Anda di halaman 1dari 40

1

LAPORAN KASUS
HIPOGLIKEMIA, GANGGUAN KESEIMBANGAN
ELEKTROLIT, DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI
PADA DIABETES MELLITUS TIPE 2
ET CAUSA LOW INTAKE

Pembimbing :
dr. Elhamida Gusti, Sp.PD
Disusun oleh :
Tri Handayani
030.10.269
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD BUDHI ASIH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2014

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING


LAPORAN KASUS
LEUKEMIA
Presentasi Kasus
Diajukan kepada SMF Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih Untuk Memenuhi
Persyaratan Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik SMF Penyakit Dalam
Periode 5 Januari 2015 14 Maret 2015

Oleh:
Tri Handayani
NIM : 03010269

Pembimbing
dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH


FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
JAKARTA

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pesrsetujuan Pembimbing

Daftar Isi

BAB I Laporan Kasus

BAB II Tinjauan Pustaka

18

Daftar Pustaka

36

BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA

Nama

: Tri Handayani

NIM

: 030.10.269

Pembimbing : dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

I.

IDENTITAS
Nama

Pekerjaan

Umur

Pendidikan

Jenis kelamin : Perempuan

Agama

Alamat

Tanggal masuk :

Status pernikahan : Menikah

II.

No. RM

ANAMNESIS
Telah dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis kepada anak pasien pada
tanggal 17 Januari 2015 jam 09.00 WIB diruang 503.
Keluhan Utama
Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak beberapa jam SMRS.
Keluhan Tambahan
Pasien mengeluhkan batuk kering yang kadang-kadang muncul sejak 3 hari
SMRS. Pasien kadang merasa pusing dan pusing membaik bila beristirahat. Nafsu
makan pasien menurun sejak awal Desember 2014 karena merasa mual dan mulut terasa
pahit setiap kali makan. Sejak 7 hari SMRS, pasien mengeluh badannya lemas, mual dan
muntah.
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar oleh keluarga setelah mengalami penurunan kesadaran


beberapa jam SMRS. Saat itu pasien baru saja datang dari kampung halamannya dan
setiba dirumah, pasien tertidur dan pada tengah malam ketika dibangunkan oleh
anaknya, pasien berkeringat dingin dan tidak sadarkan diri. Pasien segera dibawa ke
IGD RSUD Budhi Asih. Pasien demam naik turun yang membaik apabila minum obat
penurun demam. Pasien mengeluhkan batuk kering yang kadang-kadang muncul sejak 3
hari SMRS. Pasien kadang merasa pusing dan pusing membaik bila beristirahat.
Keluarga pasien menyatakan bahwa nafsu makan pasien menurun sejak awal
Desember 2014. Pasien tidak pernah menghabiskan makanannya dan hanya makan
beberapa sendok karena setiap makan pasien merasa mual dan mulut terasa pahit. Sejak
7 hari SMRS, pasien mengeluhkan badannya lemas, mual dan muntah apabila makan
dan minum, muntah berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien. Buang air
kecil normal, berwarna kuning jernih dan buang air besar normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat menderita kencing manis sejak + 10 tahun yang lalu dan
ada obat-obatan dari puskesmas yang rutin dikonsumsi. Pasien menyangkal memiliki
riwayat darah tinggi, penyakit paru dan jantung sebelumnya. Selain itu, pasien
menyatakan memiliki riwayat asma, riwayat maag dan memiliki alergi terhadap ikan
laut. Pasien memiliki riwayat menderita batu ginjal.
Riwayat Keluarga
Tidak terdapat keluarga yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan tidak merokok. Pasien
jarang berolahraga dikarenakan sibuk mengurus rumah tangga dan juga berdagang.
Riwayat Pengobatan
Pasien minum glibenclamide untuk kencing manis yang didapatkan dari
puskesmas di kampungnya.
Kondisi Lingkungan & Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di rumah dengan ventilasi udara dan sanitasi yang cukup baik.
Tinjauan Sistem
Umum

: Lemas

Kulit

: Tidak ada keluhan

Kepala

Leher

: Tidak ada keluhan

Thorax

: Batuk kering

Abdomen

: Mual (+), muntah (+).

Saluran kemih : BAK lancar, tidak ada keluhan

III.

Genital

: Tidak ada keluhan

Ekstremitas

: Tidak ada keluhan

PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis
- Status gizi :
BB
: 40 kg
TB
: 155 cm
BMI : 16.65 (gizi kurang)
- Tanda Vital :
Tekanan darah
: 160/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 145x/menit
Pernapasan
: 28x/menit
Suhu
: 36,7oC
- Taksiran umur : Sesuai usia
- Cara berbaring : Aktif
- Cara berbicara : Baik
- Sikap : Kooperatif
- Penampilan : Baik
- Status mental :
Tingkah laku : wajar
Alam perasaan : biasa
Proses pikir : wajar
Tidak ada cacat tubuh. Tidak ada pembesaran KGB.
-

Status Generalis :
KEPALA
Mata : Cekung +/+, conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/Telinga : Normotia, nyeri tarik atau nyeri lepas (-/-), liang telinga lapang (+/+),
serumen (-/-)
Hidung : Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum nasal tampak lapang
(+/+)

