Oleh:
William Gani G991902058
Pembimbing :
dr. Amru Sungkar, Sp. B., Sp.BP-RE
1
STATUS PASIEN
I. Anamnesa
A. Identitas pasien
Nama : Tn. P
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Wates Barat, Klego, Boyolali
No RM : 0146xxxx
MRS : 2 Juni 2019
Tanggal Periksa : 3 Juni 2019
B. Keluhan Utama
Nyeri rahang dan tidak bisa berjalan setelah terjatuh dari pohon.
2
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat operasi :disangkal
3
4. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm), lateralisasi (-)
5. Exposure : suhu 36,7ºC
B. Secondary Survey
1. Kepala : bentuk mesocephal
2. Mata : edema periorbita (-/-), konjungtiva pucat (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor(3mm/3mm),
reflek cahaya(-/-), hematom periorbita(-/-),
diplopia (-/-), gerakan bola mata normal.
3. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
4. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), secret (-),
keluar darah (-)
5. Mulut : lihat status lokalis
6. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),
nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat
7. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-), jejas
(-)
8. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal,
regular,bising(-)
9. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri, nyeri
tekan(-/-)
Perkusi : sonor/sonor
4
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan
(-/-)
10. Abdomen
Inspeksi : distended (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-)
11. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-),
nyeri BAK (-)
12. Ekstremitas : lihat status lokalis
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -
C. Status Lokalis
Regio Ankle (S)
Look : terpasang verban
Feel : NVD (-), krepitasi (+), NT (+)
Move : ROM terbatas nyeri
Regio Mandibula
Inspeksi : edema (+)
Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+)
Regio Intraoral
Inspeksi : maloklusi (+), gigi tanggal (-), edentulous (+)
Palpasi : gigi goyang (-), laserasi mukogingiva (+)
5
IV. Pemeriksaan Penunjang I
1. Pemeriksaan Laboratorium (02-05-2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12.9 g/dl 12.1-17.6
Hematokrit 38 % 33-45
Leukosit 10.0 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 215 ribu/ul 150-450
Eritrosit 3.95 juta/ul 4.50-5.90
HEMOSTASIS
PTT 14.1 DETIK 10-15
APTT 27.1 DETIK 20-40
INR 1.110 -
KIMIA KLINIK
GDS 181 mg/dL 60-140
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Nonreactive Nonreactive
6
2. Foto Kepala AP Lat
Kesimpulan:
Fraktur corpus mandibula bilateral
7
Kesimpulan
Tak tampak perdarahan di brain parenchym
Fraktur corpus mandibula bilateral
Sinusitis sphenoidalis kanan
Septum nasal deviasi ke kanan grade 2
8
V. Foto Klinis
9
VI. Assesment
Fraktur Corpus Mandibula (D)
VII. Plan I
A. Pro ORIF
B. Oral Hygiene
C. Diet Cair
10
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Mandibula
11
berperan untuk membuka mandibula. Fungsi m. pterigoid sangat penting
dalam proses penyembuhan pada fraktur intrakapsuler2.
Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang
merupakan cabang pertama dari arteri maxillaris yangmasuk melalui foramen
mandibula bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan dalam kanalis
alveolaris. Arteri alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigi-gigi bawah serta
gusi sekitarnya kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a. Mentalis.
Sebelum keluar dari foramen mentalis bercabang menuju incisivus dan
berjalan sebelah anterior ke depan didalam tulang. Arteri
mentalisberanastomosis dengan arteri facialis, arteri submentalis dan arteri
labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior merupakan cabang
dari arteri facialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu. Aliran darah balik
dari mandibula melalui vena alveolaris inferior ke vena facialis posterior.
Daerah dagu mengalirkan darah ke vena submentalis, yang selanjutnya
mengalirkan darah ke vena facialis anterior. Vena facialis anterior dan vena
facialis posterior bergabung menjadi vena fascialis communis yang
mengalirkan darah ke vena jugularis interna1,2.
12
Gambar 2. Anatomi mandibula dari arah sagital
B. Biomekanik Mandibula
Mandibula memiliki mobilitas dan gaya yang sangat banyak, sehingga
dalam melakukan penanganan fraktur mandibular harus benar-benar
diperhatikan biomekanik yang terjadi. Gerakan mandibula dipengaruhi oleh
empat pasang otot yang disebutotot-otot pengunyah, yaitu otot masseter,
temporalis, pterigoideus lateralis dan medialis. Otot digastricus bukan
termasuk ototpengunyah tetapi mempunyai peranan yang penting dalam
fungsi mandibula3,10.
