Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat
benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini
akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang
mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan
mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar
prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya
obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet
obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar
prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struk-tur buli-buli maupun ginjal
sehingga menye-babkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS
(lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi
meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus
(intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi
retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak
semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua
keluhan miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga berperan
dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH
tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang
masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh
hormon lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor
lingkungan diduga berperan dalam proliferasi selsel kelenjar prostat secara tidak

langsung. Faktorfaktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk


mensintesis protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan
dalam memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang
mampu meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor
ekstrinsik sedangkan protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang
menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat.
Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan
pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di
berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas
terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya
manusia di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian dokter di daerah terpencilpun
diharapkan dapat menangani pasien
BPH dengan sebaik-baiknya. Penyusunan guidelines di berbagai negara
maju ternyata berguna bagi para dokter maupun spesialis urologi dalam
menangani kasus BPH dengan benar.
1.2

BATASAN MASALAH
Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala
pasien, serta penatalaksanaan BPH atau benign prostatic hyperplasia. Laporan
ini juga membahas sedikit mengenai BPH secara umum.

1.3

TUJUAN PENULISAN
Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk:
-

Melaporkan pasien dengan diagnosa BPH.

Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan Kepanjen
Malang.

BAB II

LAPORAN KASUS
2.1

IDENTITAS
Nama

: Tn. S

Umur

: 61 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Alamat

: Malang

Pekerjaan

: Guru

Pendidikan

: SMA

Agama

: Islam

St.Perkawinan: Menikah
Suku

: Jawa

Tgl. Berobat : 30 Oktober 2012


No. Register : 279395
2.2

ANAMNESA
Keluhan Utama:
Susah BAK sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah buang air kecil. Pasien
juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan
mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama dirasa melemah dan
kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti. Sebelumnya pasien juga
merasakan anyang-anyangen, pasien menceritakan bahwa dirinya sering berkalikali ke kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air kecil akan tetapi saat di
kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu
pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan ke kamar mandi untuk
buang air kecil. Kemudian pasien memeriksakan diri ke Puskesmas 1 tahun yang
laulu, dan dipasang kateter. Setiap 2 minggu sekali kontrol untuk mengganti
kateter. Jika kateter dilepas, pasien susah BAK. Pasien tidak merasakan pusing,
mual, muntah, BAB (+) normal, tidah dirasa nyeripada daerah tertentu, kencing

darah (-) , Panas (-), pinggang terasa sakit, kadang-kadang batuk.


Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kejadian serupa seperti sekarang.
tidak ada riwayat kencing keluar batu.
-

Diabetes Melitus : disangkal

Hipertensi

: (+)

Alergi

: disangkal

Batuk lama

: disangkal

Riwayat penyakit keluarga


-

Diabetes Melitus

: Tidak diketahui

Hipertensi

: Tidak diketahui

Alergi

: Tidak diketahui

Riwayat Kebiasaan

2.3

Makan

: 3 x sehari.

Minum air putih

: Jarang, tidak suka minum air putih.

Rokok

: (-)

Alkohol

: (-)

Obat tanpa resep dokter : (-)

Jamu

: (+)

Olahraga

: (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Tidak tampak sakit, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan
cukup.
Tanda Vital
Tensi

: 130/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, isi cukup

Pernafasan

: 20x/menit, regular, Kusmaull (-), Cheyne-Stokes (-)

Suhu

: 36,7o C

Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : warna putih beruban, distribusi merata
Mata
Sklera Ikterik

: -/-

Conjuctiva Anemis

: -/-

Telinga
Bentuk

: normotia

Secret

: -/-

Hidung
Tidak ada deviasi septum
Sekret

: -/-

Mulut dan tenggorokan


Bibir

: tidak kering dan tidak cyanosis

Tonsil

: T1/T1

Pharing

: tidak hiperemi

Leher
Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/Jantung
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, tidak tampak adanya massa
Palpasi : teraba masa kistik pada supra simpisis, defence muskular
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal
Status lokalisata

