Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan medis adalah segala upaya pencegahan dan pengobatan


penyakit, serta peningkatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan atas
dasar hubungan individual antara dokter dan individu yang membutuhkannya.
Suatu tindakan yang dilakukan dokter secara material tidak bersifat melawan
hukum, apabila memenuhi syarat-syarat seperti adanya indikasi medis dengan
perawatan konrit dan dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di
dalam bidang ilmu kedokteran serta di izinkan oleh pasien (informed consent).
Informed consent merupakan hak pasien maka dokter berkewajiban menjelaskan
segala sesuatu mengenai penyakit pasien kepadanya dan untuk memperoleh izin
persetujuan dilakukannya tindakan medis setelah pasien tersebut mendapat
informasi dan memahaminya. Informasi yang diberikan meliputi prosedur yang
akan dilakukan, risiko yang mungkin terjadi, manfaat dari tindakan yang akan
dilakukan dan alternatif tindakan yang dapat dilakukan. Selain itu perlu
diinformasikan pula kemungkinan yang dapat timbul apabila tindakan tidak
dilakukan dan ramalan (prognosis) atau perjalanan penyakit yang diderita.
Izin dari pasien untuk dilakukannya tindakan merupakan hak dari pasien.
Hak tersebut menyebabkan timbulnya norma-norma lain yaitu norma untuk
menghormati hak-hak pasien sebagai individu dan norma yang mengatur agar
pelayanan masyarakat untuk kepentingan orang banyak, dalam hal ini pasien
sebagai anggota masyarakat.

BAB II
KRONOLOGI KASUS

6 November 2012 11 November 2012


Pada tanggal 6 November 2012, Adinda Yuanita pada saat berkuda untuk
latihan persiapan kejuaraan Nasional EFI-JPEC. Meski terjatuh setelah
berpegangan di leher kuda yang berlari hingga 50 meter, Adinda tidak merasakan
sakit berlebih dan bahkan mampu memenangi medali emas pada Kejuaraan
Nasional Equestrian Federation of Indonesia di Sentul, Jawa Barat pada 9 11
November 2012.

13 November 2012 Desember 2012


Atas saran keluarga, Adinda memeriksakan diri ke Rumah Sakit Sahid
Sahirman Memorial, Jakarta dan menemui dokter spesialis tulang, dr Guntur.
Setelah mendengar keluhan dari Adinda, dr. Guntur menganjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan radiologi berupa penyinaran dengan X-ray dan CT-Scan
oleh dokter radiologi. Setelah melakukan pemeriksaan dan tanpa menerima
keterangan dari dokter radiologi, Adinda diberitahu bahwa 3 tulang rusuknya
retak dan tulang ekornya patah. Kemudian dr. Guntur menyarankan Adinda agar
keretakan tersebut untuk diatasi karena keretakan pada tulang rusuknya dapat
menusuk ke paru-paru.
Atas dasar diagnosis tersebut, Adinda merasa ketakutan dan akhirnya
menyetujui anjuran dokter untuk memberikan 5 suntikan obat yang bernama
Tramal. Kemudian pada 17 November 2012, Adinda disuntik Tramal sebanyak 5
kali dengan 3 kali di tulang dada dan 2 kali di tulang ekor. Adinda juga percaya
ketika dokter menyebut ada sebuah obat mutakhir yang dipercaya dapat
membantu pemulihan tulang dengan sangat cepat dengan nama Aclasta seharga
Rp 12.000.000 untuk 2 botol yang kemudian disetujui oleh Adinda. Kemudian dr
Guntur menyuntikkan 5 suntikan Tramal dan memasukkan Aclasta melalui infus.
2

Tiga minggu setelah mengalami kesakitan yang sangat parah. Adinda


sering pingsan sehingga harus duduk di kursi roda. Di bagian wajahnya membulat
seperti bulan, punggungnya berpunuk, wajahnya ditumbuhi bulu, dan berat
badannya naik menjadi 15 kilogram.

