Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Bayi lahir dalam tahap perkembangannya akan mempelajari beberapa

kemampuan penting. Kemampuan- kemampuan tersebut dikenal sebagai tahapan

perkembangan. Proses perkembangan mencerminkan maturasi organ tubuh

terutama sistem saraf pusat. Perkembangan adalah peningkatan fungsi dan

kapabilitas seorang anak. Perkembangan anak ialah bertambahnya kemampuan

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dan bersifat kualitatif.1

Perkembangan anak dinilai melalui beberapa sektor perkembangan yaitu

motorik kasar, motorik halus, kognitif, personal sosial dan bahasa serta aktivitas

sehari-hari. Perkembangan yang terlambat (developmental delay) adalah

ketertinggalan secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi,

atau perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal

seusianya.2

Salah satu aspek penting pada proses perkembangan ialah perkembangan

motorik. Perkembangan motorik merupakan awal dari kecerdasan dan emosi

sosialnya. Perkembangan motorik merupakan bertambah matangnya

perkembangan otak yang mengatur sistem saraf otak memungkinkan anak-anak

lebih lincah dan aktif bergerak. Perkembangan motorik memungkinkan anak

dapat melakukan segala sesuatu yang terkandung dalam jiwanya dengan wajar.3

Perkembangan motorik berbeda tingkatannya pada setiap individu. Ada

perkembangan motoriknya sangat baik, ada juga yang tidak seperti orang yang

1
memiliki keterbatasan fisik. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan

motorik halus.3

Angka kejadian gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia

balita khususnya gangguan perkembangan motorik didapatkan masih tinggi. Hal

ini dipicu oleh kurangnya deteksi dini dan stimulasi yang diberikan untuk

mendukung perkembangan motorik.4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Keterlambatan perkembangan motorik atau motor delayed development adalah

keterlambatan yang signifikan dari aspek motorik seorang anak.5 Motorik diambil

dari kata motor yang berarti gerak. Dalam hal ini gerak yang dimaksud adalah

suatu aktivitas yang mengendalikan peran gerak tubuh sebagai perilaku gerak.

Perilaku motorik adalah isitilah generik yang mengarah kepada pengertian tentang

gejala perilaku nyata yang teramati dan ditampilkan melalui gerak otot atau

anggota tubuh di bawah kontrol sistem saraf.6

Kemampuan motorik merupakan salah satu proses tumbuh kembang yang

harus dilalui dalam kehidupan anak. Salah satu proses kemampuan motorik anak

adalah kemampuan motorik kasar. Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan

anak yang berkaitan dengan gerakan yang dipengaruhi oleh keterampilan otot-otot

besar seperti berdiri, berjalan dan melompat.6

2.2 Epidemiologi

Prevalensi keterlambatan perkembangan motorik cukup tinggi sekitar 5-

10% pada anak di seluruh dunia. Angka kejadian di Amerika Serikat diperkirakan

1-3% dari anak-anak berusia kurang dari 5 tahun.7 Prevalensi keterlambatan

perkembangan motorik di Poliklinik Anak RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering

ditemukan pada anak berumur lebih dari 12 bulan (67%). Rasio laki-laki dan

perempuan hampir sama 1:1,12.8

3
Kebanyakan kasus keterlambatan perkembangan motorik tidak hanya

melibatkan aspek motorik namun seringkali bersamaan dengan aspek sosial dan

personal serta bahasa. Khusus untuk aspek motorik keluhan yang sering ada

adalah anak belum bisa berdiri dan berjalan.8

2.3 Ciri Tumbuh Kembang Anak

Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak

konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak

dengan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan

sesuai dengan usianya.9

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan

interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau

keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta

sosial dan kemandirian.9

Perkembangan dimulai pada masa pranatal dan proses belajar dimulai

setelah lahir. Sering dikira bahwa proses belajar baru dimulai pada anak masuk

sekolah formal. Padahal proses belajar sudah dimulai saat sebelum anak masuk

sekolah. Oleh karena itu perhatian terhadap perkembangan dan proses belajar

harus dimulai pada waktu prenatal dan pascanatal dan ini berlangsung terus.9

Perkembangan mempunyai berbagai dimensi yang saling berhubungan.

