Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

Oleh :

dr. Selvia Gandasari Silalahi

Pembimbing :
dr. Rini Astuti. W
dr. Rakhmadi Sya’ban Noor

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD KUDUNGGA SANGATTA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit batu empedu (cholelithiasis) sudah merupakan masalah kesehatan yang
penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Dalam “Third National Health
and Nutrition Examination Survey” (NHANES III), prevalensi cholelithiasis di Amerika
Serikat pada usia pasien 30-69 tahun adalah 7,9% pria dan 16,6% wanita, dengan
peningkatan yang progresif setelah 20 tahun. Sedangkan Asia merupakan benua dengan
angka kejadian cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga 15% , dan sangat rendah
pada benua Afrika, yaitu kurang dari 5%.
Insidensi cholelithiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang dewasa
dan usia lanjut. Sebagian besar cholelithiasis tidak bertanda dan bergejala. Sedangkan di
Indonesia angka kejadian cholelithiasis tidak jauh berbeda dengan angka kejadian di
negara lain di Asia Tenggara, dan sejak tahun 1980 cholelithiasis identik dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Di negara barat 10-15% pasien dengan batu vesica fellea juga
disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer di dalam saluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa melibatkan
vesica fellea. Batu saluran empedu primer banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di negara barat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan
mengenai ikterus obstruksi, serta meningkatkan kemampuan dalam menganalisa data dan
permasalahan yang ditemukan pada kasus tersebut.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 61 tahun
Agama : Protestan
Alamat : Jl. Kila Apul RT 02 No. 25
Suku : Dayak
MRS : 17 Agustus 1957

2.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam selama 1 bulan, hilang timbul. Demam
memberat 4 hari terakhir terus-menerus. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan atas
dan ulu hati yang menjalar hingga ke bahu selama ± 1 bulan. Nyeri seperti tertusuk-tusuk.
Nyeri terus –menerus, namun paling nyeri saat setelah makan coto (daging-dagingan) atau
pedas, dengan intenstitas 30 menit. Pasien juga mengeluhkan mual-muntah selama ± 1
bulan terakhir. Pasien merasa kuning sejak ± 2 minggu terakhir. Nafsu makan berkurang
selama ± 2 minggu terakhir. BAK lancar, berwarna seperti teh. BAB lancar, berwarna
seperti putih dempul.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat dengan keluahn yang sama dan didiagnosis batu empedu oleh dokter, namun
pasien hanya mengonsumsi obat alternatif (tahun 2002)
- Riwayat Diabetes Mellitus ada dan terkontrol dengan insulin
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat Dislipidemia disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung disangkal
- Riwayat Ikterus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


3
- Mengaku tidak memiliki penyakit yang sama dalam keluarga
- Riwayat Diabetes Mellitus ada
- Riwayat Hipertensi dalam keluarga ada
- Riwayat Dislipidemia dalam keluarga ada
- Riwayat Penyakit Jantung dalam keluarga ada
Riwayat Kebiasaan :
- Pasien kerja sebagai pendeta.
- Olahraga (+) dengan intensitas rendah
- Riwayat alkoholik tidak ada
- Riwayat obat-obatan tidak ada.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2018
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
Keadaan Sakit : Sakit Sedang/Lemas

Tanda Vital
Nadi : 128 kali/menit
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Suhu badan : 39oC
Frekuensi nafas : 24 kali/menit

Antropologi
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 26.5 kg/m²

Kepala dan Leher


a. Umum
Ekspresi : tampak sakit sedang
Rambut : normal
Wajah : oval, simetris
b. Mata
4
Alis : normal
Kelopak : edema (-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sclera : ikterik (+/+)
Pupil : bulat, isokor, reflek cahaya (+/+)
c. Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal
Processus Mastoideus : nyeri (-/-)
Pendengaran : normal
d. Hidung
Penyumbatan : (-/-)
Perdarahan : (-/-)
Daya Penciuman : normal
Pernafasan cuping Hidung : tidak ada
e. Mulut
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Gigi : caries (-), kalkulus (-), goyah (-)
Gusi : berdarah (-), hyperemia (-)
Mukosa : pigmentasi (-), hyperemia (-), stomatitis (-)
Faring : hiperemi (-)
Palatum : anemia (-)
a. Leher
Umum : simetris
Kelenjar Limfe : membesar (-)
Trachea : di tengah

Thorax
Bentuk : cembung
Axilla : pembesaran kelenjar limfe (-/-)
Sternum : nyeri tekan (-)
a. Paru
Inspeksi :
- Bentuk simetris dan pergerakan simetris.
5
- Retraksi otot pernapasan (-)
- Pelebaran ICS (-)
Palpasi:
- Pergerakan simetris
- Massa (-)
- Fremitus vokal (+) D = S
Perkusi:
- Ka=ki : sonor kedua lapangan paru
- Batas paru hepar : didapatkan batas pada ICS V dengan peranjakan pada inspirasi di
ICS VI
Auskultasi:
- Suara napas vesikuler di apex paru
- Pleural friction rubs (-)
- Ronki (-/-)
- Wheezing (-/-)
- Stridor (-/-)
Anterior Posterior
Normal Normal Normal Normal
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
b. Jantung
Inspeksi : IC tidak tampak tampak
Palpasi : IC teraba di ICS VI mid clavicula, pulsasi letak Apex
Perkusi Batas Kanan : ICS II Parasternal Line Dextra
Batas Kiri : ICS V mid clavicula
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Bentuk : cembung
Kulit : normal
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal, metallic sound (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (+), Asites (+)
Palpasi Turgor : baik
Tonus : normal
Pembesaran : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba
6
Nyeri Tekan : epigastrium dan hipokondrium kanan
Nyeri ketok : pada ren dextra dan sinistra (-)

Inguinal
Pembesaran kelenjar limfe : (-/-)

Ekstermitas
Superior
- Kulit : dalam batas normal,
- Jari : clubbing finger (-)
- Edema (-/-)
- Refleks biceps dan triceps normal.
Inferior
- Kulit : normal
- Edema (-/-) minimal
- Refleks Patella dan Achiles normal
- Tes nyeri dan sensorik halus normal
Anogenital
- Anus : normal
- Genital : edema skrotum (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium Darah :

Tanggal 28/10/2018

Leukosit 12.200/mm3
Hb 12.2 gr%
HCT 39.2 %
Trombosit 153.000/mm3
Ureum 80 mg/dL
Kreatinin 2.82 mg/dL
GDS 111 mg/dL
SGOT 122 U/I

