Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN Benigna Prostat Hiperplasia

DEFINISI Benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah suatu lesi benigna yang timbul didalam kelenjar periuretral. Penyakit ini sering juga dikenal sebagai hipertrofi prostat, meskipun sebenarnya yang terjadi adalah hperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. Insiden dari BPH terutama menyerang pria yang berusia diatas 50 tahun. Pada pria berusia dibawah 50 tahun sangat jarang dilaporkan. BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi Indonesia setelah batu saluran kemih. .1,2,3,4,5 Angka kejadian yang pasti untuk BPH di Indonesia belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran prevalensi rumah sakit di RSCM ditemukan 423 kasus BPH selama tiga tahun (September 1994 Agustus 1997) dan di RS Waras 617 kasus dalam periode yang sama. Menurut angka angka di Amerika pada umur 60 tahun ditemukan prevalensi histologik lebih dari 50 % dan pada umur 85 tahun prevalensi menjadi 90 %, setengahnya dari penderitapenderita tersebut bermanifestasi klinik BPH. Dengan bertambahnya umur harapan hidup di Indonesia, maka dapat diperkirakan bahwa angka prevalensi di Indonesia juga akan selalu meningkat.1 Etiologi Etiologi BPH masih belum dapat diketahui dengan pasti, namun terdapat faktor resiko yang dominan untuk berkembangannya BPH ialah bertambahnya umur pada pria dan adanya hormon androgen.1,4,6 Ada beberapa teori yang ditegakkan untuk BPH ini seperti teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dan zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks dan teori ketidakseimbangan hormonal. Pendapat yang terakhir ini seringkali dipakai yaitu terjadi ketidakseimbangan antara androgen - estrogen, dihidrotestosteron, ketidakseimbangan hormon estrogen testosteron, teori stem sel, interaksi struktural epitel.2,3

Anatomi dan Fisiologi Prostat Kelenjar prostat adalah suatu kelenjar fibromuskular yang melingkar bladder neck dan bagian proksimal uretra. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 20 gram. Secara anatomi, prostat mempunyai bentuk seperti kerucut terbalik dan secara embriologis prostat terdiri dari 5 lobus yatiu lobus media, lobus anterior, lobus posterior dan lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, anterior dan posterior akan berkembang menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateral dan medius. Prostat sebagai kelenjar tentunya mempunyai fungsi eksokrin. Prostat juga memproduksi cairan ejakulat. Dari penelitian, sel-sel epitel kelenjar prostat dapat membentuk enzim fosfatase, transamianse, prostaglandin, spermin, dan seng. Patofisiologi Karena letaknya yang berada dibawah kandung kemih dan melingkar uretra pars prostatika, pembesaran kelenjar prostat ini dapat mengganggu aliran urin dari buli-buli, yang selanjutnya dapat menyebabkan perubahan struktur dan perubahan fungsi sistem saluran kemih yang ada diatasnya. Pada buli-buli, hambatan aliran urin ini dapat menyebabkan hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, sampai terbentuknya divertikel buli-buli, sedangkan pada ureter dan ginjal dapat menimbulkan hidroureter, refluks vesiko-ureter, hidronefrosis, dan bahkan gagal ginjal.7 Biasanya gejala-gejala BPH dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. Gejala iritatif disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturi, miksi sulit ditahan, urgensi dan disuri. Sedangkan gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus, yaitu pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, miksi harus menunggu lama (hesitansi), harus mengedan (straining), miksi terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkotinen karena overflow.1,2,4,5,8