Pada waktu membuka mulut, maka yang berkontraksi adalah m.
pterigoideus lateralis bagian inferior, disusul m. pterigoideus lateralis bagian
superior (yang berinsersi pada kapsul sendi) saat mulut membuka lebih
lebar3,9.
13
Sedangkan otot yang berperan untuk menutup mulut adalah m.
temporalis dan masseter dan diperkuat lagi oleh m. pterigoideus medialis.
Kekuatan dinamis dari ototpengunyah orang dewasa pada gigi seri ± 40kg,
geraham ±90kg, sedang kekuatan menggigit daerah incisivus ±10kg, molar
±15 kg3,10.
C. Fraktur Mandibula
Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linear atau terjadinya
diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat terjadi
akibat trauma atau karena proses patologis. Fraktur akibat trauma dapat terjadi
akibat perkelahian, kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, luka tembak, jatuh
ataupun trauma saat pencabutan gigi. Fraktur patologis dapat terjadi karena
kekuatan tulang berkurang akibat adanya kista, tumor jinak atau ganas rahang,
osteogenesis imperfecta, osteomyelitis, osteomalacia, atrofi tulang secara
menyeluruh atau osteoporosis nekrosis atau metabolic bone disease. Akibat
adanya proses patologis tersebut, fraktur dapat terjadi secara spontan seperti
waktu bicara, makan atau mengunyah.4,5,11
14
Gambar 4. Insidensi fraktur mandibula berdasar anatomi
Garis fraktur pada mandibula biasa terjadi pada area lemah dari
mandibula tergantung mekanisme trauma yang terjadi. Garis fraktur
subkondilar umumnya dibawah leher prosesus kondiloideus akibat perkelahian
dan berbentuk hampir vertikal. Namun pada kecelakaan lalu lintas garis fraktur
terjadi dekat dengan kaput kondilus, garis fraktur yang terjadi berbentuk
oblique. Pada regio angulus garis fraktur umumnya dibawah atau dibelakang
regio molar III kearah angulus mandibula. Pada fraktur corpus mandibula garis
fraktur tidak selalu paralel dengan sumbu gigi, seringkali garis fraktur
berbentuk oblique. Garis fraktur dimulai pada regio alveolar kaninus dan
insisivus berjalan oblique ke arah midline. Pada fraktur mendibula, fragmen
yang fraktur mengalami displaced akibat tarikan otot-otot mastikasi, oleh
karena itu maka reduksi dan fiksasi pada fraktur mendibula harus
menggunakan splinting untuk melawan tarikan dari otot-otot mastikasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi displacement fraktur mandibula antara
lain; arah dan kekuatan trauma, arah dan sudut garis fraktur, ada atau tidaknya
gigi pada fragmen, arah lepasnya otot dan luasnya kerusakan jaringan
lunak.6,12,13
15
Pada daerah ramus mandibula jarang terjadi fraktur, karena daerah ini
terfiksasi oleh m masseter pada bagian lateral, dan medial oleh m pterigoideus
medialis. Demikian juga pada prosesus koronoideus yang terfiksasi oleh m
masseter.13,14
16
terjadi secara tidak langsung misalnya adanyapencabutan gigi dengan disertai
periododental atau disertai dengan gangguan metabolism yang menyebabkan
osteoporosis.4,16,18
17
c. Fraktur patologis
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang
tersebut rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan6.
18
Gambar 5. Fraktur menurut lokasi anatomis mandibula
19
yang menyangkut angulus dan bagian leher kondilar yang berlawanan
atau daerah gigi kanius dan angulus yang berlawanan.
c. Fraktur Multipel
Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsungdan tidak
langsung dapat menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada
umumnya fraktur ini terjadi karena trauma tepat mengenai titik tengah
dagu yang mengakibatkan fraktur pada simpisis dan kedua kondilus.
d. Fraktur Berkeping-keping (Comminuted)
Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang
cukup keras pada daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan
terkena peluru saat perang. Dalam sehari-hari, fraktur ini sering
terjadi pada simfisis dan parasimfisis atau akibat kontraksi muskulus
yang berlebihan.6,20,21
20
discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkaan,
terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut,
hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula
dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self cleansing karena
gangguan fungsi pengunyahan.6,7,8
Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat
kerusakan hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus,
hematom, edema pada jaringan lunak.6,7
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis pada fraktur mandibular, perlu
ditanyakan riwayat trauma dari pasien. Posisi waktu kejadian merupakan
informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang
terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkian fraktur
patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi
apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll)8.
