Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

* Program Profesi Dokter/G1A219132/Maret/ 2021


** Preseptor : dr. Hj.Raodah

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

Oleh :
Yuni puspita sari, S.Ked
G1A219132

Preseptor:
dr.Hj.Raodah

PROGRAM PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS PAKUAN BARU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

Oleh :
Yuni puspita sari, S.Ked
G1A219132

Sebagai salah satu tugas Program Profesi Dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jambi
Puskesmas Pakuan Baru
2021

Jambi, Maret 2021


Preseptor

dr. Hj.Raodah

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)” sebagai
kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat Rotasi 2 di Puskesmas Pakuan Baru.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Raodah yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas Pakuan Baru.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus ini, sehingga nantinya dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, Maret 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii

KATA PENGANTAR................................................................................................iii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iv

BAB I STATUS PASIEN............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................8

BAB III ANALISIS KASUS.....................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................29

LAMPIRAN...............................................................................................................30

iv
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Tn. S/ Laki-Laki/ 59 tahun
b. Pekerjaan/ Pendidikan : Tidak bekerja
c. Alamat : RT 21 Mekar jaya

1.2 Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


a. Status Perkawinan : Sudah Menikah
b. Jumlah anak :2
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
d.
1.3 Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga :
- Pasien tinggal bersama istri dan anaknya
- Hubungan dengan anggota keluarga baik

1.4 Keluhan Utama :


Sesak nafas sejak ± 2 minggu sebelum datang ke Puskesmas.

1.5 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas Pakuan Baru dengan keluhan sesak nafas
sejak ± 2 minggu yang lalu, keluhan dirasakan pada saat beraktivitas seperti
membersihkan kebun. Keluhan berkurang saat pasien beristirahat. Saat sesak,
pasien mengaku terkadang mengeluarkan suara nafas “ngik” dan terkadang
disertai rasa berat di dada. Sesak dipengaruhi oleh perubahan cuaca (-), terbangun
tengah malam karena sesak (-). Pasien juga mengeluhkan adanya batuk. Batuk
dirasakan 1 bulan terakhir. Batuk berdahak berwarna putih dan sulit dikeluarkan.
Batuk darah (-), demam (-), berkeringat malam (-), penurunan berat badan drastis
(-), penurunan nafsu makan (-). Untuk keluhan batuk pasien hanya membeli obat
di warung. Mual (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien merupakan perokok aktif sejak remaja hingga saat ini dan
berhenti saat pasien mengalami keluhan sesak. Pasien merokok sudah selama ±
55 tahun. Dalam sehari pasien bisa menghabiskan ± 2 bungkus rokok.
1.6 Riwayat Penyakit Dahulu :
 Keluhan serupa (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat diabetes mellitus (-)

1.7 Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat diabetes mellitus (-)

1.8 Riwayat sosial ekonomi


- Pasien sudah menikah
- Riwayat alergi makanan dan obat-obatan tidak ada
- Riwayat merokok (+) sejak usia 16 tahun, yaitu sudah selama ± 55 tahun, satu
hari sekitar 2 bungkus rokok.
Indeks Brinkmann : 16 x 55 = 880 (perokok berat)
- Riwayat minum alkohol disangkal.
- Pasien sudah tidak bekerja lagi, jarang berolahraga dan aktivitas sehari-hari
banyak di rumah atau dikebun.

1.9 Riwayat makan, alergi, obat-obatan dan perilaku kesehatan :


Riwayat alergi disangkal

1.10Pemeriksaan Fisik :
Status Generalisata
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tekanan darah : 157/93 mmHg

6
4. Nadi : 96x/ menit
5. Pernafasan : 26 x/ menit
6. Suhu : 36,7°C
7. Berat Badan : 60 kg
8. Tinggi Badan : 162 cm
9. IMT : IMT = 60 /(1,62)2 =22,86 (Normal)
Pemeriksaan Organ
Pemeriksaan Generalisata

1. Mata : CA -/-, SI -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+


2. Telinga : Sekret (-), serumen (-)
3. Hidung : Perdarahan (-), deviasi septum (-)
4. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
5. Leher : pembesaran KGB (-)

Thoraks :

Cor (Jantung)

Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat


Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi Batas jantung atas: ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan: ICS IV linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultas BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
i

