Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS BEDAH PLASTIK

LAKI- LAKI 73 TAHUN FRAKTUR CORPUS MANDIBULA DEXTRA

Oleh:
William Gani G991902058

Periode: 3- 9 Juni 2019

Pembimbing :
dr. Amru Sungkar, Sp. B., Sp.BP-RE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2019

1
STATUS PASIEN

I. Anamnesa
A. Identitas pasien
Nama : Tn. P
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Wates Barat, Klego, Boyolali
No RM : 0146xxxx
MRS : 2 Juni 2019
Tanggal Periksa : 3 Juni 2019

B. Keluhan Utama
Nyeri rahang dan tidak bisa berjalan setelah terjatuh dari pohon.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengaku 6 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien sedang
memanjat pohon kelapa. Saat sedang memanjat, pasien tiba-tiba
terpeleset dan terjatuh dengan posisi tidak diketahui. Pingsan (-), Kejang
(-), Muntah (-). Setelah kejadian, pasien mengeluh tidak bisa berjalan dan
nyeri rahang. Oleh penolong pasien dibawa ke RS Karima Utama dan
dilakukan tindakan pemasangan infus, periksa lab, injeksi obat dan luka
dibersihkan. Karena kekurangan sarana, pasien dirujuk ke RSDM.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat operasi :disangkal

2
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat operasi :disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.

II. Anamnesa sistemik


Mata : mata kuning (-), mata kemerahan (-)
Telinga :darah (-), lendir (-), cairan (-), pendengaran
berkurang (-)
Mulut : darah (-), gusi berdarah (+), maloklusi (+)
Hidung : penciuman menurun (-), darah (-), sekret (-)
Sistem Respirasi : sesak nafas (-), suara sengau (-), sering tersedak (-)
Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-), sesak saat aktivitas (-)
Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), diare(-)
Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), jari tangan kaku (-)
Sistem Genitourinaria : nyeri BAK (-), kencing darah (-)

III. Pemeriksaan Fisik


A. Primary Survey
1. Airway : clear
2. Breathing Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri,
pernafasan 20x/menit
Palpasi : krepitasi (-/-)
Perkusi : sonor/ sonor
Auskultasi : SDV (+/+), ST (-/-)
3. Circulation : tekanan darah 142/66 mmHg, nadi 78x/menit

3
4. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm), lateralisasi (-)
5. Exposure : suhu 36,7ºC

B. Secondary Survey
1. Kepala : bentuk mesocephal
2. Mata : edema periorbita (-/-), konjungtiva pucat (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor(3mm/3mm),
reflek cahaya(-/-), hematom periorbita(-/-),
diplopia (-/-), gerakan bola mata normal.
3. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
4. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), secret (-),
keluar darah (-)
5. Mulut : lihat status lokalis
6. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),
nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat
7. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-), jejas
(-)
8. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal,
regular,bising(-)

9. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri, nyeri
tekan(-/-)
Perkusi : sonor/sonor

4
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan
(-/-)
10. Abdomen
Inspeksi : distended (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-)
11. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-),
nyeri BAK (-)
12. Ekstremitas : lihat status lokalis
Akral dingin Oedema

- - - -
- - - -

C. Status Lokalis
Regio Ankle (S)
Look : terpasang verban
Feel : NVD (-), krepitasi (+), NT (+)
Move : ROM terbatas nyeri
Regio Mandibula
Inspeksi : edema (+)
Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+)
Regio Intraoral
Inspeksi : maloklusi (+), gigi tanggal (-), edentulous (+)
Palpasi : gigi goyang (-), laserasi mukogingiva (+)

5
IV. Pemeriksaan Penunjang I
1. Pemeriksaan Laboratorium (02-05-2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12.9 g/dl 12.1-17.6
Hematokrit 38 % 33-45
Leukosit 10.0 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 215 ribu/ul 150-450
Eritrosit 3.95 juta/ul 4.50-5.90
HEMOSTASIS
PTT 14.1 DETIK 10-15
APTT 27.1 DETIK 20-40
INR 1.110 -
KIMIA KLINIK
GDS 181 mg/dL 60-140
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Nonreactive Nonreactive

