Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Benign Prostate Hiperplasia (BPH) atau lebih dikenal sebagai BPH


ditemukan pada pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis,yaitu
terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.1
Pembesaran kelenjar prostat merupakan salah satu masalah
genitourinari merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-
laki yang prevalensi dan insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Prevalensi BPH pada pria berusia 40 – 49 tahun mencapai hampir 15%
dan meningkat dengan bertambahnya usia sehingga pada usia 50 – 59 tahun
prevalensinya mencapai 25%, dan pada usia 60 tahun mencapai angka
sekitar 43,7%. Prevalensi BPH turut meningkat seiring dengan
bertambahnya angka harapan hidup.1
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH menimbulkan keluhan yang
mengganggu aktivitas sehari – hari. Pembesaran kelenjar prostat
mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga menimbulkan gangguan
miksi. Keadaan dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate
enlargement (BPE) menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli – buli
dan uretra atau dikenal sebagai Bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi
yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai
benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat
menimbulkan perubahan struktur buli–buli dan ginjal sehingga
menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. 2
Keluhan yang dirasakan pada pasien BPH seringkali berupa LUTS
(lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi
miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering
terputus – putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan
tahap selanjutnya terjadi retensi urine. 2
Selain BPH, peningkatan volume prostat atau pembesaran kelenjar
prostat dapat berupa karsinoma prostat. Karsinoma prostat merupakan
keganasan yang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pria
lainnya. Karsinoma ini menyerang pasien yang berusia diatas 50 tahun, 30%
menyerang pria berusia 70 89 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun.
Insiden karsinoma prostat akhir ini mengalami peningkatan karena pengaruh
meningkatnya usia harapan hidup dan penegakan diagnosis yang semakin
baik. 3
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Jenis kelamin :Laki-laki

Tanggal lahir / Umur : 52 tahun

Alamat : Dajagalung Gowa, Kel. Tanete, Kec.


Tompobulu

Pekerjaan : Petani

Status Perkawinan : Menikah

Masuk Rumah Sakit : 10 Februari 2020

No. Catatan Medik : 644715

2.2. Anamnesis

a. Keluhan utama : Nyeri dan Susah BAK

b. Riwayat Penyakit sekarang :

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil
yang dialami sejak kurang lebih 10 hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien juga mengeluh nyeri pada daerah suprapubik sejak 10 hari
sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan terus menerus. Pasien
mengeluh susah untuk memulai buang air kecil dan mengeluh
pancaran berkemih melemah, disertai rasa tidak puas saat buang air
kecil dan terasa nyeri pada saat buang air kecil. Tiap pasien buang air
kecil, pasien harus mengedan dan pada saat berkemih tiba-tiba
berhenti dan berkemih kembali, dan pada akhir berkemih ada urin
menetes keluar. Tiap malam hari pasien harus terbangun untuk buang
air kecil sebanyak 5 kali. Pasien mengeluh sering menahan buang air
kecil. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pinggang, tidak pernah BAK
yang bercampur darah dan tidak pernah demam sebelumnya.

Pasien pernah menjalani operasi prostat Open Prostatektomi


di RS Labuang Baji 1 tahun yang lalu, pasien mengaku hanya kontrol
2 kali di RS sebelumnya setelah operasi dilakukan. Pasien mengeluh
urinnya kadang keluar menetes dari bekas operasi prostat yang
terdapat di bawah pusar (suprapubik).

c. Riwayat penyakit dahulu : Riw. BPH, Hipertensi(-),


DM (-)

d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluhan serupa


pasien

e. Riwayat sosial : Pasien adalah seorang


petani.

IPSS (International prostat symptom score)


1. merasa masih terdapat sisa urin setelah kencing (4)
2. harus kencing lagi padahal kurang dari 2 jam yang lalu baru kencing
(2)
3. harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai lagi berkali-kali (2)
4. tidak dapat menahan keinginan untuk kencing (3)
5. merasakan pancaran urin lemah (4)
6. harus mengejan dalam memulai kencing (4)
7. 1 bulan terakhir berapa kali terbangun dari tidur malam hanya untuk
kencing (5)
8. Dengan keluhan seperti ini bagaimana anda menikmati hidup (5)
Skor IPSS = 29→Simtomatis berat
2.3. Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4 M6 V5 = 15

:130/80
Tanda Vital : Tekanan darah mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/menit, kuat, teratur

Frekuensi napas : 18x/menit

Suhu : 36,6°C

1. Kepala

Bentuk kepala : Normocephali

Rambut : Hitam, tebal, tidak rontok

Simetris : Kiri - Kanan

Deformitas : -

2. Mata

Eksoptalmus/enoptalmus : -

Konjungtiva : Anemis (+/+),


Sklera : Ikterus (-/-), perdarahan (-)

Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan

3. Telinga

Pendengaran : Dalam batas normal

Nyeri tekan : (-/-)

4. Hidung

Bentuk : Simetris

Perdarahan : -

5. Mulut

Bibir : Kering (-), pecah-pecah, sianosis (-),

Lidah kotor : (-)

Caries gigi : -

6. Leher

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)

7. Kulit

Hiperpigmentasi :-

Ikterus :-

Ekimosis :-
Purpura :-

Sianosis :-

Pucat :-

8. Thorax

Inspeksi : Dada simetris kiri-kanan. Ictus cordis tidak


nampak

Palpasi : Vocal fremitus kiri – kanan simetris

Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan

Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-),

Wheezing (-/-)

9. Cor

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan : sulit di evaluasi

Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri, Batas atas : ICS II


linea parasternalis kanan

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop


(-)
10. Abdomen
: Simetris, mengikuti gerak napas, terdapat luka post
Inspeksi operasi di regio hipogastrium yag ditutup dengan
verban kering
Palpasi : Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba

Perkusi : Thympani, asites (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

11. Regio Costovertebralis

Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, tanda radang tidak


ada, hematom tidak ada, alignment tulang belakang normal, tidak
tampak massa tumor.

