Anda di halaman 1dari 20

TUTORIAL KLINIK

OTITIS MEDIA EFUSI

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun Oleh:
Diajeng Mahanani Rahita Mukti
42170134

Dosen Pembimbing Klinik :


dr. Arin Dwi Iswarini, Sp.THT-KL., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN RUMAH SAKIT BETHESDA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2017

1
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : An. RS
TanggalLahir : 2 April 2008
Usia : 9 tahun
Jeniskelamin : Laki-laki
Alamat : Umbulharjo, Yogyakarta
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal periksa : 11 Oktober 2017
No.RM : 01163XXX

II. ANAMNESIS
Tanggal : 12 Oktober 2017
A. Keluhan Utama
Kontrol. Tenggorokan sudah tidak sakit tapi tonsil masih membesar.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien sebelumnya mengeluhkan sakit tenggorokan sudah sejak 1 bulan
terakhir. Tenggorokan sakit pada saat menelan, sehingga nafsu makan pasien
sedikit menurun. Selain itu, pasien juga mengeluhkan pusing dan demam tetapi
tidak ada keluhan pada hidung maupun telinga. Awalnya sekitar 1 bulan lalu
pasien demam dan sakit tenggorokan dalam beberapa hari kemudian periksa ke
puskesmas, sudah diberi obat namun tidak membaik dan dirujuk ke RS Bethesda.
Setelah selesai diperiksa, pasien disarankan untuk operasi dan setuju
dilaksanakan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Batuk lama : (-)
Alergi : (-)
Maag : (-)
Asma : (-)
Riwayat trauma kepala : (-)

2
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa : (-)
DM, hipertensi, alergi, asma : (-)

E. Riwayat Pengobatan
Riwayat Operasi : (-)
Riwayat Mondok : (-)

F. Life style
Pasien adalah murid sekolah dasar, keseharian pasien adalah bersekolah
dan bermain dengan teman-teman.
Pola makan pasien 3x sehari dengan lauk pauk, sayur, dan susu terpenuhi.
Namun sejak sakit, nafsu makan pasien sedikit menurun. Pasien mengaku
tidak sering minum es, namun pasien suka membeli jajanan di depan
sekolah seperti chiki, gorengan, cilok, dll.
Tidak ada riwayat merokok dan konsumsi alkohol.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Cukup
BB : 24 kg
Tanda Vital
Tekanan Darah : Tidak dilakukan
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,80C

STATUS GENERALIS
A. Kepala
Ukuran Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), injeksi

3
konjungtiva (-/-), reflek pupil isokor, reflek cahaya
(+/+), gerakan bola mata baik kesegala arah.
Hidung : sesuai status lokalis
Mulut : sesuai status lokalis
Telinga : sesuai status lokalis
Leher : Limfonodi tidak teraba, nyeri tekan (-), pembesaran
tyroid (-)

B. Thorax
Inspeksi : dada simetris, kelainan bentuk dada (-), ketinggalan
gerak (-)
Palpasi : fremitus kanan-kiri normal, ictus cordis teraba di SIC
5 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : sonor +/+, batas jantung normal
Auskultasi : suara paru vesikuler(+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-),
suara jantung S1 dan S2 reguler tunggal, bising (-)

C. Abdomen:
Inspeksi : supel (+), distensi (-), jejas (-), benjolan/massa (-)
Auskultasi : peristaltik usus normal
Perkusi : timpani di sembilan region, nyeri ketuk (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)

D. Ekstremitas
Atas : Akral teraba hangat, edema (-) , CRT< 2 detik
Bawah : Akral teraba hangat, edema (-), CRT < 2 detik

4
STATUS LOKALIS

Telinga

Pemeriksaan Dextra Sinistra


Auricula dbn, deformitas (-) dbn, deformitas (-)
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Planum mastoidium Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Glandula limfatik Pembesaran (-) Pembesaran (-)
Can. Aud. Externa Serumen (+), edem (-), Serumen (+), edem (-),
Hiperemis (-) Hiperemis (-),
Membrana timpani Perforasi (-), Hiperemis (-), Perforasi (-),Hiperemis
RC (-) (-), RC (-)