Pulmo (Paru)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Inspeksi Simetris, barrel chest (+), Simetris, barrel chest (+),
penggunaan otot bantu penggunaan otot bantu napas
napas (+), pelebaran sela (+), pelebaran sela iga (+)
iga (+)
Palpasi Massa (-), krepitasi (-), Massa (-), krepitasi (-), nyeri
nyeri tekan (-), tekan (-),
fremitus taktil melemah fremitus taktil melemah
Perkusi Hipersonor Hipersonor
Auskultasi Vesikuler melemah, Vesikuler melemah,
wheezing (-), ronkhi (+), wheezing (-), ronkhi (+),

7
ekspirasi memanjang ekspirasi memanjang

Abdomen

Inspeksi Datar, sikatriks (-)


Palpasi Soepel, nyeri tekan(-), hati, lien dan ginjal tidak
teraba, massa (-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

Ekstrimitas
Superior : Akral hangat, CRT<2 detik, sianosis (-), edem (-)
Inferior : Akral hangat, CRT<2 detik, sianosis (-), edem (-)

1.11Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Darah Rutin
Hasil Pemeriksaan
Hemoglobin : 13 g/dl
Leukosit : 8.700 sel/ mm3 darah
Eritrosit : 5,94 juta/mm3 darah
Trombosit : 300.000 sel/mm3 darah

1.12Usulan Pemeriksaan
Rontgen Thoraks
Spirometri
Uji bronkodilator
Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Pemeriksaan EKG

1.13Diagnosis Kerja
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (J44.9)

1.14Diagnosis Banding :
 Asma bronkial (J45.901)

1.15Manajemen

8
1. Promotif :
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit, faktor risiko dan
pengobatannya
 Menjaga kebersihan diri dan pola hidup sehat
 Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar rumah
 Mengajak pasien untuk memulai olahraga yang ringan sehari-hari seperti
berjalan kaki dan senam
 Menjelaskan tentang nutrisi, pentingnya makanan bergizi terutama buah
dan sayuran.
2. Preventif :
 Berhenti merokok
 Hindari polusi udara seperti asap rokok, asap kendaraan dan debu.
 Hindari debu dengan mengurangi aktivitas diluar rumah dan
menggunakan masker untuk mengurangi paparan debu yang berlebih.
 Mengurangi aktivitas fisik yang berat

3. Kuratif :
Non Farmakologi
 Berhenti merokok
 Konsumsi makanan yang bergizi dan perbanyak makan buah dan sayur,
serta makan dalam porsi kecil tetapi sering karena kekurangan kalori
dapat menyebabkan meningkatnya derajat sesak.
 Istirahat yang cukup

Farmakologi
 Salbutamol 4 mg 3x1 tab
 Ambroxol 30 mg 3x1 tab
 Prednison tab 1x1
Pengobatan Tradisional
- Thymus vulgaris (L)/ Thymus zygis (L)
 Bagian yang digunakan : Daun
 Indikasi : Batuk (ekspektoran) (Grade C)
 Cara pembuatan : Bahan direbus dalam 2 gelas air sampai

9
menjadi
setengahnya, dinginkan, saring dan diminum sekaligus.
 Posologi : Anak lebih besar atau sama dengan 1 tahun dan dewasa : 2
x 1 sendok makan (250 mg ekstrak cair).
 Larangan : Kehamilan dan menyusui

Rehabilitatif
• Rutin kontrol berobat
• Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing, tujuan dari latihan ini untuk
mengurangi dan mengontrol sesak nafas.
• Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)
• Latihan otot pernapasan dan ekstremitas

Resep Puskesmas Resep ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Pakuan Baru Puskesmas Pakuan Baru
dr. Yuni puspita sari dr. Denanda Rahayu
SIP : G1A219132 SIP : G1A219024
Jl. Telainaipura graha nabila Jl. Telanaipura graha nabila
Kec Jambi Selatan, 36138 Kec Jambi Selatan, 36138

Jambi, 04 2021 Jambi, 04 2021

R/Salbutamol tab 4mg no x R/ Terbutalin 3mg no x


S 3 dd no 1 S 3 dd tab 1

R/Ambroxol tan 3mg no x R/Amoxicilin 500mg no 3


S 3 dd no 1 S 3 dd tab 1

R/ Prednison tab 40mg no x R/GG 100 mg no x


S 1 dd no 1 S.3dd tab 1

R/Nifedipin tab 10mg no x


S 1dd tab 1

Pro :
Alamat: Pro :
Resep tidak boleh ditukar tanpa Alamat:
sepengetahuan dokter Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter

Pro :
Alamat:
Resep tidak boleh ditukar tanpa 10
sepengetahuan dokter
Resep ilmiah 2 Resep ilmiah 3
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Pakuan Baru Puskesmas Pakuan Baru
dr. Denanda Rahayu dr. Denanda Rahayu
SIP : G1A219024 SIP : G1A219024
Jl. Jen.Sudirman No.075 Kel.Tambak Sari Jl. Jen.Sudirman No.075 Kel.Tambak Sari
Kec Jambi Selatan, 36138 Kec Jambi Selatan, 36138

Jambi, 2021 Jambi, 2021

R/Aminofilin 250 mg no x R/Salbutamol tab 4 mg no x


S 2dd tab1 S 3 dd tab 1 pc

R/Azitromisin 250 mg no x R/Prednison tab 5mg no x


S 1dd tab 1 S 3 dd tab 1 pc

R/Erdostein 30 mg no x R/OBH Syr fl no 1


S 2dd caps 1 S3 dd C1 PC

R/Captopril 25 mg no x R/Kotrimoksazol tab 480 mg no x


S 1 dd tab S2 dd tab 1 pc

Pro : Pro :
Alamat: Alamat:
Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter

Pro :
Alamat: Pro :
Resep tidak boleh ditukar tanpa Alamat:
sepengetahuan dokter Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/ berbahaya, disertai efek
ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. 1
Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh
gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan
kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. PPOK
seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang
lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai
pertanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya. Bronkitis kronik dan
emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena emfisema merupakan
diagnosis patologik dan bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis. Selain itu
keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran
napas. Manifestasi klinis PPOK adalah batuk, produksi sputum, sesak napas,
dan aktivitas terbatas.1

2.2 Epidemiologi
Sampai saat ini, PPOK masih menjadi salah satu penyakit paru yang
paling sering dijumpai. Di Amerika, jumlah kasus PPOK yang terdapat di
instalasi gawat darurat telah mencapai angka 1,5 juta, 726.000 yang
memerlukan perawatan di rumah sakit serta 119.000 meninggal selama tahun
2000. Saat ini, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung,
kanker dan penyakit serebro vascular sebagai penyebab kematian. Taksiran dari
World Health Organization (WHO) adalah bahwa menjelang tahun 2020
prevalensi PPOK akan meningkat.1 Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga
Dep. Kes. RI tabun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat
ke enam. Seiring dengan meningkatnya prevalensi PPOK, rokok masih

12
merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping adanya faktor
risiko lain seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lain.2
2.3 Faktor Risiko
Hingga saat ini, asap rokok masih merupakan penyebab nomor satu
terjadinya PPOK, hal ini jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. PPOK
dapat juga bersifat genetik yaitu defisiensi α1- antitrypsin.1
Beberapa hal yang termasuk dalam faktor risiko PPOK adalah :
 Rokok

 Predisposisi Genetik

 Polutan di Tempat Pekerjaan

 Polutan Sebagai Hasil Sampingan Bahan Bakar

 Tumbuh kembang paru

 Sosial ekonomi

 Infeksi saluran napas bawah berulang.1

2.4 Patofisiologi
Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis
yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala yang karakteristik. Misalnya
penurunan FEV1 yang terjadi disebabkan peradangan dan penyempitan saluran
napas perifer, sementara transfer gas yang menurun disebabkan kerusakan
parenkim yang terjadi pada emphysema.1,3
- Keterbatasan aliran udara dan air trapping
Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil
berkorelasi dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Penurunan FEV1
merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini
menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi. Meskipun
emfisema lebih dikaitkan dengan kelainan pertukaran gas dibandingkan dengan
FEV1 berkurang, hal ini berkontribusi juga pada udara yang terperangkap yang
terutama terjadi pada alveolar. Ataupun saluran napas kecil akan menjadi
hancur ketika penyakit menjadi lebih parah.1
Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas

13
residual fungsional, khususnya selama latihan (bila kelainan ini dikenal sebagai
hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas
latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan
mekanisme utama timbulnya dyspnea pada aktivitas. Bronkodilator yang
bekerja pada saluran napas perifer mengurangi perangkap udara, sehingga
mengurangi volume paru residu dan gejala serta meeningkatkan dan kapasitas
berolahraga.3

