atorvastatin 1x20mg (Hmg coa reduktase inhibitor sebagai penghambat sintesis
kolesterol dalam tubuh sehingga menurunkan kadar kolesterol serum sehingga

14
dapat mengurangi terjadinya pembentukan plaque aterosklerosis lebih lanjut dan
mengurangi kejadian ACS)

VIII. PROGNOSIS
AD VITAM : dubia ad malam
AD SANATIONAM : dubia ad bonam
AD FUNGSIONAM : dubia ad bonam

15
IX. FOLLOW UP HARIAN
11 Juli 2016
S Sesak (+), batuk darah (+)
O TD: 130/80 Mata: CA +/+SI -/-
N : 90x Jantung: SI/II reg m- g-
RR: 24x Pulmo: SNV ↓/↓ Rh+/+ Wh-/-
S : 36,3 Abd: Supel, BU 4x, NT (-)
Eks: akral hangat, Oedem (-)
Lab :
- eritrosit: 2.4 juta/uL - Na: 137 mmol/L
- Hb: 7.5 g/dl - K: 7.1 mmol/L
- Ht: 22%- Cl: 111 mmol/L
- Ht: 3%5 - Ca: 7.2 mg/dL
- LED : 76 mm/jam
- GDS : 154 mg/dL
- Ureum : 218 mg/dl
- Kreatinin : 10.95 mg/dl

AGD
- pCO2 : 19 mmHg - SGOT : 61mU/dL
- pO2 : 174 mmHg - Albumin : 3.0 g/dL
- HCO3 : 12 mmol/L
- CO2 : 13 mmol/L
- BE : -10.3 meq/L
A ACS
Anemia e.c CKD stage V
Hemoptoe e.c Tb Paru

16
Electrolyte imbalance (hiperkalemi, hipokalsemi)
DM tipe II
P Vit K 3x1 Cek elektrolyte ulang
B12 3x1 Cek sputum BTA
Asam folat 3x1 Cek troponin I
Ceftazidime 3x1 gr UMU/24 jam
Bicnat 3x1 EKG/12 jam
CaCO3 3x1 Cek ur/cr ulang
Ambroxol 3x1 Cek SGOT/PT ulang
R/H/Z (450/300/1000) Cek AGD ulang
O2 NRM 6 L/menit Screening HD
OMZ 1x1
CA gluconas 3x1
Cavit d3 3x1
Azithromicin 1x500mg
Albumin 20% 3x100cc
PRC 400cc

17
12 Juli 2016
S Sesak (+), batuk darah (+)
O TD: 130/70 Mata: CA +/+SI -/-
N : 88x Jantung: SI/II reg m- g-
RR: 38x Pulmo: SNV ↓/↓ Rh+/+ Wh-/-
S : 37,2 Abd: Supel, BU 4x, NT (-)
Lab: Eks: akral hangat, Oedem (-)
- Leukosit: 10.700/uL - Na: 136 mmol/L
- eritrosit: 2.6 juta/uL - K: 7.1 mmol/L
- Hb: 7.6 g/dl - Cl: 112 mmol/L
- Ht: 35%

18
- LED : 76 mm/jam
- Ureum : 250 mg/dl
- Kreatinin : 16.19 mg/dl

-Troponin I : 4.510 - D-dimer : 10

AGD
- pH : 7.35
- pCO2 : 23 mmHg - SGOT : 63 mU/dL
- pO2 : 96 mmHg - SGPT : 27 mU/dL
- HCO3 : 13 mmol/L - Albumin : 3.0 g/dL
- CO2 : 13 mmol/L
- saturasi O2: 95%
- BE : -11.4 meq/L
A ACS
Anemia e.c CKD stage V
Hemoptoe e.c Tb Paru
Electrolyte imbalance (hiperkalemi, hipokalsemi)
DM tipe II
P B12 3x1 Cek elektrolyte ulang
Asam folat 3x1 Cek troponin I ulang
Meropenem 3x1 gr UMU/24 jam
Bicnat 3x1 EKG/12 jam
CaCO3 3x1 Cek ur/cr ulang
Flumucyl 3x1 Cek SGOT/PT ulang
R/H (450/300) Cek AGD ulang
O2 NRM 8 L/menit Cek profil lipid
OMZ 1x1
CA gluconas 3x1
Cavit d3 3x1
Azithromicin 1x500mg

