Anda di halaman 1dari 25

BAB I

LAPORAN KASUS
HERNIA INGUINALIS LATERALIS INCARSERATA

1.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : Tn. JR
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. KUA Rt 5/4 Kedopok
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
No. Rekam Medik : 627298
Tanggal Masuk RS : 15 September 2017
Ruangan : Bougenvil Kelas III Laki-laki
Tanggal Oprasi : 15 September 2017
Tanggal Pemeriksaan : 15 September 2017

1
1.2 Anamnesis

Riwayat keluhan pasien diperoleh secara autoanamnesis yang


dilakukan pada tanggal 15 September 2017 saat pasien tiba di Ruangan IGD,
RSUD dr. Moh. Saleh Proboliggo.

1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh adanya benjolan pada lipatan paha kanan.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD dr. Moh. Saleh Proboliggo pada tanggal 15
September 2017 pukul 19.15 WIB dengan keluhan adanya benjolan
pada pangkal paha kanan yang menonjol terus menerus sejak tadi
pagi. Benjolan ini sudah dirasakan sejak 4 tahun yang lalu. Biasanya
benjolan tersebut dapat masuk dengan sendirinya, namun saat ini tidak
dapat kembali. Selain itu pasien mengeluh nyeri pada benjolan dan
sekitarnya, mual dan muntah sejak tadi pagi sudah 3x dan rasa tidak
nyaman di perut, BAB (-), Flatus (-), BAK (produksi menurun).
Pasien mengeluh hal yang memperberat kondisi tersebut adalah
saat pasien bekerja, biasanya bila pasien istirahat benjolan tersebut
dapat masuk dengan sendirinya. Namun saat ini tidak dapat masuk
dengan sendirinya. Pekerjaan pasien saat ini sebagai petani jagung

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan adanya benjolan pada bagian lipatan paha kanan
sebelumnya tidak pernah diperiksakan karena pasien merasa benjolan
tersebut masih bisa keluar masuk dengan sendirinya. Setelah benjolan
tersebut tidak bisa masuk dan Pasien memeriksakan diri ke IGD
RSUD dr. Moh. Saleh Proboliggo
a. Riwayat Penyakit Serupa : (-)
b. Riwayat Diabetes Melitus : (-)

2
c. Riwayat Hipertensi : (+)
d. Riwayat Penyakit Jantung : (-)
e. Alergi Obat : (-)
f. Alergi Makanan : (-)
g. Riwayat Asma : (-)
h. Riwayat Operasi : (-)
i. Riwayat opname di RS : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat Keluarga Serupa : (-)
b. Riwayat Diabetes Melitus : (-)
c. Riwayat Hipertensi : (-)
d. Riwayat Penyakit Jantung : (-)

5. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya belum pernah berobat dan pasien langsung memeriksan
ke IGD RSUD Moh Saleh.

6. Riwayat Kebiasaan
Merokok (+), Alkohol (-), Pekerjaan sehari-hari pasien sebagai petani
jagung.

1.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Cukup


2. Kesadaran
- Kualitatif : Composmentis
- Kuantitatif : GCS : 4-5-6
3. Tanda Vital Sign
- Tekanan Darah : 143/83 mmHg
- Nadi : 100 x/menit

3
- Pernafasan : 17 x/menit
- Suhu : 36,70C
4. Status Generalis
- Kepala : Bentuk simetris, deformitas (-)
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (-)
- Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), deviasi (-)
- Telinga : Simetris telinga kanan dan kiri, nyeri tekan trangus (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
- Mulut : Mukosa mulut lembab (+)
- Leher : Pembesaran kelenjar throid (-), massa (-)
- KGB : Pembesaran KGB pada daerah aksilaris bawah (-),
aksilaris tengah (-), aksilaris atas (-), supraklavikular (-)
5. Thorax
a. Jantung
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-),
deformitas (-)
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultrasi : S1 dan S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)
b. Paru
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), gerak nafas
tertinggal (-), massa (-), jejas (-)
- Palpasi : Gerak dinding dada simetris, fremitus vokal paru
kanan dan kiri simetris, fremitus raba kanan dan
kiri simetris
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru depan dan belakang
- Auskultrasi : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
6. Abdomen
- Inspeksi : Distensi (+), asites (-), jejas (-), massa (-)

4
- Auskultrasi : Bising usus ( )
- Palpasi : Supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (+), hepar,
lien, dan ginjal tidak teraba
- Perkusi : Timpani
+ +
7. Ekstremitas : Akral hangat , Oedema , CRT < 2 detik.
+ +

