PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. S
Pekerjaan : Petani
2.2. Anamnesis
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil
yang dialami sejak kurang lebih 10 hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien juga mengeluh nyeri pada daerah suprapubik sejak 10 hari
sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan terus menerus. Pasien
mengeluh susah untuk memulai buang air kecil dan mengeluh
pancaran berkemih melemah, disertai rasa tidak puas saat buang air
kecil dan terasa nyeri pada saat buang air kecil. Tiap pasien buang air
kecil, pasien harus mengedan dan pada saat berkemih tiba-tiba
berhenti dan berkemih kembali, dan pada akhir berkemih ada urin
menetes keluar. Tiap malam hari pasien harus terbangun untuk buang
air kecil sebanyak 5 kali. Pasien mengeluh sering menahan buang air
kecil. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pinggang, tidak pernah BAK
yang bercampur darah dan tidak pernah demam sebelumnya.
GCS : E4 M6 V5 = 15
:130/80
Tanda Vital : Tekanan darah mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/menit, kuat, teratur
Suhu : 36,6°C
1. Kepala
Deformitas : -
2. Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : -
3. Telinga
4. Hidung
Bentuk : Simetris
Perdarahan : -
5. Mulut
Caries gigi : -
6. Leher
Inspeksi : Simetris
7. Kulit
Hiperpigmentasi :-
Ikterus :-
Ekimosis :-
Purpura :-
Sianosis :-
Pucat :-
8. Thorax
Wheezing (-/-)
9. Cor
Genitalia
Rectal toucher :
a. Pemeriksan Laboratorium
Tanggal 10-02-2020
Tanggal 13-02-2020
b. Pemeriksaan Radiologi:
Pemeriksaan Radiologi (Thorax PA):
- Corakan bronchovaskuler normal
- Tidak tampak infiltrat
- Cor: ukuran tidak membesar dengan aorta baik
- Sinus dan diafragma kanan sebagian terpotong, kiri baik
- Tulang-tulang intak
Kesan: tidak tampak proses infeksi aktif pada paru-paru. Cor tampak
normal.
2.5. Resume
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil yang
dialami sejak kurang lebih 10 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien juga
mengeluh nyeri pada daerah suprapubik sejak 10 hari sebelum masuk rumah
sakit dan dirasakan terus menerus. Pasien mengeluh susah untuk memulai
buang air kecil dan mengeluh pancaran berkemih melemah, disertai rasa tidak
puas saat buang air kecil dan terasa nyeri pada saat buang air kecil. Tiap pasien
buang air kecil, pasien harus mengedan dan pada saat berkemih tiba-tiba
berhenti dan berkemih kembali, dan pada akhir berkemih ada urin menetes
keluar. Tiap malam hari pasien harus terbangun untuk buang air kecil sebanyak
5 kali. Pasien mengeluh sering menahan buang air kecil. Pasien tidak
mengeluhkan nyeri pinggang, tidak pernah BAK yang bercampur darah dan
tidak pernah demam sebelumnya.
Pasien pernah menjalani operasi prostat Open Prostatektomi di RS
Labuang Baji 1 tahun yang lalu, pasien mengaku hanya kontrol 2 kali di RS
sebelumnya setelah operasi dilakukan. Pasien mengeluh air kencingnya kadang
keluar menetes dari bekas operasi prostat yang terdapat di bawah pusar
(suprapubik).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema minimal pada penis, rectal
touche didapatkan mukosa teraba penonjolan prostat ke arah rectum, pole atas
dapat dicapai, konsistensi padat keras, permukaan kesan tidak rata. Pada
pemeriksaan konjunctiva didapatkan anemis (+/+), nyeri ketok regio
costovertebra (-), nyeri tekan suprapubik (+). Terdapat luka bekas operasi yang
ditutupi oleh perban di daerah suprapubik, dimana urin pasien terkadang
menetes keluar melalui luka bekas operasi tersebut. Terpasang kateter pada
genital dengan urin bag terisi urin, darah (-), dengan isi kurang lebih 200 cc.
pada pemeriksaan lab darah rutin didapatkan HB pasien dibawah normal yang
menandakan pasien menderita anemia Pada pemeriksaaan foto Thorax PA
didapatkan kesan tidak tampak proses infeksi aktif pada paru-paru, cor tampak
normal. Skor IPPS (International Prostat Symtom Skor) 29.