Diagnosis Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas pemeriksaan awal (anamnesis, pemeriksaan fisik) dan pemeriksaan tambahan atau penunjang.1 Anamnesis meliputi keluhan yang dirasakan dan berapa lama keluhan itu telah mengganggu. Selain itu harus dilengkapi dengan riwayat kesehatan umumnya seperti : riwayat pembedahan, riwayat penyakit saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, riwayat infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat terutama parasimpatolitik. Gejala obstruktif dan iritatif biasanya disusun dalam bentuk skor simptom. Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional gejala-gejala prostate WHO ( International Prostate Symptom Score, IIPS) dan skor Madsen Iversen yang di Indonesia menurut pendapat penulis lebih mudah menggunakan scoring menurut Madsen Iversen, oleh karena sistem scoring yang lain seperti International Prostate Scoring System yang agak sulit diterapkan pada penderita di Indonesia yang pada umumnya berumur tua dan sulit untuk dapat mengisi jawaban-jawaban yang sifatnya self assessment. 1,4 Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi objektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari : 1. Observasi (watchfull waiting) Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan (skor Madsen Iversen kurang dari atau sama dengan 9 dan berdasarkan gambaran kliniknya, termasuk BPH dengan derajat I). Nasehat yang diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturi, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan lakukan kontrol keluhan (system skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur. 2. Terapi medikamentosa Diperuntukkan bagi pasien dengan skor Madsen Iversen 9-14 dan BPH derajat I serta derajat II yang menolak terapi bedah. Pada terapi medikamentosa ini, dapat dipilih obat-obat sebagai berikut : Penghambat adrenergic Alfa,Penghambat enzim 5 alfa reduktase, Fisioterapi 3. Terapi bedah Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu retensi urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ISK berulang, tanda-tanda obstruksi berat dan ada batu saluran kemih, atau jika skor Madsen Iversen 15, atau jika sudah termasuk BPH derajat II, III, atau IV. Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi Transurethral Resection of the Prostate (TURP), Transurethral Insision of the Prostate (TUIP), open prostatectomy dan prostatektomi dengan laser. 4

LAPORAN KASUS IDENTITAS Nama : Tn. K.P Umur : 63 tahun Jenis kelamin : laki-laki Agama : Kristen Bangsa : Indonesia Pekerjaan : Pensiunan Alamat : Paniki Bawah Tanggal MRS : 21 Maret 2011 (Anggrek, No cm: 19 14 14) ANAMNESA Keluhan Utama : Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) Riwayat penyakit sekarang : Sulit BAK dialami penderita sejak 1 tahun yang lalu, saat mau kencing penderita harus mengedan terlebih dahulu. BAK malam hari 4-5x/malam,Penderita sering merasa tidak puas setelah kencing, pancaran kencing lemah. Setelah kencing penderita merasa akan kencing lagi. Riwayat kencing berpasir (-) Riwayat kencing darah (-) Mual (-), muntah (-), penurunan nafsu makan (-), penurunan berat badan (-), riwayat panas (-), BAB biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit jantung, penyakit paru, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit darah tinggi, penyakit kencing manis disangkal penderita.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : cukup, kesadaran : GCS E4V5M6 Tanda vital : T :130/80 mmHg, N: 78 x/m, R: 20 x/m, SR: 36,7 C Kepala : Inspeksi : konjuntiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor kiri = kanan, refleks cahaya +/+ normal Palpasi : nyeri tekan (-) Leher : Inspeksi : trakea letak ditengah Palpasi : pembesaran kelenjar getah bening (-) Trakea : Inspeksi : gerakan pernapasan simetris kiri = kanan Auskultasi : suara pernapasan bronkovesikuler kiri = kanan Palpasi : stem fremitus kiri = kanan Perkusi : sonor kiri = kanan Abdomen : Inspeksi : datar Auskultasi : BU (+) normal Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), defans muskuler (-) Perkusi : timpani, pekak hepar (+) Rectal Toucher : TSA cekat, mukosa licin, ampula kosong, prostat kesan membesar Prostat : Permukaan Rata, Konstitensi Kenyal. Nyeri Tekan (-) Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) Laboratorium Masuk : Hb : 15.8 mg % Leukosit : 15.700 mg/dL Trombosit : 343.000 mg/dL PSA : 2,90 ng/ml Pemeriksaan Penunjang X-Rays : X-Foto Thorax : COR dan Pulmo Normal USG Prostat : Pembesaran Prostat