- Mekanisme pertukaran gas


Ketidak seimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan
hypercapnia yang terjadi karena beberapa mekanisme. Secara umum, pertukaran
gas akan memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat keparahan emfisema
berkorelasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (VA / Q). Obstruksi jalan napas perifer juga menghasilkan
ketidakseimbangan VA / Q, dan penggabungan dengan gangguan fungsi otot
ventilasi pada penyakityang sudah parah akan mengurangi ventilasi, yang
menyebabkan retensi karbon dioksida. Kelainan pada ventilasi alveolar dan
berkurangnya pembuluh darah paru akan lebih memperburuk kelainan VA /
Q.1,3

- Hipersekresi lendir
Hipersekresi lendir, yang mengakibatkan batuk produktif kronis, adalah
gambaran dari bronkitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran
udara. Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK memiliki gejala
hipersekresi lendir. Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa yang
meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar submukosa sebagai
respons terhadap iritasi kronis saluran napas oleh asap rokok atau agen
berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi
lendir melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.1,3

- Hipertensi paru
Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat
proses vasokonstriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang
kemudian mengakibatkan perubahan struktural yang meliputi hiperplasia
intimal dan kemudian hipertrofi otot polos / hiperplasia. Respon inflamasi

14
dalam pembuluh darah sama dengan yang terlihat di saluran udara dengan bukti
terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema juga
dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru sehingga terjadi.
pulmonary hypertension yang bersifat progresif dapat mengakibatkan hipertrofi
ventrikel kanan dan akhirnya gagal jantung kanan (cor pulmonale).1,3

- Gambaran dampak sistemik


Dari beberapa laporan penelitian, ternyata pasien PPOK memberikan pula
beberapa gambaran dampak sistemik, khususnya pada pasien dengan penyakit
berat, hal ini berdampak besar terhadap kualitas hidup dan penyakit penyerta.
Kakeksia umumnya terlihat pada pasien dengan PPOK berat. Disebabkan
karena hilangnya massa otot rangka dan kelemahan sebagai akibat dari
apoptosis yang meningkat dan / atau tidak digunakannya otot-otot tersebut.
Pasien dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses osteoporosis, depresi
dan anemia kronis. Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-
α IL-6, dan radikal bebas oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek
sistemik. Peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, berkorelasi dengan
peningkatan protein C-reaktif (CRP).1,3

- Eksaserbasi
Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam
saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau
oleh polusi lingkungan. Mekanisme inflamasi yang mengakibatkan eksaserbasi
PPOK, masih banyak yang belum diketahui. Dalam eksaserbasi ringan dan
sedang terdapat peningkatan neutrophil, beberapa studi lainnya juga
menemukan eosinofil dalam dahak dan dinding saluran napas. Hal ini berkaitan
dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF-α LTB4 dan
IL-8, serta peningkatan biomarker stres oksidatif. Pada eksaserbasi berat masih
banyak hal yang belum jelas, meskipun salah satu penelitian menunjukkan
peningkatan neutrofil pada dinding saluran nafas dan peningkatan ekspresi
kemokin. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan
terperangkapnya udara, dengan aliran ekspirasi berkurang, sehingga terjadi
sesak napas yang meningkat. Terdapat juga memburuknya abnormalitas VA / Q
yang mengakibatkan hipoksemia berat.3

15
2.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis PPOK, dapat menggunakan alur diagnosis sebagai
berikut :3

Faktor risiko : Sesak napas


Usia Batuk kronik produksi
Riwayat pajanan: asap sputum
rokok, polusi udara, Keterbatasan aktivitas

polui tempat kerja

Pemeriksaan fisik *

Curiga PPOK ** Pemeriksaan foto toraks Infiltrat, massa, dll

Uji spirometri (-) Uji spirometri (+)

Normal 30% < VEP1 < 70% prediksi


VEP1/ KVP < 80%

PPOK secara PPOK


Berisiko PPOK
klinis Derajat I/II/III/IV Bukan PPOK
Derajat 0

Pemeriksaan fisik:
A. Normal
B. Kelainan:
 Bentuk dada barrel chest
 Penggunaan otot bantu napas
 Pelebaran sela iga
 Hipertrofi otot bantu napas
 Fremitus melemah
 Hipersonor

