Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar
prostat juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap
usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan
buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH). Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas
usia 50 tahun (50-79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup
seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran
prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik
yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar
membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik berkurang2.
Prostat hyperlasia (BPH) merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik
urologi di Indonesia. Di Jakarta prostat hipertrofi merupakan kelainan kedua
tersering setelah batu saluran kemih. Di Rumah sakit RSCM, sub-bagian urologi
setiap tahun ditemukan antara 200-300 penderita baru dengan prostat hipertrofi.
Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH berhubungan
dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi yaitu
susah untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki mengeluh
kekuatan dan pancaran urine berkurang. Penyakit ini merupakan salah satu dari
tiga penyakit terbanyak di bidang urologi2. Mengingat tingginya angka kejadian
BPH, maka dari itu penulis tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang
penyakit ini.

1.2 Perumusan Masalah


2

Dari latar belakang tersebut diatas, dapat diambil perumusan masalah


sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Benign Prostatic Hyperplasia ?
2. Bagaimana pathogenesis Benign Prostatic Hyperplasia ?
3. Apa saja gejala dan tanda dari Benign Prostatic Hyperplasia ?
4. Jenis pemeriksaan apa sajakah yang dapat dilakukan pada Benign
Prostatic Hyperplasia ?
5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Benign Prostatic Hyperplasia ?

1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui lebih mendalam tentang Benign Prostatic Hyperplasia.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui terminologi Benign Prostatic Hyperplasia
b. Mengetahui pathogenesis dari penyakit Benign Prostatic
Hyperplasia
c. Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Benign Prostatic
Hyperplasia
d. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis
penyakit Benign Prostatic Hyperplasia
e. Mengetahui Penatalaksanaan dari Benign Prostatic Hyperplasia

1.4 Manfaat
Bagi Mahasiswa
- Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan suatu makalah dari
beberapa sumber dan teknik penulisan.
- Menambah pengetahuan mengenai penyakit Benign Prostatic Hyperplasia
Bagi masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang
penyakit Benign Prostatic Hyperplasia

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Blitar
Pendidikan : SD
Agama : Islam
3

Status : Menikah
Tanggal masuk : 15 November 2012 jam 22.30 WIB

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Susah BAK
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan susah BAK sejak 3 hari ini, untuk memulai BAK
terkadang pasien harus mengedan dan menunggu lama, penisnya nyeri seperti
disogrok-sogrok dan berwarna agak merah saat BAK, pancaran semakin lama
dirasakan semakin melemah, dan kadang pasien mengalami kencing yang tiba-
tiba berhenti namun lancar kembali. Pasien menceritakan bahwa dirinya sering
berkali-kali ke kamar kecil dikarenakan adanya keinginan buang air kecil akan
tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang
puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidur malamnya dikarenakan ke
kamar mandi untuk buang air kecil, keluhan yang lain kadang pasien juga merasa
menetes pipisnya padahal pasien telah buang air kecil beberapa menit yang lalu.
Pasien tidak merasakan pusing, mual (+), muntah (+), BAB normal, kencing darah
(-), panas (-), pinggang terasa agak sakit. Setelah 1 hari MRS pasien terpasang
kateter karena mengeluhkan buang air kecil tidak kunjung keluar sejak tadi malam
dan perutnya terasa penuh. Urin hanya keluar sekitar 250 cc dan berwarna agak
kemerahan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat MRS : disangkal
 Riwayat kencing manis : disangkal
 Riwayat asma atau alergi : disangkal
 Riwayat asam urat : disangkal
 Riwayat minum obat lama : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada kelurga pasien yang menderita seperti ini, maupun penyakit tumor dan
kanker

2.3 Pemeriksaan Fisik


4

1. Keadaan Umum : Cukup


2. Kesadaran : Composmentis, GCS 456
3. Vital Sign :
TD : 120/70 mmHg Nadi : 84 x/menit
S : 36,4 C RR : 20 x/menit
4. Kulit :
Warna sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-),
spidernevi (-), petechie (-), eritem (-), venektasi (-)
5. Kepala :
Bentuk mesocephal , luka (-), rambut rontok (-), makula (-), papula (-),
nodula(-)
Conjunctiva anemis ( - / - ), sklera ikterik ( - / - ), warna kelopak (putih),
katarak ( - / - )
6. Leher :
lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-),
deviasi trakea (-), tortikolis (-)
7. Toraks :
bentuk normal, simetris, pernafasan thoracoabdominal, retraksi sela iga (-)
spidernevi (-), sela iga melebar (-), massa (-),kelainan kulit (-), nyeri (-)

Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Suara tambahan jantung : (-)
Pulmo :
Inspeksi : bentuk normal, simetris
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
5

Auskultasi : suara dasar vesikuler , tidak ditemukan ronkhi


dan whezing
8. Abdomen :
Inspeksi : datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa
(-), bekas jahitan (-)
Palpasi : supel, nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tdk
teraba, turgor baik, massa (-), asites (-)
Perkusi : timpani seluruh lapang perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
9. Ekstremitas :
palmar eritema (-), odem (-), akral dingin (-), akral hanat (+)
10. Status Urologi :
Pemeriksaan Ginjal :
Inspeksi: Masa di daerah pinggang dan abdomen (-)
Palpasi: Pembesaran ginjal (-),tumor pada ginjal (-)
Perkusi: Nyeri daerah costovertebra (-)
Pemeriksaan Buli-buli :
Inspeksi : Regio suprasimfisis: massa (-), jaringan parut / bekas operasi (-)
Palapsi: Nyeri tekan (-), tidak teraba penuh
Perkusi: Nyeri ketuk (-)

Pemeriksaan Genitalia Eksterna :


Inspeksi: mikropenis (-), makropenis (-), hipospadia (-), stenosis MUE (-),
fimosis/ parafimosis (-), fistel uretro-kutan (-), ulkus (-) , tumor (-)
Palpasi: batu uretra (-)
Pemeriksaan colok dubur :
Didapatkan tonus sfingter ani baik, terdapat benjolan pada arah jam 12
dengan pembesaran dari arah jam 1 dan jam 11 , uninoduler, konsistensi
prostat kenyal padat, permukaan datar, sulkus mediana tidak teraba, ujung
prostat masih dapat tersentuh ujung jari.
6

Pemeriksaan IPSS
Untuk pertanyaan no.1-6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut :
0 = tidak pernah 3 = kurang lebih separuh kejadian
1 = <1 dari 5 kejadian 4 = lebih dari separuh kejadian
2 = separuh kejadian 5 = hampir selalu
Dalam 1 bulan terakhir ini berapa seringkah anda :
1. Merasakan masih terdapat sisa urin sehabis kencing? Skor 5
2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu Anda
kencing? Skor 4
3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan
hal ini dilakukan berkali-kali? Skor 5
4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing? Skor 1
5. Merasakan pancaran urin yang lemah? Skor 5
6. Harus mengejan dalam memulai kencing? Skor 5
Untuk pertanyaan no.7, jawablah dengan skor seperti dibawah ini :
0 = tidak pernah 3 = 3 kali
1 = 1 kali 4 = 4 kali
2 = 2 kali 5 = 5 kali
7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur
malam untuk kencing? Skor 5
Pertanyaan penilaian tentang kualitas hidup :
8. Bagaimana anda menikmati hidup? Tidak bahagia
S ,L ,Q ,R ,V
(S : skor, L: kualitas hidup, Q: pancaran urin ml/det, V:vol.prostat )
IPSS :
0-7 : Ringan (sedikit gangguan, seperti rendahnya sisa dan pancaran
volume urin)
8-9 : Sedang (beberapa gangguan seperti menurunnya pancaran dan
tingginya sisa volume urin tetapi tidak ada tanda-tanda komplikasi)
> 20 : Berat (komplikasi obstruksi)
Kesimpulan :
Total IPSS : 30 (tingkat keparahan gejala berat karena IPSS > 20 )
7

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Darah lengkap
Hb : 8,2 g/dL
Leukosit : 10.200 µL
LED : 8-15
Hitung Jenis : 2/1/2/71/19/6
Eritrosit : 4.430.000
Trombosit : 93.000 µL
Ht : 35,6 %
2. Pemeriksaan Urin Lengkap
Warna urin : kuning tua keruh
Albumin :-
Reduksi urin : -
Bilirubin :-
Urobilinogen : -
Keton :-
Nitrat :-
BJ urin : 1,015
3. Pemeriksaan Sedimen urin
Eritrosit : 3-5
Leukosit : 0-1
Epitel : 2-3
Kristal :-
Silinder :-
Bakteri :-
4. Pemeriksaan Faal Ginjal :
Creatinin : 1,28
BUN : 22
Urid Acid : 6,2
Kesimpulan : Hb menurun, Trombosit menurun, Warna urin kuning
tua keruh
8

5. Rontgen Thorax :
Keterangan :

-Jantung : Ukuran dan bentuk normal

-Paru-paru : Bronkovascular pattern


normal dan tidak ada infiltrat.

-Sinus costophrenicus kanan dan kiri


tajam.

-Tulang-tulang baik dan intak.