Palpasi : Tidak teraba massa tumor, ballotement ginjal tidak teraba,


nyeri tekan (-)

Perkusi : Nyeri ketok -|-

12. Regio Suprapubic

Inspeksi :warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa,


hematom tidak ada, edema tidak ada

Palpasi : Nyeri tekan (+), buli-buli teraba penuh

Genitalia

 Inspeksi : Tampak penis tersirkumsisi, tanda radang (-), skrotum


tampak normal, hematom (-), edema (+) minimal
 Palpasi : Pada penis tidak teraba massa tumor, tidak nyeri tekan.
Pada skrotum teraba dua buah testis, kesan normal, massa tumor
tidak ada, nyeri tekan tidak ada

Terpasang kateter urin, darah (-), sekitar 200cc.

Rectal toucher :

Pada mukosa teraba penonjolan prostat ke arah rectum, pole atas


dapat dicapai, konsistensi padat keras, permukaan kesan tidak rata.

Ekstremitas atas dan bawah

Pitting edema kedua extremitas inferior (-)

2.4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksan Laboratorium
 Tanggal 10-02-2020

Pemeriksaan Hematologi Nilai Normal


Leukosit 12,96 3,80-10,60 (10^3/uL)
Eritrosit 2,85 4,4-5,9 (10^6/uL)
Hemoglobin 7,9 13,2-17,3 g/dL
Hematokrit 23,7 40,0-52,0 %
Trombosit 697 150-440 (10^3/uL)

 Tanggal 13-02-2020

Pemeriksaan Hematologi Nilai Normal


Leukosit 12,17 3,80-10,60 (10^3/uL)
Eritrosit 3,94 4,4-5,9 (10^6/uL)
Hemoglobin 11,0 13,2-17,3 g/dL
Hematokrit 31,6 40,0-52,0 %
Trombosit 579 150-440 (10^3/uL)

Pemeriksaan Hemostasis Nilai Normal


PT 15,2 10,4-14,4 detik
INR 1,26
APTT 28,2 26,4-37,6 detik

Kimia Darah Nilai Normal


Ureum 89 10-50 mg/dL
Kreatinin 2,66 0,6-1,2 mg/dL
Glukosa Sewaktu 129 <200 mg/dL

b. Pemeriksaan Radiologi:
 Pemeriksaan Radiologi (Thorax PA):
- Corakan bronchovaskuler normal
- Tidak tampak infiltrat
- Cor: ukuran tidak membesar dengan aorta baik
- Sinus dan diafragma kanan sebagian terpotong, kiri baik
- Tulang-tulang intak
Kesan: tidak tampak proses infeksi aktif pada paru-paru. Cor tampak
normal.

2.5. Resume

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil yang
dialami sejak kurang lebih 10 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien juga
mengeluh nyeri pada daerah suprapubik sejak 10 hari sebelum masuk rumah
sakit dan dirasakan terus menerus. Pasien mengeluh susah untuk memulai
buang air kecil dan mengeluh pancaran berkemih melemah, disertai rasa tidak
puas saat buang air kecil dan terasa nyeri pada saat buang air kecil. Tiap pasien
buang air kecil, pasien harus mengedan dan pada saat berkemih tiba-tiba
berhenti dan berkemih kembali, dan pada akhir berkemih ada urin menetes
keluar. Tiap malam hari pasien harus terbangun untuk buang air kecil sebanyak
5 kali. Pasien mengeluh sering menahan buang air kecil. Pasien tidak
mengeluhkan nyeri pinggang, tidak pernah BAK yang bercampur darah dan
tidak pernah demam sebelumnya.
Pasien pernah menjalani operasi prostat Open Prostatektomi di RS
Labuang Baji 1 tahun yang lalu, pasien mengaku hanya kontrol 2 kali di RS
sebelumnya setelah operasi dilakukan. Pasien mengeluh air kencingnya kadang
keluar menetes dari bekas operasi prostat yang terdapat di bawah pusar
(suprapubik).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema minimal pada penis, rectal
touche didapatkan mukosa teraba penonjolan prostat ke arah rectum, pole atas
dapat dicapai, konsistensi padat keras, permukaan kesan tidak rata. Pada
pemeriksaan konjunctiva didapatkan anemis (+/+), nyeri ketok regio
costovertebra (-), nyeri tekan suprapubik (+). Terdapat luka bekas operasi yang
ditutupi oleh perban di daerah suprapubik, dimana urin pasien terkadang
menetes keluar melalui luka bekas operasi tersebut. Terpasang kateter pada
genital dengan urin bag terisi urin, darah (-), dengan isi kurang lebih 200 cc.
pada pemeriksaan lab darah rutin didapatkan HB pasien dibawah normal yang
menandakan pasien menderita anemia Pada pemeriksaaan foto Thorax PA
didapatkan kesan tidak tampak proses infeksi aktif pada paru-paru, cor tampak
normal. Skor IPPS (International Prostat Symtom Skor) 29.