2.6. Diagnosis
-Dx komplikasi : -
- Dx sekunder : Anemia
2.7. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
▪ IVFD RL 20 TPM
b. Tindakan
▪ Sachse
▪ TUR Prostat
▪ Litotripsi
Diskusi Kasus
Dari kasus di atas, Tn. S usia 52 tahun, datang dengan keluhan susah
buang air kecil sejak kurang lebih 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Keadaan
ini disebut sebagai retensio urin yaitu suatu keadaan dimana penderita tidak dapat
kencing padahal kandung kemih penuh. Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan
mekanis pada uretra atau gangguan fungsional kandung kemih dan sfingternya.
Dari anamnesa didapatkan keluhan berupa sulit BAK, BAK mengejan,
sering BAK namun setelah BAK penderita merasa tidak puas dan diikuti oleh
pancaran urin yang lemah, dipertengahan miksi seringkali miksi berhenti
kemudian memancar lagi (intermitensi). Keluhan ini merupakan gejala obstruktif
saluran kemih. Jadi kesimpulan yang diambil bahwa penderita mengalami suatu
gejala obstruktif saluran kemih. Dan juga ditemukan adanya keluhan sering
berkemih (frequency) terutama pada malam hari (nocturia), sehingga pasien ini
disimpulkan mengalami gejala iritatif dari saluran kemih. Pada pasien ini terdapat
gejala dari striktur uretra yaitu pancaran urin lemah, nyeri pada saat berkemih,
rasa tidak puas saat berkemih dan nyeri suprapubik. Serta didapatkan edema
minimal penis pada pemeriksaan fisik. Sesuai dengan teori mengenai striktur
uretra, dimana gejala khasnya yaitu pancaran berkemih yang kecil dan bercabang,
serta gejala lain seperti merasa tidak puas saat berkemih, nyeri saat berkemih
(disuria), terdapat darah pada urin, dan nyeri pada suprapubik. Dimana striktur
uretra dapat terjadi disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra dan
kelainan bawaan.
Berdasarkan kondisi faktual diatas pasien ini mengalami gejala obstruktif
dan gejala iritatif saluran kemih yang dikenal dengan LUTS (Lower Urinary
Tract Symptoms). LUTS merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya
gangguan pada saluran kemih bagian bawah yang meliputi gejala obstruktif dan
iritatif pada saluran kemih. Gejala obstruktif pada saluran kemih yaitu mengedan
ketika miksi (straining), menunggu pada awal miksi (hesitancy), pancaran
melemah (weakness), miksi terputus (intermitten), dan tidak lampias setelah
miksi. Sedangkan gejala iritatif meliputi rasa ingin miksi yang tidak bisa ditahan
(urgency), sering miksi (frequency), sering miksi pada malam hari (nocturia), dan
nyeri ketika miksi (dysuria). Skor IPSS = 29→Simtomatis berat.
Pada pemeriksaan fisik Digital Rectal Examination (Rectal Toucher)
didapatkan prostat teraba dengan konsistensinya padat keras, permukaan tidak
rata, batas atas prostat dapat dicapai. Tidak teraba nodul. Berdasarkan derajat
berat hyperplasia prostat berdasarkan gambaran klinis didapatkan derajat II,
dimana batas atas prostat dapat dicapai. Pada pasien ini dicurigai Ca Prostat
berdasarkan pemeriksaan tersebut sehingga dilakukan pemeriksaan PA untuk
mengetahui apakah terdapat Ca atau tidak pada jaringan prostat yang diambil
pasca operasi TURP.
Pasien juga mengeluh nyeri pada daerah suprapubik yang dirasakan terus-
menerus, selain itu pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan suprapubik.