Pertanyaan-pertanyaan lain seperti keadaan kardiovaskuler maupun
sistem respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes, atau
penderita dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat
lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan penggunaan
obat-obat anestesi, juga perlu ditanyakan pada penderita6,8,11,23.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau
kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus
diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi
Gustillo et al.
21
oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu dapat
ditiadakan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Tulang alveolar
Gambaran garis radiolusen pada alveolus, uncorticated
Garis fraktur kebanyakan horizontal
Letak segmen gigi yang tidak pada tempatnya
Ligamen periodontal yang melebar
Bisa didapatkan gambaran fraktur akar gigi
22
2. Corpus mandibula
Terlihat celah radiolusen bila arah sinar x-ray sejajar garis fraktur
Gambaran tersebut diatas bisa kurang jelas bila garis x-ray tidak
sejajar garis fraktur
Step defect
Biasanya terdapat fraktur pada caput condylus lateral
3. Condylus mandibula
Caput condylus biasanya ”shared off”
Step defect
Overlap dari garis trabecular, tampak berupa gambaran garis
radiopaque
Deviasi mandibula pada sisi yang fraktur
23
I. Tata Laksana
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi
darah termasuk penanganan syok (circulaation), penanganan luka jaringan
lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera
otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu
reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara
terbuka (open reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga
fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase
penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.23,24
1. Terapi medis
Pasien dengan fraktur non-displaced atau minimal displace fraktur
condilar dapat diobati dengan analgesik, diet lunak, dan observasi. Pasien
dengan fraktur coronoideus sebaiknya diperlakukan sama. Selain itu,
pasien-pasien ini mungkin memerlukan latihan mandibula untuk
mencegah trismus. Jika fraktur mandibula membatasi gerak, terapi medis
merupakan kontraindikasi. 25
Teknik dari reduksi secara tertutup dan fiksasi dari fraktur
mandibula memiliki berbagai variasi. Penempatan Ivy loop menggunakan
kawat 24-gauge antara 2 gigi yang stabil, dengan penggunaan kawat yang
lebih kecil untuk memberikan fiksasi maxillomandibular (MMF) antara
loop Ivy, telah berhasil. Arch bar dengan kabel 24 – dan 26-gauge yang
fleksibel dan sering digunakan. Pada edentulous mandibula, gigi palsu
dapat ditranfer ke rahang dengan kabel circummandibular. Gigi tiruan
rahang atas dapat ditempelkan ke langit-langit. (Setiap screw dari
maxillofacial set dapat digunakan sebagai lag screw.) Arch bar dapat
ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF) dapat tercapai. Gunning
Splints juga telah digunakan pada kasus ini karena memberikan fiksasi
dan dapat diberikan asupan makanan. Pada kasus fraktur kominitif,
24
rekonstruksi mandibula mungkin diperlukan untuk mengembalikan posisi
anatomis dan fungsi.25,26
Luka pada dentoalveolar harus dievaluasi dan diobati bersamaan
dengan pengobatan fraktur mandibula. Gigi di garis fraktur harus
dievaluasi dan jika perlu diektraksi. Penggunaan antibiotik preoperatif
dan postoperative dalam pengobatan fraktur mandibula dapat mengurangi
resiko infeksi.26
Shetty dan Freymiller memberi rekomendasi berikut mengenai
gigi di garis fraktur mandibula, yaitu :
a. Gigi yang utuh dalam garis fraktur harus dibiarkan jika tidak
menunjukkan bukti melonggar atau terjadi proses inflamasi.
b.Gigi dengan akar retak harus dihilangkan.
