Anda di halaman 1dari 53

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Prostat hipeplasia (BPH) merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di Indonesia.

Di Jakarta prostat hipertrofi merupakan kelainan kedua tersering setelah batu saluran kemih. Di Rumah sakit RSCM, subbagian urologi setiap tahun ditemukan antara 200- 300 penderita baru dengan prostat hipertrofi. Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH berhubungan dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi yaitu susah untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki mengeluh kekuatan dan pancaran urine berkurang (Purnomo, 2011). Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna (Purnomo 2011). Mengingat tingginya angka kejadian BPH dan urolitiasis , maka dari itu penulis tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang penyakit ini.

2. Perumusan Masalah Dari latar belakang tersebut diatas, dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Benign Prostatic Hyperplasia dan

urolitiasis?
2. Bagaimana

pathogenesis Benign Prostatic Hyperplasia dan

urolitiasis?
3. Apa saja gejala dan tanda dari Benign Prostatic Hyperplasia dan

urolitiasis?
4. Jenis pemeriksaan apa sajakah yang dapat dilakukan pada Benign

Prostatic Hyperplasia dan urolitiasis?


5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Benign Prostatic Hyperplasia

dan urolitiasis ? 3. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui lebih mendalam tentang Benign Prostatic Hyperplasia. 2. Tujuan khusus
a.

Mengetahui terminologi Benign Prostatic Hyperplasia dan Mengetahui pathogenesis dari penyakit Benign Prostatic Hyperplasia dan urolitiasis Mengetahui Klasifikasi dan derajat dari penyakit Benign Prostatic Hyperplasia dan urolitiasis Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Benign Prostatic Hyperplasia dan urolitiasis Mengetahui urolitiasis pemeriksaan yang dilakukan untuk

urolitiasis
b.

c.

d.

e.

mendiagnosis penyakit Benign Prostatic Hyperplasia dan


f.

Mengetahui

Penatalaksanaan

dari

Benign

Prostatic

Hyperplasia urolitiasis

4. Manfaat Bagi Mahasiswa a.


b.

Meningkatkan Menambah

kemampuan

dalam mengenai

penyusunan penyakit

suatu Benign

makalah dari beberapa sumber dan teknik penulisan. pengetahuan Prostatic Hyperplasia dan urolitiasis Bagi masyarakat Memberikan dan urolitiasis informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang penyakit Benign Prostatic Hyperplasia

BAB II LAPORAN KASUS Identitas pasien Nama Umur Jenis kelamin Agama Status Tanggal masuk Alamat Anamnesis Keluhan Utama : Sulit mengeluarkan kencing sejak pagi. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien pasien mengeluh sulit mengeluarkan kencing dan kencing keluar

: Tn. I : 67 tahun : Laki-laki : Islam : Menikah : 15 Maret 2012 : Lodoyo Blitar

sedikit sejak 10 jam terakhir dan nyeri pada perut bagian bawah. Setelah operasi 2 tahun yang lalu saat kencing terasa nyeri, perih dan panas saat kencing, kencing tidak disertai dengan darah, saat keluar terkadang menetes saja. Pasien merasa tidak tuntas setelah kencing. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat MRS tahun 2009 karena sakit BPH dan batu pada saluran

kencing.satu bulan yang lalu dengan keluhan sulit kencing dan kencing berdarah. Berdasarkan hasil rontgen dan USG, yakni terdapat batu buli dan cystitis.
Riwayat kencing manis: disangkal Riwayat asma atau alergi: disangkal

Riwayat asam urat: disangkal


Riwayat minum obat lama: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada kelurga pasien yang menderita seperti ini, maupun penyakit tumor dan kanker

Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum : baik 2. Kesadaran : Komposmentis 3. Vital Sign : TD : 170/110 mmHg Nadi : 100 x/menit S : 36,4
4. Kulit :

RR

RR : 24 x/menit

Warna sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), spidernevi (-), petechie (-), eritem (-), venektasi (-) 5. Kepala : Bentuk mesocephal , luka (-), rambut rontok (-), makula (-), papula (-), nodula(-) Conjunctiva anemis ( - / - ), sklera ikterik ( - / - ), warna kelopak (putih), katarak ( - / - )
6. Leher :

lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-), tortikolis (-)
7. Toraks :

bentuk normal, simetris, pernafasan thoracoabdominal, retraksi sela iga (-) spidernevi (-), sela iga melebar (-), massa (-),kelainan kulit (-), nyeri (-) Cor: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi : bentuk normal, simetris : fremitus raba kiri sama dengan kanan : sonor/sonor : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak kuat angkat : tidak ada pembesaran jantung : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-) Suara tambahan jantung : (-)

