Anda di halaman 1dari 20

RESPONSI KASUS

TINEA PEDIS

DISUSUN OLEH:
William Gani

G991902058

PEMBIMBING:
dr. Endra Yustin Ellistasari, M.Sc, Sp.KK(K), FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2019
LEMBAR PENGESAHAN RESPONSI

Kasus responsi yang berjudul: Tinea Kruris


William Gani, NIM G991902058 Periode: 23 Desember 2019 – 19 Januari
2020

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dari Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit Kelamin
RSUD Dr Moewardi – Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Surakarta, Januari 2020

Residen Pemeriksa Chief Residen

dr. Niluh dr. Adni

Staff Pembimbing

dr. Endra Yustin Ellistasari, M.Sc, Sp.KK(K), FINSDV

1
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Endra Yustin Ellistasari, M.Sc, Sp.KK(K),


FINSDV
Nama Mahasiswa : William Gani
NIM : G991902058

TINEA PEDIS

A. PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang didalamnya
terdapat kandungan zat tanduk, seperti stratum korneum pada epidermis,
rambut dan kuku. Penyakit ini disebabkan oleh jamur jenis dermatofita.
Penyakit jenis ini juga sering disebut dengan istilah tinea, ringworm, kurap,
teigne, herpes sinata. Dermatofita termasuk kedalam kelas Fungi imperfecti
yang terbagi menjadi 3 genus yaitu : Mikrosporum, Trikofiton dan
Epidermofiton.1 Di Amerika spesies Trikofiton yaitu T. rubrum dan T.
interdigitale adalah spesies yang paling umum ditemukan.2
Dermatofitosis menurut bagian tubuh yang diserang dibagi menjadi
dermatomikosis, trikomikosis dan onikomikosis. Sementara menurut lokasi
tubuh yang diserang, dermatofitosis terbagi menjadi 1:
1. Tinea kapitis : dermatofitosis pada kulit kepala dan rambut
2. Tinea barbae : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
3. Tinea kruris : dermatofitosis pada genitokrural, bokong, dan kadang
mencapai perut bagian bawah
4. Tinea pedis et manus : dermatofitosis pada kaki dan tangan
5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
6. Tinea korporis : dermatofitosis pada lokasi yang tidak tersebut diatas
Dari seluruh jenis dermatofitosis, tinea pedis merupakan dermatofitosis

2
yang paling sering dijumpai. Prevalensi tinea pedis diperkirakan sekitar 10%
di seluruh dunia.2

B. DEFINISI
Tinea pedis adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela
jari dan telapak kaki.1

C. EPIDEMIOLOGI
Dermatofitosis merupakan infeksi jamur superfisial yang paling sering
terjadi di seluruh dunia dan tersebar di negara berkembang khususnya negara
dengan iklim tropis dan subtropis seperti India yang memiliki suhu
lingkungan dan kelembapan tinggi. Faktor lain yang dapat meningkatkan
prevalesi penyakit ini adalah penggunaan alas kaki yang tertutup dan gaya
berpakaian yang ketat akibat pengaruh urbanisasi.3
Tinea pedis merupakan dermatofitosis yang paling sering dijumpai.
Prevalensi tinea pedis diperkirakan sekitar 10% di seluruh dunia, dan
disebabkan terutama karena penggunaan alas kaki yang oklusif. Insidensi dari
tinea pedis lebih tinggal pada mereka yang menggunakan kolam renang,
shower dan tempat mandi komunal/umum. Dengan banyaknya dermatofita
yang ada di lingkungan, selain faktor paparan, faktor penjamu seperti respon
imun individual terhadap dermatofit memiliki peran penting dalam infeksi
tinea pedis.2

D. ETIOLOGI
Dermatofita merupakan kelompok jamur yang mencerna keratin
sebagai sumber nutrisi. Jamur ini selain memiliki sifat keratolitik memiliki
sifat dermatofitosis lain yang sama seperti bersifat faali, taksonomis,
antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhan dan dapat menjadi
sebuah penyakit.1 Terdapat 41 spesies dermatofita yang telah ditemukan
terdiri dari 17 spesies Mikrosporum, 21 spesies Trikofiton dan 2 spesies
Epidermofiton1.