16
 Suara napas vesikuler melemah atau normal
 Ekspirasi memanjang
 Mengi5
Foto toraks curiga PPOK:
A. Normal
B. Kelainan:
 Hiperinflasi
 Hiperlusen
 Diafragma mendatar
 Corakan bronkovaskular meningkat
 Bulla
 Kalsifikasi
 Jantung pendulum.5
Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan ini digunakan untuk menegakkan diagnosis PPOK.
Pemeriksaan yang utama adalah FEV1 dan rasio FEV1/FVC, meskipun masih
banyak lagi pemeriksaan faal paru lain tetapi tidak ada bukti bahwa tes-tes ini
dapat memberikan tambahan informasi yang berarti selain yang telah
diungkapkan oleh pemeriksaan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Kriteria yang lazim
dipakai untuk PPOK derajat sedang adalah: FEV 1 kurang dari 60% dari nilai
normal atau rasio FEV1/FVC yang lebih kecil dari 60%.6

17
Pemeriksaan Laboratorium
Analisa gas darah dan elektrolit perlu dikerjakan pada penderita
PPOK dengan FEV1 kurang dari 1,5 liter atau EKG yang konsisten dengan
pembesaran ventrikel kanan. Eritrositosis sekunder yang didapatkan dari
kadar Hb dan hematokrit, mencerminkan keadaan hipoksemia yang kronis.
Pemeriksaan lahoratorium patologi klinik lainnya disesuaikan dengan
keadaan.6
2.7 Klasifikasi dan Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK 6,7,8

Derajat Karakteristik Rekomendasi Pengobatan


Semua derajat  Hindari faktor pencetus
 Vaksinasi influenza
Derajat 0: Gejala kronik (batuk,
Berisiko dahak)
Terpajan faktor risiko
Spirometri normal
Derajat I: VEP1/ KVP < 70%  Bronkodilator kerja singkat
PPOK ringan VEP1 ≥ 80% prediksi (SABA, antikolinergik kerja
Dengan atau tanpa gejala singkat bila perlu)
 Pemberian antikolinergik
kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
Derajat II: VEP1/ KVP < 70% 1. Pengobatan regular dengan
PPOK sedang 50% < VEP1 < 80% bronkodilator:
prediksi  Antikolinergik kerja lama
Dengan atau tanpa gejala sebagai terapi
pemeliharaan
 LABA
 Simtomatik
2. Rehabilitasi
Derajat III: VEP1/ KVP ≤ 70% 1. Pengobatan regular dengan 1
PPOK berat 30% ≤ VEP1 ≤ 50% atau lebih bronkodilator:
prediksi  Antikolinergik kerja lama
Dengan atau tanpa gejala sebagai terapi
pemeliharaan
 LABA
 Simtomatik
 Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respon klinis
atau eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
Derajat IV: VEP1/ KVP < 70% 1. Pengobatan regular dengan 1
PPOK sangat VEP1 < 30% prediksi atau atau lebih bronkodilator:
berat gagal napas atau gagal  Antikolinergik kerja lama
jantung kanan sebagai terapi
pemeliharaan
 LABA
 Simtomatik
 Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respon klinis
atau eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3. Terapi oksigen jangka panjang
bila gagal napas
4. Pertimbangkan terapi
pembedahan.
2.8 Diagnosis Banding
Penyakit Gambaran klinis
PPOK 1. Onset usia pertengahan
2. Gejala progresif lambat
3. Riwayat merokok (lama & jumlah rokok)
4. Sesak saat aktivitas
5. Hambatan aliran udara umumnya ireversibel

Asma 1. Onset usia dini


2. Gejala bervariasi dari hari ke hari
3. Gejala pada waktu malam/ dini hari lebih
menonjol
4. Dapat ditemukan alergi, rhinitis, dan atau
eksim
5. Riwayat asma dalam keluarga
6. Hambatan aliran udara umumnya reversible

Bronkiektasis 1. Sputum purulen dalam jumlah banyak


2. Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
3. Ronki basah kasar dan jari tabuh
4. Gambaran foto toraks tampak gambaran sarang
tawon dan penebalan dinding bronkus

Tuberkulosis 1. Onset semua usia


2. Gambaran foto toraks infiltrat
3. Konfirmasi mikrobiologi (Basil Tahan Asam)

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK:1,8,9
 Mencegah progresifitas penyakit
 Mengurangi gejalas
 Meningkatkan toleransi latihan
 Mencegah dan mengobati komplikasi
 Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
 Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
 Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
 Meningkatkan kualitas hidup penderita
 Menurunkan angka kematian.1,8,9