8. Status Lokalis
- Regio : Inguinalis Dextra
- Inspeksi : Terdapat benjolan pada inguinal dextra, batas tegas
Saat pasien berbaring benjolan tidak dapat masuk
Warna kulit sama dengan daerah sekitar, tidak terdapat
jejas, darah, maupun pus
- Palpasi : Teraba benjolan dengan diameter 8x5cm pada daerah
inguinal, permukaan rata, berbatas tegas, nyeri tekan (+).
- Auskultasi : Peristaltik usus meningkat

1.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Fungsi Ginjal
BUN : 15,3 mg/dL (10-20mg/dL)
Creatinin : 0,9mg/ dL (0,5-1,7mg/dL)
Fungsi Hati
SGOT : 16U/I (<31 U/I)
SGPT : 16 U/I (<31 U/I)
Darah Lengkap
- Hemoglobin : 15,0 g/dL (normal: 12-16 g/dL)
- Leukosit : 13,930/mm3 (normal: 4.000-11.000/mm3)
- Trombosit : 254.000/cmm (normal: 150.000-450.000)
Faal Hemostasis
- APTT : 36,9s (35-45 detik)

5
Hitung Jenis
- Eosinofil : 3,5% (normal: 0-8%)
- Basofil : 0,2% (normal: 0-3%)
- Neutrofil : 82,5% (normal: 45-70%)
- Limfosit : 9,6% (normal: 16-46%)
- Monosit : 4,2% (normal: 4-11%)

Hepatitis Marker
- HbsAg Kualitatif : Negatif
Voluntary Counseling and Testing (VCT)
- B24 : Non reaktif.

1.5 Differential Diagnosis


- Abses Inguinal
- Lipoma Funikuli
- Hidrokel
1.6 Assesment
Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Incarserata
1.7 Planning
Pemeriksaan Laboratorium (CITO!)
Pre Operasi:
- Informed Consent
- Puasa 8 jam
- Infus RL
- Pemberian antibiotik profilaksis
Operasi CITO!:
- Pro Herniorraphy
Post Operasi:
- Monitoring Keluarnya darah dari drain

6
- Infus RL
- Antibiotik
- Analgesik
- Follow up pasien

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Epidemiologi Hernia Inguinalis Latateralis


Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinya hernia, hernia
dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia dapatan atau akuisita.
Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai lokasi anatominya, seperti
hernia diafragma, hernia, inguinal, femoralis, umbilikalis, dll. Menurut
sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar-masuk.
Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring
atau bila didorong masuk perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada
keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat
direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel.1

Sekitar 75% hernia terjadi disekitar lipat paha, berupa hernia inguinal
direk, indirek, serta hernia femoralis; hernia insisional 10%, hernia ventralis
10%, hernia umbilikalis 3% dan hernia lainnya 3%. Pada hernia di abdomen,
isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-
aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari atas cincin, kantong, dan isi
hernia.1

2.2 Anatomi2
Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan
panjang 4 cm dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinale. Dinding yang
membatasi kanalis inguinalis adalah:
a. Anterior : Dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus eksternus dan 1/3
lateralnya muskulus obliqus internus.

8
b. Posterior : Dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis
yang bersatu dengan fasia transversalis dan membentuk dinding posterior
dibagian lateral. Bagian medial dibentuk oleh fasia transversa dan konjoin
tendon, dinding posterior berkembang dari aponeurosis muskulus
transversus abdominis dan fasia transversal.
c. Superior: Dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus internus dan
muskulus transversus abdominis dan aponeurosis.
d. Inferior : Dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare.

Bagian ujung atas darikanalisinguinalis adalah internal inguinal ring. Ini


merupakan defek normal dan fasia transversalis dan berbentuk huruf U dan
V dan terletak di bagian lateral dan superior. Batas cincin interna adalah
pada bagian atas muskulus transversus abdominis,
iliopubliktractdaninterfoveolar (Hasselbach) ligament dan pembuluh darah
epigastrikinferior di bagian medial. External inguinal ring adalah daerah
pembukaan pada aponeurosis muskulus obliqus eksternus, berbentuk U
dangan ujung terbuka ke arah inferior dan medial.