3
Tinea pedis paling sering disebabkan oleh T. rubrum. Selain itu, T.
interdigitale dan E. floccosum juga bisa menyebabkan tinea pedis.2

E. PATOGENESIS
Infeksi jamur pada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan
produk atau spesimen yang terkontaminasi seperti tanah, rambut atau jaringan
epidermis hewan dan individu lain yang terinfeksi. Kontak dengan individu
lain yang terinfeksi dapat terjadi melalui anggota keluarga, lingkungan kerja,
atau melalui pemakaian barang bersama seperti sisir, sepatu dan pakaian.4
Dermatofitosis menghasilkan enzim armamentarium (keratinolitik protease,
lipase) yang berperan sebagai faktor virulensi untuk melakukan perlekatan
dan invasi pada kulit, rambut maupun kuku serta memanfaatkan keratin
sebagai sumber nutrisi. Terjadi infeksi dermatofitosis melalui berbagai cara
yaitu :
1. Perlekatan
Dermatofita harus melewati beberapa lapis pertahanan inang
sebelum hifa dapat berkembang pada jaringan berkeratin.2 Setelah
melewati berbagai rintangan (sinar ultraviolet, variasi suhu dan
kelembapan), bersaing dengan flora normal, sphingosines yang
diproduksi oleh keratinosit dan asam lemak yang dihasilkan kelenjar
sebasea, artrokonidia (elemen infeksi) baru dapat melekat pada jaringan
berkeratin.5 Artrokonidia adalah elemen infeksi jamur berupa spora
aseksual yang terbentuk dari fragmentasi hifa. Perlekatan artrokonidia
pada jaringan berkeratin adalah langkah awal suksesnya proses
perlekatan jamur pada inangnya.6
Proses perlekatan ini juga dipengaruhi beberapa faktor seperti
tingkat kerapatan dinding sel, pengaruh sebum antara artrospora dan
korneosit serta trauma dan lesi pada kulit. Faktor-faktor ini
mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk melekat pada keratin
sehingga waktu yang dibutuhkan oleh berbagai jenis dermatofita
berbeda-beda.

4
2. Penetrasi
Trauma dan kelelahan menfasilitasi penetrasi dermofita melalui
kulit.2 Dermatofita memiliki protease yang bertujuan untuk mencerna
ikatan keratin menjadi oligopeptida dan asam amino. Ketika infeksi
dimulai, spora harus dapat berkembang dan melakukan penetrasi pada
stratum korneum lebih cepat dari proses deskuamasi. Penetrasi yang
dilakukan dermatofita diikuti dengan sekresi serine-subtilisin multipel
dan metallo-endoprotease (fungalisin) yang disebut keratinase (selalu
dapat ditemukan dalam dermatofita).7,8
Selain itu terdapat mannan pada dinding sel dermatofita yang
memiliki peran menghambat proliferasi keratinosit dan imunitas sel.
Mannan pada T. rubrum memiliki peran dalam fenomena imunosupresi
serta menghambat respon limfoproliferatif pada leukosit mononuklear
dan menghambat proliferasi keratinosit secara langsung atau melalui
alterasi fungsi limfosit yang berkontribusi pada tingkat kronisitas
infeksi T. rubrum.7,8,9,10
3. Respon Inang
Dermatofita menghadapi beberapa lini pertahan non spesifik
inang terdiri dari beberapa mekanisme seperti asam lemak fungistatik,
peningkatan proliferasi epidermal dan sekresi mediator inflamasi pada
imunitas sel. Pada mekanisme pertahanan ini keratinosit merupakan lini
pertama pertahanan inang terhadap jamur. Keratinosit menunjukkan
respon kompleks terhadap invasi melalui proliferasi untuk
meningkatkan penghancuran dan sekresi peptida antimikrobia termasuk
didalamnya human β defensin-2 dan sitokin pro inflamasi (IFN-α,
TNFα, IL-1 β, 8, 16, dan 17) yang akan menghasilkan respon imun lebih
jauh.
Apabila lapisan epidermis yang lebih dalam terlibat, pertahanan
non spesifik baru akan teraktifkan berupa perlawanan oleh tranferin
tidak tersaturasi. Reaksi inflamasi inang bergantung pada status imun
juga habitat alami dermatofita yang terlibat.