RESUME MASUK Seorang laki laki, 63 tahun, masuk RS. Prof. Dr. R. D. Kandou pada tanggal 21 Maret 2011 dengan keluhan utama LUTS (Lower urinary tract symptomps), sulit BAK dialami penderita sejak 1 tahun yang lalu, saat akan kencing penderita harus mengedan terlebih dahulu. BAK malam hari 4-5x/malam, Rasa tidak terpuaskan (+) saat buang air kecil. Riwayat BAK menetes (+), Setelah kencing penderita merasa akan kencing lagi. PF : Tanda vital : T : 130/80 mmHg, N :78 x/m, R: 20 x/m, SR: 36,7C Rectal Toucher : TSA cekat, mukosa licin, ampula kosong, prostat kesan membesar Prostat : Permukaan Rata, Konstitensi Kenyal. Nyeri Tekan (-) Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) Diagnosis BPH Tindakan : TUR Prostat Laboratorium Masuk : Hb : 15.8 mg % Ureum : 21 mg % Leukosit : 15.700 mg/dL Trombosit : 343.000 mg/dL PSA : 2,90 ng/ml Pemeriksaan Penunjang : USG Prostat : Pembesaran Prostat

FOLLOW UP 22/03/2011 S : Sulit BAK (+) O : GCS E4V5M6 T: 120/80 mmHg, N: 80 x/m, R: 20 x/m, SR: 36,9C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) A : Benigna Prostat Hiperplasia P : pro TUR Prostat, Konsul IBS 23/03/2011 S : (-) O : GCS E4V5M6 T: 120/80 mmHg, N: 80 x/m, R: 20 x/m, SR: 37C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : terpasang kateter 2 way, pasase urine (+), warna urine : kuning jernih A : Benigna Prostat Hiperplasia P: TUR Prostat

LAPORAN OPERASI Hari/tanggal : 23 Maret 2011 Indikasi operasi : Retensi urin Jenis operasi : Transurethral Resection of The Prostate (TURP) Jam operasi mulai : 10.30 WITA Jam operasi selesai : 11.30 WITA Lama operasi : 60 menit -Laporan operasi 1. Pasien dalam posisi litotomi dan di anastesi dengan spinal anastesi 2. Antisepsis lapangan operasi3 3. Dilakukan endoskopi transurethral tampak : mukosa buli hiperemis, trabekulasi berat, divertikel (-), trigonum menanjak, bladder neck letak tinggi, kissing lobe (-), sfingter externus (n), uretra anterior 25 cm. 4. Dilakukan BNI jam 5/7 dan TURP dengan H2O 10 L : berat specimen 15 gr selama 40 menit. 5. Perdarahan (-) 6. Pasang kateter uretra fr 24/3 way/traksi (+)/spooling guyur. 7. Operasi selesai Diagnosis post operasi : Benigna Prostat Hiperplasia Instruksi post operasi : - Valamin:NS 2:1/24 jam -Bifotik 2x1 gr IV - Farpain 3x1 amp drips in Nacl 0,9 % -Farmadol 3x1 btl drips -Chrome 3x1 amp IV -Sankorbion 1x400 mg IV (2cc) -Vitamin K 3x1 amp IM -Kateter 3 way traksi 24 jam spooling infusan NS 0,9 % guyur.

FOLLOW UP POST OPERASI 24/03/2011 S : nyeri (-) O : KU : Baik Kesadaran :GCS E4V5M6 T: 130/80 mmHg, N: 88x/m, R: 22x/m, Sb: 37C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) Terpasang Kateter 3 way: pasase (+), warna urine : kemerahan A : Post TURP hari I P : - IVFD:Valamin NS 2:1/24 jam -Bifotik 2x1 gr IV - Farpain 3x1 amp drips in Nacl 0,9 % -Farmadol 3x1 btl drips -Chrome 3x1 amp IV -Sankorbion 1x400 mg IV (2cc) -Vitamin K 3x1 amp IM