Perkembangan termasuk fisik, kognitif, sosial, spiritual, dan emosional saling

emosional saling mempengaruhi satu sama lain. Kemajuan di satu bidang akan

4
mempengaruhi kemajuan di bidang lainnya. Sebaliknya bila terdapat kesalahan

pada satu bidang akan berdampak pula pada bidang yang lain.10

Perkembangan dan belajar berlangsung berkelanjutan sebagai hasil dari

interaksi dengan orang, benda dan lingkungan di sekitarnya. Anak juga

membutuhkan kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan orang

dewasa di dalam lingkungan yang aman sehingga memberikan anak keamanan

dan kenyamanan.10

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara

simultan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi

kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya

perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi.10

Bererapa prinsip dasar perkembangan motorik anak:10

1. Proses perkembangan berlangsung secara berkesinambungan dari satu

tahap ke tahap berikutnya meskipun kecepatannya bervariasi dari anak ke

anak.

2. Proses perkembangan motorik ini telah terprogram secara genetik dan

faktor lingkungan sedikit pengaruhnya.

3. Proses perkembangan motorik memerlukan perkembangan otak yang

optimal sesuai dengan tahapan umurnya.

4. Pola perkembangan motorik dimulai dari bagian atas tubuh yaitu dari

kepala kemudian leher, batang tubuh dan ke kaki.

5. Keterampilan motorik kasar dapat dikuasai dan selanjutnya menjadi

semakin halus dan berfungsi semakin baik.

5
6. Gerakan yang bersifat umum dan tidak teratur menjadi gerakan yang

spesifik dan bertujuan (simple to complex)

Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh otak. Otak yang mengatur

setiap gerakan yang dilakukan oleh anak. Semakin matangnya perkembangan

sistem saraf otak yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya kompetensi

atau kemampuan motorik anak.3

2.4 Perkembangan Motorik Kasar dan Halus

Perkembangan motorik kasar dimulai sejak munculnya refleks primitif.

Refleks primitif bersifat sebagai perlindungan bagi bayi. Gerak yang terjadi

bersifat cepat, difus, tidak produktif dan umum. Refleks primitif ini akan

menghilang saat usia sekitar 6 bulan dan diganti oleh refleks postural. Contoh

refleks primitif adalah refleks moro dan asymetric tonic neck reflex (ATNR).3

Gambar 1. Refleks Moro3

6
Gambar 2. Asymetric tonic neck reflex (ATNR)3

Menetapnya refleks primitif melebihi waktu atau adanya asimetri,

peningkatan atau penurunan tonus pada refleks primitif menandakan adanya

abnormalitas sistem saraf pusat. Berkembangnya kemampuan bergerak selalu

ditandai dengan munculnya refleks yang lebih sempurna dan menghilangnya

refleks yang lebih primitif.3

Refleks postural merupakan dasar perkembangan gerakan volunter.

Refleks postural menetap seumur hidup dan akan berkembang menjadi gerakan

volunter. Refleks postural terdiri dari refleks righting, refleks proteksi, dan reaksi

keseimbangan. Refleks righting muncul umur 3-9 bulan. Refleks proteksi muncul

umur 6-18 bulan, terdiri dari refleks parasut dan reaksi ekstensi. Reaksi

keseimbangan mulai umur 6-18 bulan.3

Perkembangan motorik halus ditandai oleh kemampuan ekstremitas

superior, tangan serta jari dan koordinasi mata tangan untuk memanipulasi

lingkungan. Jika terdapat gangguan motorik halus harus dibedakan penyebabnya

7
motorik atau intelektual. Perkembangan motorik dipengaruhi dan dapat

distimulasi oleh faktor lingkungan.3

Usia (Bulan) Tahapan Perkembangan

Neonatus Menoleh ke satu sisi (tengkurap)

Menegakkan kepala > 2 detik ketika didudukkan

2 Mengangkat kepala 45 derajat selama 20 detik (tengkurap)

4 Mengangkat kepala dan dada 90 derajat

Terlentang dari posisi tengkurap

10 Berdiri dari posisi duduk (berpegangan)

Mulai eksplorasi lingkungan

12 Berdiri sendiri

Berjalan (berpegangan pada satu tangan)