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1


 Edukasi
 Berhenti merokok
 Obat-obatan
 Rehabilitasi
 Terapi oksigen
 Ventilasi mekanik
 Nutrisi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan
dari asma.1,3,7
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
 Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
 Melaksanakan pengobatan yang maksimal
 Mencapai aktiviti optimal
 Meningkatkan kualiti hidup.1
2. Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas
penyakit.1,3
3. Obat-Obatan
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang.1,3
- Antikolinergik : derajat ringan - berat
- Agonis Beta-2 : monitor timbulnya eksaserbasi
- Xantin : pemeliharaan jangka panjang
2. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg. Digunakan pada PPOK stabil mulai
derajat III dalam bentuk glukokortikoid, kombinasi LABACs dan PDE-4.1,3
3. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi. Antibiotik yang digunakan (lihat di
halaman 52, tentang penatalaksanaan eksaserbasi).1,310
4. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.3
5. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous (misalnya ambroksol, erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.1,3
6. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.3
7. Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan memiliki riwayat
eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat
mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid.1,3

4. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi letihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai :11,12
 Simptom pernapasan berat
 Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
 Kualitas hidup yang menurun.11,12

5. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ-organ lainnya.1,5
Manfaat oksigen:
 Mengurangi sesak
 Memperbaiki aktiviti
 Mengurangi hipertensi pulmonal
 Mengurangi vasokonstriksi
 Mengurangi hematokrit
 Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
 Meningkatkan kualitas hidup.5

6. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan gagal napas kronik.1

7. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. 3,5 Malnutrisi
dapat dievaluasi dengan:
 Penurunan berat badan
 Kadar albumin darah
 Antropometri
 Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi).1

Tatalaksanan PPOK stabil


Kriteria PPOK stabil adalah :1,3,10
 Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gafal napas kronik
 Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisis gas darah
menunjukkan PH normal PCO2 > 60 mmHg dan PO2 < 60 mmHg
 Dahak tidak berwarna atau jernih
 Aktiviti terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri)
 Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
 Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan.
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :1,3,10
 Mempertahankan fungsi paru
 Meningkatkan kualiti hidup
 Mencegah eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi
berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah
eksaserbasi.1
Penatalaksaan rawat jalan di poliklinik meliputi :1
 Mengatasi eksaserbasi ringan sampai sedang
 Menjaga tidak terjadi gagal napas akut pada gagal napas kronik
 Mengatasi komplikasi ringan
Penatalaksanaan di rumah:1
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK stabil.
Mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal harus diperhatikan selama di
rumah, baik oleh pasien sendiri maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah
ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau
ventilasi mekanik.1,3
Tujuan penatalaksanaan di rumah :1
 Menjaga PPOK tetap stabil
 Melaksanakan pengobatan pemeliharaan jangka panjang
 Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini
 Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
 Menjaga penggunaan ventilasi mekanik
 Meningkatkan kualiti hidup
Penatalaksanaan di rumah meliputi :1
1. Penggunaan obat-obatan dengan tepat
Obat-obatan sesuai klasifikasi. Pemilihan obat dapat dalam bentuk dishaler,
nebuhaler, turbuhaler atau breezhaler karena penderita PPOK biasanya berusia
lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan
bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara
terus menerus, hanya bila timbul eksaserbasi.1,3
2. Terapi oksigen
Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang dan
berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang
disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang menggunakan
terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam
terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.1,3
3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya
Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah.1,3
4. Rehabilitasi
- Menyesuaikan aktiviti
- Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough) ”pursed-lips
breathing”
- Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas.1,11,12
5. Evaluasi & monitor
- Tanda eksaserbasi
- Efek samping obat
- Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen.3