2.6. Diagnosis

-Dx kerja: Retensi Urin

-Dx primer : Striktur Uretra+BPH grade II susp. Ca


Prostat+Batu Buli-Buli.

-Dx komplikasi : -

- Dx sekunder : Anemia

2.7. Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

▪ IVFD RL 20 TPM

▪ Transfusi PRC 2 Bag


▪ Injeksi Ceftriaxone 1 gr/iv/St

b. Tindakan

▪ Sachse

▪ TUR Prostat

▪ Litotripsi

Laporan Operasi Terlampir:


2.8. Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia

Quo ad Sanactionam : dubia

Diskusi Kasus

Dari kasus di atas, Tn. S usia 52 tahun, datang dengan keluhan susah
buang air kecil sejak kurang lebih 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Keadaan
ini disebut sebagai retensio urin yaitu suatu keadaan dimana penderita tidak dapat
kencing padahal kandung kemih penuh. Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan
mekanis pada uretra atau gangguan fungsional kandung kemih dan sfingternya.
Dari anamnesa didapatkan keluhan berupa sulit BAK, BAK mengejan,
sering BAK namun setelah BAK penderita merasa tidak puas dan diikuti oleh
pancaran urin yang lemah, dipertengahan miksi seringkali miksi berhenti
kemudian memancar lagi (intermitensi). Keluhan ini merupakan gejala obstruktif
saluran kemih. Jadi kesimpulan yang diambil bahwa penderita mengalami suatu
gejala obstruktif saluran kemih. Dan juga ditemukan adanya keluhan sering
berkemih (frequency) terutama pada malam hari (nocturia), sehingga pasien ini
disimpulkan mengalami gejala iritatif dari saluran kemih. Pada pasien ini terdapat
gejala dari striktur uretra yaitu pancaran urin lemah, nyeri pada saat berkemih,
rasa tidak puas saat berkemih dan nyeri suprapubik. Serta didapatkan edema
minimal penis pada pemeriksaan fisik. Sesuai dengan teori mengenai striktur
uretra, dimana gejala khasnya yaitu pancaran berkemih yang kecil dan bercabang,
serta gejala lain seperti merasa tidak puas saat berkemih, nyeri saat berkemih
(disuria), terdapat darah pada urin, dan nyeri pada suprapubik. Dimana striktur
uretra dapat terjadi disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra dan
kelainan bawaan.
Berdasarkan kondisi faktual diatas pasien ini mengalami gejala obstruktif
dan gejala iritatif saluran kemih yang dikenal dengan LUTS (Lower Urinary
Tract Symptoms). LUTS merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya
gangguan pada saluran kemih bagian bawah yang meliputi gejala obstruktif dan
iritatif pada saluran kemih. Gejala obstruktif pada saluran kemih yaitu mengedan
ketika miksi (straining), menunggu pada awal miksi (hesitancy), pancaran
melemah (weakness), miksi terputus (intermitten), dan tidak lampias setelah
miksi. Sedangkan gejala iritatif meliputi rasa ingin miksi yang tidak bisa ditahan
(urgency), sering miksi (frequency), sering miksi pada malam hari (nocturia), dan
nyeri ketika miksi (dysuria). Skor IPSS = 29→Simtomatis berat.
Pada pemeriksaan fisik Digital Rectal Examination (Rectal Toucher)
didapatkan prostat teraba dengan konsistensinya padat keras, permukaan tidak
rata, batas atas prostat dapat dicapai. Tidak teraba nodul. Berdasarkan derajat
berat hyperplasia prostat berdasarkan gambaran klinis didapatkan derajat II,
dimana batas atas prostat dapat dicapai. Pada pasien ini dicurigai Ca Prostat
berdasarkan pemeriksaan tersebut sehingga dilakukan pemeriksaan PA untuk
mengetahui apakah terdapat Ca atau tidak pada jaringan prostat yang diambil
pasca operasi TURP.
Pasien juga mengeluh nyeri pada daerah suprapubik yang dirasakan terus-
menerus, selain itu pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan suprapubik.
Sesuai dengan teori bahwasanya adapun gejala yang diberikan oleh batu saluran
kemih biasanya sesuai dengan letak batunya berdasarkan dari keluhan pasien
diatas maka sesuai dengan teori gejala batu buli-buli yang menyatakan bahwa
pasien biasanya mengeluh sulit buang air kecil dikarenakan batu buli-buli yang
menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih, nyeri
suprapubik juga dapat terjadi dikarenakan infeksi sekunder atau teraba adanya
urin yang banyak (retensi). Batu didalam saluran kemih dapat diakibatkan oleh
beberapa penyebab. Pembentukan batu bisa sekunder terhadap suatu kelainan
metabolik primer atau karena obstruksi yang menyebabkan statis dan infeksi
urinarius atau dapat idiopatik, dan benda asing. Dalam hal ini batu buli-buli pada