Mulut : Bibir kering, tidak sianosis, tampak pucat, tidak ada efloresensi yang
bermakna, uvula letak di tengah tidak hiperemis, arkus faring tidak hiperemis,
tidak nampak detritus, tonsil T1/T1.
LEHER
o Inspeksi : Deviasi trakea (-), tampak KGB membesar (-)
o Palpasi : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar.
THORAX
o Inspeksi : Hemithoraks dextra dan sinistra simetris. Tidak nampak
pernapasan yang tertinggal. Tidak tampak efloresensi yang bermakna, tulang
iga tidak terlalu vertikal maupun horizontal, tidak tampak retraksi sela-sela
iga dan otot-otot pernapasan
o Palpasi : vocal fremitus simetris kanan dan kiri
o Perkusi : hipersonor pada kedua lapang paru
Batas paru dan dan hepar setinggi ICS 5 linea midclavikula kanan, redup
Batas kanan paru dan jantung setinggi ICS 3 dan 5 garis sternalis kanan,
redup
Batas dan lambung setinggi ICS 8 linea aksilaris anterior kiri, timpani
Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5, linea midclavikularis kiri, redup
Batas atas jantung setinggi ICS 3 line parasternalis kiri.
o Auskultasi :
o Jantung : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-) gallop (-)
o Paru : Suara napas vesikuler (+/+), Rhonki +/+, Wheezing -/ABDOMEN
o Inspeksi

: Tidak tampak efloresensi yang bermakna, perut cekung, smiling

umbilicus (-), pulsasi abnormal (-).


o Auskultasi : Bising usus (+)
o Perkusi : Didapatkan timpani pada seluruh kuadran abdomen.
o Palpasi : Teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
nyeri lepas (-) undulasi (-) ballottement (-) shifting dullness (-)
EKSTREMITAS
o Inspeksi : Simetris, tidak tampak efloresensi yang bermakna, oedem
IV.

ekstremitas superior (-/-), oedem ekstremitas inferior (-/-), palmar eritem (-/-)
Palpasi : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (17 Januari 2015)

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
GDS
Na
K
Cl
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
-

Hasil
16.400 *
2,7 *
6,9 *
21 *
185.000
77 *
25,7 *
33,4
13,5 *
60 *
112 *
2,4 *
121 *
40 *
36 *
28

Normal
3,611 ribu/uL
3,8-5,2 juta/uL
11,7-15,5g/dL
35-47 %
150-440 ribu/uL
80-100 fL
26-34 pg
32-36 g/dL
<14 %
< 110 mg/dL
135-155 mmol/L
3,6-5,5 mmol/L
98-109 mmol/L
<27 mU/dl
<34 mU/dl
13-43 mg/dL

0,52

<1,1 mg/dL

Interpretasi :
Leukositosis pada pasien menandakan adanya infeksi
Eritrosit menurun, Hb menurun, dan Ht menurun menandakan adanya anemia.
Anemia pada pasien merupakan anemia hipokromik mikrositer dimana terdapat
kadar MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg dan anemia pada pasien ini dapat disebabkan

karena defisiensi besi akibat low intake.


Hipoglikemia pada pasien ini dapat disebabkan karena low intake serta pasien

mengkonsumsi obat anti diabetes.


Hiponatremia disebabkan karena low intake dan adanya muntah pada pasien
sehingga memungkinkan pasien banyak kehilangan elektrolit tubuh sehingga terjadi
gangguan keseimbangan elektrolit, begitu juga dengan adanya penurunan kalium dan

peningkatan klorida.
Peningkatan SGOT dan SGPT menandakan adanya gangguan fungsi hati pada
pasien.

No.
1.

Masalah
Hipoglikemia

Dasar Penetapan Masalah


Analisis
Anamnesis : - Penurunan Beberapa penyebab utama

dengan

kesadaran

penurunan

dingin

dan

keringat dari hipoglikemia adalah .


Pada pasien ini didapatkan

kesadaran

2.

Hiponatremia

3.
4.

Hipokalemia
Anemia akibat
defisiensi

Pemeriksaan

fisik

: adanya

Pemeriksaan Penunjang :
GDS : 60 mg/dL
Pemeriksaan Fisik :
Penunjang :
Natrium : 112
Kalium : 2,4
Klorida : 121
Anamnesis :
Pasien tampak lemas dan
sulit makan sejak awal
Desember 2014.
Pemeriksaan
fisik

Conjungtiva anemis +/+


Pemeriksaan Penunjang :

5.

6.

Gangguan

Hb : 6,9 g/dL
Ht : 21%
Eritrosit : 2,7 juta/uL
MCV : 77 fl
MCH : 25,7 pg
MCHC : 33,4 g/dL
Penunjang : SGOT 54,

fungsi hati

SGPT 64.

Malnutrisi

Status gizi :

Malnutrisi disebabkan karena

BB : 39 kg

asupan makan yang kurang

TB : 155 cm

dari

BMI : 16,25 (gizi

diabetes

kurang)

diderita pasien. Selain itu

pasien

adanya

dan

mellitus
muntah

adanya
yang
juga

menyebabkan pasien banyak


kehilangan zat gizi dalam
7.

tubuhnya.
Pasien Berdasarkan derajat dehidrasi

Dehidrasi

Anamnesis

ringan-sedang

mengaku lemas, oligouri


menurut
WHO,
pasien
Pemeriksaan fisik : bibir
mendapat skor 8 sehingga
tampak kering

10

tergolong kedalam dehidrasi


ringa-sedang.
Dehidrasi
pada

pasien

disebabkan karena adanya


muntah yang cukup banyak
yaitu 9-10x/hari
V.

RINGKASAN
Perempuan, usia 48 tahun, datang dengan penurunan kesadaran dan keringat dingin.
Beberapa hari SMRS, pasien demam naik turun, badan lemas, mual dan muntah apabila
makan dan minum, serta batuk kering. Nafsu makan pasien menurun sejak 1,5 bulan
SMRS. Pasien memiliki riwayat menderita diabetes mellitus sejak + 10 tahun yang lalu
dan minum glibenclamide.

VI.

PENATALAKSANAAN
1. Pro rawat inap
2. Pemberian O2 3 liter/menit
3. IVFD
- D40% 2 fl
- D10%/8 jam
4. Injeksi Ranitidine
5. Injeksi Ondancentron
6. Paracetamol tab 1
7. Observasi tekanan darah

VII. PENGKAJIAN MASALAH


1. Hipoglikemia dengan penurunan kesadaran
o Anamnesis : Pasien mengalami penurunan kesadaran yang tiba-tiba dan
berkeringat dingin. Pasien memiliki riwayat menderita diabetes mellitus dan
rutin meminum glibenclamide. Pasien tidak nafsu makan sejak Desember
2014.
o Pemeriksaan fisik :
o Pemeriksaan penunjang :
- GDS : 60 mg/dL
o Terapi : D40% 2 fl dan D10%/8 jam
2. Hiponatremia
o Anamnesis :
o Pemeriksaan fisik :
o Pemeriksaan penunjang :

11

3.

