PENDAHULUAN
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain vaskular.1 Stroke disebabkan adanya
interupsi suplai darah ke otak yang biasanya disebabkan oleh pembuluh darah yang pecah atau
tersumbat oleh gumpalan. Keadaan ini menyebabkan gangguan suplai oksigen dan nutrisi
sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.2
Stroke merupakan masalah neurologis yang serius yang utama di Amerika. Stroke
menyerang 795.000 penduduk Amerika setiap tahunnya dengan 610.000 kasus baru dan 185.000
kasus rekuren.3 Di negara berkembang di mana jumlah penduduknya adalah lebih dari 2/3
penduduk dunia, insiden stroke makin menonjol dan diperkirakan akan terus meningkat.4
Manifestasi klinis pada penderita stroke adalah kelemahan tubuh dan anggota gerak
yang mendadak, mati rasa atau kesemutan pada satu sisi tubuh atau seluruh tubuh, disartria,
nyeri kepala, mual, muntah, gangguan penglihatan, gangguan kesadaran, kejang.3
Rehabilitasi medik penderita stroke adalah usaha yang dapat dilakukan guna
mengembalikan kemampuan pasien stroke secara fisik pada keadaan semula atau setidaknya
mendekati normal seperti sebelum sakit dalam waktu sesingkat mungkin. Prinsip rehabilitasi
medik pada stroke ialah mengusahakan agar sedapat mungkin pasien tidak bergantung pada
orang lain. Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari
berbagai disiplin keahhlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim rehabilitasi medik
pasca stroke terdiri dari dokter spesialis rehabilitasi medik, fisioterapis, okupasi terapis,
ortotis prostetis, terapi wicara, sosial-medik, psikolog, dan perawat rehabilitasi.4
Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit neurologis
melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian semaksimal mungkin dalam
konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih
fungsional daripada memperbaiki defisit neurologis atau mengusahakan agar penderita dapat
memanfaatkan kemampuan sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial
ekonomi dengan baik.6
Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita dengan hemiparesis
sinistra et causa post stroke non hemoragik yang dirawat di bagian Rehabilitasi Medik RSUP
Prof. DR. R. D. Kandou Manado.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Stroke adalah defisit neurologis yang dikaitkan dengan cedera fokal akut sistem saraf
pusat oleh penyebab vaskular, termasuk infark cerebral, perdarahan intraserebral, dan
perdarahan subarachnoid.1
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah adanya tanda-tanda
klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain selain vaskuler.3
2. Epidemiologi
Stroke merupakan masalah kesehatan serius yang utama di Amerika Serikat. Stroke
menempati urutan kedua penyebab kerusakan neurologis setelah trauma kepala, di mana
setiap tahunnya terdapat hampir setengah juta kasus baru.2,3
Hasil survey kesehatan rumah tangga di Indonesia melaporkan bahwa proporsi stroke
pada Rumah Sakit yang tersebar di 27 provinsi antara tahun 1984 - 1986 meningkat.Pada pusat
pelayanan penyakit saraf di Indonesia, stroke menduduki tempat teratas penderita rawat inap. Di
provinsi Sulawesi Utara sendiri, prevalensi stroke sebesar 10,4%. Pada tahun 2010 stroke
menempati posisi kedua penyakit terbanyak (kasus baru). Pada tahun 2011 stroke kembali
menempati posisi pertama penyakit terbanyak (kasus baru) dengan jumlah kasus sebanyak 228
kasus.5
3. Etiologi
Beberapa hal yang menyebabkan lesi vaskuler serebral antara lain :
1. Penyumbatan aliran darah otak karena vasospasme langsung dan menimbulkan
gejala defisit atau perangsangan sesuai dengan fungsi daerah otak yang terkena.
2. Penyumbatan aliran darah yang disebabkan oleh thrombus. Akibatnya aliran darah
otak regional tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan darah otak yang terganggu.
3. Penyumbatan aliran darah otak oleh embolus. Sumber embolisasi dapat terletak di
arteri karotis atau vertebralis tapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
4. Lesi daerah otak akibat ruptur dinding pembuluh darah. Penyebab ruptur pembuluh
darah bisa akibat dari suatu stroke embolik, perdarahan lobaris spontan dan
perdarahan intraserebral akibat hipertensi.3
4. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya stroke dibedakan menjadi:
1. Stroke Iskemik
Ada 3 jenis stroke iskemik:
Trombotik Stroke:
Merupakan jenis terbanyak. Penyebabnya
adalah
aterosklerosis
yang
dan dalam.
Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
Diakibatkan oleh oklusi pada arteri karotis interna atau arteri cerebri media.
Posterior Circulation Infarct (POCI)
Biasanya terjadi karena aterotromboemboli pada sistem arteri vertebrobasilaris.1,4
Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
Sering disebabkan oklusi pada arteri karotis interna ipsilateral atau arteri cerebri
media.
Beberapa faktor resiko yang dapat menimbulkan stroke berdasarkan laporan studi
epidemiologi antara lain :
1.
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu : umur, jenis kelamin, ras dan
2.
herediter.
Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu : hipertensi, diabetes, lipid, penyakit
jantung, stenosis karotis, TIA, hemosisteinemia dan ateroma aorta, merokok,
obesitas, aktifitas fisik, diet, alkohol dan kontrasepsi hormonal.7
6. Manifestasi Klinik
Stroke non hemoragik biasanya bermanifestasi sebagai:
Kelumpuhan wajah dan anggota gerak.
Terjadi pada saat santai atau terjadi pada pagi hari.
Gangguan sensibilitas daerah yang lumpuh
Disartria.
Adanya riwayat TIA sebelumnya.
Tidak biasanya ditemukan nyeri kepala, muntah, kejang dan kesadaran yang
menurun.
Tidak ditemui adanya tanda rangsangan meningeal.8
Stroke Hemoragik sendiri khas sehingga dapat dibedakan dari stroke non hemoragik.
Gejala klinis yang biasanya ditemui :
Kelumpuhan wajah dan anggota gerak yang mendadak.
Serangan pada saat aktif disertai nyeri kepala yang hebat.
Gangguan sensibilitas daerah yang mengalami kelumpuhan.
Ataksia, disartria.
Mual, muntah.
Gangguan penglihatan.
Gangguan kesadaran, kejang.
Kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan meningeal.8
7. Diagnosis
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan pemeriksaan
klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan
pemeriksaan radiologis.8
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah
Beberapa pemeriksaan rutin darah dikerjakan untuk mengindetifikasi kelainan sistemik yang
dapat menyebabkan terjadi stroke atau untuk melakukan pengobatan spesifik pada stroke.
Pemeriksaan tersebut adalah kadar gula darah, elektrolit, haemoglobin, angka eritosit, angka
leukosit, KED, angka platelet, waktu protrombin, activated partial thrombopalstin time,
fungsi hepar dan fungsi ginjal.
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan kardiovaskuler klinis dan pemeriksaan 12-lead ECG harus dikerjakan pada
semua penderita stroke. Biasanya dilakukan selama 48 jam sejak kejadian stroke. Kelainan
jantung sering terjadi pada penderita stroke dan penderita dengan kondisi gangguan jantung
akut harus segera ditanggulangi.Fibrilasi atrial, sangat potensial untuk terjadi stroke, dapat
terdeteksi awal. Monitor jantung sering dilakukan setelah terjadi stroke untuk
menyingkirkan aritmia jantung.
Tujuan rehabilitasi medik adalah tercapainya sasaran fungsional yang realistik dan
untuk menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan sasaran tersebut.11
Pemeriksaan penderita meliputi empat bidang evaluasi:
1.
Evaluasi neuromuskuloskeletal
Mencakup evaluasi neurologi secara umum dengan perhatian khusus pada:
Tingkat kesadaran
Fungsi mental termasuk intelektual.
Kemampuan bicara.
Nervus kranialis.
Pemeriksaan sensorik.
Pemeriksaan fungsi persepsi.
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan gerak sendi.
Pemeriksaan fungsi vegetatif.
2.
Evaluasi medik umum
Mencakup sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem endokrin serta sistem
3.
saluran urogenital.
Evaluasi kemampuan fungsional
Meliputi kegiatan sehari-hari (AKS) seperti makan dan minum, mencuci, kebersihan
diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut ditentukan derajat
4.
pada 2-3 hari setelah stroke.Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai
10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini meliputi :
1. Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal misalnya TENS.
b. Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
c. Diberikan terapi dingin.
d. Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung dari kekuatan otot.
2. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam aktifitas kehidupan
sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena
belum tentu baik.Dengan alat Bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu
tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan
pemakaian alat-alat yang disesuaikan.
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat ditangani
oleh ahli terapi wicara dengan cara:
1 Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan, meniup,
2
kata.
Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi mengucapkan kata-
kata.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam membantu transfer
dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara lain : arm sling, hand
sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot orthotic
(AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui serial fase
psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan.
Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi
mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang
telah lewat.Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat
menerima rehabilitasi.
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga, keterangan
tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta keadaan
rumah penderita.
10. Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis yaitu :
Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam maka
pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka kemampuan
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama
: Ny. F L
Umur
: 58 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Motoling
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
: PNS
Keluhan utama
Rasa lemah pada anggota gerak sebelah kiri dan bicara pelo.
Riwayat Penyakit Sekarang
Rasa lemah anggota gerak sebelah kiri, juga bicara pelo dialami penderita sejak 1 bulan
yang lalu. Terjadi secara tiba-tiba pada saat penderita sedang duduk santai. Sebelumnya
penderita sudah sempat beberapa kali merasakan rasa berat pada tangan dan kaki jika bekerja
namun masih dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Setelah serangan, penderita pergi ke
puskesmas dan dirujuk ke RSUP Prof. R. D Kandou Manado dan sempat dirawat inap selama 1
minggu setelah mengalami keluhan tersebut. Tidak didapatkan keluhan mual, muntah, pingsan
dan penurunan kesadaran. Terdapat riwayat susah menelan dan tersedak saat makan, minum.