25/03/2011 S : nyeri (-) O : KU : Baik Kesadaran :GCS E4V5M6 T: 130/80 mmHg, N: 88x/m, R: 22x/m, Sb: 37C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) Terpasang Kateter 3 way: pasase (+), warna urine : kemerahan A : BPH Post TURP hari II P : - IVFD:Valamin NS 2:1/24 jam -Bifotik 2x1 gr IV - Farpain 3x1 amp drips in Nacl 0,9 % -Farmadol 3x1 btl drips -Chrome 3x1 amp IV -Sankorbion 1x400 mg IV (2cc) -Vitamin K 3x1 amp IM
9

26/03/2011 S : nyeri (-) O : KU : Baik Kesadaran :GCS E4V5M6 T: 130/80 mmHg, N: 88x/m, R: 22x/m, Sb: 37C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) Terpasang Kateter 3 way: pasase (+), warna urine : kemerahan A : BPH Post TURP hari III P : - IVFD:Valamin NS 2:1/24 jam -Bifotik 2x1 gr IV - Farpain 3x1 amp drips in Nacl 0,9 % -Farmadol 3x1 btl drips -Chrome 3x1 amp IV -Sankorbion 1x400 mg IV (2cc) -Vitamin K 3x1 amp IM

27/03/2011 S : nyeri (-) O : KU : Baik Kesadaran :GCS E4V5M6 T: 130/80 mmHg, N: 88x/m, R: 22x/m, Sb: 37C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) Terpasang Kateter 3 way: pasase (+), warna urine : kemerahan A : BPH Post TURP hari IV P : - IVFD:Valamin NS 2:1/24 jam -Bifotik 2x1 gr IV - Farpain 3x1 amp drips in Nacl 0,9 % -Farmadol 3x1 btl drips -Chrome 3x1 amp IV -Sankorbion 1x400 mg IV (2cc) -Vitamin K 3x1 amp IM
10

28/03/2011 S : nyeri (-) O : KU : Baik Kesadaran :GCS E4V5M6 T: 130/80 mmHg, N: 88x/m, R: 22x/m, Sb: 37C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) Terpasang Kateter 3 way: pasase (+), warna urine : kuning jernih A : Post TURP hari V e.c BPH P : - IVFD:Valamin NS 2:1/24 jam -Bifotik 2x1 gr IV - Farpain 3x1 amp drips in Nacl 0,9 % -Farmadol 3x1 btl drips -Chrome 3x1 amp IV -Sankorbion 1x400 mg IV (2cc) -Vitamin K 3x1 amp IM

29/03/2011 S : nyeri (-) O : KU : Baik Kesadaran :GCS E4V5M6 T: 130/80 mmHg, N: 88x/m, R: 22x/m, Sb: 37C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) Terpasang Kateter 3 way: pasase (+), warna urine : kuning jernih A : Post TURP hari VI P : - Aff Infus, ganti oral -Fixacef 2x1 tab - Farpain 3x1 tab -Harnol 0-0-1 -Avodart 1-0-0

11

30/03/2011 S : nyeri (-) O : KU : Baik Kesadaran :GCS E4V5M6 T: 130/80 mmHg, N: 88x/m, R: 22x/m, Sb: 37C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) A : Post TURP hari VII P : - Aff kateter -Fixacef 2x1 tab - Farpain 3x1 tab -Harnol 0-0-1 -Avodart 1-0-0

31/03/2011 S : nyeri (-) O : KU : Baik Kesadaran :GCS E4V5M6 T: 130/80 mmHg, N: 88x/m, R: 22x/m, Sb: 37C Status urologis : CVA : nyeri ketok -/-, nyeri tekan -/-, massa (-) Supra pubik : massa (-), nyeri tekan -/Genitalia : OUE : darah (-), urine (-) A : Post TURP hari VIII P : - Rencana Pulang -Fixacef 2x1 tab (Terapi Oral Lanjut) - Farpain 3x1 tab -Harnol 0-0-1 -Avodart 1-0-0