Isi kanalis inguinalis pria :

a. Duktus deferens
b. 3 arteri yaitu Arterispermatika interna, Arteri diferential , Arteri
spermatika eksterna
c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus : Cabang genitaldarinervus genitofemoral, Nervus ilioinguinalis
, Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. 3 lapisan fasia: Fasia spermatika eksterna lanjutan dari fasia innominate,
Lapisan kremaster, berlanjut dengan serabut-serabut muskulus obliqus
internus dan fasia otot, Fasia spermatika interna, perluasan dari fasia
transversal.

9
Struktur anatomi keseluruhan di daerah Inguinal

1. Fasia Superfisialis
Fasia ini terbagi dua bagian, superfisial (Camper) dan profundus (Scarpa).
Bagian superfisial meluas ke depan dinding abdomen dan turun ke sekitar
penis, skrotum, perineum, paha, bokong. Bagian yang profundus meluas dari
dinding abdomen ke arah penis (Fasia Buck).
2. Ligamantum Inguinale (Poupart)
Merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus obliqus
eksternus.Terletak mulai dari Sias sampai ke ramus superior tulang publis.
3. Aponeurosis muskulus obliqus eksternus
Di bawah linea arkuata (Douglas), bergabung dengan aponeurosis muskulus
obliqus internus dan transversus abdominis yang membentuk lapisan
anterior rektus. Aponeurosis ini membentuk tiga struktur anatomi di dalam
kanalis inguinalis berupa ligamentum inguinale,lakunare dan refleksi
ligamentum inguinale (Colles).
4. Ligamentum lakunare (Gimbernat)
Merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk dari
serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah Sias. Ligamentum
ini membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum melekat pada
ligamentum pektineal. Ligamentum ini membentuk pinggir medial kanalis
femoralis.
5. Ligamentum pektinea (Cooper)
Ligamentum ini tebal dan kuat yang terbentuk dari ligamentum lakunare dan
aponeurosis muskulus obliqus internus, transversus abdominis dan muskulus
pektineus. Ligamentum ini terfiksir ke periosteum dari ramus superior pubis
dan ke bagian lateral periosteum tulang ilium.

10
6. Konjoin tendon
Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis
obliqusinternus dengan aponeurosis transversus abdominis yang berinsersi
pada tuberkulum pubikum dan ramus superior tulang pubis.
7. Falx inguinalis (Ligamentum Henle)
Terletak di bagian lateral, vertikal dari sarung rektus, berinsersi pada tulang
pubis, bergabung dengan aponeurosis transversus abdominis dan fasia
transversalis.
8. Ligamentum interfoveolaris (Hasselbach)
Sebenarnya bukan merupakan ligamentum, tapi penebalan dari fasia
transversalis pada sisi medial cincin interna terletak diinferior
9. Refleksi ligamentum inguinale (Colles)
Ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis yang berasal dari crus
inferior cincin externa yang meluas ke linea alba.
10. Traktus iliopubika
Perluasan dari arkus iliopektinea keramus superior pubis, membentuk bagian
dalam lapisan muskulo aponeurotik bersama muskulus transversus abdominis
dan fasia transversalis. Traktus ini berjalan di bagian medial, ke arah pinggir
inferior cincin dalam dan menyilang pembuluh darah femoral dan membentuk
pinggir anterior selubung femoralis.
11. Fasia transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus abdominis.
12. Segitiga Hasselbach
Hasselbach tahun 1814 mengemukakan dasar darisegi tiga yang dibentuk
oleh pekten pubis dan ligamentum pektinea. Segitiga ini dibatasi oleh :
Supero-lateral : Pembuluh darah epigastrika inferior
Medial : Bagian lateral rektus abdominis.
Inferior : Ligamentum ingunale.

11
2.3 Fisiologi
Pada orang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu:
1. Kanalis inguinalis yang berjalan miring.
2. Struktur otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis
internus ketika berkontraksi.
3. Fasia transversa kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya
hampir tidak berotot.

Bila Terjadi gangguan pada 3 mekanisme ini maka akan terjadi hernia.
Faktor yang dipandang berperan adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan didalam rongga abdomen dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Insiden hernia yang meningkat dengan
bertambahnya umur mungkin disebabkan oleh meningkatnya penyakit yang
membuat tekanan intraabdomen meningkat dan berkurang nya kekuatan
jaringan penunjang. Ketika otot dinding perut berelaksasi, bagian yang
membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu, tekanan
intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal.
Sebaliknya, bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan
lebih mendatar dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah
masuknya usus kedalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut
antara lain terjadi akibat kerusakan nervus ilioinguinalis dan nervus femoralis
setelah apendektomi.3

