Pembimbing :
Oleh :
Ari Aripin
2015730014
2020
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum wr wb,
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Esa karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus mengenai PPOK
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan pernghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan arahan demi
terselesaikannya laporan kasus ini khususnya kepada Dr. dr. Muhammad Fachri, Sp.P,
FAPSR., FISR selaku pembibing utama.
Penulis sangat menyadari dalam proses penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian, penulis telah
mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Penulis dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima segala bentuk masukan, saran dan usulan guna
menyempurnakan laporan kasus ini.
Kami berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Wassalammu’alaikum wr wb.
Ari Aripin
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................40
ii
BAB I
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pasien sudah tidak bekerja
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Cilincing, Jakarta Utara
Masuk RS : 13-11-2020
No. RM : 00-21-36-**
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak sejak 2 hari SMRS
3
Keluhan mual dan muntah (-), demam (-), menggigil (-), penurunan berat
badan (-), keringat malam (-), nyeri menelan (-), buang air besar dan buang air kecil
tidak ada masalah.
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya mengkonsumsi salbutamol dan teofilin jika keluhan sesak
napas semakin berat dan mengatakan sesak napas sedikit mengalami perbaikan
setelah mengkonsumsi kedua obat.
Riwayat Alergi
Disangkal adanya alergi cuaca, debu, makanan dan obat-obatan
Riwayat Psikososial
Pasien sejak umur 30-50 tahun adalah seorang supir bus malam dari Jakarta
ke Surabaya dan merupakan perokok aktif sejak usia 25 tahun, dalam sehari pasien
dapat menghabiskan sekitar 1 bungkus rokok. Pasien sudah tidak merokok lagi sejak
usia 50 tahun Ketika didiagnosa tb paru. Pasien tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol.
4
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,6oC
Status gizi
Berat badan : 154 cm
Tinggi badan : 54 kg
IMT : 22,7 (normoweight)
Status Generalisata
Kepala : normocephal, deformitas (-)
Thorax :
Paru-paru
5
- Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
- Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (+/+)
Jantung :
Abdomen :
Ekstremitas atas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
6
2.4 Pemeriksaan penunjang
Sprirometri
7
2.5 Resume
Paien laki-laki usia 60 tahun datang ke Poliklinik Paru RSIJ Sukapura dengan
keluhan sesak 2 hari SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak berkurang saat
pasien beristirahat. Pasien memiliki Riwayat sesak napas sejak 2 tahun yang lalu dan
dirasakan semakini memberat. Pasien juga mengeluhkan batuk dengan dahak
berwarna putih sejak 2 tahun SMRS yang juga dirasakan semakin sering dan produktif
sejak 2 hari SMRS. Riwayat sesak napas yang dirasakan semakin berat sejak 2 tahun
yang lalu, Riwayat TB Paru pada tahun 2010, dengan pengobatan tuntas selama 9
bulan. Pasien sejak umur 30-50 tahun adalah seorang supir bus malam dari Jakarta ke
Surabaya dan merupakan perokok aktif sejak usia 25 tahun, dalam sehari pasien dapat
menghabiskan sekitar 1 bungkus rokok. Pasien sudah tidak merokok lagi sejak usia
50 tahun Ketika didiagnosa tb paru
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 130/80 mmHg, Nadi: 84x/menit, RR:
22x/menit, Suhu: 36,6 C. dan pemeriksaan Spirometri didapatkan FEV1 50,55%.
2.7 Assesment
- S : Sesak 2 hari SMRS terus menerus dan batuk berdahak berwarna
Putih.
- O :
8
- Suhu : 36,6 °C
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Spirometri : FEV1 50,55%
- A : Penyakit Paru Obstruksi Kronik
- P :
- Medikamentosa
- Pemberian ICS
- Pemberian Bronkodilator & SABA
- Nonmedikamentosa
- Rutin control 1 bulan sekali
- Konsumsi obat sesuai anjuran dokter
2.8 Prognosis
Ad vitam : Dubia ad Malam
Ad fungsionam : Dubia ad Malam
Ad sanasionam : Dubia ad Malam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survai Kesehatan RumahTangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari
10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia PPOK merupakan salah satu
penyakit tidak menular utama yang agak jarang terekposekarena kurangnya
informasi yang diberikan.
Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK
sebesar 10,1% (SE 4,8) pada laki-laki sebesar 11,8% (SE 7,9) danuntuk
perempuan 8,5% (SE 5,8). Sedangkan mortalitas menduduki peringkat keempat
penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka
kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. Sedangkan
prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan
prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%).