7
SGPT 240 U/I
Bil Tot 19.8 mg/dL
Bil Direct 16.1 mg/dL
Bil Indirect 3.7 mg/dL
HbsAg Negatif (-)

EKG

Kesan : Sinus Takikardi

CT-Scan Abdomen
Dilakukan tanggal 31 Oktober 2018 :

8
- Hepar : Bentuk, ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal. Vaskuler normal,
tampak dilatasi ringan bile duct intra/ekstra hepatik sampai setinggi level common
hepatic duct (CHD), tampak pula densitas hiperdens pada level tersebut dengan ukuran
1.0 x 1.4 cm
- GB : sedikit distended, dinding normal, tidak tampak densitas batu mass
- Pankreas dan Lien : bentuk, ukuran, densitas parenkim dalam batas normal
- Ginjal kanan : tak tampak echo texture ginjal
- Ginjal kiri : bentuk, ukuran, dan densitas corticomeduller dalam batas normal, tidak
tampak dilatasi PCS, tidak tampak densitas batu/mass/cyst
- Kedua ureter : tak dilatasi, tak tampak tanda-tanda obstruksi
- Bladder dan GB : ukuran normal, tak tampak densitas batu/mass
- Loop-loop usus yang terscan dalam batas normal, tidak tampak tanda-tanda obstruksi
- Kesan :
 Ageneis Ren Dextra
 Cholestatic intra dan ekstra hepatic e.c. Choledocholithiasis

2.5 Diagnosis Kerja


- Ikterus Obstruksi et causa CBD
- Kolesistitis Akut
- Diabetes Mellitus Tipe II

9
2.6 Tatalaksana
 MRS
 IVFD NaCl 0.9%:Hydromal 1:1 20 tpm
 Diet Rendah Lemak
 Meropenem 1gr/8 jam/iv (skin test)
 Paracetamol 1gr/8 jam/iv
 Granicentron 1amp/24 jam/iv
 Pantoprazole 40mg/12 jam/iv
 Novorapid 3x6 unit (subcutan)
 Levemir 0-0-10 unit (subcutan)
 Asam Ursodeoksikolat 2x1 tab
 Curcuma 2x1 tab

2.7 Prognosa :
Dubia

10
BAB IV
TEORI

1. Anatomi
a. Hepar
Hepar adalah organ terbesar dalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram. Hepar
berada di rongga abdomen kanan atas di bawah diafragma dan dilindungi oleh
tulang rusuk. Ini adalah cokelat kemerahan dan dikelilingi oleh selubung fibrosa
yang dikenal sebagai kapsul Glisson. Hepar ditopang oleh beberapa ligamen.
Round ligamentum adalah sisa dari vena umbilikalis yang mengalami obliterasi
dan memasuki hilus hepar kiri di tepi depan ligamentum falsiformis. Ligamentum
falsiformis memisahkan segmen kiri lateral dan medial kiri sepanjang fisura
umbilikus dan jangkar hati ke dinding anterior abdomen. Di antara lobus kaudatus
dan segmen lateral kiri terdapat ligamentum venosum fibrosa, yang merupakan
obliterasi dari duktus venosus dan ditutupi oleh piringan Arantius.1,2,3

Ligamen triangular kiri dan kanan mengamankan dua sisi dari hepar ke
diafragma. Yang meluas dari ligamen triangular anterior pada hati adalah
ligamentum koronaria. Ligamentum koronaria kanan juga memanjang dari
permukaan bawah kanan hepar ke peritoneum yang melapisi ginjal kanan, sehingga
anchoring hati ke retroperitoneum tepat. Ligamen ini berbentuk bulat, falsiformis,
segitiga, dan koroner. Dari tengah dan sebelah kiri fosa kandung empedu, hepar
menempel melalui hepatoduodenal dan ligamen gastrohepatika. Ligamentum
hepatoduodenal dikenal sebagai porta hepatika dan berisi saluran empedu, arteri

11
hepatika, dan vena portal. Dari sisi kanan dan dalam (dorsal) ke porta hepatika
terdapat Foramen Winslow, yang juga dikenal sebagai foramen epiploika.1,2,3

b. Duktus Biliaris dan Duktus Hepatikus


Dalam ligamentum hepatoduodenal, saluran empedu terletak di anterior dan
kanan. Ini menghubungkan duktus sistikus ke kantong empedu dan menjadi duktus
hepatika sebelum terbagi menjadi duktus hepatika kanan dan kiri. Secara umum,
duktus hepatika mengikuti pola percabangan arterial di dalam hati. Bifurkasio dari
duktus hepatika dekstra anterior biasanya memasuki hati di atas hilus, sedangkan
duktus posterior berada di belakang vena porta kanan dan dapat ditemukan pada
permukaan prosessus kaudatus sebelum memasuki hepar. Duktus hepatika kiri
biasanya memiliki jarak ekstrahepatik yang lebih panjang sebelum memberikan
cabang-cabang segmental dibalik vena portal kiri di dasar fissure umbilikus.1,2,3
c. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah kantung berbentuk buah pir, sekitar 7 sampai 10 cm
panjang, dengan kapasitas rata-rata 30 sampai 50 mL. Ketika terjadi obstruksi,
kantong empedu dapat melebar hingga berkapasitas 300 mL. Kandung empedu
terletak di fosa pada permukaan inferior dari hepar. Kandung empedu dibagi
menjadi empat bidang anatomi: fundus, korpus (tubuh), infundibulum, dan leher.
Fundus berbentuk bulat, buntu, yang biasanya dapat meluas 1 sampai 2 cm diluar
dari batas hepar. Korpus memanjang dari fundus dan meruncing ke leher kandung
empeu, berbentuk corong yang berhubungan dengan duktus sistikus. Leher
kandung empedu pterletak pada bagian dalam dari fosa kandung empedu dan
meluas ke bagian bebas dari ligamentum hepatoduodenal.1,2,3