19
Albumin 20% 3x100cc
PRC 400cc
ISDN 3x1
HP pro 3x1
Kalitake 3x1

13 Juli 2016
S Sesak (+), batuk darah (+), nyeri dada kiri (+)
O TD: 80/60 Mata: CA +/+SI -/-

20
N : 96x
RR: 40x Jantung: SI/II reg m- g-
S :36,3 Pulmo: SNV ↓/↓ Rh+/+ Wh-/-
Lab: Abd: Supel, BU 4x, NT (-)
- Leukosit: 10.300/uL - Na: 137 mmol/L Eks: akral hangat, Oedem (-)
- eritrosit: 3.3 juta/uL - K: 7.5 mmol/L
- Hb: 9.3 g/dl - Cl: 111 mmol/L
- Ht: 30%
- Ureum : 253 mg/dl
- Kreatinin : 16.14 mg/dl

-Troponin I : 4.340 - CRP : 95 mg/L

AGD
- pH : 7.25
- pCO2 : 20 mmHg - SGOT : 45 mU/dL
- pO2 : 72 mmHg - SGPT : 28 mU/dL
- HCO3 : 9 mmol/L - Kolesterol : 227 mg/dL
- CO2 : 9 mmol/L - LDL : 151 mg/dL
- saturasi O2: 91%
- BE : -16.1 meq/L
A ACS
Anemia e.c CKD stage V
Hemoptoe e.c Tb Paru
Electrolyte imbalance (hiperkalemi, hipokalsemi)
DM tipe II
P B12 3x1 Cek elektrolyte ulang
Asam folat 3x1 UMU/24 jam
Meropenem 3x1 gr EKG/12 jam
Bicnat 3x1 Cek ur/cr ulang
CaCO3 3x1 Cek SGOT/PT ulang

21
Flumucyl 3x1 Cek AGD ulang
R/H (450/300) Cek asam urat
O2 NRM 8 L/menit
OMZ 1x1
CA gluconas 3x1
Cavit d3 3x1
Azithromicin 1x500mg
Levofloxacin 1x750mg
Albumin 20% 3x100cc
PRC 400cc
ISDN 3x1
HP pro 3x1
Kalitake 3x1
Atorvastatin 1x20mg

22
09.15 Pasien apneu -> resusitasi ->respon positif
EKG ulang

12.05 Pasien apneu -> resusitasi -> respon negatif, A.carotis tidak teraba, midriasis
maksimal
EKG: asistole

23
Pasien dinyatakan meninggal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Acute Coronary syndrome (ACS)/ Sindrom Koroner Akut (SKA)


Sindrom koroner akut merupakan suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala
klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran
darah ke jantung, sindrom ini meliputi unstable angina pectoris sampai perkembangan
menjadi miokard infark akut. Lebih dari 90% ACS disebabkan oleh gangguan plak
aterosklerosis dengan diikuti agregasi trombosit dan pembentukan thrombus intrakoroner.5
ACS merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner
(PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok iskemik serta peripheral
arterial disease(PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang
sangat kompleks dan multifaktor serta saling terkait.6
Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung. Hal ini biasanya
disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh
trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah
kolateral.7
24
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria,
yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan
pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak ada hubungan dengan
aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar,
elevasi segmen ST dan inversi gelombang T. Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler
akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler
lokal dan aliran limfatik.8

B. Ustable Angina Pektoris(UAP) /Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)


1. Definisi
Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST
(NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti
adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.15
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada
pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan
dapat menetap sampai 2 minggu.15
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart
Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST
( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat
diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan
tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk

25
iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya
gelombang T yang negatif.12
2. Etiologi
UAP/NSTEMI dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner,
anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.16Patofisiologi lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya angina pektoris tidak stabil :

a. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris
tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner
yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap).
Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi
sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima
yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan
aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus.
Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen
ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis
yang berat akan terjadi angin tak stabil. Seperti pada pasien ini didapatkan adanya
hiperkolesterolemia dapat menyebabkan terbentuknya plak aterosklerosis yang dapat
menymbat arteri koroner jantungnya. Namun kemungkinan trombus yang ada tidak
100% menutup arteri koroner karena bermanifestasi sebagai NSTEMI dan bukan
STEMI.
b. Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak
merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit,
sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan

26
darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi
enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang
intermiten, pada angina tak stabil.

c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan
spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat
menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
d. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi
dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan
lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh
dengan cepat dan keluhan iskemia. Hal ini juga dapat terjadi pada pasien mengingat ST
depresi pada pasien dan adanya hiperkolesterolemia.
e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi sistemik. 16

27
Gambar 1. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan
Complication) Pada Plak Aterosklerosis.16
3. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplay
oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan
lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab
arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab atas
perkembangan arteriosklerosis. Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan
oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang
sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan
oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau
menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian akan terjadi iskemia (kekurangan suplai
darah) miokardium. Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO
(nitrat oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak
adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner
yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang.
Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum
mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan
maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai

28
menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat.
Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan
angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen
menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk
energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan
asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah suatu
keadaan yang berlangsung singkat.17 Namun pada pasien ini karena pasien menderita DM
lama, pasien mungkin sudah masuk ke tahap neuropati sensoris dimana pasien tidak bisa
merasakan nyeri dada akibat angina yang ditimbulkan.

4. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang
disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.19

b. Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar
derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut
jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.20

c. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal,
stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari
stress test adalah:
a) menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
b) menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama
akan

29
c) memberi hasil positif kuat.20
Gambaran EKG penderita UA dapat berupa depresi segmen ST, depresi
segmen STdisertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan
His dan tanpaperubahan segmen ST dan gelombang T. perubahan EKG pada UA
berdifat sementaradan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun
bersamaan. Perubahan tersebutimbul di saat serangan angina dan kembali ke
gambaran normal atau awal setelah keluhanangina hilang dalam waktu 24 jam. Bila
perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atauterjadi elevasi gelombang Q, maka
disebut sebagai IMA.20
2) Enzim LDH, CPK, dan CK-MB
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi
tidak melebihi50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitive
untuk nekrosis ototmiokard, tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini
menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untung
menyingkirkan adanya IMA.20 Penjelasan lebih lanjut dari biomarker infark akan
dijelaskan pada bagian berikutnya.

5. Cardiac Marker
Peran cardiac marker pada diagnosis, penentu risiko, serta pengobatan pada
pasien dengan sakit dada dan dicurigai mengidap Acute Coronary Syndrome (ACS) terus
berkembang. Evaluasi klinik dari pasien dengan kemungkinan ACS biasanya terbatas
karena gejala yang tidak spesifik. Guideline konsensus yang terbaru dariAmerican
College of Cardiology (ACC) dan the European Society of Cardiology (ESC)
menjelaskan kembali tentangAcute Myocardial Infarction (AMI). Cardiac
marker dan cardiac troponin, secara khusus, adalah pusat dari definisi terbaru AMI.
Guideline ini merupakan perubahan yang signifikan dari klasifikasi original yang
dikeluarkan oleh WHO tentang AMI.

a. Cardiac troponin
Troponin adalah protein pengatur yang ditemukan di otot rangka dan jantung.
Tiga subunit yang telah diidentifikasi termasuk troponin I (TnI), troponin T (TnT),