pasien terbentuk akibat benda asing yaitu benang jahit yang terdapat pada buli-
buli akibat pasca prosedur operasi Open Prostatektomi yang dilakukan pada
pasien pada tahun 2019 di RS Labuang Baji. Pada pasien juga terdapat keluhan
urin yang menetes keluar lewat luka bekas operasi Open Prostatektomi yang
dialami oleh pasien. Dimana pada prosedur operasi Open Prostatektomi dilakukan
insisi melalui daerah suprapubik untuk mencapai prostat. Dalam hal ini terbentuk
fistel pada bekas insisi tersebut yang terhubung dengan buli-buli sehingga urin
menetes keluar melalui bekas luka operasi tersebut.
Pada pemeriksaan labolatorium didapatkan penurunan hemoglobin,
hematokrit, dan eritrosit pasien yang menandakan pasien mengalami anemia hal
ini di dukung dengan pada saat dilakukannya pemeriksaan fisis didapatkan
konjungtiva kiri dan kanan anemis. Untuk itu berdasarkan hasil lab dan
pemeriksaan fisis pasien maka dilakukan transfusi PRC dua bag agar diharapkan
anemia pasien dapat teratasi.
Pada pemeriksaan labolatorium selanjutnya didapatkan peningkatan ureum
dan kreatinin yang meningkat dari nilai normalnya yang menandakan sudah
adanya gangguan fungsi ginjal. Peningkatan nilai ureum juga menjadi penanda
bahwasanya batu saluran kemih yang diderita oleh pasien adalah batu asam urat.
Sesuai dengan teori mengemukakan bahwa batu traktus urinarius biasanya terdiri
dari kalsium oksalat, kalsium oksalat ditambah hidroksipatit atau magnesium
ammonium fosfat (struvit) dan batu asam urat atau sistin. Akan tetapi menurut
teori batu asam urat atau sistin jarang ditemukan.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka
pasien ini didiagnosa dengan diagnosis Striktur Uretra + BPH grade II susp. Ca
Prostat + Batu buli-buli. Pada pasien ini ditatalaksana dilakukan TURP pada
BPHnya. Terapi bedah dianjurkan bila IPSS skor >25 atau bila timbul obstruksi.
Berdasarkan derajat gambaran klinis II dilakukan pembedahan. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan bahwa tindakan definitif untuk BPH dilakukan operasi TURP
untuk tatalaksana. Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan
mempergunakan ciran irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap
terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa
larutan non ionik yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik saat
operasi.
Untuk tatalaksana striktur uretra pada pasien dilakukan tindakan Sache.
Dimana hal ini sesuai dengan teori bahwa penatalaksanaan striktur uretra adalah
dengan uretrotomi interna dengan pisau sache, selain pemberian antibiotik dan
analgetik untuk pengobatan simtomatik. Teknik bedah dengan uretrotomi interna
dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur.
Insisi menggunakan pisau otis atau sache. Otis dikerjakan jika belum terjadi
striktur total, sedangkan pada striktur lebih berat pemotongan dikerjakan secara
visual menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sache.
Untuk tatalaksana batu buli-buli pada pasien dilakukan tindakan litotripsi.
Tindakan pengangkatan batu menggunakan prosedur litotripsi dirasakan lebih
aman dan efektif, karena resiko dan nyeri luka post operasi lebih kecil dan
kebocoran luka operasi akibat infeksi juga tidak ada, dikarenakan tidak dilakukan
sayatan di kulit. Berdasarkan teori tatalaksana batu buli-buli terdiri dari beberapa
cara diantaranya terapi medis dengan pelarutan dimana jenis batu yang dapat
dilarutkan adalah jenis batu asam urat. Obat yang dapat diberikan langsung ke
batu kandung kemih adalah solutin G akan tetapi biasanya pelaksanaannya sukar.
Selanjutnya yaitu dengan litotripsi untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan
memakai litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan memakai
gelombang elektrohidrolik atau ultrasonik. Dan yang terakhir yaitu terapi
pembedahan seperi vesikolitotomi yang digunakan jika tidak tersedia alat
litotripsor, alat gelombang kejut, atau bila cara non bedah tidak berhasil. Batu
kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu
dilakukan tindakan pengeluarannya, litotriptor henricson hanya dapat
memecahkan batu dalam batas ukuran 2,5 cm kebawah pada ukuran terkecil,
sedangkan apabila batu lebih dari 3 cm maka batu akan dipecahkan terlebih
dahulu.