12
Bagian anterior kandung empedu : a = duktus hepatic kanan; b =
duktus hepatic kiri; c = duktus hepatic umum; d = vena portal; e =
arteri hepatika; f = arteri gatroduodenal; g = arteri gastrika kiri; h
= duktus biliaris umum; i = fundus kandung empedu ; j = body of
gallbladder; k = infundibulum; l = duktus sistikus; m = arteri
sistikus; n = arteri pancreaticoduodenal superior

d. Duktus Biliaris
Saluran empedu ekstrahepatik terdiri dari duktus hepatika kanan dan kiri,
duktus hepatik umum, duktus sistikus, dan duktus biliaris komunis (duktus
choledochus). Duktus biliaris umum memasuki bagian kedua dari duodenum
melalui sfingter Oddi. Duktus hepatika kiri lebih panjang daripada sisi kanan dan
memiliki kecenderungan lebih besar untuk terjadinya dilatasi sebagai konsekuensi
dari obstruksi bagian distal. Kedua saluran bergabung untuk membentuk duktus
hepatika umum. Duktus hepatika umum memiliki panjang 1 sampai 4 cm dan
memiliki diameter sekitar 4 mm. Terletak di depan vena portal dan sebelah kanan
dari arteri hepatica.1,2,3

13
2. Fisiologi
a. Fisiologi Hepar
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dan memiliki fungsi yang luar
biasa. Terdiri dari banyak fungsi seperti fungsi penyimpanan, fungsi
metabolisme, fungsi produksi, dan fungsi sekresi. Salah satu peran penting adalah
pengolahan nutrisi yang diserap melalui metabolisme glukosa, lipid, dan protein.
Hepar mempertahankan konsentrasi glukosa dalam kisaran normal selama
periode panjang dan pendek dengan melakukan beberapa peran penting dalam
metabolisme karbohidrat. Dalam keadaan puasa, hepar memastikan kecukupan
pasokan glukosa ke saraf pusat sistem. Hepar dapat menghasilkan glukosa dengan
memecah glikogen melalui glikogenolisis dan oleh sintesis de novo dari glukosa
melalui proses glukoneogenesis dari prekursor non-karbohidrat seperti laktat,
asam amino, dan gliserol. Dalam keadaan postprandial, kelebihan glukosa yang
beredar dihapus oleh sintesis glikogen atau glikolisis dan lipogenesis. Hepar juga
memainkan peran sentral dalam metabolisme lipid melalui pembentukan empedu
dan produksi kolesterol dan asam lemak. Terjadinya metabolisme protein di hepar
melalui proses deaminasi asam amino yang dihasilkan dalam produksi amonia
serta produksi dari berbagai protein. Selain metabolisme, hepar juga bertanggung
jawab dalam sintesis protein plasma. Di antaranya protein albumin, faktor
pembekuan dan sistem fibrinolitik, dan senyawa dari kaskade. Selanjutnya,
detoksifikasi banyak zat misalnya metabolisme obat-obatan terjadi di hepar.1,2,3
b. Cairan Empedu
Empedu adalah cairan kompleks yang mengandung zat organik dan
anorganik terlarut dalam larutan alkali yang mengalir dari hepar melalui sistem
14
bilier dan masuk ke dalam usus halus. Komponen utama dari empedu adalah air,
elektrolit, dan berbagai molekul organik, termasuk pigmen empedu, garam
empedu, fosfolipid (lesitin), dan kolesterol. Kedua peran fundamental empedu
adalah untuk membantu pencernaan, penyerapan lipid dan lemak-vitamin yang
larut dan menghilangkan produk buangan misalnya bilirubin dan kolesterol,
melalui sekresi empedu dan eliminasi dalam feses. Empedu diproduksi oleh sel
hepatosit dan disekresi melalui sistem biliaris. Di antara waktu makan, empedu
disimpan dalam kantong empedu dan terkonsentrasi melalui penyerapan air dan
elektrolit. Setelah masuknya makanan ke dalam duodenum, empedu dilepaskan
dari kantong empedu untuk membantu pencernaan. Sekitar 1 L empedu dapat
diproduksi oleh hepar manusia sehari-hari. Namun, lebih dari 95% dari garam
empedu disekresikan dalam empedu diserap dalam usus dan kemudian
dikeluarkan lagi oleh hepar (sirkulasi enterohepatik).1,2,3
Garam empedu, dalam hubungannya dengan fosfolipid, bertanggung jawab
untuk pencernaan dan penyerapan lemak di usus halus. Garam empedu terdiri dari
natrium dan garam kalium dari asam empedu yang terkonjugasi oleh asam amino.
Asam empedu adalah derivat dari kolesterol yang disintesis di hepatosit.
Kolesterol, dicerna dari makanan atau berasal dari sintesis hati, diubah menjadi
asam cholic empedu dan asam Chenodeoxycholic. Asam-asam empedu
terkonjugasi oleh glisin atau taurin sebelum disekresikan ke dalam sistem biliaris.
Bakteri dalam usus dapat menghapus glisin dan taurin dari garam empedu.
Mereka juga dapat mengubah beberapa asam empedu primer menjadi asam
empedu sekunder dengan menghapus kelompok hidroksil, memproduksi
deoxycholik dari asam kolat, dan lithocholik dari asam Chenodeoxycholik.1,2,3
Garam empedu disekresikan ke dalam usus secara efisien diserap dan
digunakan kembali. Sekitar 90 sampai 95% dari garam empedu diserap dari usus
kecil di ileum terminal. The 5 sampai 10% sisanya masuk usus besar dan diubah
menjadi garam sekunder asam deoxycholic
dan lithocholic asam. Campuran garam empedu primer dan sekunder dan asam
empedu diserap gherutama oleh transpor aktif di terminal ileum. Garam-garam
empedu diserap diangkut kembali ke hati dalam vena portal dan kembali
diekskresikan dalam empedu. Mereka hilang dalam feses adalah digantikan oleh
sintesis dalam hati. Proses terus-menerus sekresi garam empedu dalam empedu,