Pemeriksaan

dalam (digital

rectal

examina-tion):

sfingter

ani

mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat
kenyal, kanan dan kiri tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak
teraba, tidak berbenjol-benjol.
2.3

RESUME
Pasien Tn.S umur 61 tahun datang ke poli bedah RSUD Kanjuruhan
Kepanjen dengan keluhan. Sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah
buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang
harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama
dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti.
Sebelumnya pasien

juga merasakan anyang-anyangen. Pasien menceritakan

bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air
kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa
kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan
kekamar mandi untuk buang air kecil. Kemudian pasien memeriksakan diri ke
Puskesmas dan dipasang kateter
Dari Pemeriksaan dalam didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat,
mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri
tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjolbenjol.
2.4

DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Pembesaran prostat jinak (BPH)
Diagnosis Banding
karsinoma prostat, Neurogenic bladder, Acute prostatitis.
Dasar Diagnosis
-

Anamnesa : sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah buang air
kecil. Pancaran melemah dan terkadang harus disertai dengan mengedan

Pada pasien didapatkan Hesitansi, Pancaran lemah, Intermitensi, Miksi tidak

puas, Terminal dribbling, disuria.


-

IPSS (International Prostate Symptom Score)

Dalam 1 tahun terakhir

Tidak
pernah

Kurang
dari sekali
dalam
lima hari

Kurang
dari
setengah

Kadangkadang
(sekitar
50%)

Lebih dari
setengah

Hampir
selalu

Skor

1. Seberapa sering anda merasa


masih ada sisa selesai
kencing?

2. Seberapa sering Anda harus


kembali kencing dalam
waktu kurang dari 2 jam
setelah selesai kencing?

3. Seberapa sering Anda


mendapatkan bahwa Anda
kencing terputus-putus?

4. Seberapa sering tidak bisa


menahan keinginan untuk
kencing?

5. Seberapa sering pancaran


kencing Anda lemah?

6. Seberapa sering Anda


harusmengejan untuk mulai
kencing?

7. Seberapa sering Anda harus


bangun untuk kencing, sejak
mulai tidur pada malam hari
hingga bangun di pagi hari?

Pada
umumnya
tidak puas

Tidak
bahagia

Skor IPSS Total (pertanyaan 1 sampai 7) = 27


Pada
Senang
Senang
umumnya
Biasa saja
sekali
Puas
Seandainya Anda harus
enghabiskan sisa hidup dengan
fungsi kencing seperti saat ini,
agaimana perasaan Anda?

Pemeriksaan dalam

: sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin,

ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri tidak
simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjolbenjol.
2.5 DISKUSI
7

4
4

Buruk
sekali

Berdasarkan data tersebut di atas pasien ini di diagnose Pembesaran prostat


jinak (BPH) kategori berat. Hal-hal yang mendukung diagnosis tersebut berdasarkan
anamnesa adalah sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah buang air kecil.
Pancaran melemah dan terkadang harus disertai dengan mengedan dan juga pada
pasien didapatkan Hesitansi (susah memulai miksi), Pancaran lemah, Intermitensi
(kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali), Miksi tidak puas, Terminal
dribbling (menetes setelah miksi), disuria (rasa tidak enak saat kencing).
Pemeriksaan dalam

didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin,

ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri tidak simetris,
nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol. Dan di
kategorikan berat karena skor IPSS = 27
Diagnosis banding dari kasus ini adalah karsinoma prostat, Neurogenic
bladder, Acute prostatitis.
Karsinoma prostat dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa dari
pasien merasakan susah buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai
BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil,
pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tibatiba berhenti dan lancar kembali, dan disingkirkan dikarenakan pada rectal touser
karsinoma prostatharusnya didapatkan konsistensi prostat keras dan teraba nodul,
dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.
Neurogenic bladder dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa
dari pasien merasakan, pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien
mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali. keluha lain juga kadang
terasa menetes padahal pasien telah buang air kecil 15 menit yang lalu. akan tetapi
disingkirkan dikarenakan pada Neurogenic bladder bisa terjadi akibat
Penyakit, Cedera, Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau
saraf yang menuju ke kandung kemih, saraf yang keluar dari
kandung kemih maupun keduanya, dan itu tidak di dapatkan pada
pasien tersebut.
Acute prostatitis dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa dari
8