4.

5.

6.

7.

- Natrium : 112
o Terapi :
Hipokalemia
o Anamnesis :
o Pemeriksaan fisik :
o Pemeriksaan penunjang :
- Kalium : 112
o Terapi :
Anemia defisiensi besi
o Anamnesis :
o Pemeriksaan fisik :
o Pemeriksaan penunjang :
o Terapi :
Diabetes mellitus tipe 2
o Anamnesis :
o Pemeriksaan fisik :
o Pemeriksaan penunjang :
o Terapi :
Gangguan fungsi hati
o Anamnesis :
o Pemeriksaan fisik :
o Pemeriksaan penunjang :
o Terapi :
Malnutrisi
o Anamnesis :
o Pemeriksaan fisik :
o Pemeriksaan penunjang :
o Terapi :

VIII. FOLLOW UP HARIAN


TANGGAL
FOLLOW UP
17/1/15
S:
Pusing (+), mual (+) terutama saat makan dan minum, batuk (+)

12

O:
TD : 160/80 mmHg; Suhu : 36,7C; Nadi : 145x/menit; RR : 28x/menit
Mata cekung +/+, CA +/+, SI -/- ; Bibir kering; C/P dbn; Abd : cekung, BU
(+), NT (-); Ekstremitas: Oedem -/Rontgen Thorax :
Jantung dan paru normal, hilus baik.

A:
Hiponatremia, hipokalemia, hiperklordemi,

18/1/15

P:
S:-

NaCl 0,9% +
Ceftriaxone 1 x 2 gr
Pumpicel
Episan syr 3 x 2 Cth

O:
Hematologi
Leukosit : 12.200/uL; Eritrosit : 3 juta/uL; Hb : 8 g/dL; Ht : 24%;
Trombosit : 170 ribu/uL; MCV : 80 fL; MCH : 26.4 pg; MCHC : 33 g/dL;
RDW : 14.6%.

13

A:
19/1/15

P:
S:
Batuk (+) kering, nyeri di perut saat BAK, belum BAB sejak 2 hari yang
lalu
O:
TD : 140/70 mmHg; Suhu : 36,5C; Nadi : 84x/menit; RR : 32x/menit
Hematologi
Leukosit : 5900/uL; Eritrosit : 4.9 juta/uL; Hb : 12 g/dL; Ht : 37%;
Trombosit : 169 ribu/uL; MCV : 74,5 fL; MCH : 24.5 pg; MCHC : 32.8
g/dL; RDW : 14.7 %.
Fungsi Ginjal
Ureum : 21 mg/dL; Kreatinin : 0.51 mg/dL.
GDS
A:
Hiponatremia, hipokalemia

20/1/15

P:
- NaCl 0,9% +
- Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Pumpicel
- Episan syr 3 x 2 Cth
S:
Batuk (+) kering, nyeri di perut saat BAK, belum BAB sejak 3 hari yang
lalu
O:
TD : 160/70 mmHg; Suhu : 36,6C; Nadi : 80x/menit; RR : 28x/menit
Hematologi
Leukosit : 7700/uL; Eritrosit : 4.5 juta/uL; Hb : 11.9 g/dL; Ht : 34 %;
Trombosit : 162 ribu/uL; MCV : 74.3 fL; MCH : 26.2 pg; MCHC : 35.3
g/dL; RDW : 14.7 %.
GDP : 87 mg/dL
Elektrolit
Na : 142 mmol/L; K : 2.8 mmol/L; Cl : 105 mmol/L.

14

Fungsi Ginjal
Ureum : 18 mg/dL; Kreatinin : 0.54 mg/dL
Anti HIV : Non Reaktif
A:

21/1/15

P:
- RD/8 jam
- Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Pumpicel
- Cendantron 2 x 1
- Omeprazole
- Episan syr 3 x 2 Cth
- OBH syr 3 x 1
S:
Batuk (+), nyeri di perut saat BAK, belum BAB sejak 4 hari yang lalu, dada
terasa sakit, pusing (+), sulit tidur (+)
O:
TD : 170/100 mmHg; Suhu : 36,7C; Nadi : 84x/menit; RR : 24x/menit
GDP : 186 mg/dL
Elektrolit
Na : 140 mmol/L; K : 3.0 mmol/L; Cl : 102 mmol/L
A:
Anemia, Hipokalemia

22/1/15

P:
- RD/8 jam
- Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Pumpicel
- Omeprazole 2 x 1 tab
- Episan syr 3 x 2 Cth
- OBH syr 3 x 1
- KSR 3 x 1 tab
S:
Batuk (+), belum BAB selama 5 hari, dada terasa sakit, pusing (+), sulit
tidur.
O:

15

TD : 160/70 mmHg; N : 80x/menit; RR : 28x/menit; S : 36,8 C


GDP : 290 mg/dL
Elektrolit
Na : 140 mmol/L
K : 2.9 mmol/L
Cl : 101 mmol/L
A:

23/1/15

P:
- RD/8 jam
- Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Omeprazole 2 x 1 tab
- Episan syr 3 x 2 Cth
- OBH syr 3 x 1
- KSR 3 x 1 tab
- Cendantron 2 x 1
- Novorapid 3 x 6 U
S:
Mual (+), dada terasa sakit (+), pusing (+) tapi agak membaik dibanding
hari sebelumnya
O:
TD : 140/70 mmHg; N : 80x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,8 C
GDP : 290 mg/dL
A:
P:

24/1/15

S:
Mual (+), dada terasa sakit (+), pusing jika dalam posisi duduk.
O:
TD : 140/50 mmHg; N : 80x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,7 C
GDP : 90 mg/dL
A:
P:

16

IX.

PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sannationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. HIPOGLIKEMIA
Definisi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal
rendah, yaitu di bawah 60 mg/dl atau kadar glukosa darah di bawah 80 mg/dl dengan gejala
klinis. Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap kadar gula darah yang rendah karena
glukosa merupakan sumber energi otak yang utama
Hipoglikemia didefinisikan berdasarkan kadar glukosa serum adalah
sebagai berikut :
<50 mg / dL pada laki-laki
<45 / dL pada wanita mg
<40 / dL pada bayi dan anak-anak mg
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada
diabetes melitus, terutama karena terapi insulin. Pasien diabetes tergantung
insulin (IDDM) mungkin suatu saat akan menerima insulin yang jumlahnya
lebih banyak daripada yang dibutuhkannya untuk mempertahankan kadar
glukosa normal yang mengakibatkan terjadi hipoglikemia.
Harus ditekankan bahwa serangn hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering terjadi atau
terjadi dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atauh
bahkan kematian. Adapun batasan hipoglikemia adalah:
a. Hipoglikemia murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
b. Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak, misalnya dari
400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
c. Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl

17

d. Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 5 jam sesudah makan atau
terjadi sebagai reaksi terhadap karbohidrat.

A. Etiologi
Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasa-makan (reaktif),
hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap. Hipoglikemia pasca-makan
dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme pencernaan, intoleransi fruktosa herediter,
galaktosemia, sensitivitas leusin, dan idiopatik. Pada hipoglikemia puasa penyebab utamanya
adalah kurangnya produksi glukosa atau karena penggunaan glukosa yang berlebihan,
sedangkan pada hipoglikemia pasien rawat inap paling lazim disebabkan oleh penggunaan
obat (Longo, 2011).
Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme pencernaan.
Pasien yang menjalani gastrektomi, gastrojejunostomi, piloroplasti atau vagotomi dapat
mengalami hipoglikemia pasca-makan. Hal ini disebabkan karena pengosongan lambung
yang cepat dengan penyerapan singkat glukosa turun lebih cepat dibanding insulin.
Ketidakseimbangan insulin-glukosa yang terjadi menyebabkan hipoglikemia. Intoleransi
fruktosa herediter yang dipicu pemasukan fruktosa dan galaktosa juga dapat menyebabkan
hipoglikemia pada anak-anak. Hipoglikemia pasca-makan karena sebab idiopatik dapat
dibagi menjadi hipoglikemia sejati dan pseudohipoglikemia. Pada hipoglikemia sejati, gejala
adrenergik muncul sesudah makan dan disertai dengan glukosa plasma rendah pada saat
gejala muncul spontan dalam kehidupan sehari-hari. Gejala tersebut berkurang dengan
pemasukan karbohidrat yang meningkatkan glukosa plasma. Pseudohipoglikemia adalah
keadaan yang mengarah ke hipoglikemia 2 sampai 5 jam setelah makan, tetapi tidak memiliki
konsentrasi glukosa plasma rendah ketika muncul gejala secara spontan dalam kehidupan
sehari-hari (Longo, 2011).
Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau penggunaan
glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati kongenital, ataupun obat-obatan.
Defisiensi hormon penyebab hipoglikemia puasa karena kurangnya glukosa dapat terjadi
pada hipohipofisisme, insufisiensi adrenal, defisiensi katekolamin, dan defisiensi glukagon.
Adapun defek enzim yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya glukosa

18

adalah

defek

enzim

Glucose-6-fosfatase,

fosforilase

hati,

piruvat

karboksilase,

fosfoenolpiruvat karboksikinase, fructose-1,6-difosfatase, dan glikogen sintetase. Defisiensi


substrat penyebab hipoglikemia puasa adalah kurangnya produksi glukosa yang terjadi pada
kasus hipoglikemia ketotik pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan otot, dan kehamilan
lanjut. Penyakit hati kongenital yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya
produksi glukosa dapat berupa kongesti hati, hepatitis berat, sirosis, uremia, dan hipotermia.
Penggunaan obat seperti alkohol, propranolol, dan salisilat juga dapat menyebabkan
hipoglikemia puasa akibat produksi glukosa yang berkurang. Pada hipoglikemia puasa akibat
penggunaan glukosa berlebihan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme atau pada kadar
insulin memadai tetapi terdapat kelainan lain di luar pankreas. Hiperinsulinisme disebabkan
karena adanya insulinoma, insulin eksogen, sulfonilurea, penyakit imun dengan insulin atau
antibodi reseptor insulin, dan mengkonsumsi obat-obatan seperti kuinin pada malaria
falciparum, disopiramid, dan pentamidin serta dapat disebabkan oleh syok endotoksik. Pada
kasus kadar insulin memadai tetapi terjadi hipoglikemia adalah akibat pemakaian glukosa
berlebih, dapat disebabkan oleh tumor ekstrapankreas, defisiensi karnitin sistemik, defisiensi
enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase, dan kakeksia dengan
penipisan lemak (Longo, 2011).
Pasien rawat inap yang mengalami hipoglikemia paling lazim disebabkan oleh
pengunaan obat-obatan yang diberikan. Tiga obat yang paling sering menyebabkan
hipoglikemia pada pasien rawat inap adalah insulin, sulfonylurea, dan alkohol. Diperkirakan
60% kasus ketiga obat ini terlibat dalam diagnosis hipoglikemia (Longo, 2011).

19

B. Patogenesis

Pasca Makan

Obat-obatan

Puasa

Hiperinsulinmia
glukosa dan penggunaan glukosa yang berlebih
Contohnya insulin,Turunnya
alkohol, produksi
dan sulfonylurea

ososngan lambung yang cepat

Produksi glukosa tidak seimbang dengan kebutuhan


ng berlebihan dan penyerapan glukosa yang kurang

k seimbang insulin dan glukosa

Hipoglikemia

Bagan 1. Patogenensis Hipoglikemia (Isselbacher, 2000 ; Longo, 2011).