15 Berjalan sendiri

Tabel 1. Tahapan perkembangan motorik kasar3

Usia (Bulan) Tahapan Perkembangan

3 Telapak tangan terbuka

4 Menyatukan kedua tangan

5 Memindahkan benda antara dua tangan

6 Meraih unilateral

9 Menjimpit imatur

11 Menjimpit matur dengan jari

12 Melepaskan benda secara volunter

Tabel 2. Tahapan perkembangan motorik halus3

8
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan

normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak dibagi dalam

faktor internal dan faktor eksternal.11

Yang termasuk faktor internal adalah ras/suku, bangsa, jenis kelamin,

kelainan genetik atau kromosom. Bila seseorang dilahirkan sebagai ras orang

Eropa maka tidak mungkin ia memiliki faktor herediter ras orang Indonesia atau

sebaliknya. Tinggi badan tiap bangsa berlainan, pada umumnya ras orang kulit

putih mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada ras orang Mongol.

Wanita lebih cepat dewasa dibanding laki-laki. Pada masa pubertas wanita

umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati

masa pubertas laki-laki akan lebih cepat.12

Sedangkan faktor eksternal atau lingkungan adalah faktor prenatal,

perinatal, dan postnatal. Faktor prenatal sering berhubungan dengan status gizi ibu

saat hamil, posisi fetus normal atau tidak, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,

infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio dan psikologi ibu. Nutrisi ibu hamil

terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan

janin. Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti

club foot. Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan seperti

palatoskisis. Paparan radiasi dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan

pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

anggota gerak.12

9
Faktor perinatal sering berhubungan dengan proses kelahiran dari seorang

bayi. Trauma kepala dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada jairngan

otak. Proses persalinan yang baik dapat mencegah terjadinya penyimpangan

tumbuh dan kembang anak di kemudian hari.12

Faktor paskanatal yang mempengaruhi adalah status gizi bayi, penyakit

kongenital, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-

obatan. Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan,

demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf pusat

yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.12

Pendidikan orang tua berpengaruh terhadap perkembangan anak terutama

pendidikan ibu. Pendidikan ibu yang rendah mempunyai risiko untuk terjadinya

keterlambatan perkembangan anak, disebabkan ibu belum tahu cara memberikan

stimulasi perkembangan anaknya. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi lebih

terbuka untuk mendapat informasi dari luar tentang cara pengasuhan anak yang

baik, menjaga kesehatan, dan pendidikan anak.13,14

Status ekonomi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

perkembangan anaknya terutama kecerdasan. Hal ini mungkin karena

keterbatasan keluarga dalam menyediakan berbagai fasilitas bermain sehingga

anak kurang mendapat stimulasi.15

10
2.6 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau

Perkembangan anak pada fase awal dibagi menjadi 4 aspek kemampuan

fungsional:3

1. Motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak

untuk melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot

besar seperti duduk, berdiri dan sebagainya.

2. Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak

untuk melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu

dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang

cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya.

3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,

berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.

4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri anak (makan sendiri, mebereskan mainan selesai

bermain), berpisah denga ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungannya dan sebagainya.

Kemajuan perkembangan pada anak ditentukan oleh pencapaian

kemampuan fungsionalnya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:10

1. Terdapat pola kemajuan perkembangan yang nyata dan konsisten yang

dapat digambarlan dalam patokan kemampuan perkembangan

(milestones) berjenjang yang penting.

2. Kemajuan perkembangan untuk tiap kemampuan selalu dipertimbangkan

dalam jangka panjang terhadap waktu.

11
3. Terdapat skala waktu yang lebar dalam rentang yang normal.

4. Angka median umur untuk kemampuan menunjukkan bahwa 50%

populasi standar akan mencapai tingkatan kemampuan tersebut, akan

tetapi tidak menunjukkan apakah seseorang berada diluar rentang normal.

5. Batasan usia menunjukkan bahwa suatu patokan kemampuan sudah harus

dicapai, batas ini penting untuk memonitor perkembangan, bila gagal

mencapainya memberikan petunjuk untuk segera melakukan penilaian

yang lebih rinci, pemeriksaan dan intervensi.

Penilaian perkembangan anak kecil dilakukan pada program kegiatan

surveilans dan skrining, kepedulian orang tua, dan apabila terdapat hal-hal yang

ganjil ditemukan oleh para profesional pada perkembangan anak. Terdapat variasi

pada pola batas pencapaian dan kecepatan baik pada perkembangan motorik,

sosial dan perilaku.3

2.7 Periode Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan

berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh

kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak

adalah sebagai berikut:9-11

1. Masa prenatal atau masa intrauterin

Masa ini dibagi menjadi tiga periode, yaitu:

a. Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2

minggu

12
b. Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu.

Ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organisme,

terjadi diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam

tubuh.

c. Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini

pertumbuhan berlangsung cepat disertai perkembangan fungsi-fungsi.

2. Masa bayi (umur 0 - 11 bulan)

Masa ini dibagi menjadi dua periode, yaitu:

a. Masa neonatal (umur 0 – 28 hari)

b. Masa pasca-neonatal (29 hari – 11 bulan), pada masa ini terjadi

pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan berlangsung secara terus

menerus terutama meningkatnya fungsi sistem saraf.

Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat

ASI eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping

ASI sesuai umurnya, diberi imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh yang

sesuai. Masa bayi adalah masa kontak erat antara ibu dan anak terjalin sehingga

dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat besar.

3. Masa anak di bawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan)

Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat

kemajuan dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik

halus) serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak

adalah pada masa balita. Setelah lahir terutama pada 3 bulan pertama

kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih

13
berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-

cabangnya. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel saraf ini

akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan

belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi.

4. Masa anak prasekolah

Pada masa ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi

perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan

meningkatnya keterampilan dan proses berpikir. Pada masa ini, selain

lingkungan di dalam rumah maka lingkungan di luar rumah juga mulai

diperkenalkan. Pada masa ini juga anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk

itu panca indera dan sistem reseptor penerima rangsangan serta proses

memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik. Perlu

diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah dengan cara

bermain.

2.8 Peran Gizi Terhadap Status Perkembangan Anak

Gizi berperan penting dalam pertumbuhan dan perkebangan anak. Di

Indonesia, spektrum malnutrisi sangat luas dan terjadi di seluruh tahap kehidupan

antara lain dalam bentuk Kurang Energi Protein (KEP), kekurangan zat gizi

mikro, berat bayi lahir rendah, dan gangguan pertumbuhan yang dilihat dari

indikator tinggi badan menurut umur.16,17

Menurut data Riskesdas tahun 2010, gangguan pertumbuhan yang

dicirikan dengan rendahnya tinggi badan menurut umur (stunting) pada anak di

bawah usia lima tahun (balita) di Indonesia mencapai 35,7 persen. Stunting bisa

14
menyebabkan gangguan perkembangan kognitif19 dan perkembangan motorik

pada anak.18-20 Stunting dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan sistem

motorik, baik pada anak yang normal maupun yang mengidap penyakit tertentu.21

Masa anak di bawah lima tahun merupakan periode penting dalam tumbuh

kembang anak karena pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan

mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Seperti

diketahui bahwa tiga tahun (batita) pertama merupakan periode keemasan (golden

period), yaitu terjadi optimalisasi proses tumbuh kembang. Dalam pertumbuhan

dan perkembangan anak memerlukan zat gizi agar proses pertumbuhan dan

perkembangan berjalan dengan baik. Zat-zat gizi yang dikonsumsi baduta akan

berpengaruh terhadap status gizi baduta. Perbedaan status gizi memiliki pengaruh

yang berbeda terhadap pada setiap perkembangan anak, apabila gizi seimbang

yang dikonsumsi tidak terpenuhi, pencapaian pertumbuhan dan perkembangan

anak terutama perkembangan motorik yang baik akan terhambat.22,23

Untuk dapat melakukan proses tumbuh kembang, tubuh memerlukan zat

gizi terutama energi dan protein yang digunakan selain untuk mempertahankan

jaringan tubuh dan untuk melakukan aktivitas baik secara fisik maupun mental.