pasien yang menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil


dikarenakan hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar
beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku sering
terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi untuk buang air kecil, akan tetapi
Acute prostatitis disingkirkan dikarenakan pada acute prostatitis sering sering
menggigil, demam, sakit di punggung bawah dan daerah kelamin, nyeri tubuh, dan
dibuktikan dengan adanya infeksi saluran kemih (sebagaimana dibuktikan oleh
keberadaan sel-sel darah putih dan bakteri dalam urin).
2.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG prostat tanggal 30 Januari 2012
Ren Dx

: Ukuran 9.8x3.8 cm,Intensitas echocortex meningkat


Batas cortex medulla kabur, Sistema pelviiocalyceal tak dilatasi
Tak tampak batu/kista/nodul

Ren Sin

: Ukuran 9.6x4.5 cm,Intensitas echocortex meningkat


Batas cortex medulla kabur, Sistema pelviiocalyceal tak dilatasi
Tak tampak batu/kista/nodul

VU

: dinding tak menebal, batu (-)

Prostat

: uk 5,3x3,9x5,5 cm (volume 58,57 cm cubic), identasi dasar buli

Kesan

: Kesan Chronic parenchymal renal disease grade 1


BPH

2.7

PENATALAKSANAAN
Non operatif
Non medikamentosa
KIE : Pengaturan gaya hidup yang meliputi, Jangan mengkonsumsi kopi
atau alcohol Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi bulibuli (kopi, coklat), Kurangi makanan pedas atau asin, Jangan
menahan kencing terlalu lama

Medikamentosa
Per oral
Cefotaxim 3x1
Kalnec 3x1
Ketorolac 3x1
Operatif
Pro operasi (prostatektomi)

10

BAB III
PEMBAHASAN BPH
1. Definisi
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) disebut juga Benigna Prostate Hyperplasia
(BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.1
2. Anatomi Prostat
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada di sebelah anterior rektum.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang
lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh
4 cm dengan tebal 2,5 cm.2
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan
menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadangkadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna
abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar
prostat.3
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain
adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior,
dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona
transisional yang letaknya proksimal dari sfingter eksternus di kedua sisi dari
verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2%

11

dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari
zona perifer.4,5
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
a. Kapsul anatomis
Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar
prostat.
b. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
c. Jaringan kelenjar yang terbagi atas tiga kelompok bagian :
1) Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya
yang menghasilkan bahan baku sekret.
2) Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatous zone.
3) Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami
hipertrofi pada usia lanjut.
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari tiga lapis :
a. Kapsul anatomis
b. Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang
sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
c. Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner
zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang
mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.2,3
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari
arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran
arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:

12

a.

Kelompok arteri uretra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periuretral.

b.

Kelompok arteri kapsul, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa


cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar
parauretral).6
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang

kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke


kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral. Sekresi dan
motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan
medula sakral III-IV dari plexus sakralis.6

Gambar 1. Perbedaan aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan

prostat yang mengalami pembesaran Bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Mc Neal (1976) membagi
kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periurethra. Sebagian
besar

hiperplasia

prostat

terdapat

pada

zona

transisional,

pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.1,6


3. Fisiologi Prostat

13

sedangkan

Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan
dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh
Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
4. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
aging (menjadi tua).4
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
a. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,
yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat
estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga
timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi
sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen
akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat.
Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari
sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat
merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional
histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang

14

bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap
estrogen.
b. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth
factor, transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan
epidermal growth factor.
c. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati.
d. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar
testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem
sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat
bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi
abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma
dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
e. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian
dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat
oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2%
dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke
dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk
kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha
reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor
sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor
complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang
masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada kromatin dan menyebabkan