Tatalaksana PPOK eksaserbasi


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya
seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.1,3
1. Gejala eksaserbasi :1
 Sesak bertambah
 Produksi sputum meningkat
 Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent)
2. Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga :1
 Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
 Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
 Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan.1,3
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk
eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan
berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan di rumah oleh
penderita yang telah diedukasi dengan cara :1,3,10
 Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk
bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral menjadi bentuk
nebuliser.
 Menggunakan oksigen bila aktiviti dan selama tidur
 Menambahkan mukolitik
 Menambahkan ekspektoran
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila
telah terjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal
harus diperhatikan meliputi :1,3
3. Diagnosis beratnya eksaserbasi :
- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneumonia
4. Terapi oksigen adekuat :
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan
utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang
mengancam jiwa. Dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di
ICU. Sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi
ketat hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan
(venturi masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatian apakah sungkup rebreathing
atau nonrebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila teapi oksigen
tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi
mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Nonivansive
Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik
digunakan dengan intubasi.1,3
5. Pemberian obat-obatan yang optimal
Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut:
Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di bawah ini :
- Peningkatan sesak
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan
komposisi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit
sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi
sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan
tunggal. Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda
klinis infeksi saluran napas (misalnya, meningkatnya dahak purulen) (Bukti B).
Hasil beberapa penelitian PPOK eksaserbasi yang menggunakan pengobatan
antibiotik memiliki hasil berbeda, bercampur dengan hasil fungsi paru. Hasil
penelitian randomized controlled trial (RCT) menunjukkan hasil yang cukup
bermakna apabila antibiotik diberikan pada pasien PPOK yang memiliki tiga
atau dua dari gejala gejala kardinal dibawah ini:1,3
 Sesak napas yang bertambah
 Bertambahnya jumlah/volume sputum
 Purulensi sputum
Penelitian pada pasien PPOK eksaserbasi rawat jalan menunjukkan
hubungan antara purulensi sputum dengan terdapatnya bakteri. Antibiotik
dapat diberikan pada pasien yang memiliki satu dari dua gejala kardinal
(sesak napas yang bertambah atau jumlah sputum) namun kriteria PPOK
eksaserbasi tersebut belum tervalidasi pada penelitian lain. Pada sebuah
penelitian PPOK ekaserbasi menggunakan ventilasi mekanis yang tidak
diberikan antibiotik akan meningkatkan mortalitas dan meningkatnya angka
kejadan pneumonia nosokomial.1
6. Antibiotik diberikan pada:
Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala kardinal (sesak napas
yang bertambah, meningkatnya jumlah sputum dan bertambahnya purulensi
sputum).
 Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala kardinal, apabila salah
satunya adalah bertambahnya purulensi sputum
 Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis
(invasif atau non-invasif).

2.10 Komplikasi
 Gagal napas kronik
Ditandai dengan hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60
mmHg dan pH normal.1
 Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh:
- Sesak napas dengan atau tanpa adanya sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun.1
 Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada
kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limfosit darah.1,3
 Kor pulmonale
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit >50%, dapat disertai
gagal jantung kanan.1,3

2.11 Prognosis
Dalam menentukan prognosis PPOK ini, dapat digunakan BODE
index untuk menentukan kemungkinan mortalitas dan morbiditas pasien.
BODE ini adalah singkatan dari:5
 Body mass index
 Obstruction (FEV1)
 Dyspnea (modified Medical Research Council dyspea scale)
 Exercise capacity
Penghitungannya melalui perhitungan dari 4 faktor berikut ini :5
- Body mass index
 Lebih dari 21 = 0 poin
 Kurang dari 21 = 1 poin
- Obstruction ; dilihat dari nilai FEV1
 >65% = 0 poin
 50 – 64 % = 1 poin
 36 – 49 % = 2poin
 < 35% = 3 poin
- Dyspnea scale (MMRC)
 MMRC 0 = sesak dalam latihan berat = 0 poin
 MMRC 1 = sesak dalam berjalan sedikit menanjak = 0 poin
 MMRC 2 = sesak ketika berjalan dan harus berhenti karena
kehabisan napas = 1 poin
 MMRC 3 = sesak ketika berjalan 100 m atau beberapa menit = 2
poin
 MMRC 4 = tidak bisa keluar rumah; sesak napas terus menerus
dalam pekerjaan sehari – hari = 3 poin
- Exercise
Dihitung dari jarak tempuh pasien dalam berjalan selama 6 menit
 >350 meter = 0 poin
 250 = 349 meter = 1 poin
 150 = 249 meter = 2 poin
 < 149 meter = 3 poin
Berdasarkan skor diatas, angka harapan hidup dalam 4 tahun pasien
sebagai berikut:5
 0 – 2 poin = 80%
 3 – 4 poin = 67%
 5 – 6 poin = 57%

 7 – 10 poin = 18%
BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 Hubungan diagonis dengan keaadaan rumah dan lingkungan sekitar :


Keadaan rumah tertata dengan baik, pencahayaan dan pertukaran udara di
dalam rumah tergolong cukup baik. Halaman dan lingkungan sekitar rumah
termasuk dalam komplek dan berada di dalam gang. Tidak terdapat hubungan
diagnosa dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar.