30
dan troponin C (TnC). Gen yang mengkode isoform TnC pada otot rangka dan
jantung adalah identik. Karena itulah tidak ada perbedaan struktural diantara
keduanya. Walaupun demikian, subform TnI dan TnT pada otot rangka dan otot
jantung berbeda dengan jelas, danimmunoassay telah didesain untuk membedakan
keduanya. Hal ini menjelaskan kardiospesifitas yang unik daricardiac troponin.
Troponin bukanlah marker awal untuk myocardial necrosis. Uji troponin
menunjukkan hasil positif pada 4-8 jam setelah gejala terjadi, mirip dengan waktu
pengeluaran CK-MB. Meski demikian, mereka tetap tinggi selama kurang lebih 7-10
hari pasca MI.
Cardiac troponin itu sensitif, kardiospesifik, dan menyediakan informasi
prognostik untuk pasien dengan ACS. Terdapat hubungan antara level TnI atau TnT
dengan tingkat mortalitas dan adverse cardiac event pada ACS. Mereka telah
menjadi cardiac marker pilihan untuk pasien dengan ACS.

b. Creatine Kinase-MB isoenzyme


Sebelum cardiac troponin dikenal, marker biokimia yang dipilih untuk diagnosis
AMI adalah isoenzim CK-MB. Kriterium yang kebanyakan digunakan untuk
diagnosis AMI adalah 2 serial elevasi di atas level cutoff diagnostik atau hasil tunggal
lebih dari dua kali lipat batas atas normal. Walaupun CK-MB lebih terkonsentrasi di
miokardium (kurang lebih 15% dari total CK), enzim ini juga terdapat pada otot
rangka. Kardiospesifitas CKMB tidaklah 100%. Elevasi false positive muncul pada
beberapa keadaan klinis seperti trauma atau miopati.
CK-MB pertama muncul pada 4-6 jam setelah gejala, puncaknya adalah pada 24
jam, dan kembali normal dalam 48-72 jam. CK-MB level walaupun sensitif dan
spesifik untuk diagnosis AMI, tidak prediktif untuk adverse cardiac event dan tidak
mempunyai nilai prognostik.

Indeks relatif CK-MB dan total CK


Indeks relatif dihitung berdasarkan rasio [CK-MB (mass) / total CK x 100] dapat
membantu klinisi untuk membedakan elevasi false positive peningkatan CK-MB
otot rangka. Rasio yang kurang dari 3 konsisten dengan sumber dari otot rangka.

31
Rasio >5 mengindikasikan sumber otot jantung. Rasio diantara 3-5
menunjukkan gray area. Indeks relatif CK-MB/CK diperkenalkan untuk
meningkatkan spesifitas elevasi CK-MB untuk MI.
Pemakaian indeks relatif CK-MB/CK berhasil jika pasien hanya memiliki MI
atau kerusakan otot rangka tapi tidak keduanya. Oleh sebab itu, pada keadaan dimana
terdapat kombinasi AMI dan kerusakan otot rangka (rhabdomyolysis, exercise yang
berat, polymyositis), sensitifitas akan jatuh secara signifikan.
Diagnosis AMI tidak boleh didasarkan hanya pada elevasi indeks relatif saja.
Elevasi indeks relatif dapat terjadi pada keadaan klinis dimana total CK atau CK-MB
pada batas normal. Indeks relatif hanya berfungsi secara klinis bila level CK dan CK-
MB dua-duanya mengalami peningkatan.

c. Mioglobin
Mioglobin telah menarik perhatian sebagai marker awal pada MI. Mioglobin
adalah protein heme yang ditemukan pada otot rangka dan jantung. Berat molekulnya
yang rendah menyebabkan pelepasannya yang cepat. Mioglobin biasanya meningkat
pada 2-4 jam setelah terjadinya infark, puncaknya adalah pada 6-12 jam, dan kembali
ke normal setelah 24-36 jam.
Uji cepat mioglobin telah tersedia, tetapi kekurangannya adalah kurang
kardiospesifik. Uji serial setiap 1-2 jam dapat meningkatkan sensitivitas dan
spesifitas. Peningkatan atau perbedaan 25-40% setelah 1-2 jam adalah penanda kuat
dari AMI. Pada kebanyakan penelitian, mioglobin hanya mencapai 90% sensitifitas
untuk AMI. Nilai prediktif negatif mioglobin tidak cukup tinggi untuk mengeklusi
diagnosis AMI. Penelitian original yang mengevaluasi mioglobin menggunakan
definisi origininal WHO tentang AMI yang distandarkan pada CK-MB. Dengan
adopsi dari standar troponin untuk definisi AMI dari ESC/ACC, sensitifitas
mioglobin untuk AMI menurun.