Ada perbedaan laju perkembangan motorik pada anak yang diberi suplementasi

tinggi energi dan zat gizi mikro.17

2.9 Penyimpangan Pada Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh hal-hal tertentu

seperti faktor keturunan dan faktor lingkungan. Faktor keturunan dimana pada

keluarganya rata-rata perkembangan motorik lambat dan faktor lingkungan pula

15
seperti anak tidak kesempatan untuk belajar karena terlalu dimanjakan, selalu

digendong atau diletakkan di babywalker terlalu lama. Disamping itu, faktor

kepribadian anak misalnya anak sangat penakut, gangguan retardasi mental juga

adalah penyebab gangguan perkembangan motorik. Selain itu kelainan tonus otot,

obesitas, penyakit neuromuskular seperti penyakit duchenne muscular dystrophy

dan buta juga merupakan antara gangguan perkembangan motorik.24

Di masa anak-anak khususnya pada tiga tahun pertama, kualitas

kemampuan motorik kasar anak dipengaruhi oleh beberapa aspek kehidupan

antara lain aspek kesehatan, intelektualitas, prestasi, dan produktivitas. Masa

tersebut merupakan masa rawan, karena gangguan yang terjadi pada masa ini

dapat menyebabkan efek yang menetap setelah dewasa. Anak yang mengalami

gangguan kemampuan motorik kasar pada masa ini selanjutnya dapat mengalami

gangguan tumbuh kembang.24

2.10 Deteksi Dini Gangguan Perkembangan Motorik

Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan

pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap

tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan

normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 bulan hingga 18 bulan sehingga

seringkali terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu

orang tua perlu mengenal tanda bahaya (red flags) perkembangan anak. Untuk

mengetahui apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan

umum, perlu data/laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini

atau skrining perkembangan pada anak.25

16
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara

komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan

mengetahui serta mengenal faktor risiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini

dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini sehingga upaya

pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan

indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang.25

Secara umum keterlambatan perkembangan motorik pada anak dapat

dilihat dari beberapa red flags perkembangan anak sederhana.25,26

Tanda bahaya perkembangan motor kasar:25,26

1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota

tubuh bagian kiri dan kanan

2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih

dari usia 6 bulan

3. Hipertonia/hipotonia atau gangguan tonus otot

4. Hiperrefleksia/hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh

5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol

Tanda bahaya gangguan motor halus:25,26

1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan

2. Adanya dominasi satu tangan sebelum usia 1 tahun

3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih

sangat dominan setelah usia 14 bulan

4. Perhatian penglihatan yang inkosisten

Deteksi dini juga dapat diketahui dengan skrining perkembangan seperti

Denver Developmental Screening Test II (DDST II), Bayley Infant

17
Neurodevelopmental Screening (BINS), KPSP dan kartu menuju sehat. DDST II

merupakan alat untuk menemukan secara dini masalah penyimpangan

perkembangan anak umur 0 – 6 tahun. Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II

bukan merupakan pengganti evaluasi diagnostik, namun lebih ke arah

membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan anak yang lain

yang seumur. DDST II digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak

sesuai umurnya pada anak yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan

perkembangan maupun anak sehat. Ini bukan merupakan tes IQ dan bukan

merupakan peramal kemampuan intelektual anak di masa mendatang. Tes ini

tidak dibuat untuk menghasilkan diagnosis namun lebih ke arah untuk

membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan kemampuan

anak lain yang seumur.26,27

Formulir tes DDST II ini berisi 125 data yang terdiri dari 4 sektor yaitu,

personal sosial, motorik halus, motorik kasar serta bahasa. Apabila hasil tes

menunjukkan adanya kelambatan atau penyimpangan dari aspek motorik, fisik,

emosional, dan sosial dapat dilakukan upaya terpadu dan terindikasi khusus untuk

mencegah terjadinya kelainan fisik, mental, dan psikomotorik.26,27

2.11 Diagnosis

2.11.1 Anamnesis

Anamnesis dimulai dengan mendengarkan penjelasan orang tua dengan

seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap

keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak

tersebut sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orang tua tentunya memiliki

18
daerah perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi,

risiko biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan

akibat salah asuh dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas

terdiagnosis saat bayi.26,27

Pengamatan langsung aktivitas motorik anak diperlukan untuk diagnosis

gangguan perkembangan motorik. Skrining informal untuk gangguan koordinasi

motorik dapat dilakukan dengan meminta anak untuk melakukan pekerjaan yang

melibatkan koordinasi motorik kasar (melompat, meloncat, berdiri pada satu

tungkai), motorik halus (menjentikkan jari dan mengikat tali sepatu), dan

koordinasi mata dan tangan (menangkap bola dan meniru tulisan).26,27

Bayi dengan berat badan lahir rendah seringkali berisiko terhadap angka

kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau meningitis, gangguan metabolik,

dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung mempengaruhi perkembangan otak.