6
2. Foto Kepala AP Lat

Kesimpulan:
Fraktur corpus mandibula bilateral

3. MSCT Kepala dengan Reformat Tanpa Kontras

7
Kesimpulan
 Tak tampak perdarahan di brain parenchym
 Fraktur corpus mandibula bilateral
 Sinusitis sphenoidalis kanan
 Septum nasal deviasi ke kanan grade 2

8
V. Foto Klinis

9
VI. Assesment
Fraktur Corpus Mandibula (D)

VII. Plan I
A. Pro ORIF
B. Oral Hygiene
C. Diet Cair

10
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Mandibula

Mandibula merupakan struktur paling inferior pada pandangan anterior


cranium. Struktur ini terdiri dari corpus mandibulae di anterior dan ramus
mandibulae di bagian posterior. Corpus mandibulae dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu basis mandibulae pada bagian inferior dan pars alveolaris
mandibulae pada bagian superior. Pars alveolaris mandibulae berisi dentes dan
akan diresorpsi ketika dentes dicabut1.
Ramus mandibulae mempunyai bentuk segiempat, terdiri dari
permukaan medial dan lateral, processus condylaris dan processus
coronoideus. Secara umum, permukaan lateral ramus mandibulae halus,
namun terdapat beberapa rigi dengan arah oblique, dan merupakan tempat
perlekatan m. Masseter1,2. Batas posterior dan inferior ramus membentuk
angulus mandibulae, sedangkan tepi superiornya bertakik membentuk incisura
mandibulae. Tepi anteriornya tajam dan dibawah bersinambungan dengan
linea obliqua pada corpus mandibulae1. Processus coronoideus meluas ke
superior dari pertemuan tepi anterior dan superior ramus mandibulae. Struktur
ini merupakan tempat perlekatan m. Temporalis. Processus condylaris meluas
ke superior dari tepi-tepi posterior dan superior ramus. Struktur tersebut terdiri
dari capitulum mandibulae dan collum mandibulae1.
Dari aspek fungsinya, merupakan gabungan tulang berbentuk L
bekerja untuk mengunyah dengan dominasi (terkuat) m. temporalis yang
berinsersi disisi medial pada ujung prosesus koronoideus dan m. masseter
yang berinsersi pada sisi lateral angulus dan ramus mandibula. M. pterigodeus
medial berinsersi pada sisi medial bawah dari ramus dan angulus mandibula.
M. masseter bersama m. temporalis merupakan kekuatan untuk menggerakkan
mandibula dalam proses menutup mulut. M. pterigoideus lateral berinsersi
pada bagian depan kapsul sendi temporo-mandibular, diskus artikularis

11
berperan untuk membuka mandibula. Fungsi m. pterigoid sangat penting
dalam proses penyembuhan pada fraktur intrakapsuler2.
Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang
merupakan cabang pertama dari arteri maxillaris yangmasuk melalui foramen
mandibula bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan dalam kanalis
alveolaris. Arteri alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigi-gigi bawah serta
gusi sekitarnya kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a. Mentalis.
Sebelum keluar dari foramen mentalis bercabang menuju incisivus dan
berjalan sebelah anterior ke depan didalam tulang. Arteri
mentalisberanastomosis dengan arteri facialis, arteri submentalis dan arteri
labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior merupakan cabang
dari arteri facialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu. Aliran darah balik
dari mandibula melalui vena alveolaris inferior ke vena facialis posterior.
Daerah dagu mengalirkan darah ke vena submentalis, yang selanjutnya
mengalirkan darah ke vena facialis anterior. Vena facialis anterior dan vena
facialis posterior bergabung menjadi vena fascialis communis yang
mengalirkan darah ke vena jugularis interna1,2.

Gambar 1. Anatomi Mandibula

12
Gambar 2. Anatomi mandibula dari arah sagital

Gambar 3. Anatomi mandibula dari arah lateral

B. Biomekanik Mandibula
Mandibula memiliki mobilitas dan gaya yang sangat banyak, sehingga
dalam melakukan penanganan fraktur mandibular harus benar-benar
diperhatikan biomekanik yang terjadi. Gerakan mandibula dipengaruhi oleh
empat pasang otot yang disebutotot-otot pengunyah, yaitu otot masseter,
temporalis, pterigoideus lateralis dan medialis. Otot digastricus bukan
termasuk ototpengunyah tetapi mempunyai peranan yang penting dalam
fungsi mandibula3,10.
Pada waktu membuka mulut, maka yang berkontraksi adalah m.
pterigoideus lateralis bagian inferior, disusul m. pterigoideus lateralis bagian
superior (yang berinsersi pada kapsul sendi) saat mulut membuka lebih
lebar3,9.