C. Faktor Risiko
10
individu yang berisiko PPOK.
1. Asap rokok
11
- Berat : > 600
2. Polusi udara
Berbagai macam partike dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan
memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK. Agar
lebih mudah mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara terbagi menjadi :
• Polusi di dalam ruangan
- Asap rokok
- Asap kompor
• Polusi di luar ruangan
- Gas buang kendaraan bermotor
- Debu jalanan
• Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
3. Stress Oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen
timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari
polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron
mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway.
Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembag secara sistem
enzimatik atau non enzimatik.
Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk,
misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres
oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru
tetapi juga menimbulkan
aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang peranan
penting pada patogenesi PPOK.
4. Infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas
PPOK. Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara
bermakna menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak
akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi
12
pada saat dewasa.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab
keadaaan ini, karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai
penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor
risiko pada PPOK. Pengaruh berat badan lahir rendah akan meningkatkan
infeksi viral yang juga merupakan faktor risiko PPOK.
5. Social ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum dapat
dijelaskan secara pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukinan
yang padat, nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhibungan dengan status
sosial ekonomi kemungkinan dapat menjelaskan hal ini.
Peranan nutrisi sebagai faktor risiko tersendiri penyebab berkembangnya
PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan
kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa otot dan
kekuatan serabut otot. Kelaparan dan status anabolik/katabolik berkembang
menjadi empisema pada percobaan binatang. CT scan paru perempuan dengan
kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan seperti empisema.
6. Pertumbuhan Paru
Pertumbuhan paru ini berhubungan dengan proses selama kehamilan,
kelahiran, dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi
paru seseorang adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi metaanalias
menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7. Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinya PPOK, walaupun
belum dapat disimpulkan. Pada laporan “The Tucson Epidemiological Study”
didapatkan bahwa orang dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK
daripada bukan asma meskipun telah berhenti merokok. Penelitian lain 20%
dari asma akan berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi
jalan napas ireversibel.
8. Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-
lingkungan. Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan
13
alpha-1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang,
paling sering dijumpai pada individu origin Eropa Utara. Ditemukan pada usia
muda dengan kelainan emphysema panlobular dengan penurunan fungsi paru
yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan alpha-1
antitripsin yang berat. Banyak variasi individu dalam hal beratnya emfisema
dan penurunan fungsi paru.
14
D. Klasifikasi PPOK
Berdasarkan GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management,
and Prevention of COPD. (Report 2020):
15
Gambar 1. Pathogenesis PPOK (Dikutip dari GOLD 2010)
Stres oksidatif
Stres oksidatif dapat menjadi mekanisme penguatan penting dalam PPOK.
Biomarker stres oksidatif (misalnya, peroksida hidrogen, 8-isoprostan) meningkat
dalam dahak, kondensat hembusan napas dan sirkulasi sistemik pada pasien PPOK.
Stres oksidatif lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi.
Oksidan yang dihasilkan oleh asap rokok dan partikulat yang dihirup lainnya
yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi ( seperti makrofag dan neutrophil )
diaktifkan. Mungkin juga ada penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK.
16
Patologi
Perubahan patologis karakteristik PPOK ditemukan di saluran napas
proksimal, saluran napas perifer, parenkim dan vascular paru. Perubahan patologis
akibat inflamasi kronis terjadi karena peningkatan sel inflamasi kronis di berbagai
bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera
dan perbaikan berulang. Secara umum, perubahan inflamasi dan struktural saluran
napas akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit walaupun sudah
berhenti merokok.
Patofisiologi
Penurunan FEV1 yang terjadi disebabkan peradangan dan penyempitan
saluran napas perifer, sementara transfer gas yang menurun disebabkan kerusakan
parenkim yang terjadi pada emphysema.
Keterbatasan Aliran Udara dan Air Trapping
Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil
berkorelasi dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Penurunan FEV1
merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini
menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi.
17
Meskipun emfisema lebih dikaitkan dengan kelainan pertukaran gas
dibandingkan dengan FEV1 berkurang, hal ini berkontribusi juga pada udara yang
terperangkap yang terutama terjadi pada alveolar. Ataupun saluran napas kecil akan
menjadi hancur ketika penyakit menjadi lebih parah.
Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas
residual fungsional, khususnya selama latihan (bila kelainan ini dikenal sebagai
hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas
latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme
utama timbulnya dyspnea pada aktivitas.
Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas perifer mengurangi perangkap
udara, sehingga mengurangi volume paru residu dan gejala serta meeningkatkan dan
kapasitas berolahraga.