Anak dengan risiko lingkungan termasuk didalamnya ibu yang masih muda dan

tidak berpengalaman serta ibu yang tidak sehat secara individu atau kekurangan

finansial. Anak yang hidup dalam keluarga bermasalah akibat obat-obatan

terlarang, minuman keras dan kekerasan sering menyebabkan hasil buruk. Anak

dengan faktor risiko kondisi medis seperti myelomeningocele, sensorineural

deafness, atau trisomi 21 diketahui memiliki hubungan dengan keterlambatan

perkembangan anak. Perhatian saat ini sering pula akibat dari infeksi virus HIV.

Kurangnya motoric milestones, perubahan perilaku, atau kognitif buruk serta

perubahan fungsi serebelum dalam tahun pertama sering dihubungkan dengan

HIV.26,27

19
2.11.2 Pemeriksaan Fisik

Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.

Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)

adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering

dihubungkan dengan kelainan kromosom atau faktor penyakit genetik lain sulit

dilihat dalam pemeriksaan yang cepat. Sebagai tambahan pemeriksaan secara

terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat bayi dengan

menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya

lampu. Saat anak sudah memasuki usia prasekolah, pemeriksaan yang lebih

mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat

ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan tes dengan

menggunakan brain-stem evoked potentials pada bayi. Saat umur memasuki 6

bulan, kemampuan pendengaran dapat diperiksa dengan menggunakan peralatan

audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa menggunakan

audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari infeksi otitis

media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi secara

kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan fisik

juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengan

perkembangan seperti adanya refleks primitif, yaitu refleks moro, hipertonia atau

hipotonia, atau adanya gangguan tonus.26,27

2.11.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dibagi untuk mendukung diagnosis keterlambatan

perkembangan murni atau keterlambatan karena penyebab organik lainnya.

Skrining perkembangan dapat dilakukan seperti Denver Developmental Screening

20
Test II (DDST II), Bayley Infant Neurodevelopmental Screening (BINS), dan

KPSP. DDST II merupakan metode skrining yang banyak digunakan saat ini,

digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai umurnya.26,27

Secara umum pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan

gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan skrining yang dilakukan pada

anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun beberapa

pemeriksaan penunjangnya antara lain:27,28

a. Skrining metabolik

Skrining metabolik meliputi pemeriksaan serum asam amino, serum

glukosa, bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan kreatinin kinase. Skrining

metabolik rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak

dianjurkan sebagai evaluasi inisial pada gangguan perkembangan.

Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya bila didapatkan riwayat dari

anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang mengarah pada suatu

etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-anak dicurigai memiliki

masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan

asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan

tonus otot harus dilakukan skrining dengan menggunakan kreatinin

phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit

muscular dystrophy.

b. Tes sitogenetik

Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan gangguan perkembangan

meskipun tidak ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis

yang menunjukkan suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X,

21
dilakukan bila adanya riwayat keluarga dengan gangguan perkembangan.

Meskipun skrining untuk Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-laki

karena insiden yang lebih tinggi. Skrining pada wanita juga mungkin saja

dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis sindroma Rett perlu

dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat

yang tidak dapat dijelaskan.

c. Skrining tiroid

Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital

perlu dilakukan. Namun skrining tiroid pada anak hanya dilakukan bila

terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.

d. EEG

Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki

riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).

Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum

dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan

gangguan perkembangan tanpa riwayat epilepsi.

2.12 Penatalaksanaan

Terdapat berbagai pendapat yang berbeda mengenai kapan memulai

intervensi. Namun lebih cepat lebih baik untuk memastikan anak tidak kehilangan

kepercayaan dan harga dirinya. Hal ini akan membantu mengurangi masalah

perilaku dan membantu anak untuk berhasil dalam hal fisik, sosio-emosional, dan

akademis. Seorang anak mulai membandingkan dirinya dengan teman sebayanya

pada usia 6 tahun. Hal ini menjadi penting untuk memulai intervensi pada masa

22
ini. Namun pada hakekatnya tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai

intervensi.29

Jenis terapi harus disesuaikan dengan usia anak. Anak di bawah usia 3

tahun mungkin sulit mengikuti terapi formal yang terstruktur. Suatu hal yang

penting untuk memastikan anak menganggap terapi ini menyenagkan sehingga ia

dapat merasa berhasil. Intervensi awal dengan mengarah untuk penanganan

faktor-faktor yang berisiko menyebabkan gangguan perkembangan motorik pada

anak, antara lain:9,25,28

1. Physical Therapy

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan

halus, keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya.