13
Sedangkan otot yang berperan untuk menutup mulut adalah m.
temporalis dan masseter dan diperkuat lagi oleh m. pterigoideus medialis.
Kekuatan dinamis dari ototpengunyah orang dewasa pada gigi seri ± 40kg,
geraham ±90kg, sedang kekuatan menggigit daerah incisivus ±10kg, molar
±15 kg3,10.
C. Fraktur Mandibula
Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linear atau terjadinya
diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat terjadi
akibat trauma atau karena proses patologis. Fraktur akibat trauma dapat terjadi
akibat perkelahian, kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, luka tembak, jatuh
ataupun trauma saat pencabutan gigi. Fraktur patologis dapat terjadi karena
kekuatan tulang berkurang akibat adanya kista, tumor jinak atau ganas rahang,
osteogenesis imperfecta, osteomyelitis, osteomalacia, atrofi tulang secara
menyeluruh atau osteoporosis nekrosis atau metabolic bone disease. Akibat
adanya proses patologis tersebut, fraktur dapat terjadi secara spontan seperti
waktu bicara, makan atau mengunyah.4,5,11

Mandibula merupakan tulang yang kuat, tetapi pada beberapa tempat


dijumpai adanya bagian yang lemah. Daerah korpus mandibula terutama terdiri
dari tulang kortikal yang padat dengan sedikit substansi spongiosa sebagai
tempat lewatnya pembuluh darah dan pembuluh limfe. Daerah yang tipis pada
mandibula adalah angulus dan sub condylus sehingga bagian ini termasuk
bagian yang lemah dari mandibula. Selain itu titik lemah juga didapatkan pada
foramen mentale, angulus mandibula tempat gigi molar III terutama yang
erupsinya sedikit, kolum kondilus mandibula terutama bila trauma dari depan
langsung mengenai dagu maka gayanya akan diteruskan kearah belakang.11,13

14
Gambar 4. Insidensi fraktur mandibula berdasar anatomi

Garis fraktur pada mandibula biasa terjadi pada area lemah dari
mandibula tergantung mekanisme trauma yang terjadi. Garis fraktur
subkondilar umumnya dibawah leher prosesus kondiloideus akibat perkelahian
dan berbentuk hampir vertikal. Namun pada kecelakaan lalu lintas garis fraktur
terjadi dekat dengan kaput kondilus, garis fraktur yang terjadi berbentuk
oblique. Pada regio angulus garis fraktur umumnya dibawah atau dibelakang
regio molar III kearah angulus mandibula. Pada fraktur corpus mandibula garis
fraktur tidak selalu paralel dengan sumbu gigi, seringkali garis fraktur
berbentuk oblique. Garis fraktur dimulai pada regio alveolar kaninus dan
insisivus berjalan oblique ke arah midline. Pada fraktur mendibula, fragmen
yang fraktur mengalami displaced akibat tarikan otot-otot mastikasi, oleh
karena itu maka reduksi dan fiksasi pada fraktur mendibula harus
menggunakan splinting untuk melawan tarikan dari otot-otot mastikasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi displacement fraktur mandibula antara
lain; arah dan kekuatan trauma, arah dan sudut garis fraktur, ada atau tidaknya
gigi pada fragmen, arah lepasnya otot dan luasnya kerusakan jaringan
lunak.6,12,13

15
Pada daerah ramus mandibula jarang terjadi fraktur, karena daerah ini
terfiksasi oleh m masseter pada bagian lateral, dan medial oleh m pterigoideus
medialis. Demikian juga pada prosesus koronoideus yang terfiksasi oleh m
masseter.13,14