Auskultasi dan whezing 1. Abdomen : Inspeksi

: suara dasar vesikuler , tidak ditemukan ronkhi

: datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-)

Palpasi

: supel, nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tdk teraba, turgor baik, massa (-), asites (-)

Perkusi Auskultasi

: timpani seluruh lapangan perut : peristaltik (+) normal

2. Ekstremitas : palmar eritem (-), odem (-), akral dingin (-)

3. Status Urologi: Amannsis Nyeri: Nyeri pada vesika (+), Nyeri prostat (-) Gejala Obstruksi: Hesitansi (+) , pancaran miksi lemah (+), intermitensi (-), miksi tidak puas (+), menetes setelah miksi (+) Gejala Iritasi: Frekuensi (+/meningkat), Nokturi (+), Urgensi (-), Disuri (+) Pemerksaan Fisik Pemeriksaan Ginjal Inspeksi: Masa di daerah pinggang dan abdomen (-) Palpasi: Pembesaran ginjal (-),tumor pada ginjal (-) Perkusi: Nyeri daerah costovertebra (-) Pemeriksaan Buli-buli Inspeksi regio suprasimfisis: massa (+), jaringan parut / bekas operasi (-) Palapsi: VU penuh Perkusi: Redup Pemeriksaan Genitalia Eksterna

Inspeksi: mikropenis (-), makropenis (-), hipospadia (-), stenosis MUE (-), fimosis/ parafimosis (-), fistel uretro-kutan (-), ulkus (-) , tumor (-) Palpasi: batu uretra (-)

Pemeriksaan colok dubur Didapatkan tonus sfingter ani baik, terdapat benjolan pada arah jam 12 dengan pembesaran dari arah jam 1 dan jam 11 , uninoduler, konsistensi prostat kenyal padat, permukaan datar, sulkus mediana tidak teraba, ujung prostat masih dapat tersentuh ujung jari. Pemeriksaan IPSS Untuk pertanyaan no.1-6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut : 0 = tidak pernah 1 = <1 dari 5 kejadian 2 = separuh kejadian 3 = kurang lebih separuh kejadian 4 = lebih dari separuh kejadian 5 = hampir selalu

Dalam 1 bulan terakhir ini berapa seringkah anda :


1. Merasakan masih terdapat sisa urin sehabis kencing? Skor 5 2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu Anda

kencing? Skor 4
3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan

hal ini dilakukan berkali-kali? Skor 5


4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing? Skor 1 5. Merasakan pancaran urin yang lemah? Skor 5 6. Harus mengejan dalam memulai kencing? Skor 5

Untuk pertanyaan no.7, jawablah dengan skor seperti dibawah ini : 0 = tidak pernah 1 = 1 kali 2 = 2 kali malam untuk kencing? Skor 5 7 3 = 3 kali 4 = 4 kali 5 = 5 kali

7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur

Pertanyaan penilaian tentang kualitas hidup :


8. Bagaimana anda menikmati hidup? Tidak bahagia

Kesimpulan : S V:vol.prostat )

,L

,Q

,R

,V

(S : skor, L: kualitas hidup, Q: pancaran urin ml/det,

Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah lengkap Hb LED : 12,2 g/dL : 15-20 Leukosit : 20.000 L Hitung Jenis : 2/1/2/71/19/6 Eritrosit : 4.430.000 Trombosit : 379.000 L Ht : 35,6 %
2. Pemeriksaan Urin Lengkap

Warna urin : kuning muda jernih Albumin Bilirubin Keton Nitrat BJ urin Eritrosit Leukosit Epitel Kristal Silinder Bakteri ::::: 1,010 : 3-5 : 0-1 : 2-3 :::8 Reduksi urin : Urobilinogen : -

3. Pemeriksaan Sedimen urin

4. Pemeriksaan Faal Ginjal :

Creatinin : 1,77 BUN : 27 Urid Acid : 5,5 5. USG : VU: terisi cukup dengan mukosa tidak rata,dengan 3 buah batu 1,5 2 cm yang berpindah tempat dengan posisi ubuh dalam kandung kemih Prostat: membesar dengsn ukursn 47.2mm x 53,1 mm x 55mm
6. Pemeriksan EKG : hasil normal