15
perjalanan mereka melalui usus, dan
kembalinya ke hati disebut sirkulasi enterohepatik1,2,3
c. Fisiologi Kandung Empedu
Absorpsi dan Ekskresi
Dalam keadaan puasa, sekitar 80% dari empedu disekresikan oleh hati
disimpan dalam kandung empedu. Penyimpanan ini dibuat mungkin karena
kapasitas serap yang luar biasa dari kandung empedu, kandung empedu sebagai
mukosa memiliki daya serap terbesar per satuan luas dari setiap struktur dalam
tubuh. Cepat menyerap natrium, klorida, dan air melawan gradien konsentrasi
yang signifikan, berkonsentrasi empedu sebanyak 10 kali lipat dan menyebabkan
perubahan yang nyata dalam komposisi empedu. Absorpsi yang cepat ini adalah
satu mekanisme yang mencegah kenaikan tekanan dalam sistem empedu di
bawah kondisi normal. Relaksasi bertahap serta pengosongan kandung empedu
selama periode puasa juga memainkan peran dalam mempertahankan tekanan
intraluminal relatif yang rendah pada kandung empedu.1,2,3
Sel-sel epitel kantong empedu mengeluarkan setidaknya dua produk penting
ke dalam lumen kandung empedu yaitu glikoprotein dan ion hidrogen. Mukosa
kelenjar empedu di infundibulum dan leher kandung empedu mensekresikan
mukus glikoprotein yang dipercaya untuk melindungi mukosa dari aksi litik dari
empedu dan menbantu pasase empedu melalui duktus sistikus. Transpor ion
hidrogen oleh epitel kandung empedu menyebabkan penurunan pH pada kandung
empedu.1,2,3
Fungsi Motorik
Pengisian kandung empedu difasilitasi oleh kontraksi tonik pada sfingter
Oddi, yang menciptakan gradien tekanan antara saluran empedu dan kandung
empedu. Selama berpuasa, kandung empedu tidak hanya mengisi secara pasif.
Kandung empedu berulang kali mengosongkan volume kecil empedu ke
duodenum. Proses ini dimediasi setidaknya sebagian oleh hormon motilin.1,2,3
Respon terhadap makanan, kandung empedu mengosongkan dirinya oleh
koordinasi antara respon motorik kontraksi kandung empedu dan relaksasi
sfingter Oddi. Salah satu rangsangan utama untuk mengosongkan kandung
empedu adalah hormon cholecystokinin (CCK). CCK dilepaskan secara endogen
dari mukosa duodenum terhadap respon makanan. Bila dirangsang dengan
makanan, pengosongan kandung empedu 50 sampai 70% dari isinya dalam waktu
16
30 sampai 40 menit. Selama 60 sampai 90 menit berikutnya, kandung empedu
secara bertahap melakukan isi ulang. Hal ini berkorelasi dengan tingkat CCK
berkurang. Jalur hormonal dan saraf juga terlibat dalam aksi terkoordinasi dari
kandung empedu dan sfingter Oddi.1,2,3
d. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah produk katabolisme heme kerusakan normal. Bilirubin terikat
pada albumin dalam sirkulasi dan dikirim ke hati. Dalam hepar, itu adalah
konjugasi asam glukuronat dalam reaksi dikatalisis oleh enzim transferase
glucuronyl, yang membuatnya larut dalam air. Setiap molekul bilirubin bereaksi
dengan dua molekul asam diphosphoglucuronic uridin untuk membentuk
bilirubin diglucuronide. Glukuronida ini kemudian diekskresikan ke dalam
empedu canaliculi. Sejumlah kecil bilirubin glukuronida lolos ke dalam darah dan
kemudian diekskresikan dalam urin. Para sebagian bilirubin terkonjugasi
diekskresikan dalam usus sebagai limbah, karena mukosa usus yang relatif tidak
permeabel terhadap terkonjugasi bilirubin. Namun, bilirubin tak terkonjugasi
permeabel terhadap dan urobilinogens, serangkaian derivatif bilirubin dibentuk
oleh aksi bakteri. Dengan demikian, beberapa bilirubin dan urobilinogens diserap
dalam sirkulasi portal, mereka kembali diekskresikan oleh hati atau masukkan
sirkulasi dan diekskresikan dalam urin.3,4

3. Definisi dan Etiologi Ikterus Obstruktif


Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat
pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata
ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus
sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata.
Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus
obstruktif. Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering ter-
jadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau
kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin
adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.1,2
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah
17
hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun
sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus
koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur
jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus,
pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. 2,3

4. Klasifikasi ikterus
a. Prehepatik: merupakan gangguan hati yang terjadi sebelum organ hepar yang
disebabkan oleh adanya peningkatan hemolisis seperti: malaria, leptospirosis,
sindrom uremik hemolitik, anemia sel sabit, thalasemia dan G6-PDH defisiensi
dapat menyebabkan peningkatan lisis sel darah merah. Temuan laboratorium : Urine
- tidak ada bilirubin, urobilirubin > 2 unit, serum : peningkayan bilirubin tak
terkonjugasi.
b. Hepatik: yaitu dimana jaundice yang berasal dari gangguan hepar sendiri, sehingga
mengakibatkan penyakit kuning yang disebabkan oleh hepatitis akut,
hepatotoksisitas, sindrom Gilbert, sindrom Crigler-Najjar dan alkoholik. Penyebab
lainnya adalah ikterus neonatal (biasanya tidak berbahaya, yang berlangsung sampai
8 sampai 14 hari dalam kelahiran prematur yang disebabkan oleh metabolisme dan
penyesuaian fisiologis setelah kelahiran ) dan primary biliary cirrhosis. Temuan
laboratorium : Urine : adanya bilirubin terkonjugas, urobilirubin > 2 unit.
c. Posthepatik: jaundice terletak setelah konjugasi bilirubin dalam hati.
Ikterus ini, juga disebut jaundice obstruktif, disebabkan oleh gangguan untuk
drainage empedu dalam sistem empedu. Penyebab paling umum adalah batu
empedu pada saluran empedu, kanker di kepala pankreas.2,3,4
 Kolelitiasis dan koledokolitiasis
Batu saluran empedu mengakibatkan retensi pengaliran bilirubin terkonjugasi
ke dalam saluran pencernaan sehingga mengakibatkan aliran balik bilirubin ke
dalam plasma menyebabkan tingginya kadar bilirubin direk dalam plasma.
 Tumor ganas saluran empedu
Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan
kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada penderita laki-laki dan perempuan tidak
berbeda. Umur kejadian rata-rata 60 tahun, tetapi tidak jarang didapatkan pada

18
usia muda. Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau
duktus koledokus.
 Atresia bilier
Terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu, sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin direk. Atresia bilier
merupakan penyebab kolestatis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak. Terdapat
dua jenis atresia biliaris, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik. Bentuk
intrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan ekstrahepatik.
 Tumor kaput pankreas
Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel
asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus
pankreas, dan sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput
pankreas. Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke
duodenum, lambung, peritoneum, hati, dan kandung empedu.
Pada kasus hasil pemeriksaan hepatitis menunjukan non reaktif Hepatitis B dan C,
sementara hasil USG menunjukan kolelitiasis. Hal ini juga didukung dengan peningkatan
bilirubin direk sampai 16,4 mg/dl. Namun, dicurigai keadaan pasien sekarang lebih
mengarah ke etiologi keganasan baik itu tumor ganas saliran empedu maupun tumor
kaput pancreas. Jika dilihat dari umur pasien cukup mendukung dimana tumor ganas ini
biasa terjadi pada pasien di atas 60 tahun dan biasa terjadi bersamaan dengan kolelitiasis.
Kedua tumor ini juga mudah bermetastase ke organ sekitar terutama hepar, nilai
SGOT/PT pasien meningkat sampai 300x.4,5,6