c. Lakukan ekstraksi primer ketika ada kerusakan periodontal luas. 4,6
2. Terapi bedah
Gunakan cara paling sederhana yang paling mungkin untuk
mengurangi komplikasi dan menangani fraktur mandibula. Karena reduksi
secara terbuka (open reduction) meningkatkan resiko morbiditas, reduksi
secara tertutup digunakan pada kondisi kondisi sebagai berikut:
o Fraktur non displace
o Fraktur kommunitive yang sangat nyata
o Edentulous fraktur (menggunakan prostesis mandibula)
o Fraktur pada anak dalam masa pertumbuhan gigi
o Fraktur coronoid dan fraktur condilar27,28
25
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada
wajah (maksilofasial) mulai diperkenalkan olah Hipocrates (460-375 SM)
dengan menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi
bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran dan diagnosis
fraktur mandibula. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi
menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur mandibula
dan tulang wajah (maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan
penatalaksanaannya.4 Hal ini diikuti dengan perkembangan teknik fiksasi
mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages), pengikat rahang
atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan
imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and
screw).29
Cara imobilisasi fraktur mandibula secara interdental :
a. Menggunakan kawat
Kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang
disekitar dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah.
Rahang bawah yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di
kawat atas dan bawah, Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di
berbagai tempat untuk memperoleh fiksasi yang kuat.30,31
b. Imobilisasi fraktur mandibula dengan batang lengkung karet
Menggunakan batang lengkung dan karet : batang lengkung
dipasang pada gigi maxilla dan juga pada semua gigi mandibula yang
patah. Mandibula ditambatkan seluruhnya pada maxilla dengan karet
pada kait di batang lengkungan atas dan bawah.31
26
b. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi
tertutup dan arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.
c. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk
menyatukan fraktur
d. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup
dipertahankan selama 4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.
e. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila
dilakukan reduksi terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.32
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AW. Gray dasar-dasar anatomi. Jakarta:
Elsevie, 2012.
5. Guyton AC dan Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC, 2007.
10. Rudderman, RH, Mullen, RL, Phillips, JH. The Biophysics of Mandibular
Fractures: An Evolution toward Understanding. Plastic and Reconstructive
Surgery, 2008. Available at:
http://www.researchgate.net/publication/5551396
28
11. Pickrell BB, Serebrakian AT, Maricevich RS. Mandible Fractures. Semin
Plast Surg, 2017. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5423793/
16. Zhou HH, Lv K, Yang RT, Li Z, Li ZB. Risk factor analysis and idiographic
features of mandibular coronoid fractures: A retrospective case–control study.
Sci Rep, 2017. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5438346/
18. Lin KC, Peng SH, Kuo PJ, Chen YC, Rau CS, Hsieh CH. Patterns Associated
with Adult Mandibular Fractures in Southern Taiwan—A Cross-Sectional
Retrospective Study. Int J Environ Res Public Health, 2017. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5551259/
29
19. Lin FY, Wu CI, Cheng HT. Mandibular Fracture Patterns at a Medical Center
in Central Taiwan A 3-Year Epidemiological Review Medicine (Baltimore),
2017. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5758213/
20. Park KP, et al. Fracture patterns in the maxillofacial region: a four-year
retrospective study. J Korean Assoc Oral Maxillofac Surg, 2015. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4699931/
21. Samman M, Ahmed SW, Beshir H, Almohammadi T, Patil SR. Incidence and
Pattern of Mandible Fractures in the Madinah Region: A Retrospective Study
J Nat Sci Biol Med, 2018. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5812076/
27. Stone N, et al. Treatment Delay Impact on Open Reduction Internal Fixation
of Mandibular Fractures: A Systematic Review. Plast Reconstr Surg Glob
30
Open, 2018. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6157940/
28. Ghasemzadeh A, Mundinger GS, Swanson EW, Utria AF, Dorafshar AH.
Treatment of Pediatric Condylar Fractures: A 20-Year Experience. Plast
Reconstr Surg, 2015. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5109929/
30. Anyanechi C, Osunde OD, Saheeb BD. Complications of the use of trans-
osseous wire osteosynthesis in the managementof compound, unfavorable and
non-comminuted mandibular angle fractures. Ghana Med J, 2016. Available
at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5044794/
34. Shah S, et al. Diagnostic tools in maxillofacial fractures: Is there really a need
of three-dimensional computed tomography? Indian J Plast Surg. 2016.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5052996/
31