D. Etiologi dan Patofisiologi


Benturan yang keras pada wajah dapat menimbulkan fraktur mandibula.
Toleransi mandibula terhadap benturan lebih tinggi daripada tulang-tulang
wajah yang lain. Fraktur mandibula lebih sering terjadi daripada fraktur tulang
wajah yang lain karena bentuk mandibula yang menonjol sehingga sensitif
terhadap benturan. Pada umumnya fraktur mandibula disebabkan oleh karena
trauma langsung.
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses
patologik.
1. Fraktur traumatik disebabkan oleh:
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (50.8%)
b. Terjatuh (22.3%)
c. Kekerasan atau perkelahian (18.8%)
d. Kecelakaan kerja (2.8%)
e. Kecelakaan berolahraga (3.7%)
f. Kecelakaan lainnya (1.6%)17
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang,
osteogenesis imperfekta, osteomieleitis, osteoporosis, atropi atau
nekrosis tulang.15
Patofisiologi fraktur pada mandibular seringkali disebabkan oleh
adanya trauma kepala yang disertai dengan luka serius sehingga menyebabkan
kerusakan pada os mandibula, maxilla, system pernafasan atas, system syaraf
pusat, pneumothorax, kontusi pulmoner dan miocardytis traumatic. Trauma
yang terjadi termasuk didalamnya adalah tertabrak kendaraan bermotor,
berkelahi, luka tembak, terjatuh dari ketinggian. Sedangkan kerusakan yang

16
terjadi secara tidak langsung misalnya adanyapencabutan gigi dengan disertai
periododental atau disertai dengan gangguan metabolism yang menyebabkan
osteoporosis.4,16,18

E. Klasifikasi Fraktur Mandibula


1. Menurut Bentuk Fraktur
a. Fraktur komplit, garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen
atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini
dapat menggambarkan arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau
unstabile.
b. Fraktur inkomplit, kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau
masih saling tertancap.
c. Fraktur komunitif, fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.
d. Fraktur kompresi, fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang
kanselus6.

2. Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur


a. Fraktur traumatik
1) Trauma langsung (direk), trauma tersebut langsung mengenai
anggota tubuh penderita.
2) Trauma tidak langsung (indirek), terjadi seperti pada penderita
yang jatuh dengan tangan menumpu dan lengan atas-bawah lurus,
berakibat fraktur caput radii atau klavikula. Kombinasi
pembengkokan dengan kompresi dapat mengakibatkan fraktur
butterfly, maupun kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan
kompresi seperti fraktur oblik dengan garis fraktur pendek.
b. Fraktur fatik atau stress
Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan
tulang menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada
olahragawan.

17
c. Fraktur patologis
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang
tersebut rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan6.

3. Menurut lokasi anatomis mandibular


a. Alveolar : fraktur yang terjadi sebatas daerah dukungan gigi mandibula
tanpa mengganggu kontinuitas struktur tulang dibawahnya.
b. Symphysis : fraktur di daerah insisivus yang berjalan dari prosessus
alveolaris melewati border inferior mandibula dalam arah vertikal.
c. Parasimfisis : fraktur yang terjadi diantara foramen mentale dan aspek
distal insisivus lateral mandibula meluas dari prosessus alveolaris
melewati border inferior mandibula.
d. Body/Corpus : fraktur yang terjadi di daerah antara foramen mentale
dan bagian distal molar kedua mandibula meluas dari prosessus
alveolaris melewati border inferior mandibula.
e. Angulus/Angle : fraktur distal molar kedua mandibula meluas dari titik
mana saja kurva yang dibentuk oleh pertemuan body dan ramus
didaerah retromolar ke kurva yang dibentuk border inferior body
mandibula dan border posterior ramus mandibula.
f. Ramus : fraktur dimana garis fraktur meluas secara horizontal melalui
border anterior dan posterior ramus atau yang berjalan vertikal dari
sigmoid notch ke border inferior mandibula
g. Prosesus Condylaris : fraktur yang berjalan dari sigmoid notch ke
border posterior ramus mandibula sepanjang aspek superior ramus.
h. Prosesus Coronoideus6,16,18,19

18
Gambar 5. Fraktur menurut lokasi anatomis mandibula

4. Menurut ada tidaknya gigi pada fraktur mandibula


a. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur
kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada
gigi)
b.Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
c. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan
ini dilakukn melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and
screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.6,11

5. Dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat


digolongkan menjadi :
a. Fraktur unilateral
Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari
satu fraktur yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal
ini terjadi, sering didapatkan pemindahan fragmen secara nyata.
b. Fraktur bilateral
Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan
langsung dan tidak langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme

19
yang menyangkut angulus dan bagian leher kondilar yang berlawanan
atau daerah gigi kanius dan angulus yang berlawanan.
c. Fraktur Multipel
Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsungdan tidak
langsung dapat menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada
umumnya fraktur ini terjadi karena trauma tepat mengenai titik tengah
dagu yang mengakibatkan fraktur pada simpisis dan kedua kondilus.
d. Fraktur Berkeping-keping (Comminuted)
Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang
cukup keras pada daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan
terkena peluru saat perang. Dalam sehari-hari, fraktur ini sering
terjadi pada simfisis dan parasimfisis atau akibat kontraksi muskulus
yang berlebihan.6,20,21

F. Gejala Fraktur Mandibula


Gejala yang umum didapatkan adalah :
1. Nyeri terutama pada otot-otot pengunyah dan sekitar sendiri, nyeri ini
dapat menjalarkeseluruhan muka, leher dan bahu,
2. Nyeri pada waktu gerak,
3. Keterbatasan gerak TMJ (trismus),
4. Gangguan oklusi,
5. Lain-lain: nyeri kepala, pusing, nyeri telinga, gangguan pendengaran.6,8

Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan


posisi rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang
bawah dan rahang atas. Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada
rahang dan rasa yang sakit jika menggerakkan rahang8.
Pembangkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi fraktur
pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat
pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi
yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur,

20
discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkaan,
terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut,
hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula
dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self cleansing karena
gangguan fungsi pengunyahan.6,7,8
Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat
kerusakan hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus,
hematom, edema pada jaringan lunak.6,7

G. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis pada fraktur mandibular, perlu
ditanyakan riwayat trauma dari pasien. Posisi waktu kejadian merupakan
informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang
terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkian fraktur
patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi
apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll)8.
Pertanyaan-pertanyaan lain seperti keadaan kardiovaskuler maupun
sistem respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes, atau
penderita dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat
lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan penggunaan
obat-obat anestesi, juga perlu ditanyakan pada penderita6,8,11,23.

2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau
kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus
diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi
Gustillo et al.

b. Palpasi : nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan.


Identifikasi adanya tidaknya krepitasi, biasanya penderita sangat nyeri

21
oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu dapat
ditiadakan.

c. Gerakan : gerakan yang tidak biasa pada daerah fraktur. Gerakan


sendi di sekitarnya terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.

d. Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen,


traktus, urinarius dan pelvis.

e. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal


fraktur yang berupa: pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit,
pengembalian darah ke kapiler6,8,11,25.

Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya rasa


sakit, pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya
gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi
intra oral, gigi yang longgar dan krepitasi menunujukkan kemungkinan
adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin juga terjadi trismus
(nyeri waktu rahang digerakkan). Evaluasi radiografi pada mandibula
mencakup foto polos, scan dan pemeriksaan panoramiks. Tapi
pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas fraktur
adalah dengan CT Scan5,6,8,11,22.

H. Pemeriksaan Penunjang

Dari gambaran radiologis adanya fraktur mandibula dapat dilihat sebagai


berikut :

1. Tulang alveolar
 Gambaran garis radiolusen pada alveolus, uncorticated
 Garis fraktur kebanyakan horizontal
 Letak segmen gigi yang tidak pada tempatnya
 Ligamen periodontal yang melebar
 Bisa didapatkan gambaran fraktur akar gigi

22
2. Corpus mandibula
 Terlihat celah radiolusen bila arah sinar x-ray sejajar garis fraktur
 Gambaran tersebut diatas bisa kurang jelas bila garis x-ray tidak
sejajar garis fraktur
 Step defect
 Biasanya terdapat fraktur pada caput condylus lateral
3. Condylus mandibula
 Caput condylus biasanya ”shared off”
 Step defect
 Overlap dari garis trabecular, tampak berupa gambaran garis
radiopaque
 Deviasi mandibula pada sisi yang fraktur

