PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat
benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini
akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang
mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan
mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar
prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya
obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet
obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar
prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struk-tur buli-buli maupun ginjal
sehingga menye-babkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS
(lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi
meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus
(intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi
retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak
semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua
keluhan miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga berperan
dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH
tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang
masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh
hormon lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor
lingkungan diduga berperan dalam proliferasi selsel kelenjar prostat secara tidak
BATASAN MASALAH
Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala
pasien, serta penatalaksanaan BPH atau benign prostatic hyperplasia. Laporan
ini juga membahas sedikit mengenai BPH secara umum.
1.3
TUJUAN PENULISAN
Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk:
-
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
IDENTITAS
Nama
: Tn. S
Umur
: 61 tahun
: Malang
Pekerjaan
: Guru
Pendidikan
: SMA
Agama
: Islam
St.Perkawinan: Menikah
Suku
: Jawa
ANAMNESA
Keluhan Utama:
Susah BAK sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah buang air kecil. Pasien
juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan
mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama dirasa melemah dan
kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti. Sebelumnya pasien juga
merasakan anyang-anyangen, pasien menceritakan bahwa dirinya sering berkalikali ke kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air kecil akan tetapi saat di
kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu
pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan ke kamar mandi untuk
buang air kecil. Kemudian pasien memeriksakan diri ke Puskesmas 1 tahun yang
laulu, dan dipasang kateter. Setiap 2 minggu sekali kontrol untuk mengganti
kateter. Jika kateter dilepas, pasien susah BAK. Pasien tidak merasakan pusing,
mual, muntah, BAB (+) normal, tidah dirasa nyeripada daerah tertentu, kencing
Hipertensi
: (+)
Alergi
: disangkal
Batuk lama
: disangkal
Diabetes Melitus
: Tidak diketahui
Hipertensi
: Tidak diketahui
Alergi
: Tidak diketahui
Riwayat Kebiasaan
2.3
Makan
: 3 x sehari.
Rokok
: (-)
Alkohol
: (-)
Jamu
: (+)
Olahraga
: (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Tidak tampak sakit, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan
cukup.
Tanda Vital
Tensi
: 130/80 mmHg
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 36,7o C
Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : warna putih beruban, distribusi merata
Mata
Sklera Ikterik
: -/-
Conjuctiva Anemis
: -/-
Telinga
Bentuk
: normotia
Secret
: -/-
Hidung
Tidak ada deviasi septum
Sekret
: -/-
Tonsil
: T1/T1
Pharing
: tidak hiperemi
Leher
Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/Jantung
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, tidak tampak adanya massa
Palpasi : teraba masa kistik pada supra simpisis, defence muskular
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal
Status lokalisata
Pemeriksaan
dalam (digital
rectal
examina-tion):
sfingter
ani
mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat
kenyal, kanan dan kiri tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak
teraba, tidak berbenjol-benjol.
2.3
RESUME
Pasien Tn.S umur 61 tahun datang ke poli bedah RSUD Kanjuruhan
Kepanjen dengan keluhan. Sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah
buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang
harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama
dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti.
Sebelumnya pasien
bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air
kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa
kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan
kekamar mandi untuk buang air kecil. Kemudian pasien memeriksakan diri ke
Puskesmas dan dipasang kateter
Dari Pemeriksaan dalam didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat,
mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri
tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjolbenjol.
2.4
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Pembesaran prostat jinak (BPH)
Diagnosis Banding
karsinoma prostat, Neurogenic bladder, Acute prostatitis.
Dasar Diagnosis
-
Anamnesa : sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah buang air
kecil. Pancaran melemah dan terkadang harus disertai dengan mengedan
Tidak
pernah
Kurang
dari sekali
dalam
lima hari
Kurang
dari
setengah
Kadangkadang
(sekitar
50%)
Lebih dari
setengah
Hampir
selalu
Skor
Pada
umumnya
tidak puas
Tidak
bahagia
Pemeriksaan dalam
ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri tidak
simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjolbenjol.
2.5 DISKUSI
7
4
4
Buruk
sekali
ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri tidak simetris,
nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol. Dan di
kategorikan berat karena skor IPSS = 27
Diagnosis banding dari kasus ini adalah karsinoma prostat, Neurogenic
bladder, Acute prostatitis.
Karsinoma prostat dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa dari
pasien merasakan susah buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai
BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil,
pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tibatiba berhenti dan lancar kembali, dan disingkirkan dikarenakan pada rectal touser
karsinoma prostatharusnya didapatkan konsistensi prostat keras dan teraba nodul,
dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.
Neurogenic bladder dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa
dari pasien merasakan, pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien
mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali. keluha lain juga kadang
terasa menetes padahal pasien telah buang air kecil 15 menit yang lalu. akan tetapi
disingkirkan dikarenakan pada Neurogenic bladder bisa terjadi akibat
Penyakit, Cedera, Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau
saraf yang menuju ke kandung kemih, saraf yang keluar dari
kandung kemih maupun keduanya, dan itu tidak di dapatkan pada
pasien tersebut.
Acute prostatitis dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa dari
8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG prostat tanggal 30 Januari 2012
Ren Dx
Ren Sin
VU
Prostat
Kesan
2.7
PENATALAKSANAAN
Non operatif
Non medikamentosa
KIE : Pengaturan gaya hidup yang meliputi, Jangan mengkonsumsi kopi
atau alcohol Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi bulibuli (kopi, coklat), Kurangi makanan pedas atau asin, Jangan
menahan kencing terlalu lama
Medikamentosa
Per oral
Cefotaxim 3x1
Kalnec 3x1
Ketorolac 3x1
Operatif
Pro operasi (prostatektomi)
10
BAB III
PEMBAHASAN BPH
1. Definisi
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) disebut juga Benigna Prostate Hyperplasia
(BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.1
2. Anatomi Prostat
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada di sebelah anterior rektum.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang
lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh
4 cm dengan tebal 2,5 cm.2
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan
menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadangkadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna
abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar
prostat.3
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain
adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior,
dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona
transisional yang letaknya proksimal dari sfingter eksternus di kedua sisi dari
verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2%
11
dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari
zona perifer.4,5
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
a. Kapsul anatomis
Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar
prostat.
b. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
c. Jaringan kelenjar yang terbagi atas tiga kelompok bagian :
1) Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya
yang menghasilkan bahan baku sekret.
2) Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatous zone.
3) Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami
hipertrofi pada usia lanjut.
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari tiga lapis :
a. Kapsul anatomis
b. Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang
sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
c. Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner
zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang
mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.2,3
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari
arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran
arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
12
a.
Kelompok arteri uretra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periuretral.
b.
Gambar 1. Perbedaan aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan
prostat yang mengalami pembesaran Bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Mc Neal (1976) membagi
kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periurethra. Sebagian
besar
hiperplasia
prostat
terdapat
pada
zona
transisional,
13
sedangkan
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan
dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh
Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
4. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
aging (menjadi tua).4
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
a. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,
yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat
estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga
timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi
sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen
akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat.
Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari
sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat
merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional
histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang
14
bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap
estrogen.
b. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth
factor, transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan
epidermal growth factor.
c. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati.
d. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar
testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem
sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat
bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi
abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma
dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
e. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian
dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat
oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2%
dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke
dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk
kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha
reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor
sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor
complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang
masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada kromatin dan menyebabkan
15
5. Patofisiologi
16
Tekanan intravesikal
Hidroureter
Hidronefrosis
o Divertikel
17
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urin (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi saraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.3
6. Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih.
a. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah terdiri atas gejala obstruktif dan
gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretra pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot
detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus.
Gejala obstruktif antara lain :
1) Harus menunggu pada permulaan miksi (hesistancy)
2) Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3) Miksi terputus (intermittency)
4) Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)
5) Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hiperplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu :
1)
2)
3)
18
Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman
yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah
yang berlebihan.
2)
19
3)
20
nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat
akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian
atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis
akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria
dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai
diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula
diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra
anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh
dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang
terdapat nyeri tekan supra simfisis.
21
pada
ginjal
maupun
ureter
berupa
hidroureter
atau
hidronefrosis.
b) Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya
indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau
ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish.
c) Penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi vesica urinaria.
22
23
e. Pemeriksaan Lain
1) Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan
oleh :
a) Daya kontraksi otot detrusor
b) Tekanan intravesica
c) Resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju
pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran
melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik.
Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang
dihasilkan.
2) Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri
tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya
kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal
24
25
Inkontinensia Paradoks
b.
c.
Hematuria
d.
Sistitis
e.
Pielonefritis
f.
g.
Refluks Vesiko-Ureter
h.
i.
Gagal Ginjal8
10. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan
menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi
menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume
urin, yaitu:
a. Derajat I, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
b. Derajat II, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu,
prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50
ml tetapi kurang dari 100 ml.
c. Derajat III, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml.
d. Derajat IV, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan
berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score).
Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi.
Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan
26
melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila
WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.1,8
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan.
a.
b.
c.
Derajat III, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60
gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak
akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
d.
sedini
mungkin
sangat
dianjurkan
untuk
mengurangi
gejala,
b.
Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
c.
27
tidak
menunjukkan
perbaikan
setelah
menjalani
pengobatan
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada
subservikal.
Kerugian :
Mudah berdarah
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan
dari dalam vesika.
Kerugian :
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%),
Inkontinensia (<1%), Perdarahan , Epididimo orchitis, Recurent (10 20%),
Carcinoma, Ejakulasi retrograde, Impotensi, Fimosis, Deep venous
trombosis
3) Transperineal
Keuntungan :
30
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Perdarahan hebat
b. Prostatektomi Endourologi
1)Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer
ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan
berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat
mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh
membutuhkan tindakan bedah.
evaluasi
31
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena
yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma
TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya
jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma
TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya
sindroma TURP dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih
mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka
waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik
untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan :
Kerugian :
Teknik sulit
Intoksikasi cairan
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:
32
33
34
35
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Pasien Tn.S umur 61 tahun datang ke poli bedah RSUD Kanjuruhan
Kepanjen dengan keluhan. Sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah
buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang
harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama
dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti.
Sebelumnya pasien
bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air
kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa
kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan
kekamar mandi untuk buang air kecil. Kemudian pasien memeriksakan diri ke
Puskesmas dan dipasang kateter
Dari Pemeriksaan dalam didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat,
mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri
tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjolbenjol.
36
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Birowo
&
Rahardjo.
Pembesaran
Prostat
Jinak.
2000.
4.
Fadlol & Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita Pembesaran Prostat
Jinak. Indonesian J of Surgery 2005; XXXIII-4; 139-145
5.
Anonim.
Normal
Prostate
and
Benign
Prostate
Hyperplasia.
2008.http://www_med_nyu_edu/healthwise/media/medical/nci/cdr0000462221
/jpg.mht
6.
7.
8.
Anonim.
The
Development
of
Benign
Prostate
Hiperplasia.
http://www_lef_org/magazine/graphics/pros1mar98_jpg.mht.
1998.
[diakses
april
2011]
9.
Sjamjuhidayat & De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005. 782
10. Pheonix5.
Transurethral
Prostatectomy.
http://www_phoenix5_org/glossary/graphics-turp/NIDDK/gif.mht
april 2011]
37
2002.
[diakses