KET : NORMAL THORAX.

6. USG Abdomen :
9

Prostat membesar dengan ukursn 39,6 mm x 40,1 mm x 51,4 mm,


echonormal disertai massa yang menonjol kedalam cavum vesicae di bagian
belakang ballon cath sekitar 6 cm x 5 cm x 2,5 cm, curiga blood clot, echo rendah
heterogen, dan permukaan tak teratur.
Kesimpulan : Prostate Hypertrophy dengan Cystitis

2.5 Resume
Dari anamnesa ditemukan :
- Nyeri : Nyeri pada vesika (-), Nyeri prostat (+)
- Gejala Obstruksi : Hesitansi (+) , pancaran miksi lemah (+), intermitensi
(-), miksi tidak puas (+), menetes setelah miksi (+)
- Gejala Iritasi : Frekuensi (+/meningkat), Nokturi (+), Urgensi (-), Disuri
(+)

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal.
Didapatkan tonus sfingter ani baik, terdapat benjolan pada arah jam 12 dengan
pembesaran dari arah jam 1 dan jam 11 , uninoduler, konsistensi prostat kenyal
padat, permukaan datar, sulkus mediana tidak teraba, ujung prostat masih dapat
tersentuh ujung jari. Total IPSS : 30 (tingkat keparahan gejala berat karena IPSS >
20).
Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dengan
Hb menurun, trombosit menurun, dan warna urin kuning tua keruh. Foto rongent
thorax didapatkan hasil thorax normal, USG abdomen dengan hasil prostat
membesar dengan ukuran 39,6 mm x 40,1 mm x 51,4 mm, echonormal disertai
massa yang menonjol kedalam cavum vesicae di bagian belakang ballon cath
sekitar 6 cm x 5 cm x 2,5 cm, curiga blood clot, echo rendah heterogen, dan
permukaan tak teratur.
Kesimpulan dari semua pemeriksaan membuktikan bahwa pada pasien ini
didapatkan adanya BPH Grade 2 dengan cystitis.

2.6 Diagnosa
Diagnosa Kerja : Retensi Urin
Diagnosa Primer : BPH Grade 2 dengan Cystitis
Diagnosa Sekunder : -
10

Diagnosa Komplikasi : Hematuria, Cystitis

2.7 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
1. RL 20 tts/mnt
2. Transfusi PRC 2 kolf/hari s/d Hb>10 g/dl
3. Kalnex 3 x 500 mg
4. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
5. Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
6. Cefixime 2 x 100 mg

b. Non Medikamentosa :
- Observasi KU
- Cateter
- TURP

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Anatomi dan Fisiologi Prostat

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh


kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi
bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior
rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa
kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang
paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm1.
11

Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang


melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat
vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia
denonvilliers berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup
keras dan biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai
suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus
ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum
didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal spingter eksterna. Pada
permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet dan spingter interna
sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk
oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal membungkus otot levator ani yang
tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh karena ototnya lebih
sedikit dan fasia lebih sedikit2.
Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior,
posterior, medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal,
prostat dibagi atas 4 bagian utama2:
1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini
merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang glandular
dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4).
2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular,
membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara skematik
zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian distalnya terdiri
dari apex prostat dan bagian atasnya terbuka untuk menerima bagian distal
zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-saluran dari zona perifer ini
bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal.
3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular,
dikenal sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus
ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum dan basisnya pada leher
buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra prostatika bagian
distal. Zona central dan perifer ini membentuk suatu corong yang berisikan
segmen uretra proximal dan bagianventralnya tidak lengkap tertutup
melainkan dihubungkan oieh stroma fibromuskular.
12

4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang terkecil (5


%), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk
silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional dan
kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang disebut sebagai kelenjar
preprostatik.

Gambar 1. Anatomi Prostat6

3.2 Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan
dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah1.

Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar 1

3.3 Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran
13

yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam
ukuran, yang kontinu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5,
prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia1.

3.4 Etiologi
Belum diketahui secara pasti, saat ini terdapat beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain1:
Teori Hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak
terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen
(testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun
dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer
dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang
terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah
yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan
konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan
potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan,
bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat.
Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi
androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang
produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis,
prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap
estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
Teori Growth Factor (Faktor pertumbuhan)
14

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming growth
factor, transforming growth 1, transforming growth factor 2, dan epidermal
growth factor.
Teori Sel (Stem Cell Hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar
testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem
sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat
bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal
sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel
kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
Teori Dihidro Testosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian
dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat
oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2%
dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke
dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk
kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha
reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor
sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor
complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang
masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan
transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan
terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma
pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular
budding” kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona
preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang
terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan
15

adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa


tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari
jaringan sekitarnya.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang
penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial,
teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan
aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya
tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.