C. Patofisiologi
Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh berlebihan. Terkadang
kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang terjadi setelah melakukan terapi diabetes
mellitus. Selain itu, hipoglikemia juga dapat disebabkan antibodi pengikat insulin, yang dapat
mengakibatkan tertundanya pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat
terjadi karena malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor pankreas. Setelah

20

hipoglikemia terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan dan
stimulasi masif dari saraf simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat, dan tremor
(Silbernagl dan Lang, 2010).
Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme homeostasis
dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi untuk menghambat
penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada di dalam darah. Glukagon
akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat meningkatkan proses glikogen dan
glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan metabolisme
glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).

Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer, 2011).


Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan meningkatkan
epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi dari sel otot dan sel lemak
untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan pertahanan terhadap turunnya glukosa
darah dengan menaikkan asupan karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini
akan menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik, kolinergik, dan

21

berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga dapat terjadi
kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).
Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat di tangani
oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena hipoglikemia berat
dapat kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat
akan terlihat sadar, tapi penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini
disebabkan karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan.
Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan
glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau
tenaga medis terlatih (Nelms et al, 2007).
2.1. Gejala dan Tanda
Pada hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan tanda hipoglikemia ditandai dengan Triad
Whipple, yaitu :
a. Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa plasma yang rendah
b. Kadar glukosa darah yang rendah < 3 mmol/L (55 mg/dl)
c. Kepulihan gejala stelah kelainan dikoreksi
Hipoglikemia dapat dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang, dan berat.
a. Hipoglikemia Ringan
Simptomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari yang
nyata.
b. Hipoglikemia Sedang
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari yang
nyata.
c. Hipoglikemia Berat
Sering tidak simptomatik, karena gangguan kognitif pasien tidak mampu mengatasi
sendiri.
Jenis Hipoglikemia
Sign dan Simptom
Ringan
Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari
Penurunan glukosa (stressor) merangsang saraf
simpatis : perpirasi, tremor, takikardia,
palpitasi, gelisah

22

Penurunan

glukosa

merangsang

saraf

parasimpatis : lapar, mual, tekanan darah


menurun
Sedang

Dapat diatasi sendiri, mengganggu aktivitas


sehari-hari
Timbul gangguan pada SSP : headache, vertigo,
penurunan daya ingat, perubahan emosi,
pelaku irasional, penurunan fungsi rasa,
double vision.

Berat

Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa


Disorientasi, kejang, penurunan kesadaran

Hipoglikemia juga terbagi menjadi hipoglikemia akut, subakut dan kronik.


Hipoglikemia akut adalah penurunan cepat glukosa plasma sehingga menvapai kadar rendah.
Hipoglikemia akut dapat terjadi pada penderita diabetes ataupun tidak. Pada penderita diabetes
hipoglikemia disebabkan penyerapan insulin eksogen berlebihan. Sedangkan pada non diabetes
hipoglikemia disebabkan hipersekresi insulin reaktif. Gejalanya adalah perasaan cemas, gemetar,
palpitasi, takikardi, berkeringat, dan perasaan lapar.
Hipoglikemia subakut dan kronik adalah penurunan glukosa plasma secara relative
lambat. Hipoglikemia ini merupakan akibat dari hiperinsulinemia ataupun gangguan metabolic
fungsi hati. Gejalanya yaitu perasaan kacau progresif, tingkah laku tidak wajar, rasa lelah, dan
mengantuk. Dapat timbul kejang dan koma bila pasien tidak makan.
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari 2 fase, yaitu ;
a. Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus sehingga hormone
epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena pada fase ini
pasien masih sadar.
b. Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu
dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap
rendahnya kadar gula darah dengan melepaskan epinefrin dari kelenjar adrenal dan
beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi
juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, gelisah,
gemetar, pingsan, jantung berdebar-debar, rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat
menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan ousing, bingung, lelah,

23

lemah, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan,
kejang, hingga koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bias menyebabkan kerusakan
otak yang permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak
bias terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba.

D. Penegakkan Diagnosis
Menurut Departement on Health and Human Service, secara harfiah hipoglikemia
berarti kadar glukosa dalam darah menurun dari kadar normal. Walaupun kadar glukosa
plasma pada puasa jarang melampaui 99mg/dl (5,5 mmol/L) tetapi kadar <108mg/dl (6
mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar
glukosa yang relatif rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena
sedangkan kadar glukosa kapiler berada diantara kadar glukosa arteri dan vena (Soemandji,
2009).
Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl (2,8 mmol/L)
atau bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L). Walaupun demikian berbagai studi fisiologis
menunjukan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55
mg/dl (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55mg/dl (3 mmol/L)
yang terjadi berulang kali dapat merusak mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia
yang lebih berat (Soemandji, 2009).
Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar glukosa
darah 63-65mg/dl (3,5-3,6mmol/L). Oleh sebab itu, dalam konteks terapi diabetes, diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa plasma kurang dari sama dengan 63 mg/dl (3,5
mmol/L) (Soemandji, 2009).

24

E. Terapi
1.

Non Medika Mentosa


Tanda dan gejala hipoglikemia bervariasi dari satu orang dengan orang lain.
Orang dengan hipoglikemia pada diabetes mellitus harus mengenal tanda-tanda dan
gejala serta menggambarkannya kepada teman-teman dan keluarga sehingga mereka
dapat membantu jika diperlukan. Staf di sekolah juga harus diberitahu bagaimana
mengenali tanda dan gejala hipoglikemia pada anak dan bagaimana cara mengobatinya.
Orang yang mengalami hipoglikemia beberapa kali dalam seminggu harus menghubungi
pusat pelayanan kesehatan untuk mengatur perubahan dalam rencana pengobatan,
pengurangan obat atau pemberian obat yang berbeda, jadwal baru untuk insulin atau
obat-obatan, makan yang berbeda, atau rencana kegiatan fisik yang baru

apabila

diperlukan (Fonseca, 2008).