Penelitian radiologis yang paling informatif digunakan dalam


mendiagnosis fraktur mandibula adalah radiograf panoramik. Panoramik
menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam satu
radiograf. Panoramik membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki
kemampuan melihat secara detail area TMJ, simfisis dan gigi / daerah proses
alveolar.22
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior,
dan periapikal, dapat membantu. Pandangan lateral-obliq membantu
mendiagnosis ramus, angel, fraktur pada corpus posterior. Bagian kondilus,
bicuspid dan daerah simfisis seringkali tidak jelas. Tampilan oklusal
mandibula menunjukkan perbedaan di posisi tengah dan lateral fraktur body.
Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial
ataulateral ramus, sudut, tubuh, atau fraktur simfisis.22
CT scan juga memungkinkan dokter untuk survei fraktur wajah daerah
lain, termasuk tulang frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan
seluruh sistem horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial. CT scan
juga ideal untuk fraktur condylar, yang sulit untuk memvisualisasikan4,6,22,34.

23
I. Tata Laksana
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi
darah termasuk penanganan syok (circulaation), penanganan luka jaringan
lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera
otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu
reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara
terbuka (open reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga
fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase
penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.23,24

1. Terapi medis
Pasien dengan fraktur non-displaced atau minimal displace fraktur
condilar dapat diobati dengan analgesik, diet lunak, dan observasi. Pasien
dengan fraktur coronoideus sebaiknya diperlakukan sama. Selain itu,
pasien-pasien ini mungkin memerlukan latihan mandibula untuk
mencegah trismus. Jika fraktur mandibula membatasi gerak, terapi medis
merupakan kontraindikasi. 25
Teknik dari reduksi secara tertutup dan fiksasi dari fraktur
mandibula memiliki berbagai variasi. Penempatan Ivy loop menggunakan
kawat 24-gauge antara 2 gigi yang stabil, dengan penggunaan kawat yang
lebih kecil untuk memberikan fiksasi maxillomandibular (MMF) antara
loop Ivy, telah berhasil. Arch bar dengan kabel 24 – dan 26-gauge yang
fleksibel dan sering digunakan. Pada edentulous mandibula, gigi palsu
dapat ditranfer ke rahang dengan kabel circummandibular. Gigi tiruan
rahang atas dapat ditempelkan ke langit-langit. (Setiap screw dari
maxillofacial set dapat digunakan sebagai lag screw.) Arch bar dapat
ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF) dapat tercapai. Gunning
Splints juga telah digunakan pada kasus ini karena memberikan fiksasi
dan dapat diberikan asupan makanan. Pada kasus fraktur kominitif,

24
rekonstruksi mandibula mungkin diperlukan untuk mengembalikan posisi
anatomis dan fungsi.25,26
Luka pada dentoalveolar harus dievaluasi dan diobati bersamaan
dengan pengobatan fraktur mandibula. Gigi di garis fraktur harus
dievaluasi dan jika perlu diektraksi. Penggunaan antibiotik preoperatif
dan postoperative dalam pengobatan fraktur mandibula dapat mengurangi
resiko infeksi.26
Shetty dan Freymiller memberi rekomendasi berikut mengenai
gigi di garis fraktur mandibula, yaitu :
a. Gigi yang utuh dalam garis fraktur harus dibiarkan jika tidak
menunjukkan bukti melonggar atau terjadi proses inflamasi.
b.Gigi dengan akar retak harus dihilangkan.
c. Lakukan ekstraksi primer ketika ada kerusakan periodontal luas. 4,6

2. Terapi bedah
Gunakan cara paling sederhana yang paling mungkin untuk
mengurangi komplikasi dan menangani fraktur mandibula. Karena reduksi
secara terbuka (open reduction) meningkatkan resiko morbiditas, reduksi
secara tertutup digunakan pada kondisi kondisi sebagai berikut:
o Fraktur non displace
o Fraktur kommunitive yang sangat nyata
o Edentulous fraktur (menggunakan prostesis mandibula)
o Fraktur pada anak dalam masa pertumbuhan gigi
o Fraktur coronoid dan fraktur condilar27,28

Indikasi untuk reduksi secara terbuka6:


o Displace yang tidak baik pada angle, body atau fraktur parasimfisis
o Fraktur multiple pada wajah
o Fraktur Condylar Bilateral
o Fraktur pada edentulous mandibula27