d. LDH

32
LDH 1 dan 2 yang utama sebagai marker jantung dan lebih spesifik LDH 1.
Kadarnya meningkat 2-8 jam setelah infark dan mencapai puncak pada 24-48 jam
kemudian. Kadarnya menurun setelah hari ke 7-12.

e. CRP
CRP, marker inflamasi nonspesifik, diperhitungkan terlibat secara langsung
pada coronary plaque atherogenesis. Penelitian yang dimulai pada awal 1990an
menunjukkan bahwa level CRP yang meningkat menunjukkan adverse cardiac
events, baik pada prevensi primer maupun sekunder. Level CRP berguna untuk
mengevaluasi profil risiko jantung pasien. Data baru mengindikasikan bahwa CRP
berguna sebagai indikator prognostik pada pasien dengan ACS. Peningkatan level
CRP memprediksi kematian jantung dan AMI.
Waktu Awal Waktu Puncak Waktu Kembali
Marker
Peningkatan (jam) Peningkatan (jam) Normal
CK 4–8 12 – 24 72 – 96 jam
CK-MB 4–8 12 – 24 48 – 72 jam
Mioglobin 2–4 4–9 < 24 jam
LDH 10 – 12 48 – 72 7 – 10 hari
Troponin I 4–6 12 – 24 3 – 10 hari
Troponin T 4–6 12 – 48 7 – 10 hari

6. Penatalaksanaan
a. Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien
perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau
petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat
nitrogliserin.21 Berikut adalah algoritma evaluasi dan penatalaksanaannya.
- Tirah baring.
- Suplemen oksigen diberikan segera bagi pasien yang mengalami distres pernafasan
atau dengan saturasi oksegen <95%. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua
pasien SKA dalam 6 jam pertama tanpa pertimbangan saturasi oksigen.

33
- Periksa EKG dan marka jantung pada kecurigaan ACS. Jika EKG definit dan marka
positif pasien digolongkan definit ACS dan dilanjutkan dengan terapi NSTEMI. Jika
EKG non diagnostik dan marka jantung normal, maka observasi 12 jam sambil
memantau klinis pasien dan monitoring EKG.
- Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin.
- Penghambat reseptor ADP seperti clopidogrel diberikan sebanyak 300 mg
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari.
- Nitrogliserin bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat di UGD.
Jika nyeri dada tidak hilang setelah satu kali pemberian dapat diulangi setiap 5 menit
sampai maksimal tiga kali. ISDN dapat diberikan sebagai pengganti nitrogliserin
- Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis nitrogliserin atau ISDN.

b. Terapi Medika Mentosa


1) Obat anti-iskemia
a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,
dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall
stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen
suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara
sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam. Bila
keluhan sudah terkendali maka dapat diganti dengan per oral.
Preparat :
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual

34
b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam beta-
blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian
penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan
tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik
negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi
normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan
keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem). 21
-
2) Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak
stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang
terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi
kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai
72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan
untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis
selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam
pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.
c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat
menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin .
Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian

35
kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75
mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir
pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor
tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet
tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun
untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus angina tak
stabil. 21

3) Obat anti-trombin
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda.
Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin
dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel
yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan
pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced
thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara
subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.