12

DISKUSI Diagnosis pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan usia penderita 63 tahun dimana berdasarkan kepustakaan merupakan usia dimana 25 % BPH sudah dapat menunjukkan gejala. Gejala BPH terbagi atas gejala obstruksi dan gejala iritasi. Pada penderita ini di dapatkan kedua gejala tersebut. Gejala obstruksi pada penderita ini adalah kencing sedikit-sedikit, merasa tidak puas setelah kencing, mengedan jika kencing dan harus menunggu saat akan kencing. Keadaan ini menyebabkan pembesaran prostate lobus median dan lobus lateral yang biasanya simetris, yang akan membuat penekanan pada uretra yang dikelilingi otot polos sehingga akan timbul gejala-gejala obstruksi aliran air seni yang melewati uretra. Gejala iritatif pada pasien ini adalah frekuensi kencing pada malam hari 3 4 kali. Hal ini terjadi karena dua alasan ; yang pertama karena pengosongan buli-buli yang tidak sempurna setiap kali berkemih akan menyebabkan interval setiap kali berkemih semakin pendek sehingga semakin sering. Yang kedua adalah pembesaran prostat akan menyebabkan buli-buli merangsang respon kencing. Pemeriksaan colok dubur merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH disamping pemeriksaan fisik pada regio supra pubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat dinilai adanya pembesaran dan konsistensi prostat, adanya nodul atau bagian yang keras yang merupakan salah satu tanda keganasan prostat, apakah batas atas prostat dapat dicapai dengan jari, yang kalau masih dapat diraba secara empiris besar jaringan prostat kurang dari 60 gram, dan apakah ada nyeri tekan yang dapat merupakan tanda prostatitis. Pemeriksaan colok dubur pada pasien ini ditemukan kesan prostat yang membesar dengan konsistensi kenyal dan batas atas prostat yang masih dapat dicapai dengan jari, tidak teraba nodul dan tidak teraba ada nyeri tekan. Di regio supra pubik tidak teraba buli-buli yang distensi karena sudah di pasang kateter.

Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai volume prostat, mendeteksi kemungkinan keganasan, dan juga mendeteksi adanya kista. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG dan hasilnya terdapat pembesaran prostat.

13

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi objektif kesehatan pasien tergantung derajat keluhan oleh penyakitnya. Terapi pembedahan diindikasikan pada BPH yang telah menimbulkan komplikasi seperti retensi urin, tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan non bedah. Pada pasien ini dilakukan TURP karena berdasarkan beratringannya BPH, pasien ini termasuk derajat II. Kepustakaan menyebutkan bahwa derajat II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya yang dianjurkan adalah reseksi endoskopi melalui uretra (Transurethral Resection of The Prostate = TURP). Mortalitas TURP sekitar 1 % dan morbiditas sekitar 8 %. Etiologi pada pasien ini diperkirakan oleh karena usia, dimana terjadi ketidakseimbangan hormon testosteron dan hormon esterogen, karena produksi testosteron yang menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose. Prognosis pada pasien ini baik karena keadaan pasien post operasi baik dan tidak terjadi komplikasi akut pasca operasi seperti perdarahan.

14

DAFTAR PUSTAKA 1. Rahardjo Dj. Prostat: Kelainan-kelainan Jinak, Diagnosis dan Penanganan. Jakarta: Asian Medical, 1999 2. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Saluran Kemih dan Alat Kelamin Laki. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta:EGC, 1997 3. Urologi. Dalam: Kumpulan Kuliah ilmu Bedah Khusus. Jakarta: Aksara Medicina, 1987 4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardani W. Pembesaran Prostat Jinak. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, 2000 5. Narayan P. Neoplasm of the Prostate Gland. Dalam: Tanagho E, McAninh J. Smiths. General urology 14th ed. USA: Appleton Lange, 1995 6. Sabiston C. D. Sistem urogenitalis. Dalam: Ronardy H. D. Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Jakarta: EGC 7. Purnomo B. Patogenesis dan Patofisiologi BPH. Dalam: Basics Sciences on Urology, 2002 8. Jones D. BPH and Lower Urinary Tract Disfunction. Dalam: Weiss R, dkk. Comprehensive Urology. London: Mosby, 2001

15

16

Anda mungkin juga menyukai