Ketika orang berpikir glukosa darah mereka terlalu rendah, mereka harus
memeriksa kadar glukosa darah pada sampel darah menggunakan alat ukur. Jika kadar
glukosa di bawah 70 mg/dl, makanan yang tepat yang harus dikonsumsi untuk menaikkan
glukosa darah adalah:
a. Glukosa gel 1 porsi yang jumlah sama dengan 15 gram karbohidrat.
b. 1/2 gelas atau 4 ons jus buah.
c. 1/2 gelas atau 4 ons minuman ringan biasa.
d. 1 cangkir atau 8 ons susu.
e. 5 atau 6 buah permen.
f. 1 sendok makan gula atau madu.
Langkah berikutnya adalah memeriksa kembali glukosa darah dalam 15 menit
untuk memastikan kadar glukosa telah meningkat menjadi 70 mg/dl atau lebih . Jika
masih terlalu rendah, diberikan makanan serupa. Langkah-langkah ini harus diulang
sampai kadar glukosa darah adalah 70 mg/dl atau lebih (Fonseca, 2008).
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006) pedoman tatalaksana
hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:

25

a. Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.


b. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa diberikan satu flakon
(25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa) untuk meningkatkan kadar glukosa kurang
lebih 25-50 mg/dL.
Manajemen hipoglikemia menurut Soemadji (2009) tergantung pada derajat
hipoglikemia, yaitu :
a. Hipoglikemia ringan
1. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir permen atau 2-3
sendok teh sirup atau madu.
2. Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.
3. Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi kalori seperti coklat, kue,
ice cream, cake dan lain-lain.
b. Hipoglikemia berat
1. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.
2. Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi makanan atau minuman
karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.
2. Medika Mentosa
Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat diberikan adalah:
a. Glukosa Oral.
b. Glukosa Intravena.
c. Glukagon (SC/IM).
d. Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.
e. Monitoring
Kadar Glukosa (mg/dL)
< 30 mg/dl

Terapi Hipoglikemia
Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus
3 flakon

26

30-60 mg/dl

Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus


2 flakon

60-100 mg/dl

Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus


1 flakon

Follow up :
1. Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.
2.

Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat


diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar
glukosa darah 120 mg/dl.

F. Pencegahan Hipoglikemia
Rencana perawatan diabetes dirancang untuk sesuai dengan dosis dan waktu
pengobatan dengan waktu makan dan kegiatan seseorang yang seperti

biasa.

Inkompatibilitas dapat menyebabkan hipoglikemia. Misalnya, meningkatkan dosis insulin


atau obat lain yang, tapi kemudian melewatkan penggunaan insulin dapat menyebabkan
hipoglikemia (Fonseca, 2008). Untuk membantu mencegah hipoglikemia, orang dengan
diabetes harus selalu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Obat-obatan untuk diabetes
Penyedia layanan kesehatan dapat menjelaskan obat-obat yang digunakan
untuk terapi diabetes yang dapat menyebabkan hipoglikemia dan menjelaskan
bagaimana dan kapan harus mengkonsumsi obat tersebut (Fonseca, 2008).
Orang-orang yang mengkonsumsi

obat untuk diabetes harus bertanya

kepada dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan mengenai


1. Apakah obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan hipoglikemia.
2. Kapan mereka harus mengkonsumsi obat diabetes terebut.
3. Berapa jumlah obat yang harus mereka konsumsi.
4. Mereka harus tetap mengkonsumsi obat ketika mereka sakit.
5. Mereka harus menyesuaikan obat sebelum melakukan aktivitas.Fisik

27

6. Mereka harus menyesuaikan obat jika melewatkan waktu makan (Fonseca,


2008).
b. Pola makan
Seorang ahli diet dapat membantu merancang rancangan menu makan yang
sesuai preferensi pribadi dan gaya hidup. Rencana makan ini penting bagi
pengelolaan hipoglikemi. Orang-orang hipoglikemi harus makan secara teratur, cukup
makanan setiap kali makan, dan mencoba untuk tidak melewatkan waktu makan atau
makanan ringan. Beberapa makanan ringan dapat lebih efektif daripada makanan lain
dalam mencegah hipoglikemia pada malam hari. Ahli diet dapat membuat
rekomendasi untuk makanan ringan (Fonseca, 2008).
c. Aktivitas sehari-hari
Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan oleh aktivitas
fisik, penyedia layanan kesehatan mungkin menyarankan:
1. Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik lainnya dan
konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100 miligram perdesiliter
(mg/dL).
2. Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik.
3. Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama waktu
beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai kebutuhan.
4. Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas fisik(Fonseca, 2008).
d. Konsumsi alkohol
Minum-minuman beralkohol, terutama pada saat perut kosong, dapat
menyebabkan hipoglikemia, bahkan satu atau dua hari kemudian. Alkohol dapat
sangat berbahaya bagi orang yang memakai insulin atau obat yang meningkatkan
produksi insulin (Fonseca, 2008).
e. Rencana pengelolaan diabetes
Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah agar mendekati
kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka panjang yang bisa meningkatkan

28

risiko hipoglikemia. Mereka yang berencana melakukan kontrol ketat harus berbicara
dengan penyedia layanan kesehatan mengenai cara-cara yanga dapat dilakukan untuk
mencegah hipoglikemia dan cara terbaik untuk mengobatinya (Fonseca, 2008).

3.2.