Kemampuan motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot

yang besar seperti merangkak, berdiri, berjalan, berlari atau melompat.

Kemampuan motorik halus yakni kemampuan yang menggunakan otot

yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Terapis akan

memantau perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya

tahan otot dan sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada

pelaksanaanya, terapi ini dilakukan oleh terapis dan orang-orang yang

berada dekat dengan anak tersebut sehingga terapi ini dapat mencapai

tujuan yang diinginkan.

2. Behavioural Theraphy

Anak-anak dengan gangguan perkembangan akan mengalami stres pada

dirinya dan memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap

agresif atau buruk seperti melempar barang-barang, menggigit, dan

23
menarik rambut. Terapi ini merupakan psikoterapi yang berfokus untuk

mengurangi masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk

beradaptasi. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi lainnya.

3. Occupational Theraphy

Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih

mandiri dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak tugas

mereka antara bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti

mandi, memakai pakaian atau makan akan mengalami masalah. Terapi ini

dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menghadapi

masalahnya.

4. Sensori Integrasi

Terapi ini berorientasi pada anak dengan menciptakan lingkungan sensori

dimana anak bisa secara aktif mengeksplorasi kemampuan baru. Terapi ini

akan membantu mengkoordinasikan kedua sisi tubuh, meningkatkan

organisasi dan mengembangkan citra diri dan rasa percaya diri.

5. Perseptuo-motorik

Metode ini melibatkan urutan latihan dimana anak mengulangi tugas yang

diberikan sampai ia kompeten melakukannya. Latihan ini lalu ditingkatkan

dengan memberi tugas yang lebih kompleks. Program ini berbasis

keterampilan visual-perseptual, tugas mencakup spasial, koordinasi mata

dan tangan, konsistensi, dan bentuk.

24
6. Konseling Parental

Konseling parental membantu menurunkan kecemasan dan rasa bersalah

pada orang tua terhadap gangguan perkembangan anak dan meningkatkan

kesadaran mereka untuk dapat terus membantu anaknya dengan memberi

keyakinan.

2.13 Prognosis

Prognosis gangguan perkembangan pada anak-anak dipengaruhi

pemberian intervensi dan penegakkan diagnosis lebih dini (early identification

intervention). Intervensi yang tepat dapat memperbaiki perkembangan dan anak

dapat berespon baik dengan perkembangannya. Walau beberapa anak tetap

menjalani terapi dewasa dikarenakan kemampuan tiap-tiap anak berbeda.

Beberapa anak mengalami kondisi yang progresif dan menunjukkan

perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami kemunduran

sehingga terapi yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak

dalam kegiatan kesehariannya.9,25

25
BAB III

RINGKASAN

Keterlambatan perkembangan motorik atau motor delayed development adalah

keterlambatan yang signifikan dari aspek motorik seorang anak. Gangguan dalam

perkembangan motorik anak terbagi atas gangguan dalam motorik kasar seperti

ketidakmampuan mengatur keseimbangan dan rekasi kurang cepat dan koordinasi

kurang baik sedangkan perkembangan motorik halus seperti belum bisa

memegang pensil, menulis, menggambar atau makan menggunakan sendok.

Penyebab dari gangguan motorik dapat dibagi menjadi faktor intrinsik dan

faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik dapat berupa ras/suku, bangsa, jenis kelamin,

kelainan genetik atau kromosom sedangkan faktor ekstrinsik berhubungan dengan

masa prenatal, perinatal, dan postnatal dari anak tersebut. Penyimpangan yang

terjadi pada faktor-faktor tersebut dapat memicu terjadinya gangguan

perkembangan motorik pada anak.

Identifikasi dini melalui anamnesis, pemeriksaan fisik meliputi

pemeriksaan menyeluruh atas kepala sampai kaki dan pemeriksaan neurologis,

dan pemeriksaan penunjang sangat penting untuk melakukan intervensi yang dini.

Intervensi yang dapat dilakukan meliputi physical theraphy, behavioural

theraphy, occupational theraphy, sensori integrasi, perseptuo-motorik dan

konseling terhadap keluarga. Prognosis dari keterlambatan perkembangan motorik

bergantung dengan penegakkan diagnosis dan pemberian intervensi yang dini.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Shevell MI. The evaluation of the child with global delayed development.