15

transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan


terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.3,5,7

Gambar 2. Perubahan Testosteron menjadi Dihidrotesteron oleh enzim


5 reduktase1

Gambar 3. Teori Dihidrotestosteron dalam Hiperplasia Prostat8

5. Patofisiologi

16

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan


akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter
atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam
gagal ginjal.4
Bagan Patofisiologi BPH
Hiperplasi prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal

Buli-buli Ginjal dan Ureter


o Hipertrofi otot
o Trabekulasi o Selula -

detrusor - Refluks vesiko-ureter

Hidroureter

Hidronefrosis

o Divertikel

buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis - Gagal ginjal

17

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urin (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi saraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.3
6. Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih.
a. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah terdiri atas gejala obstruktif dan
gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretra pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot
detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus.
Gejala obstruktif antara lain :
1) Harus menunggu pada permulaan miksi (hesistancy)
2) Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3) Miksi terputus (intermittency)
4) Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)
5) Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hiperplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu :
1)

Volume kelenjar periuretral

2)

Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3)

Kekuatan kontraksi otot detrusor 4,7,8

18

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,


sehingga meskipun volume kelenjar periuretral sudah membesar dan elastisitas
leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala
obstruksi belum dirasakan.5
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang
tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot
detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejala iritatif antara lain :
1) Bertambahnya frekuensi miksi (frequency)
2) Nokturia
3) Miksi sulit ditahan (urgency)
4) Disuria (nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis
derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I

: Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml


Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas +
sisa urin > 150 ml.5
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh
beberapa faktor pencetus, antara lain:
1)

Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman
yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah
yang berlebihan.

2)

Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual


atau mengalami infeksi prostat akut.

19

3)

Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot


detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain:
golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.4

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.
c. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.4
7. Diagnosis
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan
tonus sfingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain
seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan
prostat harus diperhatikan :
1) Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2) Adakah asimetris
3) Adakah nodul pada prostat
4) Apakah batas atas dapat diraba
5) Sulcus medianus prostat
6) Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus
kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum.
Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba.
Sedangkan pada karcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba

20

nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat
akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian
atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis
akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria
dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai
diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula
diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra
anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh
dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang
terdapat nyeri tekan supra simfisis.

Gambar 4. Pemeriksaan Colok Dubur5


c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1) Darah :
a) Ureum dan Kreatinin
b) Elektrolit

21

c) Blood urea nitrogen


d) Prostate Specific Antigen (PSA)
e) Gula darah
2) Urin :
a) Kultur urin + tes sensitifitas
b) Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
c) Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin berguna dalam
mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria.
d. Pemeriksaan Pencitraan
1) Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica
urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi
urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel
kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
2) Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
a) Kelainan

pada

ginjal

maupun

ureter

berupa

hidroureter

atau

hidronefrosis.
b) Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya
indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau
ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish.
c) Penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi vesica urinaria.

22

d) Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.


3) Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
4) USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi
aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual
urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria
seperti batu, tumor, dan divertikel.
5) Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan
gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber
perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen
di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar prostat
dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan
prostat ke dalam uretra.
6) MRI atau CT
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam
macam potongan.

23

Gambar 5. TransRectal Ultra Sound (TRUS)5

e. Pemeriksaan Lain
1) Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan
oleh :
a) Daya kontraksi otot detrusor
b) Tekanan intravesica
c) Resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju
pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran
melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik.
Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang
dihasilkan.
2) Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri
tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya
kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal
24

tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan


Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan
intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
3) Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara
sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa
volume urin yang masih tinggal atau ditentukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post
voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya
kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas
normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas
indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi.1,3,5,7,8
8. Kriteria Pembesaran Prostat
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
a) Derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
b) Derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
c) Derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
d) Derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
2. Berdasarkan jumlah residual urin
a) Derajat 1 : < 50 ml
b) Derajat 2 : 50-100 ml
c) Derajat 3 : >100 ml
d) Derajat 4 : retensi urin total
3. Intra vesikal grading
a) Derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
b) Derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
c) Derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

25

d) Derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter


9. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a.