7. Pemeriksaan Rontgen Thorax : hasil normal 8. BOF: Tampak 3 bayangan radio opaq di berbentuk oval di dalam cavum pelvis beukuran sekitar 1,5 -2 cm 9. Pemeriksaan tambahan: - PSA - IVP Diagnosa: BPH Grade 2 dengan multiple vesicolithiasis Penatalaksanaan a. Medikamentosa 1. NS 0,9 % 500cc 2. Nefidipin 10 mg 1x1 subling 3. Ciprofloxasin 2x500mg 4. Ondansentron 2x1 5. Ranitidin 2x1 b. Non Medikamentosa : -

Observasi KU Cateter KU baik : TURP dan Lithotripsy

BAB III PEMBAHASAN Anatomi Kelenjar Prostat Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius (Purnomo, 2011).

Gambar 1. Anatomi Prostat Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat 10

berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil (Purnomo,2011).

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal Batas-batas prostat (Purnomo, 2011)
a. Batas superior : basis prostat

melanjutkan diri sebagai collum vesica

urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,

dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan

permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin 11

oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.

levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus. Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus (Purnomo, 2011) : a. b. c. d. Lobus medius Lobus lateralis (2 lobus) Lobus anterior Lobus posterior

5 zona pada kelenjar prostat: a. Zona Anterior atau Ventral . Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. b. Zona Perifer Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak. c. Zona Sentralis. Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

12

Peripheral zone Transition zone Urethra

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional d. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e.

Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Aliran darah prostat Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir berkembang sebagai jala-jala kapiler yang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti

jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot

13

polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah (Wang, 2010). Fisiologi Kelenjar Prostat Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersamasama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol (Wang, 2010). Definisi Hiperplasia Prostat Jinak BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut (Wang, 2010).

Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar Etiologi hiperplasia Prostat Jinak Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan 14

antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel (Purnomo,2011). Teori dihidrotestosteron Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal (Purnomo,2011). Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar (Purnomo,2011). Interaksi stroma-epitel 15

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma (Purnomo,2011). 1. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%. Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia diatas 70 tahun, akan menjadi 90% (Wang, 2010).. 2. Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam selsel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat (Purnomo,2011). Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus (Purnomo,2011).

16

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan ginjal (Purnomo, 2011). akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal

Hiperplasia Prostat Penyempitan lumen uretra posterior Tekanan intravesika meningkat Buli-buli: ureter:

Ginjal dan Refluks VU Hidroureter Hidronefrosis Gagal ginjal

Hipertrofi otot detrusor Trabekulasi Selula Divertikel buli-buli

Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Hidronefrosis

Hidroureter

17

Hipertofi otot detrusor Benigna prostat hiperplasi

Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih Gambaran klinis Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5 Obstruksi Hesitansi Pancaran miksi lemah Intermitensi Miksi tidak puas Iritasi Frekuensi Nokturi Urgensi Disuria

Menetes setelah miksi Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia Menurut Purnomo 2011, timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus antara lain : Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic ) Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19), berat ( 20) Gejala pada saluran kemih bagian atas Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis) 18

Menurut purnomo 2011, Pemeriksaan fisik: a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan 1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan bulibulineurogenik 2) mukosa rectum 3) keadaan prostat antara lain : Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.

Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE) 3. Diagnosa banding Diagnosa banding BPH Kondisi Diabetes mellitus Sistitis , kanker buli, batu buli Prostatitits Divertikulum buli 19 Gejala Frekuansi, aliran dan volume urin normal Gejala iritasi Gejala iritasi dan obstruksi

Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis, kelainan medulla spinalis dsb) Riwayat minum obat (antikolinergik, antidepresan, dekongestan, tranquilezer) Kanker prostat Striktur uretra Kontraktur/striktur buli Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia
4. Pemeriksaan laboratorium 5:

Gejala obstruksi

a. Sedimen urin Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa. b. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan c. Faal ginjal Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi. d. Gula darah Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik) e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen) Jika curiga adanya keganasan prostat 5. Pemeriksaan Patologi Anatomi BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir

20

murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

6. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia (Purnomo,2011) :

a. Foto polos Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS) Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat. Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya antara lain : Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur dari dasar sampai puncak.

21

Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L).
c. Sistoskopi

Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi (Sjamsuhidayat,1997).