3.2 Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam


keluarga:
Diagnosis penyakit pasien tidak berhubungan keadaan keluarga ataupun
hubungan keluarga, tetapi berhubungan dengan adanya riwayat merokok yang
lama pada pasien.

3.3 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga,


lingkungan sekitar dan kebiasaan
Ada hubungan antara penyakit pasien dengan perilaku kesehatannya. Dimana,
pasien adalah perokok aktif yang berisiko tinggi terkena PPOK. Pasien
merokok sejak usia 16 tahun, disimpulkan bahwa pasien merokok selama 51
tahun, pasien merokok 1 bungkus sehari. Jika di lihat dari Indeks Brinkmann :
16 x 51 = 816, termasuk ke dalam perokok berat.

3.4 Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini:
Secara keseluruhan dari anamnesis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa penyakit yang diderita oleh pasien ini ada hubungannya dengan faktor
risiko ataupun etiologi . Pada pasien ditemukan adanya faktor risiko yaitu
riwayat merokok sekitar 51 tahun (pasien perokok aktif).
3.5 Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan
dengan faktor resiko atau etilogi pada pasien ini:
Beberapa usaha yang bisa dilakukan:
 Berhenti merokok
 Gunakan masker pelindung saat keluar rumah untuk menghindari polusi
udara.
 Segera kontrol ke dokter/fasilitas kesehatan jika keluhan memberat, seperti
sesak bertambah berat mendadak, produksi/ jumah dahak bertambah,
dahak berubah warna menjadi kuning, hijau atau bercampur darah.

3.6 Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga :


 Memberikan pengetahuan dasar mengenai faktor resiko dari penyakit
PPOK, pengobatan serta komplikasi yang dapat terjadi.
 Berhenti merokok, gunakan masker pelindung jika berada diluar rumah
untuk menghindari polusi udara.
 Hindari membakar sampah di sekitar rumah.
 Memberikan edukasi agar mengkonsumsi makanan yang bergizi, terutama
mengkonsumsi buah dan sayuran.
 Memberikan edukasi tentang penilaian dini eksaserbasi akut seperti sesak
bertambah berat, produksi/ jumah dahak bertambah, dahak berubah warna
menjadi kuning, hijau atau bercampur darah.
 Memberikan edukasi agar menyesuaikan kebiasaan hidup dengan
keterbatasan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit paru


Obstruktif Kronik), pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia; 2011
2. Soemantri S, Budiarso RL, Suhardi, Sarimawar, Bachroen C. Survei
kesehatan rumah tangga (SKRT). Jakarta: Depkes RI; 2006.96-125.
3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for
diagnosis, management and prevention of chronic obstructive lung disease
updated 2012.
4. Tavilani H, Nadi E, Karimi J, Goodarzi MT. Oxidative stress in COPD
patients, smokers and non-smokers subject. Respir care 2012.
5. Wibisono MJ, Winariani, Hariadi s. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya, 2010: 37-51
6. American Thoracic Society. Standards for diagnosis and care of patients
with COPD. Am J Respir Crit Care Med 2006; 152:77-120
7. Nanshan Z. COPD vs Asthma making a correct diagnosis. Asia Pasific
COPD Round Table Issue, 2008;5:1-2.
8. Ivor MA, Lowry J, Bourbeau J, Borycki E. Assessment of COPD. In :
Bourbeau J. Nault D, Borycki E, eds. Comprehensive managemant of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. London : BC Decker In; 2008: 19-
31
9. Lacasse Y, Wong E, Guyyat GH, King D, Cook DJ. Meta-analysis of
respiratory rehabilitation in chronic obstructive pulmonary disease. Lancet
2006; 348: 1115-19.
10. Duerden Martin. The management of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. Merec Bulletin 2006; 16:17-20
11. Hui KP, Hewitt AB. A simple pulmonary rehabilitation program improve
health outcome and reduce hospitalization in patients with COPD. Chest
2008; 124:94-97.

33
12. Kelsen SG, Criner G. Rehabilitation of Patients with COPD . in: Cherniack
NS. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Philadelphia : WB Saunders
2011 : 196-205

34

Anda mungkin juga menyukai