5
Level pertahanan selanjutnya yang diperantarai sel yang memicu
terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Respon inflamasi diikuti
hipersensitivitas ini diikuti resolusi klinis serta terganggunya imunitas
diperantai sel sehingga menyebabkan dermatofitosis kronik atau
rekurren. Respon Th2 dinilai tidak cukup melindungi dilihat dari pasien
dengan titer antigen antibodi jamur yang meningkat tetap mengalami
infeksi dermatofitosis yang luas.2

F. GEJALA KLINIS
Gejala klinis dari tinea pedis bisa muncul berupa salah satu dari bentuk
dibawah, ataupun gabungan dari:
1. Tipe interdigitalis
Gambaran klinis tipe ini dimulai dengan adanya sisik, eritema dan
maserasi pada kulit kaki bagian interdigitalis dan subdigitalis, terutama
pada sela jari kaki ketiga dan keempat serta sela jari kaki keempat dan
kelima. Jika keadaan mendukung, infeksi bisa menyebar ke bagian tumit
maupun punggung kaki, tetapi jarang mengenai bagian dorsal. Oklusi
dan koinfeksi bakteri (Pseudomonas, Proteus, dan Staphylococcus
aureus) dapat menyebabkan erosi interdigital dengan rasa gatal dan bau
yang merupakan gejala khas dari dermatofitosis kompleks atau athlete’s
foot.2

Gambar 1. Tinea pedis tipe interdigital.

6
Bentuk klinis dapat berlangsung bertahun-tahun dengan
menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa keluhan sama sekali.1
2. Tipe hiperkeratotik kronis (Moccasin)
Pada tipe ini, terdapat kulit yang menebal dan bersisik pada telapak
kaki serta bagian lateral dan medial dari kaki, dengan distribusi
menyerupai sepatu jenis moccasin. Tingkat eritema bervariasi, dapat
muncul juga beberapa vesikel yang dapat menyembuh dengan
meninggalkan sisik kolaret dengan diameter kurang dari 2 mm. Paling
sering disebabkan oleh T. rubrum, diikuti oleh E. floccosum, lalu T.
interdigitale.
3. Tipe vesikobulosa
Tipe ini biasanya disebabkan oleh T. interdigitale. Dapat ditemui
vesikel, vesikopustul atau bulla pada telapak kaki dan daerah periplantar.
Tinea jenis ini jarang ditemui pada anak-anak.
4. Tipe ulseratif akut
Tinea pedis yang disebabkan T. interdigitale bersamaan dengan
superinfeksi bakteri gram negative bisa menyebabkan munculnya
vesikel, pustule dan ulserasi purulent pada permukaan telapak kaki.
Sering berhubungan dengan selulitis, limfangitis dan limfadenopati.

Gambar 2. Tinea pedis tipe Moccasin

7
Gambar 3. Tinea pedis tipe vesikulobulosa

Gambar 4. Tinea pedis tipe ulseratif akut

G. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis tinea kruris melalui gejala klinis dan pemeriksaan
berupa 1,2:
1. Anamnesis
Anamnesis berupa onset, durasi, gejala dan kontak yang
memungkinkan menjadi penyebab terjadinya tinea pedis seperti kontak

8
dengan hewan, tanah dan individu lain yang memiliki keluhan sama.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis pada regio yang terkena, Pada tinea
pedis tipe interdigitalis didapatkan sisik, eritema dan maserasi pada
kulit kaki bagian interdigitalis dan subdigitalis, terutama pada sela jari
kaki ketiga dan keempat serta sela jari kaki keempat dan kelima. Pada
tipe hiperkeratotik kronis terdapat kulit yang menebal dan bersisik pada
telapak kaki serta bagian lateral dan medial dari kaki, dengan distribusi
menyerupai sepatu jenis moccasin. Pada tipe vesikobulosa dapat
ditemui vesikel, vesikopustul atau bulla pada telapak kaki dan daerah
periplantar.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH
Bahan kerokan kulit untuk pemeriksaan KOH didapatkan
dengan cara mengerok bagian lesi. Kerokan diperiksa dengan
KOH 10% yang diberi tinta Parker biru hitam atau biru
laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup
dan diperiksa dibawah mikroskop. Apabila penyebabnya adalah
jamur maka didapatkan garis yang memiliki indeks bias lain dari
sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat dan
dikenal dengan hifa.
b. Pemeriksaan sinar wood
Pemeriksaan sinar wood dapat memberikan perubahan
warna pada seluruh lesi sehingga batas lesi dapat dilihat dengan
jelas. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat dengan
lebih jelas perubahan pigmentasi yang menyertai kelainan ini.
c. Pemeriksaan biakan jamur
Pemeriksaan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara
diagnostik karena memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan
ini menggunakan media agar malt atau saboraud’s agar. Koloni
yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat

9
mengkilap dan lama-kelamaan akan kering. Jika dilihat dibawah
mikroskop terlihat yeast cell bentuk oval dengan hifa pendek.