Mekanisme Pertukaran Gas
Ketidak seimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan
hypercapnia yang terjadi karena beberapa mekanisme. Secara umum, pertukaran
gasakan memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat keparahan emfisema
berkorelasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (VA / Q).
Hipersekresi lendir
18
Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan yang terlihat di
saluran udara dengan bukti terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru
pada emfisema juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
sehingga terjadi. pulmonary hypertension yang bersifat progresif dapat
mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya gagal jantung kanan (cor
pulmonale).
Eksaserbasi
D. Diagnosis
19
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indicator
ini ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnostik
pasti, tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan
diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk memastikan diagnosis PPOK.
Dispnea. Merupakan gejala kardinal dari PPOK, yang menyebabkan
disability dan kecemasan yang berhubungan pada penyakit ini. Pada pasien PPOK
khas menunjukan dyspnea sebagai usaha napas, dada berat, dan terengah-engah.
Batuk. Batuk kronik sering menjadi gejala pertama pada PPOK dan
seringkali menjadi akibat dari merokok dan atau paparan lingkungan. Awalnya batuk
intermiten, tetapi kemudian dapat berubah menjadi setiap hari. Batuk konik pada
PPOK mungkin menjadi produktif. Pada beberapa kasus, hambatan aliran udara
dapat tejadi tanpa adanya batuk. Penyebab lain batuk kronis terncatum pada tabel.
20
Fatigue, berat badan menurun, anoreksia. Gejala ini bisa saja terjadi pada
PPOK yang sudah berat.
Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai berikut:
Gambaran Klinis
1. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang,
- lingkungan asap rokok dan polusi udara
21
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Pink Puffer ialah timbulnya dispneu tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang
berarti. Biasanya dispneu timbul antara usia 30 – 40 tahun dan semakin lama semakin
berat. Pada penyakit yang sudah lanjut pasien akan kehabisan napas sehingga tidak
lagi dapat makan dan tubuhnya bertambah kurus. Pada pasien ini mengalami
penurunan berat badan yang
signifikan, dari 65 kg
menjadi 55 kg. Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan rongki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed-lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yangterjadi pada gagal napas kronik.
Pemeriksaan Rutin
1. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
- Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75%
- VEP1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variability harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
2. Laboratorium darah
- Hb, Ht, Tr, Lekosit
- Analisis Gas Darah
3. Radiologi
22
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop / eye drop
appearance) Pada bronkitis kronik :
- Normal
E. Diagnosis Banding
23
Tabel 4. Dikutip dari GOLD 2020
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena
terapi dan prognosisnya berbeda.
F. Klasifikasi
PPOK diklasifikasikan berdasarkan gabungan antara gejala klinis pasien,
derajat keparahan berdasarkan spirometri, kuesioner mMRC dan CAT.
24
25
Menggabungkan penilaian ini untuk meningkatkan pengelolaan PPOK.
Gejala
Sedikit Gejala (mMRC 0-1 or CAT < 10): pasien (A) atau (B)
Banyak Gejala (mMRC = 2 or CAT = 10): pasien(C) atau (D)
Eksaserbasi
Risiko Rendah: = 1 per tahun dan tidak dirawat untuk eksaserbasi: pasien (A) atau (B)
Risiko Tinggi: = 2 per tahun atau = 1 dengan dirawat: pasien (C) atau (D)
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
- Edukasi
- Berhenti merokok
- Obat-obatan
- Rehabilitasi
- Terapi oksigen
- Ventilasi mekanik
- Nutrisi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat
26
reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari
edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
- Berhenti merokok
o Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis
PPOK ditegakkan
- Pengunaan obat - obatan
a. Macam obat dan jenisnya
b. Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
c. Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu
atau kalau perlu saja )
d. Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
- Penggunaan oksigen
a. Kapan oksigen harus digunakan
b. Berapa dosisnya
c. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
27
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
Tipe I (eksasebasi berat)
gejala
Tipe III (eksaserbasi ringan) memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran nafas,
peningkatan batuk, peningkatan mengi dan peningkatan pernafasan, nadi
meningkat.
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan makapasien harus segera ke dokter. Terapi
yang diberikan pada rumah sakit antara lain:
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen adalah hal yang pertama dan utama,
bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang
mengancam jiwa. PaO2>60 mmHg atau saturasi O2 >90%, evaluasi ketat
hiperkapnia.