Inkontinensia Paradoks

b.

Batu Kandung Kemih

c.

Hematuria

d.

Sistitis

e.

Pielonefritis

f.

Retensi Urin Akut Atau Kronik

g.

Refluks Vesiko-Ureter

h.

Hidroureter dan Hidronefrosis

i.

Gagal Ginjal8

10. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan
menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi
menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume
urin, yaitu:
a. Derajat I, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
b. Derajat II, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu,
prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50
ml tetapi kurang dari 100 ml.
c. Derajat III, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml.
d. Derajat IV, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan
berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score).
Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi.
Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan

26

melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila
WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.1,8
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan.
a.

Derajat I biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat


diberikan pengobatan secara konservatif.

b.

Derajat II sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif,


dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans
uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau
dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan
pengobatan konservatif.

c.

Derajat III, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60
gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak
akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

d.

Derajat IV tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan


penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang
sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi
diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.1,8
Terapi

sedini

mungkin

sangat

dianjurkan

untuk

mengurangi

gejala,

meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang


berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia
prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir
dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang
invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia
prostat disebabkan oleh tiga faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,
menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka
pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
a.

Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

b.

Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

c.

Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor 4,8

27

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi


pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa,
pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan
adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum
kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3
bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur.2
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
a. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan
blocker (penghambat alfa adrenergik).
b. Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT).

Obat Penghambat Adrenergik


Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam
prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha
adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak
terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin,
terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang
lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu 1a (tamsulosin), sehingga efek
sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis
dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan
antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa
merusak kontraktilitas detrusor.
28

Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine,


menurunkan sisa urin dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi
penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi
ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan
dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.
Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari.
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga
prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat
daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang
sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan
ginekomastia. 1,9,10
Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan
penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi
saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS
yang

tidak

menunjukkan

perbaikan

setelah

menjalani

pengobatan

medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau


operasi endourologi transuretra.
a. Prostatektomi terbuka
1) Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :

Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada
subservikal.

Mortality rate rendah

Langsung melihat fossa prostat

Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

Perdarahan lebih mudah dirawat

Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama


bila membuka vesika.
29

Kerugian :

Dapat memotong pleksus santorini

Mudah berdarah

Dapat terjadi osteitis pubis

Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan
dari dalam vesika.

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis


2) Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :

Baik untuk kelenjar besar

Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :


batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi,
retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna
minimal.

Kerugian :

Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding


vesica sembuh

Sulit pada orang gemuk

Sulit untuk kontrol perdarahan

Merusak mukosa kulit

Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%),
Inkontinensia (<1%), Perdarahan , Epididimo orchitis, Recurent (10 20%),
Carcinoma, Ejakulasi retrograde, Impotensi, Fimosis, Deep venous
trombosis
3) Transperineal
Keuntungan :
30

Dapat langssung pada fossa prostat

Pembuluh darah tampak lebih jelas

Mudah untuk pinggul sempit

Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

Impotensi

Inkontinensia

Bisa terkena rektum

Perdarahan hebat

Merusak diagframa urogenital 1,3,4,5,7,8

b. Prostatektomi Endourologi
1)Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer
ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan
berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat
mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh
membutuhkan tindakan bedah.

Untuk keperluan tersebut,

evaluasi

urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari


pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu
tidaknya dilakukan TURP.
Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi paling banyak
dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra
dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang
akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang
dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak
terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan
harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).

31

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena
yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma
TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya
jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma
TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya
sindroma TURP dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih
mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka
waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik
untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan :

Luka incisi tidak ada

Lama perawatan lebih pendek

Morbiditas dan mortalitas rendah

Prostat fibrous mudah diangkat

Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

Teknik sulit

Resiko merusak uretra

Intoksikasi cairan

Trauma sphingter eksterna dan trigonum

Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

Alat mahal

Ketrampilan khusus

Komplikasi:

Selama operasi : perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi lokal atau sistemik

32

Pasca bedah lanjut : inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd,


dan striktura uretra.