Pasien pernah menjalani operasi prostat Open Prostatektomi pada 1 tahun


yang lalu. Dimana pada prosedur operasi tersebut dilakukan insisi melalui daerah
bawah pusar (suprapubik) untuk menuju ke prostat. Dimana pasca operasi tersebut
menyebabkan terbentuknya fistel pada luka bekas operasi di daerah suprapubik,
yang menyebabkan menetesnya urin keluar melalui luka bekas operasi tersebut.
Dalam hal ini untuk mengatasi hal tersebut dilakukan penutupan luka
menggunakan perban dengan harapan agar fistel menutup sendiri.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli – buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih
20 gram dan pada pria dewasa dan terbagi menjadi 5 lobus yaitu: lobus
medius, lobus lateralis (2 lobus), lobus anterior, dan lobus posterior. Kelenjar
ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam
beberapa zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
prepostatik sfingter, dan zona anterior. Sebagian besar hiperplasia prostat
terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat
berasal dari zona perifer. Secara histopatologik, kelenjar prostat terdiri atas
otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyangga yang
lain.
Gambar 1. Alat Reproduksi Pria

Gambar 2 . Zona Kelenjar Prostat

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen


dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan
bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan
semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ±
25% dari seluruh volume ejakulat. Secara histologi, prostat terdiri dari
jaringan ikat, serabut otot polos dan kelenjar epitel yang dilapisi oleh sel
thoraks tinggi dan lapisan sel basal gepeng.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang
di dalam sel kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit
aktif dihidritestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α-reduktase.
Dihidrotestosteron secara langsung memacu m-RNA di dalam sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan
dan proliferasi sel kelenjar prostat.
3.2 BPH
3.2.1 Definisi
BPH adalah pertumbuhan nodul – nodul fibroadenomatosa majemuk dalam
prostat; pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma
fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda – beda. Prostat tersebut
mengelilingi uretra, dan pembesaran bagian periuretral akan menyebabkan
obstruksi leher kandung kemih. 4

Gambar 2. Prostat normal dan Benign Prostat Hyperplasia (BPH)

3.2.2 Etiologi BPH


Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah : 3
a. Teori dihidrotestosteron (DHT)
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel
kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5alfa-
reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
selanjutnya terjadi sintesis protein growht factor yang menstimulasi pertumbuhan
sel prostat.

Gambar 3. perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh


enzim 5α-reduktase
b. Ketidakseimbangan antara esterogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan
kadar esterogen relatif meningkat, sehingga perbandingan antara esterogen
dan testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa esterogen di dalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel – sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan sensitifitas sel – sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel – sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini
adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel – sel baru akibat rangsangan
testosteron menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar
c. Interaksi stroma - epitel
Interaksi stroma-epitel berperan penting dalam regulasi hormonal,
seluler, dan molekuler pada perkembangan prostat normal dan neoplastik.
Proses peningkatan usia menyebabkan akumulasi bertahap dari massa
prostat. Sebuah studi yang dilakukan oleh Cunha et al. menunjukkan bahwa
sel stroma memiliki kemampuan untuk memodulasi diferensiasi sel epitel
prostat normal.
d. Berkurangnya kematian sel prostat
Homeostasis pada kelenjar yang normal terjadi karena adanya
keseimbangan antara inhibitor pertumbuhan dan mitogens, yang masing-
masing menghambat atau menginduksi proliferasi sel tetapi juga mencegah
atau memodulasi kematian sel (apoptosis). Pada pasien BPH, terjadi
pertumbuhan abnormal (hiperplasia) pada prostat yang mungkin disebabkan
oleh faktor pertumbuhan lokal atau reseptor faktor pertumbuhan yang
abnormal, yang menyebabkan meningkatnya proliferasi atau menurunnya
kematian sel (apoptosis).
e. Teori stem sel
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Terjadinya
proliferasi sel – sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepanya
aktivitas stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun
sel epitel.

3.2.3 Patofisiologi
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron,yang
didalam sel-sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotesteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase. Dihidrotestoteron
inilah yang secara langsung memacu m-RNA didalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensistesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar
prostat.
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra
pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya
tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik
buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptoms (LUTS). 3
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal. 3

3.2.4 Diagnosis
Anamnesis 3,5
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada
akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap.
Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa
hal yang menyebabkan penderita datang berobat, yakni adanya LUTS.
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Gejala
obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah, intermitensi, miksi
tidak puas, menetes setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif terdiri dari:
frekuensi, nokturia, urgensi dan disuri.
Tabel 3.1 LUTS pada BPH
Storage urin Voiding Setelah Miksi

Urgency Hesistensi Postvoid


dribble
Frekuensi sering Aliran melemah Rasa tidak
terlampias
Urgency incontinence Intermitten (miksi terputus)
Nokturi Distensi abdomen

Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi


urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah
international Prostatic Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri
atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan LUTS dan 1
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor
tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: Ringan :
skor 0-7 Sedang : skor 8-19 Berat : skor 20-35.

Tabel 3.2 Tabel WHO IPSS (International Prostate Symptom Score)


PERTANYAAN JAWABAN DARI SKOR
Tidak <1 >5
Keluhan pada bulan 15 > 15 Hampir
ada sama sampai sampai
terakhir x x selalu
sekali 5x 15 x
a. Adakah anda merasa
buli-buli tidak kosong 0 1 2 3 4 5
setelah BAK?
b. Berapa kali anda hendak
BAK lagi di dalam
0 1 2 3 4 5
waktu 2 jam setelah
BAK?
c. Berapa kali terjadi
bahwa arus kemih 0 1 2 3 4 5
berhenti sewaktu BAK?
d. Berapa kali terjadi anda
tidak dapat menahan 0 1 2 3 4 5
BAK?
e. Berapa kali terjadi arus
lemah sekali sewaktu 0 1 2 3 4 5
BAK?
f. Berapa kali terjadi anda
mengalami kesulitan 0 1 2 3 4 5
memulai BAK?
Bangun tidur untuk
BAK?
g. Berapa kali anda bangun
0 1 2 3 4 5
BAK di waktu malam?
h. Andaikan cara BAK
seperti ini anda alami (Tdk
(Tdk ada
sekarang ini akan seumur bisa
masalah)
hidup tetap seperti ini, terima)
bagaimana perasaan anda?
Jumlah skor
0 = baik sekali
1 = baik
2 = kurang baik
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang, benjolan
di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis) dan demam
(merupakan tanda dari infeksi, urosepsis). 3