5. Epidemologi
Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Insidens di Amerika
Serikat diperikirakan mencapai 5 kasus per 1000 pasien. Hatfield dkkmelaporkan bahwa
kasus ikterus obstruktif terbanyak adalah 70% karena karsinoma kaput pankreas, 8%
pada batu common bile duct, dan 2% adalah karsinoma kandung empedu.3

6. Patofisiologi
Obstruksi ekstrahepatik terhadap aliran empedu dapat terjadi di dalam saluran
sekunder atau kompresi eksternal. Secara keseluruhan, batu empedu adalah penyebab

19
paling umum dari obstruksi bilier. Penyebab lain penyumbatan dalam saluran termasuk
keganasan, infeksi, dan sirosis bilier. Eksternal kompresi dari saluran-saluran sekunder
dapat terjadi peradangan ( misalnya, pankreatitis ) dan keganasan. Akumulasi dari
bilirubin dalam aliran darah dan berpindahnya ke kulit menyebabkan penyakit kuning (
ikterus ). Ikterus konjungtiva merupakan tanda yang lebih sensitif untuk
hiperbilirubinemia daripada tanda penyakit kuning biasanya. Jumlah nilai bilirubin serum
biasanya 0,2-1,2 mg/dL. Pada ikterus dijumpai nilai bilirubin serum hingga 3 mg/dL.
Urine bilirubin biasanya tidak ada, hanya bilirubin terkonjugasi yang dapat dilewatkan
ke dalam urin. Hal ini dapat dibuktikan dengan urin berwarna gelap terlihat pada pasien
dengan ikterus obstruktif atau penyakit kuning karena cedera hepatoseluler. Namun, strip
reagen sangat sensitif terhadap bilirubin, mendeteksi sedikitnya 0,05 mg/dL. Dengan
demikian, bilirubin urine dapat ditemukan sebelum bilirubin serum mencapai tingkat
yang cukup tinggi untuk mendiagnosa ikterus secara klinis. Kurangnya bilirubin dalam
saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya terkait dengan obstruksi bilier.
Penyebab gatal ( pruritus ) yang berhubungan dengan obstruksi bilier tidak jelas.
Beberapa kasus ini mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit).3,4,5

7. Diagnosis
Manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik
Manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dengan ikterus obstruktif, bergantung
pada jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi sehingga menyebabkan terjadinya
ikterus. Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang secara umum dikeluhkan oleh
pasien yang mengalami ikerus, yaitu berupa:4-7
1) Warna kuning pada sklera mata, sublingual, dan jaringan lainnya
Hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kadar bilirubin dalam plasma yang
terdeposit pada jaringan ikat longgar, salah satu diantaranya adalah sklera dan
sublingual.
2) Warna urin gelap seperti teh
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang larut dalam air, menyebabkan
tingginya kadar bilirubin dalam plasma, sehingga kadar bilirubin yang berlebih
dalam plasma tersebut akan diekskresikan melalui urin dan menyebabkan warna urin
menjadi lebih gelap seperti teh.
3) Warna feses seperti dempul

20
Perubahan warna feses menjadi dempul disebabkan karena berkurangnya ekskresi
bilirubin ke dalam saluran pencernaan.
Diferensial Diagnosis penyebab ikterus obstruktif
Manifestasi klinis yang dikeluhkan pasien berdasarkan jenis penyakit yang
menyebabkan obstruksi adalah sebagai berikut :4-7
Kolelitiasis
Pada penyakit kolelitiasis atau batu empedu, umumnya sebagian besar pasien tidak
menunjukan gejala klinis (asimptomatik) yang dalam perjalanan penyakitnya dapat tetap
asimptomatik selama bertahun-tahun dan sebagian kecil dapat berkembang menjadi
simptomatik. Kurang dari 50% penderita batu empedu mempunyai gejala
klinis. Manifestasi klinis yang sering terjadi diantaranya adalah mengeluhkan adanya
kolik biliaris dan nyeri hebat pada epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen yang
menjalar hingga ke punggung atau bahu kanan, terutama setelah makan. Nyeri hebat ini
sering disertai dengan rasa mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan
adanya nyeri tekan epigastrium dan daerah kuadran kanan atas abdomen.7,8
Tumor ganas saluran empedu
Keluhan utama ialah ikterus obstruktif yang progresif secara lambat disertai pruritus.
Biasanya tidak ditemukan tanda kolangitis, seperti demam, menggigil, dan kolik bilier,
kecuali perasaan tidak enak diperut kuadran kanan atas. Pasien juga dapat mengeluhkan
adanya anoreksia dan penurunan berat badan. Bila tumor mengenai duktus koledokus,
terjadi distensi kandung empedu sehingga mudah diraba, sementara tumornya itu sendiri
tidak dapat diraba. Kandung empedu yang teraba dibawah pinggir iga pun tidak terasa
nyeri, dan penderita tampak ikterus karena obstruksi. Hepatomegali juga dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisik. Apabila obstruksi empedu tidak diatasi, hati akan
menjadi sirosis, terdapat splenomegali, asites, dan perdarahan varises esophagus.7,8
Tumor kaput pankreas
Gejala awal tumor kaput pankreas tidak spesifik dan samar, sering terabaikan oleh
pasien dan dokter sehingga sering terlambat didiagnosis. Gejala awal dapat berupa rasa
penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, dan badan lesu. Keluhan tersebut
tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit dengan gangguan fungsi saluran cerna. 7,8
Keluhan utama yang paling sering ditemui adalah :
- Nyeri perut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai. Lokasi nyeri perut
biasanya adalah pada daerah ulu hati, awalnya difus kemudian menjadi