Tes Pelana Dextra Sinistra


Rinne + +
Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Scwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Kesan: AD dan AS dalam batas normal

Hidung dan Sinus Paranasal

Pemeriksaan Dextra Sinistra


HIDUNG
Dorsum Nasi Deformitas (-), krepitasi (-), jejas (-), nyeri tekan (-)
Cavum Nasi Discharge (-) Discharge (-)
Rhinoskopi Anterior
Vestibulum Nasi Discharge (-), edema (-), hiperemis (-)
Septum Nasi Deviasi septum (-), perforasi (-)
Meatus Nasi Inferior Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),
discharge (-) discharge (-)
Konka Inferior Edema (-), hiperemis (-) Edema (-), hiperemis (-)
Meatus Nasi Media Hiperemis (-), polip (-), Hiperemis (-), discharge (-),
discharge (-), edema (-) polip (-), edema (-)
Konka Media Edema (-), hiperemis (-) Edema (-),hiperemis (-)

5
Rhinoskopi Posterior : Tidak dilakukan
Fossa Rossenmuller
Torus Tubarius
Muara Tuba Eustachius
Adenoid
Konka Superior
Choana
SINUS PARANASAL
Inspeksi Eritem (-), edema (-) Eritem (-), edema (-)
Perkusi Nyeri ketok (-) Nyeri ketok (-)
Transluminasi Tidak dilakukan
Kesan:Hidung dan sinus dalam batas normal

Oropharynx

CAVUM ORIS-TONSIL-FARING
Bibir Bibir sianosis dan kering (-), stomatitis (-)
Mukosa Oral Stomatitis (-), warna merah muda
Gusi dan Gigi Warna merah muda, karies dentis (-), ulkus (-)
Lingua Simetris, atrofi papil (-), lidah kotor (-), ulserasi (-)
Atap mulut Ulkus (-)
Dasar Mulut Ulkus (-)
Uvula Uvula tampak melekat denan tonsil kiri, hiperemis (+)
Tonsila Palatina T3, tonsil membesar T3, tonsil membesar,
hiperemis (+), detritus (-), hiperemis (+), detritus (-),
permukaan tidak rata, kripta permukaan tidak rata, kripta
melebar melebar
Peritonsil Abses (-) Abses (-)

Faring Hiperemis (+) minimal, discharge (-)


Kesan: tonsila palatina T3 dan hiperemis

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS
Tonsilitis kronis

6
VI. DIAGNOSIS BANDING
Tonsilofaringitis kronis
Tumor tonsil
Tonsil hipertrofi

VII. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
Antibiotik untuk menangani infeksi

Cefixime syr 30 ml 2x1 cth

Analgetik untuk mengurangi rasa nyeri

Ibuprofen 400 mg 3x1/2 tablet

Kortikosteroid untuk mengatasi peradangan

Methylprednisolone 4mg 3x1 tablet

b. Non Farmakologi
Tirah baring

VIII. EDUKASI
Istirahat yang cukup.
Meghindari makanan yang memicu peradangan seperti makanan pedas,
berminyak, mengandung pengawet dan minuman dingin.
Minum obat secara teratur.

IX. PLANNING
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan laboratorium dengan pengecatan gram dari sediaan apusan tonsil
untuk mengetahui kuman penyebab
Tonsilektomi (oleh Sp.THT)

IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI dan FISIOLOGI TONSIL

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Berdasarkan
lokasinya tonsil dibagi menjadi :

1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae. Tonsil lingual terletak di dasar
lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah,
di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut
yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.
2. Tonsilla palatina, terletak pada isthmus faucium antara arcus glosso palatinus
dan arcus glossopharingicus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm,
masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan
tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong
diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring,
dibatasi oleh :

Lateral muskulus konstriktor faring superior


Anterior muskulus palatoglosus
Posterior muskulus palatofaringeus
Superior palatum mole

8
Inferior tonsil lingual

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan
tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat
retikular dan jaringan limfatik difus.