Januari 2013
Karena kondisi yang dialami ini, Adinda langsung berobat ke Singapura, ia
berkonsultasi ke beberapa dokter spesialis tulang. Dari hasil konsultasi tersebut
diketahui bahwa Adinda menderita penyakit Cushing Syndrome. Hasil
pemeriksaan ini juga membingungkan Adinda. Soalnya, Adinda tidak pernah
mengetahui ada suntikan steroid. Rupanya, setelah rumah sakit Sahid memberikan
tagihan ke Adinda, barulah diketahui dr. Guntur berbohong. Dokter Guntur tidak
hanya menyuntikkan Tramal, tetapi juga dicampur dengan Flamicort IM dan
Lidocain. Flamicort inilah yang memberikan efek samping ke tubuh Adinda.
Pada 14 Januari 2013 Adinda diberikan rekam medik yang berisi hasil
analisa foto radiologi yang telah ditandatangani dokter radiologi pada 13
November 2013. Hasilnya, tidak tampak fraktur (retak) pada tulang rusuk dan
tulang lainnya. Kekagetan Adinda semakin bertambah, yaitu dengan surat
keterangan BPOM RI pada 18 Maret 2013 yang menyatakan Aclasta digunakan
untuk pengobatan penyakit osteoporosis bagi wanita yang telah menopause.
Adinda sendiri masih berusia 35 tahun.
Akibat kondisi yang dialaminya, Adinda meminta ganti kerugian material
sebanyak Rp3,9 miliar, sedangkan kerugian immaterial, atlet pacuan berkuda ini
meminta Rp10 miliar karena telah kehilangan kesempatan untuk berprestasi di
ajang kejuaran internasional. Selain kehilangan kesempatan, Adinda harus tersiksa
dan menderita kesakitan yang amat sangat akibat obat-obatan yang diberikan
dokter Guntur.

BAB III
PEMBAHASAN
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran
Berdasarkan kronologi kejadian diatas, dr Guntur dapat dikenakan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran terutama pasal 51 huruf a yang berbunyi :
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi medis
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
Selain itu, menurut pasal 52 huruf a dan c, pasien dalam menerima
pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak : (a) mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam pasal 45 ayat (3); (c) mendapatkan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medis.
Dari pasal 52 huruf a dan c diatas, dalam kasus ini Adinda
memiliki hak untuk mendapatkan penjelasan mengenai tindakan medis
yang akan dilakukan kepada dirinya baik berupa diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis dilakukan, alternatif tindakan lain
dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadinya, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


Berdasarkan kronologi kasus yang dialami Adinda, dr. Guntur
dapat dikenai pasal 360 ayat 2 dan pasal 361 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
Pasal 360 ayat 2 berisi Barang siapa karena kesalahannya
(kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan
atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana paling lama

sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana
denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 361 berisi Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana
ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat
memerintahkan supaya putusannya diumumkan.
c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dr Guntur dapat
dikenakan pasal 1365 yang berisi Tiap perbuatan yang melanggar hukum
dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan
kerugian tersebut. Selain itu juga dapat dikenakan pasal 1366 yang berisi
Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit
Menurut pasal 32 huruf j dan q, Undang-undang Republik
Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, setiap pasien
mempunyai hak :
(e) memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi;
(j) mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
serta perkiraan biaya pengobatan.
(q) menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana
Berdasarkan kasus, pihak dokter melanggar pasal ini karena diketahui
tidak memberi penjelasan mengenai obat yang akan diberikan baik

indikasi diberikannya obat tersebut maupun efek samping yang terjadi


dengan pemberian obat tersebut, sedangkan setiap tindakan kedokteran
yang dilakukan seharusnya pasien harus dimintai persetujuannya setelah
mengetahui informasi mengenai tindakan tersebut.
Selain itu, dr. Guntur melanggar pada pasal 37 ayat 1 yang berisi
Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus
mendapat persetujuan pasien atau keluarganya. Pelanggaran pasal ini
karena Adinda tidak mengetahui bahwa ia telah diberikan Flamicort IM
dan lidocain.
Pada pasal 46 diketahui bahwa Rumah Sakit bertanggung jawab
secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Dalam kasus ini,
pihak Rumah Sakit Sahid Memorial ikut bertanggung jawab secara hukum
terhadap kerugian yang dialami Adinda akibat tindakan yang dilakukan dr.
Guntur.
e. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Ditinjau dari UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Rumah Sakit Sahid Memorial Jakarta tempat dr. Guntur
bekerja adalah sebagai pelaku usaha yang menyediakan jasa dan Adinda
sebagai konsumen.
Pada pasal 4 huruf c undang-undang tersebut disebutkan salah satu
hak konsumen yang tidak terpenuhi pada kasus ini, yaitu hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
Kemudian pada pasal 45 ayat (1) disebutkan, "Setiap konsumen
yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Selain itu
dalam pasal 45 ayat (2) disebutkan Penyelesaian sengketa konsumen
dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan

pilihan sukarela para pihak yang bersengketa", sehingga berdasarkan pasal


tersebut pihak Adinda berhak untuk mengajukan gugatan terhadap pihak
Rumah Sakit Sahid Memorial ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
sebagai jalur penyelesaian di luar pengadilan atau mengajukan gugatan ke
peradilan umum.

BAB IV
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiradharma D, Hartati DS. Penuntun kuliah hukum kedokteran, 2 nd ed.


Jakarta: CV Sagung Seto, 2010.
2. Harmoni. Buku lengkap KUHP dan KUHAP, 2nd ed. Jogjakarta: Penerbit

Harmoni, 2012.

Anda mungkin juga menyukai