Tidak ada riwayat penglihatan kabur. Penderita sudah menjalani program rehabilitasi medik
sejak 12 juli 2016. Saat ini penderita masih mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kiri,
bicara pelo masih ada namun sudah lebih baik dari sebelumnya, dan penderita masih
mengeluhkan susah menelan dan kadanag tesedak saat makan dan minum
Buang air besar dan air kecil biasa.
Riwayat stroke 1 tahun yang lalu dengan kelemahan anggota gerak kanan.
Penderita adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bekerja sebagai guru.
Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
Riwayat Psikologis
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Glasgow Coma Scale (GCS) : Eye4Motoric6Verbal5
Tanda Vital
: Tekanan Darah
Nadi
: 80x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,50C
BB
: 66 kg
TB
: 155 cm
IMT
: 27,5
Kepala
: Normosefal
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: Bibir tidak sianosis, ada deviasi lidah ke kiri, mulut mencong kiri
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
: pergerakan simetris
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
suara
Wheezing(-/-)
Abdomen
Inspeksi
: datar
pernapasan
vesikuler,
ronkhi
(-/-),
Ekstremitas
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Status Neuromuskuler
Nervus Cranialis
Status
Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
Dekstra
sinistra
Dekstra
sinistra
Gerakan
normal
menurun
normal
menurun
Kekuatan otot
5/5/5/5
4/4/4/4
5/5/5/5
4/4/4/4
Tonus otot
normal
menurun
normal
menurun
Refleks fisiologis
normal
normal
normal
normal
Refleks patologis
(-)
(-)
(-)
(-)
Protopatik
(+)Normal
(+)menurun
(+)Normal
(+)menurun
Propioseptif
(+)Normal
(+)Normal
(+)Normal
(+)Normal
Sensibilitas :
Status Otonom : Buang air kecil biasa, buang air besar biasa
Indeks Barthel
Aktivitas
Tingkat Kemandirian
Nilai
Bladder
10
5
0
10
10
5
0
10
10
Kebersihan
diri
Berpakaian
10
5
Makan
Tanpa dibantu.
Memakai alat-alat makan dibantu sebagian.
Dibantu.
10
5
0
15
15
Bowel/BAB
Toileting
Transfer/
berpindah
Mobilitas
Naik
turun Tanpa dibantu.
tangga
Dibantu secara fisik / verbal.
Tidak dapat.
10
5
0
10
Mandi
Tanpa dibantu.
Dibantu.
5
0
10
Total
100
90
Nilai Interpretasi
0-20
25-45
50-75
80-90
100
Ketergantungan Total
Ketergantungan Berat
Ketergantungan Sedang
Ketergantungan Ringan
Mandiri
Pemeriksaan
Kognitif
5
5
5
5
30
28
Registrasi
Perhatian
dan
kalkulasi
Mengenal
kembali
Bahasa
Total
Normal = Nilai
Penilaian :
<24 dianggap terdapat gangguan kognitif
>24 dianggap tidak terdapat gangguan kognitif
Resume
Perempuan 58 tahun datang dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri
dan bicara pelo sejak 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Respirasi 20x/menit, Suhu badan 36,5 oC . Pada pemeriksaan
nervus cranialis didapatkan kesan paresis N. VII, IX, X, XII. Pada pemeriksaan motorik,
kekuatan otot ekstremitas superior sinistra 4/4/4/4 dan inferior sinistra 4/4/4/4, tonus otot
ekstremitas superior dan inferior sinistra menurun, refleks fisiologis ekstremitas superior dan
inferior sinistra normal. Tidak ditemukan reflex patologis. Terdapat penurunan sensibilitas pada
tubuh sebelah kiri. Indeks Barthel : 90 (ketergantungan ringan). Pemeriksaan MMSE : 28 ( tidak
ada gangguan kognitif ).
Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topis
: Subkortikal
Diagnosis Etiologis
Diagnosis Fungsional :
Body function
Structure
Activity
Participation
: -
Environment
Personal Factor
hipertensi, kolestrol, dan DM.
Kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot ekstremitas superior sinistra 4/4/4/4
dan inferior sinistra 4/4/4/4)
2. Program :
Ortotik Prostetik
1. Evaluasi
:
Kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot ekstremitas superior sinistra 4/4/4/4 dan
inferior sinistra 4/4/4/4)
Program
:-
Psikologi
1. Evaluasi :
Kontak dan pemahaman baik.
Penderita ingin secepatnya kembali bekerja
Pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk sembuh
2. Program :
Sosial Medik
1. Evaluasi
2. Program
Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk berobat dan berlatih
secara teratur.
Terapi Bicara
1. Evaluasi :
2.
Program :
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ralph L, Scott EK, Joseph PB, Louis RC, J Connors,Antonio C, et al. An Updated
2.
Definition of Stroke for the 21st Century. Stroke. 2013; 44: 2064-2089.
Wirawan RP. Rehabilitasi Stroke Pada Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Indon, 2009,
3.
4.
and
interventions
for
poststroke
spasticity-related
complications.
Siwi RC. Epidemiologi Stroke. Dalam : Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Regional
6.
7.
8.
9.
2002 ; 11.
Sinaki M, Dorsher PT. Rehabilitation after Sroke. In : Basic Clinical Rehabilitation