3.Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.


Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan
tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat
retikular dan jaringan limfatik difus.

4.Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding
luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang
tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus
glosofaringeal.
Dari keempat macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina dan
tonsilla pharingica membentuk cincin yang dikenal dengan nama cincin Waldeyer.
Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan tonsil adalah tonsila palatina,
sedang tonsila faringeal lebih dikenal sebagai adenoid.

Gambar 1. Gambaran Tonsil dalam Cincin Waldeyer

9
B. PERDARAHAN
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu :3,4

1. A. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A.


Palatina asenden.
2. A. Maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden.
3. A. Lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal.
4. A. Faringeal asenden.

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a.


maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina
asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a.
lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a.
tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan
cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirim cabang-
cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden
juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior.
Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika
anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau
lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan
membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. vena-vena dari tonsil
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring

C. FISIOLOGI DAN IMUNOLOGI TONSIL


Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2%
dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa.Proporsi limfosit B dan T pada
tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat
sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit

10
dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen
ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel
limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi
dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu:
1. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
2. Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik.

D. DEFINISI DAN KLASIFIKASI TONSILITIS


DEFINISI
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer.
KLASIFIKASI
1. Tonsillitis akut
Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :

Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok.
Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.
Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus
beta hemoliticus yangdikenal sebagai strept throat, pneumococcus,
streptococcus viridian dan streptococcuspiogenes. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara
klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan
adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu
tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan
dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Pada pemeriksaan tampak tonsil
membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna
atau tertutup membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan
nyeri tekan.

11
2. Tonsilitis membranosa
Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang
termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu
hidung, faring dan laring.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10tahun
dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa
masih mungkin menderita penyakit ini.
Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi
sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi
dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit
ini jarang ditemukan.
Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C. Gejala berupa demam sampai 39 C, nyeri kepala , badan lemah
dan kadang gangguan pencernaan.

Penyakit Kelainan Darah

- Leukemia akut : gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan


di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak
kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis
dan rasa nyeri yag hebat di tenggorok.
- Angina agranulositosis : Penyebabnya ialah akibat keracunan obat
dari golongan amidopirin, sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di
mukosa mulut dan faring serta di sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini
juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran cerna.
- Infeksi mononucleosis : Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis
ulsero membranosa bilateral. Membran semu yang menutupi ulkus mudah
diangkat tanpa timbul pendarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher,
ketiak dan regioinguinal. Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit
mononukleus dalam jumlah besar.

12
3. Tonsilitis Kronik
` Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca
kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya
sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang bakteri berubah menjadi bakteri
gram negatif.

E. TONSILITIS KRONIS

1. DEFINISI

Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatina lebih dari 3 bulan,
setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Terjadinya
perubahan histologi pada tonsil, dan terdapatnya jaringan fibrotik yang menyelimuti
mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.(Adams, 2007)

Mikroabses pada tonsilitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal


infeksi bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain.Fokal infeksi
adalah sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana kuman atau produkproduknya
dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan penyakit.
Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama
sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang
jauh dari sumber infeksi.

Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan


tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar serangan terlihat
membesar disertai dengan hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior dan apabila
tonsil ditekan keluar detritus. (Lee, 2013)

2. ETIOLOGI

Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena
sering menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut
yang tidak diobati dengan tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh
bakteri yang sama yang terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah
bakteri gram positif. Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) : Streptokokus
alfa merupakan penyebab tersering dan diikuti Stafilokokus aureus, Streptokokus beta

13
hemolitikus grup A, Stafilokokus epidermis dan kuman gram negatif yaitu
enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli yang didapat ketika
dilakukan kultur apusan tenggorok.(Soepardi, 2012)

3. FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun


dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah
menjadi kuman golongan gram negatif.