3. Gejala diluar saluran kemih


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh
dan teraba massa kistik di daerah supra simpisis akibat retensi urin.
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE)
merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat menilai
tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan adanya
keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan ini
dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi,
krepitasi dan ada tidaknya nodul.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal,
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak
didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.

Gambar 4. Colok dubur

Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan
bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya
penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis.
Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap
beberapa antimikroba yang diujikan. Pemeriksaan sitologi urin digunakan
untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium yang terlepas dan terikut
urin. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus
yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli. Jika dicurigai
adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA). 3,5

Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVU
dapat menerangkan adanya : 3
- kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
- memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter bagian distal yang
berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
- penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau sakulasi
buli-buli.

Gambar 6. Foto Polos Abdomen

Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal


ultrasonography (TAUS) dan trans urethral ultrasonography (TRUS). Dari
TAUS diharapkan mendapatkan informasi mengenai perkiraan volum
(besar) prostat; menghitung sisa (residu) urin paska miksi; panjang protusi
prostat ke buli-buli. Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya
keganasan prostat berupa area hipoekoik dan sebagai penunjuk dalam
3,5
melakukan biopsi prostat

Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan
mengukur: 3
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
Gambar 7. Transrectal Ultrasound (TRUS)
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.

Tabel 3.3 Derajat berat hiperplasia prostat berdasarkan gambaran klinis


Derajat Colok dubur Sisa volume urin
I penonjolan prostat, <50 mL
batas atas mudah diraba
II penonjolan prostat jelas, 50-100 mL
batas atas dapat dicapai
III batas atas prostat tidak >100 mL
dapat dicapai
IV Retensi urin total

3.2.5 Diagnosa Banding


Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher
kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi
disebabkan oleh satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat
disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik), misalnya pada lesi
medula spinalis, neuropati diabetes, bedah radikal yang mengorbankan
persyarafan di daearh pelvis, penggunaan obat penenang, obat penghambat
reseptor ganglion, dan parasimpatolitik. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh
proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat
jinak atau ganas, tumor dileher kandung kemih, batu di uretra, atau striktur uretra.
Kelainan tersebut dapat dilihat dengan sitoskopi.
Tabel 3.4 Diagnosis banding obstruksi saluran kemih karena hiperplasia prostat
Kelemahan detrusor kandung kemih
- Gangguan neurologik
 Kelainan medula spinalis
 Neuropati diabetes melitus
 Pascabedah radikal di pelvis
 Farmakologik (obat penenang, penghambat alfa, parasimpatolitik)
Kekakuan leher kandung kemih
- Fibrosis
Resistensi uretra
- Hiperplasia prostat ganas atau jinak
- Kelainan yang menyumbat uretra
- Uretralithiasis
- Uretritis akut atau kronik

3.2.6 Penatalaksanaan
Tidak semua pasien hiperlasia prostat perlu menjalani tindakan medk.
Kadang-adang mereka mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup (3) mengurangi obstuksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urin setelah miksi dan (6) mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.
Gambar 8.Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Riwayat Pemeriksaan fisik &


DRE urinalisasi PSA
(menngkat/tidak)

Indeks -Retensi urinaria + gejala


gejala yang berhubungan dengan
BPH
Gejala -Hematuria persistant
Gejala -Batu buli
ringan
(IPSS -Tes Diagnostik
- uroflow
Operasi
-Residu urin
postvoid

Pilihan
terapi

Terapi non-invasif Terapi

-Tes diagnostic
-pressure flow
-uretrosistoskopi
Watchful Terapi medis -USG prostat
waitung

Terapi minimal operasi

Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun
tetapi perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter.
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari.
Pasien dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urine
melemah (Qmax < 12 mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat > 30 gram
tentunya tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting. Pada
watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya
diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi
atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau
minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan
menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang
kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang
dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual
urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin
perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain. 3,6

Medikamentosa
Pasien BPH bergejala biasanya memerlukan pengobatan bila telah
mencapai tahap tertentu. Pada saat BPH mulai menyebabkan perasaan yang
mengganggu, apalagi membahayakan kesehatannya, direkomendasikan
pemberian medikamentosa. Dalam menentukan pengobatan perlu
diperhatikan beberapa hal, yaitu dasar pertimbangan terapi medikamentosa,
jenis obat yang digunakan, pemilihan obat, dan evaluasi selama pemberian
obat. Perlu dijelaskan pada pasien bahwa harga obat-obatan yang akan
dikonsumsi tidak murah dan akan dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
Dengan memakai piranti skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang
pasien memerlukan terapi. Sebagai patokan jika skoring >7 berarti pasien
perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi
medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik atau (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah:
1. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin
b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin
c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan
tamsulosin