HIPONATREMIA
Hiponatremia adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135

mEq/L1 (kadar natrium serum normal adalah 140 +/- 5 mEq/L), dan dapat disebabkan oleh dua
mekanisme utama: retensi air atau kehilangan natrium. Hiponatremia menunjukkan bahwa
kelebihan air yang relatif terhadap zat terlarut total mengencerkan cairan tubuh. Natrium
merupakan ion ECF utama, sehingga hiponatremia umumnya berkaitan dengan hipo-osmolalitas
plasma (<287 mOsm/kg). Osmolalitas plasma yang rendah menyebabkan perpindahan air masuk
ke dalam sel. Pembengkakan sel otak, dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial,
yang paling bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala susunan saraf pusat.

Penyebab hiponatremia diperlihatkan dalam kotak 2.1. hiponatremia yang disertai


kehilangan natrium disebut sebagai depletion hyponatremia (hiponatremia deplesional) dan
dicirikan dengan berkurangnya volume ECF. Hiponatremia yang disebabkan oleh kelebihan air
disebut sebagai dilutional hyponatremia (hiponatremia dilusional) atau keracunan air dan
dicirikan dengan bertambahnya volume ECF.
Kehilangan natrium yang mengakibatkan hiponatremia deplesional dapat disebabkan oleh
mekanisme dari ginjal dan non ginjal. Penyebab tersering dari ginjal adalah pemberian obat
diuretik, dan yang lebih jarang adalah penyakit ginjal boros garam. Kehilangan garam melalui
non ginjal terjadi pada kehilangan volume cairan seperti pada muntah, diare, atau pada defisiensi
adrenal (aldosteron rendah). Mekanisme hiponatremia tipe kehilangan natrium (sodium-loss)
berlangsung dua tahap. Pertama, hilangnya natrium menurunkan rasio Na:H 2O. Kedua (terjadi
secara tidak langsung), hilangnya natrium menyebabkan berkurangnya volume ECF sehingga
menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior. ADH menghambat
ekskresi urine yang encer dan dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia jika banyak minum

29

air. Hiponatremia per se biasanya memiliki sedikit kepentingan klinis dalam natrium yang
berkurang (volume). Penurunan kadar natrium serum jarang melebihi 10-15 mEq/L. Gejala
utama yang terjadi adalah gambaran volume ECF yang berkurang.
Hiponatremia dilusional (kelebihan air) seringkali dijumpai pada keadaan-keadaan yang
ditandai dengan adanya suatu defek dalam ekskresi air-bebas ginjal dengan asupan yang terus
berlangsung, terutama cairan hipotonik. Berkurangnya volume sirkulasi efektif, seperti pada
gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, dan sirosis memberikan rangsangan sentral untuk
pelepasan ADH, yaitu secara primer melalui reseptor tekanan (vena) yang rendah, bahkan pada
keadaan hipo-osmolalitas sekalipun, sehingga urine yang encer tidak dapat diekskresi. ADH juga
merangsang rasa haus (harus ada pemasukan air untuk terjadinya hipo-osmolalitas). Pelepasan
ADH pada keadaan ini (volume ECF yang rendah) dianggap tepat karena pelepasan ADH
membantu memelihara perfusi jaringan, meskipun ada penurunan konsentrasi osmotik plasma
dan peningkatan air tubuh total.
Pelepasan ADH tanpa adanya hiperosmolalitas, penurunan sirkulasi efektif, dan
rangsangan fisiologik lain dinyatakan tidak tepat (inappropriate). Dengan demikian, penderita
hiponatremia tipe ini disebut menderita sindrom sekresi ADH yang tidak tepat (Syndrome of
inappropriate ADH secretion, SIADH). SIADH lebih sering dijumpai dibandingkan dengan tipe
yang sebelumya telah dikenal dan berkaitan dengan sejumlah kelainan neoplastik, paru-paru, dan
susunan saraf pusat. (kotak 21-7). Pelepasan ADH otonom dapat disebabkan oleh rangsangan
abnormal di hipotalamus akibat penyakit, rasa nyeri, obat-obatan, atau gangguan susunan saraf
pusat. Substansi mirip-ADH juga dapat dihasilkan secara ektopik (tidak ditempat yang normal)
pada keganasan, khususnya karsinoma paru jeniss sel oat. SIADH juga terjadi sebagai
komplikasi dari pengobatan berbagai macam obat. Beberapa obat merangsang pelepasan ADH di
hipotalamus, sedangkan yang lain meningkatkan kerja ADH pada tubulus distal dan duktus
pengumpul ginjal.
Penyebab lain hiponatremia dilusional adalah gagal ginjal yang disertai gangguan
kemampuan pengenceran urine dan pemakaian diuretik yang berlebihan (kotak 21-6). Polidipsi
psikogenik adalah penyakit neurotik yang jarang terjadi, ditandai oleh minum air yang
kompulsif, kadang-kadang dapat mencapai 15 hingga 20 L/hari. Meskipun kapasitas fungsi
ginjal pada polidipsi psikogenik adalah normal, asupan air yang banyak akan melampaui