21
terlokalisir. Rasa nyeri dapat menjalar hingga ke punggung akibat invasif tumor
ke retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus.
- Berat badan turun lebih dari 10% berat badan ideal juga umum dikeluhkan oleh
pasien.
- Ikterus obstruktif, terjadi karena obstruksi saluran empedu oleh tumor.
Tanda klinis pasien dengan tumor kaput pankreas dapat ditemukan adanya
konjungtiva pucat dan sklera ikterik. Pada pemeriksaan abdomen dapat teraba tumor
masa padat pada epigastrium, sulit digerakkan karena letak tumor retroperitoneum. Dapat
juga ditemukan ikterus dengan pembesaran kandung empedu (Courvoisier sign),
hepatomegali, splenomegali (karena kompresi atau thrombosis pada vena porta atau vena
lienalis), ascites (karena invasi/infiltrasi tumor ke peritoneum).
Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium8,9
a. Pemeriksaan rutin
- Darah : Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila jumlahnya meningkat, maka
berarti terdapat infeksi. Perhatikan juga apakah terdapat
peningkatan prothrombin time (PT).
- Urin : Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah kecoklatan seperti
teh secara makroskopis, serta terdapat kandungan bilirubin dalam urin atau
tidak.
- Feses : untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul atau tidak.
b. Tes faal hati
- Merupakan tes untuk mengetahui gambaran kemampuan hati untuk
mensintesa protein (albumin, globulin, faktor koagulasi), dan memetabolisme
zat yang terdapat dalam darah, meliputi:
Albumin
Apabila nilai albumin menurun, maka perlu dicurigai adanya gangguan
fungsi hepar, infeksi kronis, edema, ascites, sirosis, serta perdarahan.
Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT)
Apabila terjadi peningkatan kadar ALT, maka perlu dicurigai adanya
penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier, dan hepatitis. Nilai
peningkatan yang signifikan adalah adalah dua kali lipat dari nilai normal.
Aspartase Aminotransferase (AST/SGPT)

22
Apabila terjadi peningkatan, dapat dicurigai adanya penyakit hati,
pancreatitis akut, juga penyakit jantung seperti MI.
Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT)
GGT merupakan enzim marker spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan
kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi di
saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu,
seperti kolesistitis, koletiasis, sirosis, atresia bilier, obstruksi bilier. GGT
sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar
GGT (bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.
Alkali fosfatase
Enzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati, dan plasenta.
Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier, ginjal, dan usus
halus. Pada penyakit hati, kadar alkali fosfatase akan meningkat karena
ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier.
Bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat adanya
penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan bilirubin
direk biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi
empedu.

2) Pemeriksaan USG 8-10


Pemeriksaan USG sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan
ikertus obstruktif, dan merupakan langkah awal sebelum melangkah ke pemeriksaan
yang lebih lanjut apabila diperlukan. Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Besar, bentuk, dan ketebalan dinding kandung empedu.
b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. bila saluran empedu
lebih dari 5 mm berarti terdapat dilatasi. Apabila terjadi sumbatan pada daerah
duktus biliaris, yang paling sering terjadi adalah pada bagian distal, maka akan
terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat kemudian diikuti pelebaran
bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dapat
dibedakan. Pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal, tidak tampak pelebaran
duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra
hepatal, maka ini disebut dengan obstruksi letak rendah (distal).

23
c. Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi
disertai bayangan akustik (acoustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan
posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor, akan terlihat masa
padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen.
d. Apabila terdapat kecurigaan penyebab ikterus obstruktif adalah karena karsinoma
pankreas, dapat terlihat adanya pembesaran pankreas lokal maupun menyeluruh,
perubahan kontur pankreas, penurunan ekhogenitas, serta dapat ditemukan adanya
pelebaran duktus pankreatikus.
3) PTC (Percutaneus Transhepatic Cholaniography)1,2,10
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat duktus biliaris serta untuk menentukan
letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh gambaran saluran
empedu di proksimal sumbatan. Bila kolestasis karena batu, akan memperlihatkan
pelebaran pada duktus koledokus dengan didalamnya tampak batu radiolusen. Bila
kolestasis karena tumor, akan tampak pelebaran saluran empedu utama (common bile
duct) dan saluran intrahepatik dan dibagian distal duktus koledokus terlihat ireguler
oleh tumor.
4) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)10
Pemeriksaan ERCP merupakan tindakan langsung dan invasif untuk mempelajari
traktus biliaris dan system duktus pankreatikus. Indikasi pemeriksaan ERCP, yaitu:
a. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah
sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatic, seperti:
- Kelainan di kandung empedu
- Batu saluran empedu
- Striktur saluran empedu
- Kista duktus koledokus
b. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kealainan pancreas serta
untuk menentukan kelainan, baik jinak ataupun ganas, seperti:
- Keganasan pada sistem hepatobilier
- Pankreatitis kronis
- Tumor panreas
- Metastase tumor ke sistem biliaris atau pancreas
Adapun kelainan yang tampak dapat berupa:
a. Pada koledokolitiasis, akan terlihat filling defect dengan batas tegas pada duktus
koledokus disertai dilatasi saluran empedu.
24
b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan diluar saluran empedu yang
menekan, misalnya kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis umumnya
disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama, infeksi kronis, iritasi oleh
parasit, iritasi oleh batu, maupun trauma operasi. Striktur akibat keganasan
saluran empedu seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma bersifat
progresif sampai menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra duktal akan
terlihat gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk simetris. Tumor
ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus yang berbentuk
ireguler.
c. Tumor ganas intraduktal akan terlihat penyumbatan lengkap berupa ireguler
dam menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran
seperti ini akan tampak lebih jelas pada PCT, sedangkan pada ERCP akan tampak
penyempitan saluran empedu bagian distal tumor.
d. Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah
obstruksi akan tampak dinding yang ireguler.

8. Tatalaksana
Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya. Beberapa gejala
yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik,
pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversibel
(seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO
dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi
kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian
fitonadion (vitamin K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.1
Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang
ireversibel, namun pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan. Suplemen
vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini
dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak dalam diet
dengan medium chain trigliceride.1
Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi bakteri dengan
pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan terapi pembedahan.
Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada fase dini dari ikterus
obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang efektif bila dilakukan pada

25
penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya pengingkatan risiko gangguan
fungsi ginjal.6
Terapi pembedahan untuk mengembalikan fungsi aliran empedu dari hepar ke
duodenum adalah melakukan drenase interna yang dilakukan secara langsung dengan
menyambungkan kembali saluran empedu ke usus halus. Bila hal ini tidak
memungkinkan karena keadaan penderita terlalu lemah untuk dilakukan pembedahan
besar, maka dalam keadaan darurat dapat dilakukan drainase eksterna dengan melakukan
pemasangan pipa saluran melalui kulit ditembuskan ke hepar sampai ke saluran empedu
(Percutaneous Transhepatal Drainage). Apabila keadaan penderita sudah stabil kembali,
maka penderita harus segera dilakukan pembedahan interna (DI).8