Sesuai dengan teori bahwasanya adapun gejala yang diberikan oleh batu saluran
kemih biasanya sesuai dengan letak batunya berdasarkan dari keluhan pasien
diatas maka sesuai dengan teori gejala batu buli-buli yang menyatakan bahwa
pasien biasanya mengeluh sulit buang air kecil dikarenakan batu buli-buli yang
menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih, nyeri
suprapubik juga dapat terjadi dikarenakan infeksi sekunder atau teraba adanya
urin yang banyak (retensi). Batu didalam saluran kemih dapat diakibatkan oleh
beberapa penyebab. Pembentukan batu bisa sekunder terhadap suatu kelainan
metabolik primer atau karena obstruksi yang menyebabkan statis dan infeksi
urinarius atau dapat idiopatik, dan benda asing. Dalam hal ini batu buli-buli pada
pasien terbentuk akibat benda asing yaitu benang jahit yang terdapat pada buli-
buli akibat pasca prosedur operasi Open Prostatektomi yang dilakukan pada
pasien pada tahun 2019 di RS Labuang Baji. Pada pasien juga terdapat keluhan
urin yang menetes keluar lewat luka bekas operasi Open Prostatektomi yang
dialami oleh pasien. Dimana pada prosedur operasi Open Prostatektomi dilakukan
insisi melalui daerah suprapubik untuk mencapai prostat. Dalam hal ini terbentuk
fistel pada bekas insisi tersebut yang terhubung dengan buli-buli sehingga urin
menetes keluar melalui bekas luka operasi tersebut.
Pada pemeriksaan labolatorium didapatkan penurunan hemoglobin,
hematokrit, dan eritrosit pasien yang menandakan pasien mengalami anemia hal
ini di dukung dengan pada saat dilakukannya pemeriksaan fisis didapatkan
konjungtiva kiri dan kanan anemis. Untuk itu berdasarkan hasil lab dan
pemeriksaan fisis pasien maka dilakukan transfusi PRC dua bag agar diharapkan
anemia pasien dapat teratasi.
Pada pemeriksaan labolatorium selanjutnya didapatkan peningkatan ureum
dan kreatinin yang meningkat dari nilai normalnya yang menandakan sudah
adanya gangguan fungsi ginjal. Peningkatan nilai ureum juga menjadi penanda
bahwasanya batu saluran kemih yang diderita oleh pasien adalah batu asam urat.
Sesuai dengan teori mengemukakan bahwa batu traktus urinarius biasanya terdiri
dari kalsium oksalat, kalsium oksalat ditambah hidroksipatit atau magnesium
ammonium fosfat (struvit) dan batu asam urat atau sistin. Akan tetapi menurut
teori batu asam urat atau sistin jarang ditemukan.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka
pasien ini didiagnosa dengan diagnosis Striktur Uretra + BPH grade II susp. Ca
Prostat + Batu buli-buli. Pada pasien ini ditatalaksana dilakukan TURP pada
BPHnya. Terapi bedah dianjurkan bila IPSS skor >25 atau bila timbul obstruksi.
Berdasarkan derajat gambaran klinis II dilakukan pembedahan. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan bahwa tindakan definitif untuk BPH dilakukan operasi TURP
untuk tatalaksana. Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan
mempergunakan ciran irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap
terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa
larutan non ionik yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik saat
operasi.
Untuk tatalaksana striktur uretra pada pasien dilakukan tindakan Sache.
Dimana hal ini sesuai dengan teori bahwa penatalaksanaan striktur uretra adalah
dengan uretrotomi interna dengan pisau sache, selain pemberian antibiotik dan
analgetik untuk pengobatan simtomatik. Teknik bedah dengan uretrotomi interna
dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur.
Insisi menggunakan pisau otis atau sache. Otis dikerjakan jika belum terjadi
striktur total, sedangkan pada striktur lebih berat pemotongan dikerjakan secara
visual menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sache.