2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride


3. Fitofarmaka
a. Penghambat adrenergik a-1
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak
ditemukan pada otot polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul
prostat. Dengan demikian, akan terjadi relaksasi di daerah prostat sehingga
tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan mengurangi derajat
obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif
cepat.
Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat
menimbulkan keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa
lemah (fatique). Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih
menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti berapa lama akan diberikan dan
apakah efektivitasnya akan tetap baik mengingat sumbatan oleh prostat
makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh
obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4
mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari.
b. Inhibitor 5-α reduktase
Finasteride adalah obat inhibitor 5-α reduktase pertama yang dipakai
untuk mengobati BPH. Obat ini bekerja dengan cara menghambat
pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron, yang dikatalisis
oleh enzim 5 α- redukstase di dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik
menunjukkan bahwa obat ini mampu menurunkan ukuran prostat hingga 20-
30%, meningkatkan skor gejala sampai 15% atau skor AUA hingga 3 poin,
dan meningkatkan pancaan urine. Efek maksimum finasteride dapat terlihat
setelah 6 bulan. Finasteride digunakan bila volume prostat >40 cm3. Efek
samping yang terjadi pada pemberian finasteride ini minimal, di antaranya
dapat terjadi impotensia, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul
bercak-bercak kemerahan di kulit. Finasteride dapat menurunkan kadar PSA
sampai 50% dari harga yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada
deteksi dini kanker prostat.
c. Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen, antiandrogen, menurunkan kadar
sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth
factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan
metabolisme prostaglandin, efek anti-inflam-masi, menurunkan outflow
resistance, dan memperkecil volume prostat. Di antara fito-terapi yang
banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis
rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
Tindakan invasif minimal
Diperuntukkan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
pembedahan.
1).Microwave transurethral, penggunaan energi gelombang mikro, disebut
terapi microwave transurethral (TUMT), memberikan panas ke prostat
melalui kateter uretra atau rute transrectal. Permukaan paling dekat dengan
probe (permukaan rektum atau uretra) didinginkan untuk mencegah cedera.
Panas menyebabkan kematian sel, dengan kontraksi jaringan berikutnya,
sehingga penurunan volume prostat.
TUMT dapat dilakukan dalam pengaturan rawat jalan dengan anestesi lokal.
Pengobatan Microwave digunakan pada keadaan pembengakakan prostat
yang signifikan ; sebagian besar pasien memerlukan kateter kemih sampai
bengak reda. Dalam hal efektifitas, TUMT merupakan jalan tengah antara
terapi medis dan TURP. Menurut guidlines AUA 2010 TUMT adalah
pilihan yang efektif untuk menghilangkan gejala pada pasien dengan LUTS
sedang mauun berat pada kasus BPH.

Gambar Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi prostat (TUNA) melibatkan menggunakan


frekuensi tinggi gelombang radio untuk menghasilkan panas, sehingga
proses tersebut menyebabkan cedera termal untuk prostat. Sebuah perangkat
transurethral dirancang khusus dengan jarum yang digunakan untuk
memberikan energi. TUNA dapat dilakukan dengan anestesi lokal, yang
memungkinan pasien untuk pulang hari yang sama. Mirip dengan perawat
microwave, perawatan radiofrequency cukup populer, dan sejumlah urolog
memiliki pengalaman dengan penggunaannya. Pengobatan radiofrequency
tampaknya memberikan perbaikan yang signifikan dari gejala dan aliran urin
menjadi lebih baik.

3) Sayatan Transurethral dari Prostat ( TUIP) telah digunakan selama


bertahun-tahun dan untuk waktu yang lama, adalah satu-satunya alternatif
untuk TURP. Ini dapat dilakukan dengaan anestesi lokal dan sedasi. TUIP
menyebabkan perdarahan kurang dan penyerapan cairan lebih sedikit
dibandingkan dengan TURP.
BEDAH
1) Operasi transurethral
TURP dianggap sebagai standar kriteria untuk menghilangkan BOO
Sekunder untuk BPH. Indikasi untuk melanjutkan dengan intervensi bedah
meliputi AUR, Sulit berkemih, kencing berdarah berulang, infeksi saluran
kemih, insufisiensi ginjal obstruksi sekunder.
Indikasi lain untuk intervensi bedah meliputi kegagalan terapi medis,
keinginan untuk mengakhiri terapi medis, dan kendala keuangan yang
terkait dengan terapi medis, dan kendala keuangan yang terkait dengan
terapi medis. Namun, TURP membawa risiko morbditas (18%) dan risiko
kematin (0,23%).
TURP dilakukan dengan anestesi regional atau umum dan melibatkan
penempatan selubung bekerja di urethra melali perangkat genggam dengan
loop kawat yang terpasang. Alat potong yang menggunakan listrik
dijalankan melalu loop sehingga loop dapat digunakan untuk memotong
jaringan prostat. Seluruh perangkat biasanya menempel pada kamera video
untuk memberikan gambaran visual bagi ahli bedah/operator.
Meskipun TURP sering berhasil, ia memiliki beberapa kelamahan. Ketika
jarngan prostat yang dipotong, perdarahan yang signifikan dapat
terjadi,mungkin mengakibatkan penghentian prosedur, transfusi darah, dan
lama tinggal di rumah sakit. Pasien biasanya dipantau semalam dan
dipulangkan keesokan harinya,dengan atau tanpa kateter.
Cairan irigasi juga dapat diserap dalam jumlah yang signifikan melalui
pembuluh darah yang dipotong terbuka, dengan memungkinkan gejala sisa
yang serius disebut sindrom reseksi transurethral (sindrom TUR). Namun,
ini sangat jarang dan tidak terjadi dengan irigasi saline. Sebuah kateter
urin harus dibiarkan di tempat sampai sebagian besar pendarahan telah
dibersihkan. Selubung kerja yang besar dikombinasikan dengan
penggunaan energi listrik juga dapat mengakibatkan stricturng uretra.
Pemotongan prostat juga dapat mengakibatkan reseksi parsial mekanisme
sfingter urin, menyebabkan otot sepanjang outlet kandung kemih menjadi
lemah atau tidak kompeten. Akibatnya, ketika ejakulasi pasien, mekanisme
sfingter ini tidak dapat menjaga kandung kemih di tutup memadai.
Ejakulasi akibatnya masuk mundur ke dalam kandung kemih
( misalnya ejakulasi retrogade), dari pada keluar penis. Selain itu, jika
sfingter kemih rusak, dapat menyebabkan inkontinensia urin.