36
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja
langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma
protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan
infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah
disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada
efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT). 21
4) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi
berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di
left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri
yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke
rumah sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan
pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi
tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan utama.17
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary
angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan
angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang
dimasukkan melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke
jantung. Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter
digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan
bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena
dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah
dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling sering
ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan
selang artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang
dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner menghilangkan
nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.17
c. Terapi Non Medika Mentosa

37
1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume
sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal
ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi
duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring,
meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume
diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.
2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.
7. Pencegahan
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB,
penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.21
b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit
DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.22
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan
serangan angina klasik pada seseorang.17
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk
meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung.21
8. Komplikasi
a. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap
iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar
20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk
menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.22
b. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan
dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun
banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina,
gagal jantung.21
c. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung
disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan
atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang

38
lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard. 21

9. Prognosis
Pada angina tidak stabil bila dapat didiagnosis dengan tepat dan cepat serta
memberikan pengobatan yang tepat dan agresif maka dapat menghasilkan prognosis yang
baik.Namun bila tidak dapat menimbulkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. Acute coronary syndrome withoutST elevation :


implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358: 1533-8
2. Patrono C, Renda G. Platelet activation and inhibition in unstable coronary syndromes. Am
J Cardiol 1997; 80(5A): 17E-20E
3. World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Cited 2011NovAvailable
from URL :http://www.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdf
4. Boedi-Darmojo R, Epidemiology of atherosclerotic disease: Special focus on cardiovascular
disease. Dalam: Tanuwidjojo S, Rifqi S. Atherosklerosis from theory to clinical practice,
Naskah lengkap cardiology-update.Semarang: Badan Penerbit Undip.2003.p.1-1
5. Lilly, L.S.Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of Medical Students
and Faculty.Edisi Keempat.Baltimore-Philadelpia. Lippincott Williams & Wilkins, 2007;
225-243.
6. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the management
of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial infarction: a report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice

39
Guidelines 50:e1. Diunduh dari: www.acc.org/qualityandscience/ clinical/statements.htm
(accessed September 18, 2007).
7. Irmalita, 1996. Infark Miokard. Dalam: Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono,
P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakart.Gibler, WB. Evaluation of chest pain in the
emergency department. Ann Intern Med 1995; 123:315;.
8. Patel, N.R., Jackson. G., 1999. Serum markers in myocardial infarction. J Clin Pathol.
Diambil dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC501424/?page=1. Di akses
Desember 20,2012
9. Alwi, I. 2006. Infark miokard akut dengan elevasi ST dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus
A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK
UI. Jakarta.
10. Antman, E.M., Braunwald, E., ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In: Kasper,
D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., (eds).
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA. 2005. pp.1532-44
11. Brown, T.C., Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William, L.M., (ed.)
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. EGC. Jakarta. 2006. Hal : 580-
587
12. Barriento, Aida Sua´rez; Romero, Pedro Lo´pez; Vivas, David and et al. Circadian
Variations of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011. Accessed 9 Nov 2011.
Avalaibale form:http://www.suc.org.uy/correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-2011-
CircadianVariations.pdf
13. Chou, T., Electrocardiography in Clinical Practice Adult and Pediatric: Myocardial
Infarction, Myocardial Injury, and Myocardial Ischemia. 4th ed. Pennsylvania: W. B.
Saunders Company. 1996.
14. Irmalita, dkk. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan Elevasi Segmen ST. In: Irmalita,
Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono, P.S.,, (ed). Standard Pelayanan Medik
(SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi 3.2009; 12-16
15. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA Guidelines for The
Management of Patients with ST Elevation Myocardial Infarction. Cardiac Cath Conference

40
16. Haru, Sjaharuddin., Alwi, Idrus. 2006. Infark miokard akut tanpa elevasi ST dalam Aru
W.S., Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.
17. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.hal.492-504.
18. Trisnohadi, Hanafi B,. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus
A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK
UI. Jakarta.
19. Hamm CW, Braunwald E. A Classification of Unstable Angina revised Circulation, 2000.
Accssed 9 Nov 2011. Avalaible from:www.medicalcriteria.com/.../car_angina.htm
20. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC Guidelines for
the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-
segment elevation, 2011. Accessed 9 Nov 2011. Avalaible
form:http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/Pages/ACS-non-ST-
segment-elevation.aspx
21. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II.Edisi ke-5.Jakarta:Interna Publishing;2009.hal.1728-
34.
22. Chung E.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2000.

41

Anda mungkin juga menyukai