Seminar Pediatric Neurology; 2002. p. 21-16

2. Fenichel GH. Psychomotor retardation and regression: a sign and

symptoms approach. 4th ed. WB Saunders; 2001. p. 117-47

3. Moersintowarti BN. Tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi pertama.

Jakarta: Penerbit Sagung Seto; 2005.

4. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi

pasien keterlambatan perkembangan global di RS Cipto Mangunkusumo

Jakarta. Jakarta: Sari Pediatri; 2008. p. 255-61

5. Barkoukis A. Disorders of childhood: Motor Skills Disorders.[Internet].

2008. Diunduh dari http:/www.mentalhelp.net

6. Lutan R. Teori belajar keterampilan motorik: Konsep dan Penerapan.

Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia; 2005.

7. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Ginglod M, Hirzt D, et al.

Evaluation of the quality standards subcommittee of the American

Academy of Neurology and the practice committee of the child neurology

society. 2009.

8. Melati D, Windiani IG, Soetjiningsih. Karakteristik klinis keterlambatan

perkembangan global pada pasien di Poliklinik Anak RSUP Sanglah

Denpasar. Bali: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Udayana; 2012.

9. Depkes RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini

Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. 2010.

27
10. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2005.

11. Walters AV. Development delay: Causes and Identification. ACNR; 2010.

p. 32-4.

12. Suganda T. Konsep umum tumbuh dan kembang: Buku Ajar Tumbuh

Kembang Anak dan Remaja. Edisi pertama. Jakarta: Penerbit Sagung

Seto; 2007.

13. Soetjiningsih. Penilaian pertumbuhan fisik anak. Dalam: IGN Gde Ranuh,

penyunting. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: UKK Tumbuh Kembang

IDAI; 1995. p. 37-54.

14. Liu J, Raine A, Venables PH, Dalais C, Mednick. Malnutrition at age 3

years and lower cognitive ability at age 11 years. Independence from

psychosocial adversity. Diakses pada 8 Oktober 2016. Diunduh dari

www.archpediatrics.com

15. Gladys G, Eddy F, Kusnandi R. Hubungan status gizi dan perkembangan

anak usia 1-2 tahun. Bandung: Sari Pediatri; 2011.

16. Jelliffe DB. The assessment of the nutritional status of the community.

Geneva: WHO; 1966.

17. Atmarita. Nutrition problem in Indonesia: an integrated international

seminar and workshop on lifestyle related diseases. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada; 2005.

18. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Riset kesehatan dasar (Riskesdas). Jakarta: Badan Litbangkes; 2010.

19. Walker SP, Chang SM, Powell CA, McGregor SM. Effects of early

childhood psychosocial stimulation and nutritional supplementation on

28
cognition and education in growth-stunted Jamaican children: prospective

cohort study. Jamaica: Lancet; 2005.

20. Pollitt E. A developmental view of the undernourished child: background

and purpose of the study in Pangalengan. Indonesia: Eur J Clin Nutr;

2000.

21. McDonald CM, Manji KP, Kupka R, Bellinger DC, Spiegelman D,

Kisenge R, et al. Stunting and wasting are associated with poorer

psychomotor and mental development in HIV exposed Tanzanian infants.

J Nutr; 2012.

22. Risma A. Hubungan antara status pekerjaan ibu dengan status gizi dan

perkembangan anak usia 1-3 tahun di Kecamatan Kadia Kota Kendari.

Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.

23. Wiekke O. Hubungan status gizi terhadap status perkembangan motorik

anak usia 0-3 tahun (BATITA) di Kecamatan Kejayan Kabupaten

Pasuruan. Malang: Universitas Muhammadiyah; 2007.

24. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam: IGN

Gde Ranuh, penyunting. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: UKK Tumbuh

Kembang IDAI; 2002. p. 86-94.

25. IDAI. Mengenal keterlambatan perkembangan umum pada anak. Diunduh

dari www.idai.or.id

26. First LR, Palrey JS. The infant or young child with developmental delay:

Current Concepts. The New England Journal of Medicine; 2004.

29
27. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting

etiologic yield in the assessment of global development delay. Pediatrics;

2006.

28. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th ed. Philadelphia: Lea &

Febiger; 1990.

29. Sices L, Feudtner C, McLaughlin J. How do primary care physicians

manage children with possible developmental delays. A National Survey

With an Experimental Design. Pediatrics; 2004.

30

Anda mungkin juga menyukai