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia


d. Ultrasonografi trans abdominal (Sjamsuhidayat,1997)

Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical capsule. USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

22

Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia e.Sistografi buli (Sjamsuhidayat, 1997)

Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia
7. Pemeriksaan lain (Purnomo, 2011) :

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur: Residual urin : Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi Pancaran urin/flow rate : Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 23

100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH

Keterangan : Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi. Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin residunya 100 mL.
8. Komplikasi 1

Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli Infeksi traktus urinaria Batu buli Hematuri Inkontinensia-urgensi Hidroureter Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal

distensi kandung kemih, nyeri suprapubik teraba, tidak nyeri

24

Penatalaksanaan Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan Invasive minimal TUMT TUBD Stent uretra TUNA endourologi yang kurang invasive (Purnomo,2011). Observasi Watchful waiting Medikamentosa Penghambat adrenergi k Penghambat reduktese Fisioterapi Hormonal Operasi Prostatektomi terbuka

Endourologi

1. TURP TUIP TULP Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna5

25

Riwayat Pemeriksaan fisik & DRE Urinalisa PSA (meningkat/tidak) Indeks gejala AUA Gejala ringan (AUA7)/ tdk ada Gejala sedang Tes diagnostic Uroflow Residu urin postvoid Pilihan terapi Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPH Hematuria persistent Batu buli Infeksi saluran urinaria berulang Insufisiensi renal Operasi

Terapi non-invasif

Terapi invasif Tes diagnostic Pressure flow Uretrosistoskopi USG prostat

Watchful waiting

Terapi medis

Terapi minimal invasif Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia14 Penatalaksanaan Wactfull waiting Penatalaksanaan medis Alpha-blockers Nilai indeks gejala BPH Gejala hilang/timbul Efek samping

Operasi

Risiko kecil , dapat terjadi retensi urinaria Gaster/usus halus-11% Hidung berair-11% 26

Sedang 6-8

5 alpha-reductase inhibitors Terapi kombinasi Terapi invasi minimal Transuretral microwave heat

Ringan 3-4

Sedang 6-7 Sedang-berat 9-11

Sakit kepala-12% Menggigil-15% Masalah ereksi-8% Kehilangan hasrat sex-5% Berkurangnya semen-4% Kombinasi Urgensi/frekuensi-28-74% Infeksi-9% Prosedur kedua dibutuhkan10-16% Urgensi/frekuensi-31% Infeksi-17% Prosedur kedua dibutuhkan23% Retensi urinaria-1-21% Urgensi&frekuensi-6-99% Gangguan ereksi-3-13% Inkontinensia 6%

TUNA

Sedang 9

Operasi TURP, laser & operasi sejenis Operasi terbuka

Berat 14-20

Berat

Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia5 a. Watchful waiting Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan (3) atau batasi minuman penggunaan yang mengiritasi buli-buli yang (kopi/cokelat), obat-obat influenza

mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau

27

uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain (Purnomo,2011). Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase. Penghambat reseptor adrenergik Penghambat 5 reduktase Fitofarmaka Penghambat reseptor adrenergik . 5,11 mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH. Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

28

Gambar 14. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

Penghambat 5 reduktase Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai OH bulan 12 OH (Purnomo,2011).
5 -reductase type 1 and 2

O N D A PH T estosterone NA P D H D ihydrotestosterone

Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 reduktase Contoh obat penghambat 5 reduktase berdasarkan tipenya : Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI Fitofarmaka 29

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya (Purnomo, 2011). Terapi Invasif Minimal Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan 1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi (Purnomo,2011).

30

Gambar 16. Microwave Transurethral 2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin

31

Gambar 18. Thermotherapy dengan Air

4) Intra-Prostatic Stent Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent Bedah 1) Operasi transurethral

32

Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra. Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah. Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik (Purnomo,2011). Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra (Purnomo,2011). Selama operasi Perdarahan Sindrom TURP Perforasi Pasca bedah dini Perdarahan Infeksi lokal/sistemik Pasca bedah lanjut Inkontinensi Dinsfungsi ereksi Ejakulasi retrograde Striktur uretra

33

Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

(a)

(b) (c)

Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.

Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)

34

2) Open surgery Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100% (Purnomo, 2011). 3) Operasi laser Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan (Purnomo,2011).