25
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada
wajah (maksilofasial) mulai diperkenalkan olah Hipocrates (460-375 SM)
dengan menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi
bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran dan diagnosis
fraktur mandibula. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi
menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur mandibula
dan tulang wajah (maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan
penatalaksanaannya.4 Hal ini diikuti dengan perkembangan teknik fiksasi
mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages), pengikat rahang
atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan
imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and
screw).29
Cara imobilisasi fraktur mandibula secara interdental :
a. Menggunakan kawat
Kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang
disekitar dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah.
Rahang bawah yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di
kawat atas dan bawah, Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di
berbagai tempat untuk memperoleh fiksasi yang kuat.30,31
b. Imobilisasi fraktur mandibula dengan batang lengkung karet
Menggunakan batang lengkung dan karet : batang lengkung
dipasang pada gigi maxilla dan juga pada semua gigi mandibula yang
patah. Mandibula ditambatkan seluruhnya pada maxilla dengan karet
pada kait di batang lengkungan atas dan bawah.31

Prosedur penanganan fraktur mandibula :


a. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi
tertutup dan fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi
terbuka lebih disukai paada kebanyakan fraktur.

26
b. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi
tertutup dan arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.
c. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk
menyatukan fraktur
d. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup
dipertahankan selama 4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.
e. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila
dilakukan reduksi terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.32

3. Tindak Lanjut Postoperasi


Berikan analgetik pada periode postoperasi. Serta berikan
antibiotik spectrum luas pada pasien fraktur terbuka dan re-evaluasi
kebutuhan nutrisi. pantau intermaxilla fixation (IMF) selama 4-6 minggu.
Kencangkan kabel setiap 2 minggu. Setelah wire di buka, evaluasi dengan
foto panoramix untuk memastikan fraktur telah union.6,25
J. Komplikasi
Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan
fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion
ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian
aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda
asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion
yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga
disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan
melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk
lengkung mandibular. 30,33

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AW. Gray dasar-dasar anatomi. Jakarta:
Elsevie, 2012.

2. Snell R. S. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta:


EGC, 2006.

3. Soepardi E A, Iskandar N. Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung


Tenggorokan Kepala Leher. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia, 2006. Bab VII, pp: 132-156

4. Sjamsuhidajat, Jong W D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC,


2005.

5. Guyton AC dan Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC, 2007.

6. Bhagol A, Singh V, Singhal R. A Textbook of Advanced Oral and


Maxillofacial Surgery: Management of Mandibular Fractures. Orleans:
Orleans University, 2011. Pp:385-414

7. Mansjoer A, dkk. Eds. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi III. Jakarta : Media


Aesculapius FKUI, 2000.

8. Sudjatmiko G. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta:


Yayasan Khasanah Kebajikan, 2011.

9. Haug HR, Serafin BL. Mandibular Angle Fractures: A Clinical and


Biomechanical Comparison—the Works of Ellis and Haug. Craniomaxillofac
Trauma Reconstr, 2008. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3052729/

10. Rudderman, RH, Mullen, RL, Phillips, JH. The Biophysics of Mandibular
Fractures: An Evolution toward Understanding. Plastic and Reconstructive
Surgery, 2008. Available at:
http://www.researchgate.net/publication/5551396

28
11. Pickrell BB, Serebrakian AT, Maricevich RS. Mandible Fractures. Semin
Plast Surg, 2017. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5423793/

12. Vyas A, Mazumdar U, Khan F, Mehra M, Parihar L, Purohit C. A study of


mandibular fractures over a 5-year period of time: A retrospective study.
Contemp Clin Dent, 2014. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4229751/

13. Carlsen A, Marcussen M. Spontaneous fractures of the mandible concept &


treatment strategy. Med Oral Patol Oral Cir Bucal, 2016. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4765750/

14. Mukhopadhyay S. A retrospective study of mandibular fractures in children. J


Korean Assoc Oral Maxillofac Surg, 2018. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6327018/

15. Naval-Gias L, Rodriguez-Campo F, Naval-Parra B, Sastre-Peres J.


Pathological mandibular fracture: A severe complication of periimplantitis J
Clin Exp Dent, 2015. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4483346/