Untuk tatalaksana batu buli-buli pada pasien dilakukan tindakan litotripsi.
Tindakan pengangkatan batu menggunakan prosedur litotripsi dirasakan lebih
aman dan efektif, karena resiko dan nyeri luka post operasi lebih kecil dan
kebocoran luka operasi akibat infeksi juga tidak ada, dikarenakan tidak dilakukan
sayatan di kulit. Berdasarkan teori tatalaksana batu buli-buli terdiri dari beberapa
cara diantaranya terapi medis dengan pelarutan dimana jenis batu yang dapat
dilarutkan adalah jenis batu asam urat. Obat yang dapat diberikan langsung ke
batu kandung kemih adalah solutin G akan tetapi biasanya pelaksanaannya sukar.
Selanjutnya yaitu dengan litotripsi untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan
memakai litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan memakai
gelombang elektrohidrolik atau ultrasonik. Dan yang terakhir yaitu terapi
pembedahan seperi vesikolitotomi yang digunakan jika tidak tersedia alat
litotripsor, alat gelombang kejut, atau bila cara non bedah tidak berhasil. Batu
kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu
dilakukan tindakan pengeluarannya, litotriptor henricson hanya dapat
memecahkan batu dalam batas ukuran 2,5 cm kebawah pada ukuran terkecil,
sedangkan apabila batu lebih dari 3 cm maka batu akan dipecahkan terlebih
dahulu.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli – buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih
20 gram dan pada pria dewasa dan terbagi menjadi 5 lobus yaitu: lobus
medius, lobus lateralis (2 lobus), lobus anterior, dan lobus posterior. Kelenjar
ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam
beberapa zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
prepostatik sfingter, dan zona anterior. Sebagian besar hiperplasia prostat
terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat
berasal dari zona perifer. Secara histopatologik, kelenjar prostat terdiri atas
otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyangga yang
lain.
Gambar 1. Alat Reproduksi Pria
3.2.3 Patofisiologi
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron,yang
didalam sel-sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotesteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase. Dihidrotestoteron
inilah yang secara langsung memacu m-RNA didalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensistesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar
prostat.
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra
pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya
tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik
buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptoms (LUTS). 3
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal. 3
3.2.4 Diagnosis
Anamnesis 3,5
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada
akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap.
Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa
hal yang menyebabkan penderita datang berobat, yakni adanya LUTS.
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Gejala
obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah, intermitensi, miksi
tidak puas, menetes setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif terdiri dari:
frekuensi, nokturia, urgensi dan disuri.
Tabel 3.1 LUTS pada BPH
Storage urin Voiding Setelah Miksi
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh
dan teraba massa kistik di daerah supra simpisis akibat retensi urin.
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE)
merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat menilai
tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan adanya
keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan ini
dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi,
krepitasi dan ada tidaknya nodul.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal,
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak
didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.
Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan
bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya
penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis.
Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap
beberapa antimikroba yang diujikan. Pemeriksaan sitologi urin digunakan
untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium yang terlepas dan terikut
urin. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus
yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli. Jika dicurigai
adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA). 3,5
Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVU
dapat menerangkan adanya : 3
- kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
- memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter bagian distal yang
berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
- penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau sakulasi
buli-buli.
Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan
mengukur: 3
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
Gambar 7. Transrectal Ultrasound (TRUS)
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.
3.2.6 Penatalaksanaan
Tidak semua pasien hiperlasia prostat perlu menjalani tindakan medk.
Kadang-adang mereka mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup (3) mengurangi obstuksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urin setelah miksi dan (6) mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.
Gambar 8.Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
Pilihan
terapi
-Tes diagnostic
-pressure flow
-uretrosistoskopi
Watchful Terapi medis -USG prostat
waitung
Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun
tetapi perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter.
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari.