Gambar cara melakukan TURP

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP),


prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di
leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini
digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak terlalu besar,tanpa ada
pembesaran lobus medius dan pada pasien yang umurnya masih muda.

2. Open surgery
Prosedur ini sekarang disediakan untuk pasien dengan prostat yang sangat
besar (<75g), pasien dengan penyakit penyerta batu kandung kemih atau
diverticulitis kandung kemih, dan pasien yang tidak dapat diposisikan
untuk operasi transurethral.
Prostatektomi terbuka memerlukan rawat inap dan melibatkan penggunaan
anestesi umum/regional dan sayatan perut bagian bawah. Inti baian dalam
prostat (adenoma), yang merupakan zona transisi, yang dikupas, sehingga
meninggalkan zona periferbelakang. Prosedur ini mungkin melibatkan
kehilangan darah yang signifikan, sehingga transfusi sangat diperlukan.
Prostatektomi terbuka biasanya memiliki hasil yang sangat baik dalam hal
peningkatan aliran urin dan gejala kencing.

3. Operasi Laser
Laser memberikan panas ke prostat dengan berbagai cara. Laser
panas pada jaringan prostat,menyebabkan kematian jaringan nekrosis yang
beku,dengan kontraksi jaringan berikutnya.
Laser juga telah digunakan untuk langsung menguap, atau mencair,
yang lebih efektif dari pada laser koagulasi. Penguapan photoselektif
prostat menghasilkan sinar yang tidak langsung bersentuhan dengan
prostat; melainkan memberikan energi panas ke prostat yang
mengakibatkan kerusakan/ablasi jaringan prostat.

Pengawasan berkala
Semua pasien BPH setelah mendapatkan terapi atau petunjuk
watchful waiting perlu mendapatkan pengawasan berkala (follow up) untuk
mengetahui hasil terapi serta perjalanan penyakitnya sehingga mungkin
perlu dilakukan pemilihan terapi lain atau dilakukan terapi ulang jika
dijumpai adanya kegagalan dari terapi itu. Secara rutin dilakukan
pemeriksaan IPSS, uroflometri, atau pengukuran volume residu urine pasca
miksi. Pasien yang menjalani tindakan intervensi perlu dilakukan pemerik-
saan kultur urine untuk melihat kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih
akibat tindakan itu. Jadwal pemeriksaan tergantung pada terapi yang dijalani
oleh pasien seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.6 Jadwal pengawasan berkala pasien BPH


Modalitas 1 tahun setelah terapi Evaluasi
6 12 6 bulan
terapi tahunan
minggu minggu
Watchful - - + +
Waiting
+ +
- +
Antagonis
adrenergi
+ +
k + -
α + +
+ +
Inhibitor + +
5- α + +
reduktase

Operasi

Invasif
minimal

3.2.7 Komplikasi

Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Peningkatan tekanan intravesikal


Buli-buli Ginjal dan Ureter
a. Hipertrofi otot detrusor a. Refluks vesiko-ureter
b. Trabekulasi b. Hidroureter
c. Selula c. Hidronefrosis
d. Divertikel buli-buli d. Pionefrosis
e. Gagal ginjal

Gambar 9. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih

DAFTAR PUSTAKA

1. Parsons, J.K. Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract
Symptoms: Epidemiology and Risk Factors. Springer Journal, Curr Bladder
Dysfunct. 5:212-218. 2010
2. Kapoo, Anil. 2012. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Management in the
Primary care Setting. Canada: Departement of urology McMaster University.
Available from: http://www.canjurol.com/html/free-articles/V1915S1F-03-
DrKapoor.pdf
3. Purnomo BB, Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang: Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. 2011.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Vol 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC, 2005.
5. Syam Suhidayat.R & Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ketiga.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2010.
6. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Konsensus sementara benign prostatic
hyperplasia di Indonesia, 2000 Roehrborn CG, Bartsch G, Kirby R et al.

Anda mungkin juga menyukai