9. Komplikasi
Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah gagal ginjal
akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca drenase interna sampai
saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang mempunyai risiko kematian tinggi.
Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang mengalami tindakan pembedahan sering
mengalami komplikasi pasca operatif. Komplikasi ini berhubunga dengan
endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2 mekanisme yang pertama, tidak adanya
empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like” sehingga terjadi
transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan tidak adanya empedu dan
cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus
sehingga terjadi over growth bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat
menyebabkan translokasi bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme
kedua, ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai “clearance of
endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam sirkulasi.8,10
Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus obstruktif
bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi optimal untuk
mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan terjadinya gagal ginjal akut
pada pembedahan ikterus obstruktif dengan melakukan ekspansi volume cairan dari
intaseluler menuju ekstraseluler dan menurunkan terjadinya endotoksinemia.6,7
Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer, perdarahan
gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan gagal ginjal akut
(GGA).5

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, pasien Tn. N umur 61 tahun datang ke
UGD RSUD Kudungga tanggak 29 Oktober 2018 dengan keluhan demam. Diagnosa
masuk dan keluar pasien ini adalah ikterus obstruktif. Diagnosis ini ditegakkan
berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
4.1 Anamnesa
Teori Kasus
o Perempuan > Laki-laki o Jenis kelamin laki-laki
o Lebih sering terjadi pada lansia o Usia 61 tahun
o Keluhan yang bermakna adalah o Demam
nyeri kolik pada regio o Nyeri kolik perut kanan atas
hipokondrium dextra o Mual dan muntah
o Ikterus akibatnya meningkatnya o Kulit dan sclera berwarna kuning
bilirubin dalam darah o BAB terkadang berwarna dempul
o BAB akan berwarna seperti o BAK berwarna seperti teh
akholik karena bilirubin tidak o Memiliki riwayat DM
tidak terdistribusi di usus
o BAK akan berwarna teh karena
reabsorpsi bilirubin direct yang
tidak bisa terdistribusi ke lumen
usus
o Pada penelitian didapatkan, pasien
dengan penderita DM
mempengaruhi peningkatan
terjadinya batu koleterol pada
kantung empedu atau saluran
empedu
Pada pasien ini, berdasarkan anamnesa didapatkan adanya keluhan utama demam
sejak 2 minggu terakhir. Pasein juga mengeluhkan nyeri kolik pada regio hipokondrium
kanan dan epigastrium, saat setelah mengonsumsi makanan berlemak dan pedas. Mual dan
muntah ada. BAB berwarna dempul dan BAK berwarna seperti teh.

27
Berdasarkan literatur yang didapatkan, bahwa keluhan bermakna yang mengarah
terhadap ikterus obstruktif adalah adanya ikterus, BAB akholik dan BAK berwarna teh.
Ikterus yang terjadi pada pasien ini terjadi karena ikterus obstruktif (post hepatik),
dimana kadar bilirubin direct lebih tinggi daripada bilirubin indirect. Kadar bilirubin direct
yang fisiologinya dapat tersalurkan ke lumen usus melalui spinchter oddi, terhambat
karena saluran empedu tertutup oleh batu. Akibatnya, feses akan berwarna akholik sebagai
akibat dari bilirubin, sebagai pemberi warna pada feses, tidak bisa terdistribusi ke lumen
usus. Karena bilirubin direct yang tertumpuk sebelum masuk ke lumen usus, melalui
sistem portal, bilirubin direct akan tereabsorpsi kembali, masuk ke dalam glomerulus, dan
memberi warna gelap pada urin.
Salah satu fungsi cairan empedu adalah sebagai penetralisis kolesterol. Cairan
empedu akan dikeluarkan dari kantung empedu dan melalui spinchter oddi masuk ke
lumen usus. Mekanisme ini dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin. Airan empedu akan
dikeluarkan diantara waktu makan. Pada pasien ini mengeluh nyeri kolik saat setelah
makan daging-dagingan. Saat setelah makan makanan berlemak, dengan bantuan hormon
kolesistokinin, kantung empedu dan saluran empedu dengan gerak peristaltiknya
mengeluarkan cairan empedu. Batu yang terdapat di saluran empedu, tergesek dengan
lumen saluran karena pengaruh geristaltik, dan bermainfestasi sebagai nyeri kolik.
Dari referesi yang didapatkan, bersadarkan penelitian di Rumah Sakit Fatmawati
Pusat, pasien dengan Diabetes Mellitus memiliki resiko terjadinya batu kolesterol di
saluran empedu. Hal ini dikarenakan pasien DM mempunyai kadar glukosa darah yang
tinggi, kadar glukosa darah yang tinggi dapat menghambat glukoneogenesis, yang salah
satunya adalah lipogenesis.ketika glukoneogenesis ini terhambat, maka lemak yang
seharusnya diubah menjadi glukosa untuk menjadi energi, akan tertumpuk di jaringan
menyebabkan sintesis kolesterol meningkat, sehingga akan mengakibatkan endapan
kolesterol di kandung empedu. Selain itu, DM juga berefek pada keadaan neuropati pada
kandung empedu baik autonom ataupun perifer, dengan terdapat 2 kemungkinan
mekanisme yaitu ketidak seimbangan pelepasan kolesistokinin dan otot kandung empedu
yang kurang merespon terhadap stimulus kolesistokinin, sehingga kedua kemungkinan ini
menyebabkan gangguan kontraksi kandung empedu yang menyebabkan peningkatan batu
empedu akan terbentuk.

28
4.2 Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
o Ikterus merupakan gejala o Ikterus (+)
utama o Nyeri epigastrium dan
o Nyeri hipokondriasis dextra hipokondriasis dextra
o Pembesaran vesika fellea o Teraba massa pada regio
akibat menumpuknya cairan hipokondriasis dextra
empedu

Tanda yang bermakna didapatkan pada pasien ini adalah ikterus. Ikterus terjadi
karena penumpukan bilirubin direct di dalam darah, yang mengendap di sklera dan
jaringan mukosa lainnya.
Akibat obstruksi, cairan empedu tidak dapat mengalir ke lumen usus. Cairan empedu
menumpuk di vesika fellea yang menyebabkan pembesaran kantung vesika fellea,
sehingga pada pemeriksaan fisik akan teraba massa di regio hipokondirum kanan. Akibat
membesarnya kantung empedu, lumen kantung empedu akan meregang dan edema, yang
menyebabkan nekrosis dan iritasi, lalu menjadi awal peradangan steril yang akan berlanjut
menjadi infeksi superbakteri. Sehingga akan didapatkan nyer tekan pada regio hipondrium
kanan atau biasa disebut Murphy Sign (+).