H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama penyakit ini adalah kandidiasis kutis,
dermatitis kontak, psoriasis hiperhidrosis.1,2 Tinea pedis harus dibedakan
dengan dermatitis, yang biasanya batasnya tidak jelas, bagian tepi tidak lebih
aktif daripada bagian tengah. Efek samping obat topikal juga dapat memberi
gambaran serupa yang menyerupai dermatitis, sehingga perlu dipikirkan
adanya dermatitis kontak. Pada hyperhidrosis terlihat kulit mengelupas atau
maserasi. Kalau hanya terlihat vesikel-vesikel, biasanya terletak sangat dalam
dan terbatas pada telapak kaki dan tangan. Kandidiasis (erosi interdigitalis
blastomisetika) sulit dibedakan dengan tinea pedis murni. Infeksi sekunder
dengan spesies Candida atau bakteri lain juga sering menyertai tinea pedis,
sehingga pemeriksaan laboratorium dan interpretasi yang bijaksana
diperlukan untuk membedakan satu dengan yang lain. Psoriasis dapat dikenal
dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya
lutut, siku dan punggung. Kulit berambut juga sering terkena pada penyakit
ini.1
I. TERAPI
Terapi tinea pedis dengan lesi terbatas cukup diberikan obat topikal.
Lama pemberian bervariasi antara 1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis
obat yang diberikan. Obat oral atau kombinasi obat oral dan topikal diberikan
untuk lesi yang luas. Berikut pilihan obat yang dapat diberikan 11:
1. Terapi topikal
a. Obat pilihan : Golongan alilamin (krim terbinafin,
butenafin) sekali sehari selama 1-2 minggu.
b. Alternatif :
1) Golongan azol seperti krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
2) Golongan Siklopiroksolamin (ciclopirox gel 0.77%

10
atau krim 1%) 2 kali sehari selama 4 minggu untuk
tinea pedis dan tinea interdigitalis.
2. Terapi sistemik
Diberikan apabila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi
a. Obat pilihan : Terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu.
Anak-anak 5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
b. Alternatif: Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 3 minggu, atau
100 mg/hari selama 4 minggu.
Selain terapi berupa medikamentosa, terapi non medikamentosa
penting diberikan berupa edukasi untuk 11:
1. Menjaga kebersihan diri
2. Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi
obat
3. Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat
4. Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang
rentan terinfeksi jamur
5. Hindari penggunaan handuk dan pakaian bergantian dngan orang
lain. Cuci handuk yang kemungkinan terkontaminasi
6. Screening keluarga
7. Tatalaksana linen infeksius : pakaian, sprei, handuk dan linen
lainnya direndam dalam sodium hipoklorit 2% untuk membunuh
jamur atau menggunakan desinfektan lain.

J. PROGNOSIS
Bila diobati dengan benar, penyakit ini dapat sembuh dan tidak
kambuh, kecuali bila terpajan ulang dengan jamur penyebab.11

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting.


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2011.h.92-9.
2. Schieke MS dan Garg A. Superficial Fungal Infection. Dalam:
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel
DJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill Company; 2012.h.2276-97.
3. Havlickova B, Czaika VA, Friedrich M. Epidemiological trends in skin
mycoses worldwide. Mycoses. 2008; 51 Suppl 4:2-15 .
4. Mendez-Tovar LJ. Pathogenesis of dermatophytosis and tinea versicolor.
Clin Dermatol. 2010; 28(2):185–9.
5. Tainwala R dan Sharma YK. Pathogenesis of dermatophytosis. Indian J
Dermatol. 2011; 56: 259-61.
6. Laksmipathy DT dan Kannabiran K. Review on dermatomycosis:
pathogenesis and treatment. J. Nat. Sci. 2010; 7: 726-31.
7. Dahl M. Dermatophytosis and the immune response. J Am Acad Dermatol.
1994; 31:34
8. Vermout S, Tabart J, Baldo A, Mathy A, Losson B, Mignon B. Pathogenesis
of dermatophytosis. Mycopathologia. 2008;166:267-75.
9. Verma S, Heffernan MP. Fungal disease. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: Mc.Graw Hill
Companies; 2008.h.1807-20.
10. Samdani AJ. Dermatophyte growth and degradation of human stratum
corneum in vitro (pathogenesis of dermatophytosis). J Ayub Med Coll
Abbottabad. 2005;17:19-21.
11. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Dermatofitosis. Dalam: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin

12
Indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit
dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017.h.50-5.