2.4 Patofisiologi
Secara patofisiologi peningkatan tekanan intra abdomen akan mendorong
anulus inguinalis internus terdesak. Hernia inguinalis dapat terjadi karena
anomali kongenital atau karena yang didapat faktor yang dipandang berperan
kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Lebih banyak pada laki- laki dari pada perempuan.
Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia

12
pada Anulus Internus yang cukup besar sehingga dapat dilalui oleh kantong
dan isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu. Faktor yang
dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka,
peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut
karena usia. Bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis dapat mencegah
masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis, kelemahan dinding perut antara
lain terjadi akibat kerusakan inguinalis. Tanda dan gejala klinis dapat
ditentukan oleh keadaan isi hernia, pada hernia reponibel keluhan satu-satunya
adalah benjolan dilipat paha yang muncul pada saat bediri, batuk, bersin atau
mengejan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri biasanya
dirasakan di epigastium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena
regangan pada mesrentium sewaktu, satu segmen usus halus masuk kedalam
kantung hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau
terjadi inkarsesari karena ileus atau strangulasi karena nekrosis.4
2.5 Klasifikasi
A. Berdasarkan letaknya hernia pada abdominalis dibagi menjadi:
Groin : Inguinalis indirek (lateralis), direk (medialis), femoralis
Anterior : Umbilikal, epigastric
Pelvis : Obturator, perineal
Posterior : lumbar
Sebanyak 75% hernia abdmonalis terjadi diinguinal dengan perbandingan
indirek dan direk 2:1, serta lebih sering dialami laki-laki daripada
perempuan.5
B. Berdasarkan sifatnya
Reponibilis : Isi hernia bisa keluar masuk
Ireponibilis : Isi hernia tidak dapat dikembalikan ke rongga atas
Inkarserata : Isi hernia tidak dapat dikembalikan dan terjepit oleh
cincin hernia. Terdapat gangguan pasase usus. Istilah ini tidak digunakan
dipraktik klinis sehari-hari karena sama dengan istilah ireponibilis .

13
Strangulata : Isi hernia tidak dapat dikembalikan dan terjepit oleh
cincin hernia terdapat gangguan vaskularisasi, nyeri hebat.5

2.6 Differential Diagnosis6


Hidrokel
Abses Inguinal
Lipoma Funikuli

2.7 Diagnosis

Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan benjolan di lipatan paha.

Biasanya benjolan timbul saat bekerja, saat mengejan, atau mengangkat

benda berat

Benjolan hilang pada saat istirahat.

Nyeri, mual, muntah, BAB (-) Flatus (-) BAK (produksi menurun) dapat

dirasakan apabila terjadi komplikasi

Pemeriksaan Fisik:

Pada inspeksi akan tampak benjolan di inguinal. Apabila tidak tampak, pasien

dapat disuru berdiri atau mengejan. Apabila hernia sudah tampak harus

diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukan kembali. Keadaan cincin

hernia juga diperiksa dengan memasukkan jari telunjuk melalui skrotum ke

atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke

anulus inguinalis interna. Pada keadan normal jari tangan tidak dapat masuk.

Pasien diminta mengejan dan rasakan apakah ada masa yang menyentuh jari

14
tangan. Masa yang menyentuh ujung jari merupakan hernia inguinalis

lateralis, sedangkan masa yang menyentuh sisi jari merupakan hernia

inguinalis medialis. Pada hernia medialis biasanya jarang sekali menjadi

irreponiilis karena besarnya defek pada dinding posterior. Benjolan yang

teraba dibawah ligamentum inguinalis biasanya dikatakan hernia femoralis.5

Pemeriksaan Penunjang:
Ultrasonography dapat digunakan namun kurang berguna dibandingkan
pemeriksaan fisik langsung.5

2.8 Penatalaksanaan
Penanganan di IGD
a. Mengurangi hernia.
b. Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri.
c. Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat.
d. Menurunkan tegangan otot abdomen. Posisikan pasien berbaring
terlentang dengan bantal di bawah lutut. Pasien pada posisi Trendelenburg
dengan sudut sekitar 15-20 terhadap hernia inguinalis.
e. Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan dan
menimbulkan proses analgesia.
f. Posisikan kaki ipsi lateral dengan rotasi eksterna dan posisi flexi unilateral
(seperti kaki kodok)
g. Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untuk
mengembalikan isi hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah apeks
akan menyebabkan isi hernia keluar dari pintu hernia.
h. Konsul ke ahli bedah jika usaha reduksi tidak berhasil dalam 2 kali
percobaan.