16. Zhou HH, Lv K, Yang RT, Li Z, Li ZB. Risk factor analysis and idiographic
features of mandibular coronoid fractures: A retrospective case–control study.
Sci Rep, 2017. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5438346/

17. Yildirgan K, et al. Mandibular Fractures Admitted to the Emergency


Department: Data Analysis from a Swiss Level One Trauma Centre. Emerg
Med Int, 2016. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5021490/

18. Lin KC, Peng SH, Kuo PJ, Chen YC, Rau CS, Hsieh CH. Patterns Associated
with Adult Mandibular Fractures in Southern Taiwan—A Cross-Sectional
Retrospective Study. Int J Environ Res Public Health, 2017. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5551259/

29
19. Lin FY, Wu CI, Cheng HT. Mandibular Fracture Patterns at a Medical Center
in Central Taiwan A 3-Year Epidemiological Review Medicine (Baltimore),
2017. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5758213/

20. Park KP, et al. Fracture patterns in the maxillofacial region: a four-year
retrospective study. J Korean Assoc Oral Maxillofac Surg, 2015. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4699931/

21. Samman M, Ahmed SW, Beshir H, Almohammadi T, Patil SR. Incidence and
Pattern of Mandible Fractures in the Madinah Region: A Retrospective Study
J Nat Sci Biol Med, 2018. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5812076/

22. Naeem A, Gemal H, Reed D. Imaging in traumatic mandibular fractures.


Quant Imaging Med Surg, 2017. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5594017/

23. Bhagol A, Singh V, Singhal R. Management of Mandibular Fractures. 2012.


Available at: https://www.intechopen.com/books/a-textbook-of-advanced-
oral-and-maxillofacial-surgery/management-of-mandibular-fractures

24. Boffano P, Kommers SC, Roccia F, Forouzanfar T. Mandibular trauma


treatment: A comparison of two protocols. Med Oral Patol Oral Cir Bucal,
2012. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4393986

25. Nasser M, Pandis N, Fleming PS, Fedorowicz, Ellis E, Ali K. Interventions


for the management of mandibular fractures (Review). Cochrane Database of
Systematic Reviews, 2013. Available at:
https://dyz6l42c0kkca.cloudfront.net/articles/downloaded/cochrane/10b7f365
ad2b00a36

26. Zavlin D, et al. Multi-institutional Analysis of Surgical Management and


Outcomes of Mandibular Fracture Repair in Adults. Craniomaxillofac
Trauma Reconstr, 2018. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5790542/

27. Stone N, et al. Treatment Delay Impact on Open Reduction Internal Fixation
of Mandibular Fractures: A Systematic Review. Plast Reconstr Surg Glob

30
Open, 2018. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6157940/

28. Ghasemzadeh A, Mundinger GS, Swanson EW, Utria AF, Dorafshar AH.
Treatment of Pediatric Condylar Fractures: A 20-Year Experience. Plast
Reconstr Surg, 2015. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5109929/

29. Wusiman P, Taxifulati D, Weidong L, Moming A. Three-dimensional versus


standard miniplate, lag screws versus miniplates, locking plate versus non-
locking miniplates: Management of mandibular fractures, a systematic review
and meta-analysis. J Dent Sci, 2019. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6445977/

30. Anyanechi C, Osunde OD, Saheeb BD. Complications of the use of trans-
osseous wire osteosynthesis in the managementof compound, unfavorable and
non-comminuted mandibular angle fractures. Ghana Med J, 2016. Available
at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5044794/

31. Belli E, et al. Surgical evolution in the treatment of mandibular condyle


fractures. BMC Surg, 2015. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4365967/

32. Spinzia A, et al. Open reduction and internal fixation of extracapsular


mandibular condyle fractures: a long-term clinical and radiological follow-up
of 25 patients. BMC Surg, 2014. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4163058/

33. Oruc M, et al. Analysis of Fractured Mandible Over Two Decades. J


Craniofac Surg, 2016. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5023768/

34. Shah S, et al. Diagnostic tools in maxillofacial fractures: Is there really a need
of three-dimensional computed tomography? Indian J Plast Surg. 2016.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5052996/

31

Anda mungkin juga menyukai