13
LAPORAN KASUS

A. Anamnesis
1. Identitas
Nama : An. N
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Randu Sari
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Periksa : 27 Desember 2019
No. RM : 0148xxx

2. Keluhan Utama
Bercak kemerahan disertai gatal pada kedua kaki.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli kulit RSDM dengan keluhan bercak
kemerahan disertai rasa gatal pada kaki yang dikeluhkan sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku bercak merah awalnya
berukuran kecil, kemudian semakin lama semakin meluas. Pasien
mengaku keluhan bertambah parah jika pasien berkeringat. Pasien sudah
pernah memeriksakan diri ke dokter umum 3 minggu sebelum pasien ke
poli kulit RSDM dan diberikan obat minum serta salep. Keluhan sempat
membaik tetapi muncul kembali. Pasien tidak mengetahui jenis obat yang
diberikan. Pasien mengaku obat dikonsumsi 2 kali sehari selama 1
minggu. Obat salep juga digunakan 2 kali sehari selama seminggu.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat penyakit lain : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : (+) udang, ayam, telur

14
Riwayat diabetes melitus dan HT : disangkal
Riwayat asma : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat asma : disangkal

6. Riwayat Kebiasaan
Pasien mandi 2x sehari dengan menggunakan sabun batangan dan
selalu mengganti baju setelah mandi. Pasien makan 3 kali sehari berupa
nasi dan lauk pauk berupa sayur. Pasien menggunakan sepatu selama 9
jam sehari dan menggunakan kaos kaki sekitar 12 jam sehari. Pasien
mengganti kaos kaki 2 kali seminggu.

7. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang pelajar, bersekolah di pesantren. Pasien
tinggal di pesantren. Pasien berobat dengan menggunakan fasilitas BPJS
(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan kelas III.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata

a. Keadaan Umum : Pasien tampak sakit ringan, GCS E4V5M6


kompos mentis
b. Vital Sign : TD : 120/80 mmHg
RR : 18 x/menit
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36 oC

15
c. Antropometri : BB : 50 kg
TB : 161cm
IMT : 19.53 Kg/m2 (Normoweight)
d. Kelainan kuku : tidak ditemukan
e. Kepala : dalam batas normal
f. Mata : dalam batas normal
g. Hidung : dalam batas normal
h. Mulut : dalam batas normal
i. Wajah : dalam batas normal
j. Leher : dalam batas normal
k. Punggung : dalam batas normal
l. Dada : dalam batas normal
m. Gluteus : dalam batas normal
n. Anogenital : dalam batas normal
o. Abdomen : dalam batas normal
p. Ekstremitas atas : dalam batas normal
q. Ekstremitas bawah : lihat status dermatovenereologi

C. Status Dermatovenereologi

16
Status dermatovenereologi :
Pada regio pedis dekstra et sinistra terdapat plak eritem multipel dengan
skuama diatasnya. Sebagian terdapat erosi, sebagian tertutup krusta.

D. Diagnosis Banding
1. Tinea pedis

17
2. Kandidiasis kutis
3. Dermatitis kontak iritan

E. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan kerokan kulit KOH 10% pada regio pedis dekstra et sinistra
: (+), ditemukan hifa panjang bersekat, spora (-).

F. Diagnosis Kerja
Tinea pedis

G. Terapi
1. Non medikamentosa
a. Edukasi pasien mengenai penyakit, gejala, tatalaksana, dan
prognosis
b. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
sekitar
c. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan dan menjaga area lesi
tetap kering
d. Edukasi pasien untuk menghindari gosokan dan garukan pada lesi
e. Edukasi pasien untuk lebih sering untuk tidak menggunakan handuk
dan pakaian secara bergantian dan diusahakan handuk sering
dijemur agar tidak lembab
f. Edukasi pasien untuk melakukan terapi yang diberikan dengan rutin,

18
teratur dan sesuai dosis
2. Medikamentosa
a. Krim ketokonazol 2% dioleskan pada lesi dengan dilebihkan 2 cm
dari batas lesi sebanyak 2x sehari setelah mandi pagi dan sore selama
4 minggu.
b. Setirizin oral dosis 10mg/hari apabila gatal terasa menganggu

H. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanctionam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad kosmetikam : bonam

19

Anda mungkin juga menyukai