2)Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)


Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi
ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak
begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya
dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck
incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara
endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada
TURP tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk,
sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan
harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TURP dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TURP.
Pembedahan laser operasi.
Laser (juga disebut terapi laser) menggunakan energi laser tinggi untuk
menghancurkan atau menghapus jaringan prostat lebatLaser bedah umumnya
segera meredakan gejala dan memiliki risiko efek samping yang lebih rendah
daripada TURP. Beberapa operasi laser dapat digunakan pada pria yang tidak
harus memiliki prosedur prostat lain karena mereka mengambil obat
pengencer darah.
Pembedahan laser dapat dilakukan dengan berbagai jenis laser dan
dengan cara yang berbeda.

Ablatif prosedur (termasuk penguapan) menghapus jaringan prostat


menekan uretra dengan membakar begitu saja, sambil aliran urin. prosedur
ablatif dapat menyebabkan iritasi gejala urin setelah operasi dan mungkin
perlu diulang di beberapa titik.

33

prosedur Enucleative serupa untuk membuka prostatektomi, tapi dengan


risiko yang lebih sedikit. Prosedur ini biasanya menghapus semua prostat
jaringan memblokir aliran urin, dan mencegah pertumbuhan kembali
jaringan. Salah satu manfaat dari prosedur enucleative adalah bahwa jaringan
prostat dihapus dapat diperiksa untuk kanker prostat dan kondisi lainnya.
Jenis pembedahan laser meliputi:

Ablasi laser Holmium dari prostat (HoLAP)

Visual laser ablasi dari prostat (VLAP)

Laser Holmium enucleation dari prostat (HoLEP)

Fotosensitif penguapan dari prostat (PVT)

34

35

BAB IV
PENUTUP
4.1

KESIMPULAN
Pasien Tn.S umur 61 tahun datang ke poli bedah RSUD Kanjuruhan
Kepanjen dengan keluhan. Sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah
buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang
harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama
dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti.
Sebelumnya pasien

juga merasakan anyang-anyangen. Pasien menceritakan

bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air
kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa
kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan
kekamar mandi untuk buang air kecil. Kemudian pasien memeriksakan diri ke
Puskesmas dan dipasang kateter
Dari Pemeriksaan dalam didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat,
mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri
tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjolbenjol.

36

DAFTAR PUSTAKA
1.

Purnomo. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta: CV.Sagung Seto. 2007.


69-85

2.

Birowo

&

Rahardjo.

Pembesaran

Prostat

Jinak.

2000.

http://fkui.co.id/urologi/ppj.mht [diakses april 2011]


3.

Leveillee. Prostate Hyperplasia, Benign. 2006. http://www.emedicine.com.


[diakses april 2011]

4.

Fadlol & Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita Pembesaran Prostat
Jinak. Indonesian J of Surgery 2005; XXXIII-4; 139-145

5.

Anonim.

Normal

Prostate

and

Benign

Prostate

Hyperplasia.

2008.http://www_med_nyu_edu/healthwise/media/medical/nci/cdr0000462221
/jpg.mht
6.

Kim & Belldegrun (eds). Urology Dalam Schwartzs Manual Of Surgery,


8thEdition, Brunicardi et al (eds). USA: Mc Graw-Hill Medical Publishing
Division. 2006. 1036-1060

7.

Suryawisesa, Malawat, Bustan. Hubungan Faktor Geografis Terhadap Skor


Gejala Prostat Internasional (IPSS) Pada Komunitas Suku Makassar Usia
Lanjut Tahun 1998. Ropanasuri 1998; XXVI 4; 1-10

8.

Anonim.

The

Development

of

Benign

Prostate

Hiperplasia.

http://www_lef_org/magazine/graphics/pros1mar98_jpg.mht.

1998.

[diakses

april

2011]
9.

Sjamjuhidayat & De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005. 782

10. Pheonix5.

Transurethral

Prostatectomy.

http://www_phoenix5_org/glossary/graphics-turp/NIDDK/gif.mht
april 2011]

37

2002.
[diakses

Anda mungkin juga menyukai