15
i. Teknik reduksi spontan memerlukan sedasi dan analgetik yang adekuat
dan posisikan Trendelenburg, dan kompres dingin selama 20-30 menit.7

Konsul bedah jika :


a. Reduksi hernia yang tidak berhasil
b. Adanya tanda incarserata atau strangulasi dan keadaan umum pasien yang
memburuk Hernia ingunalis harus dioperasi meskipun ada sedikit
beberapa kontraindikasi . penanganan ini teruntuk semua pasien tanpa
pandang umur inkarserasi dan strangulasi hal yang ditakutkan
dibandingkan dengan resiko operasinya.
c. Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi
kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi
dapat dilakukan.
d. Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada pasien geriatri. Jika
pasien menderita hyperplasia prostate akan lebih bijaksana apabila
dilakukan penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasianya. Mengingat
tingginya resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi
hernia.
e. Terjadi inkarserasi, strangulasi, dan nyeri pada hernia maka operasi yang
cito harus dilakukan.
f. Pelaksanaan non operasi untuk mengurangi hernia inkerserasi dapat
dicoba. Pasien di posisikan dengan panggul dielevasikan dan di beri.
analgetik dan obat sedasi untuk merelaxan otot-otot.
g. Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan
tidak ada gejala strangulasi.
h. Pada saat operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan
usus masih hidup, ada tanda-tanda leukositosis.
i. Gejala klinik peritonitis, kantung hernia berisi cairan darah yang berwarna
gelap.

16
Indikasi operasi8 :
a. Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif
tanpa penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama
inkarserata, strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat pencernaan
(usus), testis, dan adanya peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang
mengikuti tindakan operatif.
b. Pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada
keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua lebih baik dilakukan
elektif surgery karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika
dilakukan cito surgery.
1. Konservatif :
a. Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk
corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin
hernia dengan tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi.
b. Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi
Trendelenburg, pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas
hernia, kemudian bila berhasil, anak boleh menjalani operasi pada
hari berikutnya.
c. Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah
direposisi dan harus dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah
tidak dianjurkan karena merusak kulit dan otot abdomen yang
tertekan, sedangkan strangulasi masih mengancam
2. Operatif
Herniorraphy
a. Herniotomi
Dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan. Jika ada pelekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin
lalu dipotong.

17
b. Hernioplasti
Dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti
lebih efektif mencegah terjadinya residif dibandingkan herniotomi.

18
BAB III

ANALISIS KASUS

Diagnosis pada pasien ini adalah:

Hernia Inguinalis Lateralis dextra Inkarserata

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


ditunjang oleh pemeriksaan penunjang.

A. S (Subjective)

Dari anamnesis didapatkan:

Benjolan dilipatan paha kanan sejak 4 tahun yang lalu, sejak pagi
hari ini tidak dapat kembali masuk.
Mual dan Muntah
Perut merasa tidak enak
Nyeri (+)
BAB (-) dan BAK (produksi menurun)
Flatus (-)

Pembahasan :

Hernia merupakan penonjolan yang keluar dari rongga peritonium melalui


anulus inguinalis internus yang terletak dari pembuluh epigastrika inferior.
Hernia ini kemudian masuk kedalam kanalis inguinalis. Penonjolan yang
masuk ke kanalis inguinalis kemudian terjepit oleh cincin hernia
menyebabkan isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali kedalam
rongga perut akibatnya terjadi gangguan pasase usus. Pada pasien ini
ditemukan tanda-tanda gangguan pasase usus seperti mual, muntah, dan
rasa tidak nyaman diperut, BAB (-), Flatus (-)

19
B. O (Objective)
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum pasien cukup dan kesadaran compos mentis
Inspeksi :
Terdapat benjolan pada inguinal dextra, batas tegas
Saat pasien berbaring benjolan tidak dapat masuk
Warna kulit sama dengan daerah sekitar, tidak terdapat jejas, darah,
maupun pus
Palpasi :
Teraba benjolan dengan diameter 5x5cm pada daerah inguinal,
permukaan rata, berbatas tegas nyeri tekan(+).
Auskultasi :
Peristaltik usus meningkat

Pembahasan :

Pada pemeriksaan fisik hernia inguinalis lateralis inkarserata biasanya


didapatkan tanda-tanda gangguan pasase usus tanpa adanya gangguan
vaskularisasi.

Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Fungsi hati, fungsi ginjal, darah
lengkap dan hitung jenis serta hepatitis marker (-), dan B24 non
reaktif menunjukkan bahwa semua normal untuk persiapan operasi

C. A (Assesment)
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka pasien ini menderita Hernia Inguinalis lateralis dextra Inkarserata.