Pasien dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urine
melemah (Qmax < 12 mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat > 30 gram
tentunya tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting. Pada
watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya
diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi
atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau
minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan
menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang
kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang
dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual
urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin
perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain. 3,6
Medikamentosa
Pasien BPH bergejala biasanya memerlukan pengobatan bila telah
mencapai tahap tertentu. Pada saat BPH mulai menyebabkan perasaan yang
mengganggu, apalagi membahayakan kesehatannya, direkomendasikan
pemberian medikamentosa. Dalam menentukan pengobatan perlu
diperhatikan beberapa hal, yaitu dasar pertimbangan terapi medikamentosa,
jenis obat yang digunakan, pemilihan obat, dan evaluasi selama pemberian
obat. Perlu dijelaskan pada pasien bahwa harga obat-obatan yang akan
dikonsumsi tidak murah dan akan dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
Dengan memakai piranti skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang
pasien memerlukan terapi. Sebagai patokan jika skoring >7 berarti pasien
perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi
medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik atau (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah:
1. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin
b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin
c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan
tamsulosin
2. Open surgery
Prosedur ini sekarang disediakan untuk pasien dengan prostat yang sangat
besar (<75g), pasien dengan penyakit penyerta batu kandung kemih atau
diverticulitis kandung kemih, dan pasien yang tidak dapat diposisikan
untuk operasi transurethral.
Prostatektomi terbuka memerlukan rawat inap dan melibatkan penggunaan
anestesi umum/regional dan sayatan perut bagian bawah. Inti baian dalam
prostat (adenoma), yang merupakan zona transisi, yang dikupas, sehingga
meninggalkan zona periferbelakang. Prosedur ini mungkin melibatkan
kehilangan darah yang signifikan, sehingga transfusi sangat diperlukan.
Prostatektomi terbuka biasanya memiliki hasil yang sangat baik dalam hal
peningkatan aliran urin dan gejala kencing.
3. Operasi Laser
Laser memberikan panas ke prostat dengan berbagai cara. Laser
panas pada jaringan prostat,menyebabkan kematian jaringan nekrosis yang
beku,dengan kontraksi jaringan berikutnya.
Laser juga telah digunakan untuk langsung menguap, atau mencair,
yang lebih efektif dari pada laser koagulasi. Penguapan photoselektif
prostat menghasilkan sinar yang tidak langsung bersentuhan dengan
prostat; melainkan memberikan energi panas ke prostat yang
mengakibatkan kerusakan/ablasi jaringan prostat.
Pengawasan berkala
Semua pasien BPH setelah mendapatkan terapi atau petunjuk
watchful waiting perlu mendapatkan pengawasan berkala (follow up) untuk
mengetahui hasil terapi serta perjalanan penyakitnya sehingga mungkin
perlu dilakukan pemilihan terapi lain atau dilakukan terapi ulang jika
dijumpai adanya kegagalan dari terapi itu. Secara rutin dilakukan
pemeriksaan IPSS, uroflometri, atau pengukuran volume residu urine pasca
miksi. Pasien yang menjalani tindakan intervensi perlu dilakukan pemerik-
saan kultur urine untuk melihat kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih
akibat tindakan itu. Jadwal pemeriksaan tergantung pada terapi yang dijalani
oleh pasien seperti terlihat pada tabel berikut:
Operasi
Invasif
minimal
3.2.7 Komplikasi
Hiperplasia prostat
DAFTAR PUSTAKA
1. Parsons, J.K. Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract
Symptoms: Epidemiology and Risk Factors. Springer Journal, Curr Bladder
Dysfunct. 5:212-218. 2010
2. Kapoo, Anil. 2012. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Management in the
Primary care Setting. Canada: Departement of urology McMaster University.
Available from: http://www.canjurol.com/html/free-articles/V1915S1F-03-
DrKapoor.pdf
3. Purnomo BB, Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang: Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. 2011.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Vol 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC, 2005.
5. Syam Suhidayat.R & Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ketiga.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2010.
6. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Konsensus sementara benign prostatic
hyperplasia di Indonesia, 2000 Roehrborn CG, Bartsch G, Kirby R et al.