4. PATOFISIOLOGI

Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh


baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh
makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena
infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-
faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman
semuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan
tonsil yang kronik. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah
menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi.

Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses
radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini
akan mengerut sehingga kripta akan melebar. Secara klinis kripta ini akan tampak
diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri
yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas
hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar
fossa tonsilaris. Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya
pada keadaan imun yang menurun. Pada anak-anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar submandibula. (Robertson, 2014)

14
5. MANIFESTASI KLINIS

Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut
yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan
(odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan
bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.

Tonsila akan memperlihatkan berbagai derajat hipertrofi dan dapat bertemu di


garis tengah. Nafas penderita bersifat ofensif dan kalau terdapat hipertrofi yang hebat,
mungkin terdapat obstruksi yang cukup besar pada saluran pernafasan bagian atas
yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal.

6. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-
kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus
baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar
tetapi tidak terdapat nyeri tekan. Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi
dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan
suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. (Soepardi,
2012)

Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi.
Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 T4. Cody& Thane (1993)
membagi pembesarantonsil dalam ukuran berikut :

T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula

T2 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar
anterior-uvula

T3 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar
anterior uvula

15
T4 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula atau lebih.

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Gejala klinis sleep obstructive
apnea lebih sering ditemui pada anak anak.

7. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik.


Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala yang
timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus
perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cefalosporin, makrolid, klindamicin, atau
injeksi secara intramuskular penisilin benzatin G. Terapi yang menggunakan penisilin
mungkin gagal (6-23%), oleh karena itu penggunaan antibiotik tambahan mungkin
akan berguna.Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu
diberikan selama sekurangnya 10 hari. Penatalaksanaan tonsilitis kronis dapat diatasi
dengan menjaga higiene mulut yang baik, obat kumur, dan tonsilektomi jika terapi
konservatif tidak memberikan hasil. (Adams, 2007)

16
Operatif

Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan


pasa pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan jaringan
tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi dapat menimbulkan berbagai
masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, syok, nyeri pasca
tonsilektomi, maupun infeksi.

Indikasi Tonsilektomi

Menurut The American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery (AAO-
HNS) tahun 2011 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :
1. Indikasi absolute
Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, odinofagia
berat, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal.
Abses peritonsilar yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase,
kecuali jika dilakukan fase akut.
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi.
2. Indikasi relatif
Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan
pengobatan medik yang adekuat.
Halitosis akibat tonsillitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan
medik.
Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak
membaik
dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap -laktamase.
3. Kontraindikasi
Riwayat penyakit perdarahan
Risiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol
Anemia
Infeksi akut

17
8. KOMPLIKASI

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah


sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun
berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :

Komplikasi ke sekitar tonsil (perkontinuitatum)

a. Peritonsilitis.
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan
abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal
dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil
dan penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau
pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal,
adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.

d. Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak
usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan
ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa
cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)


Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil
yang membentuk bahan keras seperti kapur.

Komplikasi Organ jauh:

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

18
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis (Jackson, 2009)

9. PROGNOSIS

Tonsilitis biasanya sembuh beberapa hari dengan beristrirahat dan pengobatan


suportif. Bila antibiotik di berikan untuk mengatasi infeksi,antibiotik harus di
konsumsi,bahkan walaupun penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu
singkat.gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami
infeksi saluran nafas lain,seperti infeksi telinga dan sinus pada kasus yang serius
tonsilitis dapat menyebabkan demam rematik dan pnemonie. (Jackson, 2009)

19
DAFTAR PUSTAKA

Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6thed. Penyakit-
penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.

Jackson C. Disease of the nose, throat and ear. 2 nded. Philadelphia: WB Sunders Co.
2009. pg: 239-59. 31

Lee, K.J. MD. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2013. McGraw-Hill.

Robertson, J.S. 2014. Journal of Tonsilitis. Available at: http://www.emedicine.com.


Accessed on: Oct 2017.

Soepardi.E.A,et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
7thed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.

20

Anda mungkin juga menyukai