20
D. P (Planning)
Pre Operasi:
Informed Consent
Pernyataan persetujuan tindakan medis atau izin dari pasien yang
diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan tentang tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan
informasi yang cukup tentang tindakan yang dimaksud.
Puasa 8 jam
Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa
dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya
cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses
ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan.
Infus Ringer Laktat (RL)
Ringer laktat merupakan cairan yang isotonis dengan darah dan
dimaksudkan untuk cairan pengganti.
Pemberian antibiotik profilaksis (intravena)
Pemberian antibiotik sebelum operasi pada kasus yang secara
klinis tidak didapatkan tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk
mencegah terjadi infeksi luka operasi. Diharapkan pada saat
operasi antibiotik dijaringan target operasi sudah mencapai kadar
optimal yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis selain tepat dalam
pemilihan jenis juga mempertimbangkan konsentrasi antibiotik
dalam jaringan saat mulai dan selama operasi berlangsung.
NGT
Pasien dipasangakan NGT dengan tujuan dekompresi lambung dan
mengurangi cairan lambung

21
Operasi:
Herniorraphy terdiri dari :
a. Herniotomi
Dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan. Jika ada pelekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong.
b. Hernioplasti
Dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti
lebih efektif mencegah terjadinya residif dibandingkan
herniotomi.
Post Operasi:
Antibiotik:
Karena penggunaan antibiotik profilaksis pada masa pascabedah
ditunjukkan untuk mengurangi infeksi agar resiko pasca pembedahan
dapat ditekan serendah mungkin.
Analgesik:
obat pereda nyeri sangat diperlukan untuk mengatasi nyeri pasca
operasi pasien.
Infus Ringer Laktat (RL)
Ringer laktat merupakan cairan yang isotonis dengan darah dan
dimaksudkan untuk cairan pengganti.

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah

dari dinding rongga bersangkutan.Usus keluar ketika berdiri atau mengedan,

dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong masuk kembali. Selama

hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia

disebut hernia ireponibel. Faktor yang dipandang berperan adalah adanya

prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan didalam rongga

abdomen dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Tanda dan gejala

yang dapat ditemukan pasien datang dengan keluhan benjolan di lipatan paha,

biasanya benjolan timbul saat bekerja, saat mengejan, atau mengangkat benda

berat, benjolan hilang pada saat istirahat, Nyeri dan gangguan pasase usus

dapat dirasakan apabila terjadi komplikasi. Penatalaksaan yang tepat untuk

pasien dengan hernia terdapat 2 cara yaitu konservatif dan operatif. Tindakan

operatif dapat dilakukan dengan herniorraphy yaitu herniotomi kemudian

hernioplasti.

23
4.2 Saran

1. Jangan mengangkat beban berat lebih dari 10 kg. Mengangkat beban yang

berat dapat menyebabkan tekanan pada perut yang dapat menyebabkan

hernia kambuh lagi.

2. Kontrol berat badan anda. Jika mengalami obesitas segera lakukan diet,

olahraga ringan, dan terapkan pola hidup sehat.

3. Hindari mengejan yang terlalu keras saat buang air besar

4. Hindari bersin atau batuk yang terlalu keras

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Achmad Luthfi, Khamardi Thalut. 2010. Dinding perut, Hernia,


Retroperitonium, dan Omentum. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. 3. Jakarta.
EGC. hal 624-625

2. Skandalakis J.E., Skandalakis P.N., Skandalakis LJ. Surgical Anatomy and


Technique, New York, Springer Verley 1995 : 123 203.

3. Ganong W.F. Review of Medicine Physiology. 17 th ed. San Fransisco :


Appleton and Lange Inc, 1995 : 130 40.

4. Sjamsuhidajat, R.et al. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta EGC hal 624-
625

5. Elita Wibisono, Wifanto S. 2014. Hernia Inguinalis. Ed 4. Jakarta. Media


Aesculapius. Jilid 2. Hal. 219

6. Burhan Amed. 2011. Differential Diagnosis of Inguinal Hernia.


Medicalopedia

7. Kerry V. Cooke. Incarcerated Hernia.2005. Webmedicine

8. Way, Lawrence W. 2003. Hernias & Other Lesions of the Abdominal


Wall. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Eleventh edition. New
York. Mc Graw-Hill. 783-789.

25

Anda mungkin juga menyukai