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Teori Kasus
o Peningkatan bilirubin total, o Bil Total : 19.8, Bil Dir : 16.1, Bil
dimana bilirubin direct lebih Ind : 3.7
tinggi dibanding bilirubin indirect o PLT : 153.000/mm³
o Gangguan faktor koagulasi o CT-Scan Abdomen :
o Pemeriksaan radiologi didapatkan Choledocolithiasis
batu

Metabolisme biirubin berawal dari penuaan sel darah merah, dengan hasil bilirubin
indirect. Bilirubin indirect dengan bantuan albumin, akan masuk ke hati. Di hati, dengan
bantuan enzim glukoronidase, bilirubin indirect diubah menjadi bilirubin direct.

29
Pada kasus ini terjadi peningkatan bilirubin total, di mana bilirubin direct lebih
tinggi dibanding bilirubin indirect. Ini disebabkan oleh bilirubin direct yang seharusnya
terdistribusi ke lumen usus, terhambat di saluran empedu dan menumpuk, dimana
metabolisme bilirubin terus terjadi. Penumpukan bilirubin direct terjadi, bilirubin direct
akan direabsorpsi kembali secara portal. Sehingga terlihat akan terjadi peningkatan
bilirubin direct di sirkulasi darah.
Akibat penumpukan cairan empedu dalam kantung dan saluran empedu,
menyebabkan peregangan lumen kantung dan saluran empedu, edema pada lumen
menyebabkan nekrosis dan iritasi, berlanjut pada peradangan steril dan infeksi bakteri.
Pada pasien ini terjadi kolesistitis, sehingga terjadi peningkatan leukosit dalam darah.
Selain itu, empedu berfungsi membantu penyerapan vitamin A,D,E, dan K. Pada
pasien ini terjadi penurunan jumlah trombosit dikarenakan terganggunya penyerapan
vitamin K yang berfungsi dalam prsoses pembekuan darah.
Pasien memiliki riwayat DM, dengan hasil gula darah sewaktu 111 mg/dL.
Didapatkan peningkatan ureum dan kreatinin. Peningkatan fungsi ginjal yang tinggi
bisa dikarenakan gagal ginjal akibat komplikasi Diabetes Mellitus.
Dari hasil radiologi CT-Scan abdomen didapatkan choledocolitiasis pada pasien ini.

4.4 Tatalaksana
Teori Kasus
o Eradikasi bakteri o MRS
o Laktulosa o IVFD NaCl 0.9%:Hydromal 1:1 20
o Pembebasan saluran empedu dari tpm
sumbatan o Diet Rendah Lemak
o Meropenem 1gr/8 jam/iv (skin test)
o Paracetamol 1gr/8 jam/iv
o Granicentron 1amp/24 jam/iv
o Pantoprazole 40mg/12 jam/iv
o Novorapid 3x6 unit (subcutan)
o Levemir 0-0-10 unit (subcutan)
o Asam Ursodeoksikolat 2x1 tab
o Curcuma 2x1 tab
o Rujuk AWS

30
Endoktoksemia sistemik, yang terjadi melalui 2 mekanisme :
1. Tidak adanya empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like”
sehingga terjadi transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan tidak adanya
empedu dan cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal akan menganggu funngsi
barier usus sehingga terjadi over growth bakteri.
2. Mekanisme kedua, ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer
sebagai “clearance of endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam
sirkulasi
Sehingga pasien diberi antibiotik. Pada kasus ini pasien tidak dilakukan pemeriksaan
kultur darah, antibiotik spektrum luas menjadi dasar dalam pengobatan, dalam kasus ini
diberikan meropenem.
Secara simptomatik, pasien mengeluh demam selama 2 mingu terakhir, sehinga
diberikan paracetamol infus sebagai efek antipiretik. Untuk keluhan mual dan muntah
diberikan granicentron sebagai antimual dan pantoprazole sebagai PPI.
Pasien dengan riwayat DM terkontrol, rutin pengobatan insulin.
Asam ursodeoksikolat diberikan untuk membantu menurunkan penyerapan kolesterol
dalam lumen usus, dan membantu memecah misel yang mengangkut lemak, sehingga
kadar kolesterol dapat diturunkan.
Curcuma diberikan sebagai efek hepatoprotektor. Temulawak diyakini sejak lama
memiliki efek farmakologis sebagai pelindung hati (hepatoprotektor), meningkatkan nafsu
makan, antiradang, memperlancar pengeluaran empedu dan mengatasi gangguan
pencernaan.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Laura MS, Eldon AS. Epidemiology of gallbladder disease: cholelithiasis and cancer.
Gut and Liver. 2012;6(2):172- 87.
2. Widarjati S. Batu empedu. In: Aziz A, Marcellus SK, Ari FS, editors. Buku Ajar
Gastroenterology (2nd ed). Jakarta: Interna Publishing, 2011; p.591-600.
3. Pratt & Kaplan. 2012. Jaundice. Dalam Longo, Fauci, Kasper, Jameson, Loscalzo
(Ed.). Harrison's Principle of Internal Medicine 18th Ed (volume I), 324-29. United
States of America: The McGraw-Hill Companies.
4. Roche & Kobos. 2004. Jaundice in Adult Patient. Am Fam Physician (69), 299- 304.
Retrieved on May 18, 2015, from http://www.aafp.org/afp/2004/0115/p299.html
5. Sulaiman. 2014. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Sri Setiati, Idrus Alwi,
Aru W.S., Marcellus S.K., Bambang setiyohadi, Ari Fahrial Syam (Ed.). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam (jilid 2, edisi IV), 1935-40. Jakarta: Internal Publishing.
6. Beckingham IJ.. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System
Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322 (7278):
91–94. Available from :
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388
7. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadbrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. p.479-82.
8. Zaliekas J, Munson L. Complications of gallstones: The mirizzi syndrome, gallstone
ileus, gallstone pancreatitis, complications of “lost” gallstones. Surg Clin North Am.
2008;88(6):1345-68.
9. Memon M, Tahir SM, Ali A, Shaikh AR, Muneer A, Shaikh NA. Mirizzi syndrome:
An unusual presentation of cholelithiasis. RMJ 2010;35(1): 68-71.
10. Lindseth NG. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. In: Price, Sylvia A,
Wilson, Lorraine M, editors. Patofisiologi. 6 Ed. Volume 1. Jakarta: Penerbit EGC;
2003 .p. 507-8.

32

Anda mungkin juga menyukai