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya. 35

Gambar 23. Interstitial laser coagulation b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP). PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat


b. Kontrol berkala (Purnomo,2011)

Watchfull waiting Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terdapat perbaikan klinis

Pengobatan penghambat 5-reduktase Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 Pengobatan penghambat 5-adrenegik Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi 36

Terapi invasive minimal Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin

Pembedahan Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.

Urolitiasis Epidemiologi Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak. Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan. Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. (Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal. Available at: http://viryacarvalho.com/index.php? view=article&catid=16:penyakit&id=247:batu-ginjal&format=pdf)

37

INSIDENSI UROLITHIASIS

PEMBENTUK BATU UK Calcium Oxalate Murni

India USA Japan

86.1 33 4.9

17.4 39.4 34 50.8

Calcium Oxalate bercampur 20.2 Phosphate Magnesium Ammonium 2.7 Phosphate (Struvite )

15

17.4 15.4

Patogenesis Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu (Purnomo, 2011). Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar(Purnomo, 2011). Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari 38

sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu (Purnomo, 2011).

Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya (Purnomo, 2011).

Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis

39

Batu struvit Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2 (Purnomo, 2011). Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat (http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html).

Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan 40

infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea. Batu Kalsium Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalium oksalat, kalium fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut Factor terjadinya batu kalsium adalah: 1. hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat tiga macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain: a. b. c. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus. kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal. peningkatan resorpsi kalsium tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor paratiroid. 2. 3. 4. 5. Batu asam urat Batu jenis lain Manifestasi Klinis Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Hiperoksaluri hiperurikosuri hipositraturia hipomagnesiuria

41

Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.4 Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini (http://medicastore.com/ penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html). Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil (http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html). Diagnosis Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat

42

diduga

jenis

batu

yang

dihadapi

(http://medicastore.com

/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html). Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium amonium fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu asam urat murni akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn dapat diidentifikasi dengan foto polos abdomen karena komposisinya yang berupa magnesium ammonium sulfat atau campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan radioopak (Sjamsuhidayat, 1997). Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu (Sjamsuhidayat, 1997).. Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu (Sjamsuhidayat, 1997).. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara lain: 1. Foto Polos Abdomen Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1 (Purnomo, 2011). 43

Jenis Batu Kalsium MAP Urat/Sistin Opak Semiopak Non opak

Radioopasitas

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih3 2. Pielografi Intra Vena (PIV) Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde (Purnomo, 2011). 3. Ultrasonografi USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal (Purnomo, 2011). 4. 5. 6. 7. 8. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali serum. Penatalaksanaan Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi 44

sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan (Purnomo, 2011). Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain : 1. Terapi Konservatif Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa : b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari c. - blocker d. NSAID Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi (Glen, 1991).

45

Sumber tma Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih

http://atanidayrus.wordpress.com/about/IGedeSuryadinata/Algori

2.

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

46

Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan (Purnomo, 2011)..

(http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.

3.

Endourologi 47

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser ((Glen, 1991). Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan

batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil (Purnomo, 2011). PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu (Purnomo, 2011). Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL (Sjamsuhidayat, 1997). 48

b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah

tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut (Sjamsuhidayat, 1997).. d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang Dormia). Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk terapi batu ureter (Sjamsuhidayat, 1997). 4. Bedah Terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun (Oswari, 1995).

49

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderitapenderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar (Oswari, 1995). 5. Pemasangan Stent Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted) (Oswari, 1995). Pencegahan Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa : 1. 2. 3. 4. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter per hari. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu. Aktivitas harian yang cukup. Pemberian medikamentosa. Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah: 1. 2. 3. 4. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam. Rendah oksalat. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri. Rendah purin. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri tipe II. 50

Prognosis Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator (Purnomo,2011).

BAB IV PENUTUP 51

Kesimpulan BPH dan batu buli-buli memiliki prognosa yang baik dengan penangana cepat Saran Pembaca di harapkan dapat memperalam pengetahuan tentang BPH dan batu buli-buli mengingat angka isidensi yang cukup tinggi kususnya di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher. 52

http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html. akses tanggal 28 September 2011 LUTS suggestive of Benign Prostate Hyperplasia. Ann, Acad. Med. Singapore ; 39 Purnomo,B. 2011. Dasar-dasar Urologi : Hiperplasia Prostat Beigna. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto Oswari, Jonatan. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta Sjamsuhidayat, Jong WD.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisis 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Wang D, Foo KT. 2010. Staging of Benign Prostate Hyperplasia is helpful in patients

53

Anda mungkin juga menyukai