3.5 Faktor Predisposisi


Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar
25%. Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia
diatas 70 tahun, akan menjadi 90%4.

3.6 Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra
vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan
kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha
adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun
kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis,
yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik1.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.
Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi
resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk
mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut
fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus1.
16

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam


fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam
gagal ginjal1.

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor


Benigna prostat hiperplasi

Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih 2

3.7 Manifestasi Klinis


Gejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas gejala
obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan karena penyempitan
uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan
otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga
kontraksi terputus-putus. Gejala-gejalanya antara lain1:
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder
emptying)
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hiperplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu:
1. Volume kelenjar periuretral
17

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat


3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot
detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah1 :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan
penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan
BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem
skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang
diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem
skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA
terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan
obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-
35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat3.
Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-
pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif.
Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan
skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai sendiri
derajat keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari mengapa skor Madsen-Iversen
digunakan di Sub Bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo3.

3.8 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat
penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan
tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain
seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan
prostat harus diperhatikan1:
18

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)


b. Simetris/ asimetris
c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostate
f. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat
kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras
dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada
batu prostat akan teraba krepitasi1.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian
atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis
akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat
teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan
untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk
melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan
miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra,
fimosis, condiloma di daerah meatus1.

3.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium1:
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein
atau glukosa.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan
c. Faal ginjal
19

Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih


bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi
ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang
tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
Pemeriksaan pencitraan1:
a. Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya
batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat
untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat
b. Pielografi Intravena (IVP)
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada
dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk
seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan
pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta
penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli). Foto setelah miksi
dapat dilihat adanya residu urin.
c. Sistogram retrograde
Memberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter
karena retensi urin.
d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
Deteksi pembesaran prostat dengan mengukur residu urin
e. MRI atau CT scan
Jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan
bermacam – macam potongan
Pemeriksaan lain1:
 Uroflowmetri
20

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran ditentukan oleh daya
kontraksi otot detrusor, tekanan intravesika, resistensi uretra. Angka normal
laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati
20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8
ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik.
 Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri
tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya
kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut
dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-
Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan
laju pancaran urin dapat diukur.
 Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin
yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun
kurang akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.

3.10 Diagnosis
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui1:
1. Anamnesis : adanya gejala obstruktif dan gejala iritatif
2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba
sebagai prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata,
asimetri dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia
prostat batas atas semakin sulit untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi

3.11 Diagnosis Banding


Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya3:
1. Struktur uretra
21

2. Kontraktur leher vesika


3. Batu buli-buli kecil
4. Kanker prostat
5. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang
menggunakan obat-obat parasimpatolitik.
Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Karsinoma in situ vesika
3. Infeksi saluran kemih
4. Prostatitis
5. Batu ureter distal
6. Batu vesika kecil.

3.12 Penatalaksanaan
Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan
teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi
bedah minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat
keterampilan yang tinggi. Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan BPH berupa
watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal
invasif3.
 Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor
IPSS <>3)
1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam
agar mengurangi nokturia.
2. Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan).
3. Mengurangi kopi.
4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air
kecil. Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk
diperiksa: skoring, uroflowmetri, dan TRUS.
5. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.
 Terapi Medikamentosa
22

Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat


(medikamentosa). Terdapat tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat
ini dianggap rasional, yaitu dengan penghambat adrenergik a-1, penghambat
enzim 5a reduktase, dan fitoterapi3.
 Penghambat adrenergik a-1
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak
ditemukan pada otot polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan
kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi relaksasi di daerah
prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan
mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan
gejala obstruksi relatif cepat.
Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang
dapat menimbulkan keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung,
dan rasa lemah (fatique).
Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan
beberapa pertanyaan, seperti berapa lama akan diberikan dan apakah
efektivitasnya akan tetap baik mengingat sumbatan oleh prostat makin
lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh obat:
prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4
mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.
 Penghambat enzim 5a reduktase
Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase,
sehingga testosteron tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan
demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan prostat menurun, sehingga
tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan
perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi.
Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido dan
kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari.
 Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a
reduktase
Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat
enzim 5a reduktase pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-
23

kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor dan peningkatan Qmax


pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik a-1.
Namun, masih terdapat keraguan mengingat prostat pada kelompok
tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok lain. Penggunaan terapi
kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
 Fitoterapi
Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa
dan baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan
dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp,
Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea,
dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui
efektivitas dan keamanannya3.
 Terapi Bedah Konvensional
Prostatektomi digolongkan dalam 2 golongan3:
1. Prostatektomi terbuka :
a. Prostatektomi suprapubik transvesikalis (Freyer)
b. Prostatektomi retropubik (Terence Millin)
c. Prostatektomi perinealis (Young)
2. Prostatektomi tertutup :
a. Reseksi transuretral.
b. Bedah beku
 Open simple prostatectomy
Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran
prostat terlalu besar, di atas 100 gram, atau bila disertai
divertikulum atau batu buli-buli. Dapat dilakukan dengan
teknik transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka
memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada TUR-P1-23.
 Terapi Invasif Minimal
Transurethral resection of the prostate (TUR-P)
Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari
prostat yang menimbulkan obstruksi dengan menggunakan
24

resektoskop dan elektrokauter. Sampai saat ini, TUR-P masih


merupakan baku emas dalam terapi BPH. Sembilan puluh lima
persen prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi3.
Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi,
hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi karena bekuan darah.
Komplikasi jangka panjang adalah struktur uretra, ejakulasi
retrograd (75%), inkontinensia (<1%),>3.
 Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai
berat dan dengan ukuran prostat kecil, yang sering terdapat
hiperplasia komisura posterior (leher kandung kemih yang
tinggi)3.
Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5 dan 7. Penyulit yang
bisa terjadi adalah ejakulasi retrograd3.
 Terapi laser
Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan
holmium YAG. Tekniknya antara lain Transurethral laser induced
prostatectomy (TULIP) yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual
coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan
interstitial laser therapy3.
Keuntungan terapi laser adalah perdarahan minimal, jarang terjadinya
sindrom TUR, mungkin dilakukan pada pasien yang menjalani terapi
antikoagulan, dan dapat dilakukan tanpa perlu dirawat di rumah sakit3.
Kerugiannya di antaranya tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan
histopatologi, diperlukan waktu pemasangan kateter yang lebih lama,
keluhan iritatif yang lebih banyak, dan harga yang mahal1,2. Efek samping
yang pernah dilaporkan di Indonesia adalah perdarahan (2%), nyeri pasca
operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi retrograd (3%), dan disfungsi ereksi
(1%)3.
 Microwave hyperthermia
25

Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan


melalui uretra atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan
terjadi koagulasi3.
 Trans urethral needle ablation (TUNA)
Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah
diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma
dan mengalirkan panas, sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum
yang menancap di jaringan prostat3.
 High intensity focused ultrasound (HIFU)
Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan
energi ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus3.
 Intraurethral stent
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika
untuk mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada
pasien dengan harapan hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan
anestesi atau pembedahan3.
 Transurethral baloon dilatation
Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi
fosa prostatika dan leher kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif
bila ukuran prostat kurang dari 40 g, sifatnya sementara, dan jarang
dilakukan lagi3.

3.13 Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut1
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Refluks Vesiko-Ureter
26

h. Hidroureter
i. Hidronefrosis
j. Gagal Ginjal

3.14 Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera ditangani memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang
menjadi kanker prostat5.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat
bertambah karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel
kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini
terdiri dari gejala obstruksi dan gejala iritatif. Prognosis BPH tidak dapat
diprediksi, tetapi dapat dikatakan buruk jika tidak segera ditangani karena dapat
berkembang menjadi kanker prostat. Penatalaksanaan BPH berupa watchful
waiting, medikamentosa, terapi bedah konvensional, terapi minimal invasif dan
farmakoterapi.
27

4.2 Saran
 Dilakukan penelitian tentang komplikasi dan penatalaksanaan pada penderita
Benign Prostate Hyperplasia (BPH).
 Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang bahaya
Benign Prostate Hyperplasia (BPH).

DAFTAR PUSTAKA

1. Mahummad A., 2008. Benigna Prostate Hiperplasia. http://ababar.blogspot


.com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html.

2. Purnomo, Basuki B. 2011. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar


urologi., Edisi ke – 2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 85.

3. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of


benign prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ.
Campbell’s urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company;
1998.p.1429-52.
28

4. Wang D, Foo KT. 2010. Staging of Benign Prostate Hyperplasia is helpful in


patients. with LUTS suggestive of Benign Prostate Hyperplasia. Ann, Acad.
Med. Singapore ; 39

5. Pembesaran Prostat Sering Tak Bergejala oleh Wiwied.


http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0504/02/hikmah/lainnya02.html.

6. Http://www.medicalook.com

Anda mungkin juga menyukai