28
- Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Obat-obatan bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
29
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting).
a. Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
b. Golongan agonis B-2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan agonis B-2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
d. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah.
a. Anti inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk
30
b. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
d. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
e. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan
secara rutin merupakan kontraindikasi.
g. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan kronik yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Manfaat oksigen: mengurangi sesak, memperbaiki
aktivitas, mengurangi hipertensi
31
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan
optimal yang disertai: simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang
gawat darurat, dan kualitas hidup yang menurun. Program rehabilitiasi terdiri
dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
i. Gizi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
32
- Vaksin influenza menjadi masalah serius,memperparah bahkan sampai
kematian pada pasienn COPD.
- Vaksin (PPSV23) 23 Valent pneumoccoccal polysaccharides kasus
banyak terjadi pada pasien umur >65 tahun .
33
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut, berfungsi menekan inflamasi yang
terjadi.
Inhaled corticosteroids (ICS)
ICS dosis tunggal. Kebanyakn penelitian menemukan bahwa
pengobatan teratur dengan ICS saja tidak menurunkan FEV1 atau
mortalitas pada pasien dengan PPOK.
ICS dengan kombinasi dengan long-acting bronchodilator therapy.
Pada pasien dengan PPOK eksaserbasi sedang dan berat, ICS
dikombinasi dengan long-acting bronchodilator lebih efektif,
meningkatkan fungsi paru dan mengurangi eksaserbasi.
Antibiotika
Studi terbaru menunjukan bahwa penggunaan rutin beebrapa
antibiotic dapat mengurangi eksaserbasi. Azitromisin (250mg/hari atau
500mg dalam 3 minggu) atau eritromisin (500mg 2 kali perhari) selama
satu tahun pada pasien yang rentan terhadap eksaserbasi mengurangi
risiko eksaserbasi dibandingkan dengan perawatan biasa. Penggunaan
Azitromisin dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya resistensi
bacterial dan gangguan pendengaran. Tidak ada data lebih dari satu tahun
keamanan antibiotic digunakan untuk mencegah PPOK ekaserbasi.
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronchitis kronik
dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol, erdostein).
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronchitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
4. Rehabilitas PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi letihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang
34
gawat darurat Kualitas hidup yang
menurun
Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial
dan latihan pernapasan.
Latihan fisis
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti system transportasi
oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan jasmani pada PPOK terdiri dari dua kelompok :
- Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan
- Endurance exercise
Psikososial:
Status psikologi penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan
dapat diberikan obat
Latihan Pernapasan:
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mongontrol sesak napas. Teknik
latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips breathing guna
memperbaiki ventilasi dan mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks.
5. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya. Manfaat oksigen:
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
35
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
6. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien
PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi mekanik dapat
digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan
kondisi sebagai berikut :
- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya
- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
- Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal
7. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi
dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan:
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena
berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari
gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :
- Hipophospatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnasemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi
dengan komposisi seimbang, yaitu porsi kecil dengan waktu pemberian yang
lebih sering.
36
H. Komplikasi
PPOK merupakan penyakit progresif, fungsi paru memburuk dari waktu ke
waktu, bahkan dengan perawatan yang terbaik. Gejala dan perubahan
obstruksi saluran napas harus dipantau untuk menentukan modifikasi terapi
dan menentukan adanya komplikasi.
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang progresif
dan tidak sepenuhnya reversibel seperti:
Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Infeksi berulang’
Kor pulmonal
Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan:
- Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktiviti atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lipd breathing
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh:
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
Infeksi berulang :
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi
kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar
limposit darah.
Kor pulmonal:
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung
kanan.
37
EKSASERBASI AKUT
a.Manajemen di Rumah
Bronkodilator. Yang utama digunakan adalah : β2-agonis,
antikolinergikk dan metixantin. Obat tersebut dapat diberikan
monoterapi atau kombinasi. Pemberian secara inhalasi (MDI) lebih
menguntungkan dari pada cara oral atau parenteral karena efekenya
cepat pada organ paru dan efek sampingnya minimal. Obat dapat
diberikan 4- 6 kali, 2-4 hirup sehari. Bila tidak segera memebrikan
perbaikan bisa ditambah dengan pemakaian antikolinergik sampai
dengan perbaikan gejala.
Glukokotikosteroid. Jika FEV1 < 50% prediksi, dapat diberikan
40mg prednisolone (oral) perhari selama 10-14 hari bersamaan dengan
pemberian bronkodilator. Budesonide nebulizer bisa dipakai sebagai
alternative terapi selain oral. Glukokortikosteroid diapkai untuk
pengobatan yang non asidosis.
38
kultur sensitivitas kuman. Menurut penelitian ketiga bakteri tersbut
merupakan bakteripenyebabk eksaserbasi akut yang paling sering
ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of
COPD. (Report 2020)
Buku Ajar. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI 2014. Interna Publishing
39