30

kapasitas ekskresi normal, sehingga menyebabkan hiponatremi ringan. Gangguan serupa juga
dapat terjadi pada peminum bir berlebihan dengan asupan diet makanan yang buruk. Misalnya,
jika kemampuan pengenceran urine maksimum sebesar 50 mOsm/kg pada seseorang yang
makan diet normal (partikel zat terlarut=sekitar 750 mOsm/hari), maka urine maksimum yang
diekskresikan sebanyak 15 L/hari (750 mOsm/50 mOsm = 15). Meskipun demikian, beban zat
terlarut harian seorang peminum bir berlebihan yang tidak makan dengan baik hanya sebesar 250
mOsm, sehingga ekskresi urine maksimumnya hanya sekitar 5L (250 mOsm/50 mOsm = 5).
Yang terakhir, hiponatremia dilusional terjadi jika sejumlah besar air memasuki paru-paru dan
diabsorbsi secara cepat kedalam kompartemen intravaskular (pada kasus tenggelam di air tawar).
Hiponatremia yang disebabkan oleh penimbunan zat terlarut yang aktif secara osmotik
dalam plasma, adalah pengecualian utama bagi ketentuan yang mengatakan bahwa hiponatremia
berarti hipoosmolalitas. Penyebab hiponatremia tipe tersebut yang paling sering adalah
hiperglikemia pada penderita diabetes yang tak terkontrol dan penderita yang baru saja mendapat
manitol. Natrium plasma diencerkan dengan perpindahan air dari ICF ke ECF mengikuti
perbedaan osmotik yang dihasilkan oleh partikel zat terlarut tambahan (glukosa atau manitol).
Menurut Current Medical Diagnosis and Treatment 2011, hiponatremia adalah kondisi
dengan konsentrasi serum sodium <135 mEq/L, hiponatremia adalah keadaan abnormalitas
elektrolit yang paling sering ditemukan pada pasien di rumah sakit. Dokter harus selalu waspada
mengenai hiponatremia, karena apabila salah penanganan dapat mendatangkan bencana
neurologis dari cerebral osmotik demyelination. Memang komplikasi iatrogenik dari terapi
agresif atau terapi yang tidak tepat dapat lebih berbahaya daripada hiponatremia itu sendiri.
Adalah sebuah kesalahan persepsi umum bahwa konsentrasi sodium adalah refleksi dari
total body sodium atau total body water. Faktanya, total body water dan sodium dapat rendah,
normal, atau tinggi, karena ginjal dapat meregulasi sodium dan homeostasis air. Sebagian besar
kasus hiponatremia mencerminkan keseimbangan cairan dan penanganan cairan yang abnormal,
not

imbalance sodium, menunjukkan peran utama ADH dalam patofisiologi hiponatremia.

Sebuah algoritma diagnostik menggunakan osmolalitas serum dan status volume memisahkan
penyebab hiponatremia ke dalam kategori terapi yang berguna

31

3.3.

HIPOKALEMIA
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah dibawah 3.5

mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di tubuh atau adanya gangguan

32

perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang umum adalah karena kehilangan kalium yang
berlebihan dari ginjal atau jalur gastrointestinal.

Penyebab Hipokalemia diantaranya ialah:


1. Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh.
Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium
plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan
deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai
dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk
mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang
berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10
mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8%
kalium total tubuh) dalam 710 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih
lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol
kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak
mendapat cukup kalium dalam diet mereka(3).

2. Disfungsi Ginjal

Ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis
Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang
menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.

3. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal


Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat
menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada

33

pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa
mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah,
fistula, dan transfusi eritrosit.

4. Kehilangan K+ Melalui Ginjal


Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras
cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak
dilaporkan menyebabkan hipokalemia.

34
Obat-obat lain yang bisa menyebabkan hipokalemia dirangkum dalam tabel:

5. Endokrin atau Hormonal


Aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari
sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan
kehilangan kalium. (3)
A. Patofisiologi Keseimbangan Elektrolit
Perpindahan Trans Selular

35

Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktorfaktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler,
antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat
katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot.
Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi sebagai
antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi
kalium (1).
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K
serum sebesar 0,20,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam
waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L 3. Ritodrin dan terbutalin, yakni
obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah
2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang
pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase.
Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut
teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum sebesar
0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini
selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang
merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama
penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.

B. Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung (4)


Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien dengan CHF.
Ini membuat semakin bertambah bukti yang memberi kesan bahwa peningkatan
asupan kalium bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko stroke.
Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi diuretik,
namun tidak sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau

36

sirosis hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga dapat mengurangi
risiko stroke.
Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial.
Sering terjadi salah tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena obat
ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau diuretik
hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung bendungan
yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut tidak cukup untuk memberi
perlindungan terhadap kehilangan kalium.
Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah jika ada
hipokalemia pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk
mempertahankan kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk.
mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak
mendadak di dalam uji klinik terhadap 433 pasien di UK.
Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien
iskemia jantung, gagal jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya,
seharusnya internist lebih "care" terhadap berbagai konsekuensi hipokalemia. Asupan
kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5--4 mmol/L. Jadi,
tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.

C. Derajat Hipokalemia
Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L,
sedangkan hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L.
Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan
mengancam jiwa.

D. Gejala Klinis Hipokalemia(5)

37

a CNS dan neuromuskular


Lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang.
b Pernapasan
Otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
c Saluran cerna
Menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual muntah.
d Kardiovaskuler
Hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
e Ginjal
Poliuria,nokturia.
E. Penatalaksanaan Hipokalemia
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu
disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan
hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi
kadar kalium serum.

a. Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan
tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan
pasien. Namun, 40100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia
moderat dan berat.
Pada hipokalemia ringan (kalium 33,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per
hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL
oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung
kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium (6).

38

b. Kecepatan Pemberian Kalium Intravena


Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2
mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal
20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,51
mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral
dan monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan
dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat.

c. Koreksi Hipokalemia Perioperatif

KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa
disertai defisiensi Cl-.

Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai.

Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak
ada gejala klinik.

Penggantian 4060 mmol K+ menghasilkan kenaikan 11,5 mmol/L dalam K+


serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan berpindah kembali ke dalam
sel. Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk memastikan bahwa defisit
terkoreksi.

d. Kalium iv

KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami
hipokalemia berat.

Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan
siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya
gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan

39

penurunan sementara K+ serum sebesar 0,21,4 mmol/L karena stimulasi


pelepasan insulin oleh glukosa.

Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K + /L.
Ini harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+.

Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika
ada aritmia jantung, dibutuhkan larutan K + yang lebih pekat diberikan melalui
vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting.
Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.

Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena


cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.

e. Diet Kalium
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100
mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot,
jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang).

3.4.

ANEMIA DEFISIENSI BESI

3.5.

DIABETES MELLITUS

40

Daftar Pustaka
1.

Anda mungkin juga menyukai