Anda di halaman 1dari 13

HIPERNATREMIA PADA PASIEN DENGAN KONDISI KRITIS

Abstrak:

Hipernatremia biasa terjadi di unit perawatan intensif. Hipernatremia memiliki efek yang
merugikan pada berbagai fungsi fisiologis dan terbukti menjadi faktor risiko independen
untuk peningkatan mortalitas pada pasien yang sakit kritis. Mekanisme hipernatremia
meliputi perolehan natrium dan / atau kehilangan air, hal ini dapat dibedakan dengan
penilaian klinis dan analisis elektrolit urin. Karena banyak pasien sakit kritis memiliki tingkat
kesadaran yang terganggu, keseimbangan air mereka tidak lagi dapat diatur oleh rasa haus
atau konsumsi cairan, melainkan dikelola oleh dokter. Karena itu, para petugas unit intensif
harus sangat berhati-hati untuk memberikan keseimbangan natrium dan cairan yang cukup
untuk mereka. Hipernatremia ditangani dengan pengaturan dari cairan dan/atau diuretik,
yang dapat meningkatkan ekskresi natrium oleh ginjal. Tingkat koreksi sangat penting dan
harus disesuaikan dengan kecepatan perkembangan kondisi hipernatremia.
1. Pendahuluan
Hypernatremia didefinisikan sebagai konsentrasi natrium serum melebihi 145 mmol / L [1].
Persamaan Edelman menunjukkan konsentrasi natrium serum (Na +) sebagai fungsi dari
total natrium dan kalium yang dapat bertukar dalam tubuh dan total cairan tubuh.

Persamaan 1 (Jika total Na+ dalam tubuh adalah total natrium yang dapat bertukar,
sedangkan total K+ dalam tubuh adalah total kalium yang dapat bertukar).

Hipernatremia hanya dapat terjadi sebagai dampak dari penambahan natrium atau
hilangnya cairan atau kombinasi dari keduanya. Meskipun hiponatremia dapat dikaitkan
dengan iso-osmolalitas atau bahkan hiperosmolalitas ketika terdapat suatu partikel yang
aktif secara osmotik berlebih (misalnya, glukosa dalam hiperglikemia), hipernatremia selalu
dikaitkan dengan hiperosmolalitas. Dalam kondisi normal, rasa haus adalah mekanisme
pertahanan utama terhadap terjadinya hipernatremia. Osmolalitas diatur secara terbatas
pada individu yang sehat, dan bahkan sedikit peningkatan osmolalitas menyebabkan
peningkatan rasa haus dan sekresi hormon antidiuretik. Dengan demikian, hipernatremia
biasanya terjadi ketika tidak ada akses untuk cairan, ketika orang tersebut memiliki sensasi
rasa haus yang terganggu atau ketika dalam keadaan tidak sadar. Pasien yang sakit kritis
sering tidak sadar, diintubasi, atau dibius, dan "asupan air" mereka terus dikelola terutama
oleh dokter, membuat pasien tersebut rentan terhadap terjadinya hipernatremia. Ulasan ini
memberikan tinjauan umum tentang temuan baru pada epidemiologi dan hasil yang terkait
dengan hipernatremia pada pasien yang kritis. Dan berfokus pada patofisiologi dan
pendekatan diagnostik yang saat ini digunakan, dan rekomendasi pengobatan untuk
hipernatremia dalam perawatan intensif.

2. Frekuensi dan waktu terjadinya hipernatremia pada pasien yang kritis

Pada dasarnya, hipernatremia lebih berperan pada orang tua dan bayi yang mengalami
diare. Tentunya, hipernatremia jarang terjadi pada pasien rawat inap yang tidak kritis,
dengan prevalensi 0,2% untuk hipernatremia saat masuk rawat inap dan 1% untuk pasien
yang mengalami hipernatremia selama rawat inap di rumah sakit. Sebaliknya, hipernatremia
sering ditemukan pada pasien sakit kritis yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU).
Setelah masuk ke ICU, antara 2% sampai 6% pasien dengan kondisi hipernatremia.

Antara 6% sampai 26% dan 4% sampai 10% pasien menjadi hipernatremi selama perawatan
di masing-masing ICU medis dan bedah. Dalam suatu penelitian kohort pasien selama
menjalani perawatan medis di rumah sakit dan dalam pasien kohort yang dirawat di ICU
setelah operasi kardiotoraks, kejadian kumulatif hipernatremia telah menunjukkan
bahwa hampir semua pasien yang pernah mengalami hipernatremia selama tinggal di ICU
mengalami gangguan elektrolit selama minggu pertama setelah masuk rumah sakit.

Pengamatan ini mungkin dapat dijelaskan oleh upaya dokter untuk memperbaiki
hipovolemia, yang sering dikaitkan dengan pemberian sejumlah besar cairan, yang di satu
sisi, mungkin hipertonik dibandingkan dengan jumlah cairan yang hilang pada pasien atau, di
sisi lain, mengandung kalium untuk mengkoreksi hipokalemia, yang efeknya dapat memicu
perkembangan hipernatremia. Selain itu, pemberian loop diuretik dapat menyebabkan
peningkatan kadar natrium serum.

Gambaran umum studi tentang hipernatremia pada pasien sakit kritis dapat dilihat pada
Tabel 1.

3. Akibat dari Hiponatremia

Hipernatremia dan keadaan hiperosmolar yang terkait memiliki beberapa efek pada fungsi
tubuh. Efek samping hipernatremia yang paling terlihat adalah pada fungsi neurologis.
Terjadinya hipernatremia menyebabkan hiperosmolalitas yang mengakibatkan
berpindahnya cairan dari intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini menyebabkan
penyusutan sel otak, yang bahkan dapat menyebabkannya ruptur pembuluh darah dan
defisit neurologis permanen pada kasus yang parah. Demielinisasi serebral, adalah
komplikasi yang paling ditakuti dalam koreksi hiponatremia, yang juga dilaporkan dalam
berbagai kasus hipernatremia. Pasien dengan dengan kerusakan hepar tahap akhir yang
mengalami hipernatremia cenderung rentan terhadap demielinasi serebral. Efek
neuromuskuler dari hipernatremia termasuk kelemahan otot atau kram. Pada bayi,
hipernatremia telah terbukti menyebabkan kegelisahan, letargi, hiperpnea, bahkan koma.
Dapat disimpulkan bahwa gangguan neurologis yang disebabkan oleh adanya hipernatremia
dapat menyebabkan penggunaan ventilasi mekanis yang berkepanjangan.

Penelitian in vitro telah menunjukkan bahwa induksi hiperosmolalitas mengarah pada


penurunan pemanfaatan glukosa dan pelepasan glukagon-dependent. Pada sukarelawan
yang sehat, telah ditunjukkan bahwa sedikit peningkatan osmolalitas serum dari 280
menjadi 302 mosm/kg dikaitkan dengan kerusakan berat pada metabolisme glukosa yang
dimediasi insulin, sehingga berpotensi menimbulkan terjadinya hiperglikemia pada pasien
yang kritis.

Penyusutan sel yang disebabkan oleh hiperosmolalitas telah terbukti memiliki efek katabolik
dan antiproliferatif. Pada model hewan, hiperosmolalitas menginduksi respon sitokin
proinflamasi. Hipernatremia juga terbukti merusak glukoneogenesis hati dan pembersihan
laktat. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit untuk diabetes mellitus yang menunjukkan
hiperosmolalitas, peningkatan risiko tromboemboli vena telah dibuktikan. Penyusutan sel
yang disebabkan oleh hiperosmolalitas telah terbukti memiliki efek katabolik dan
antiproliferatif. Pada hewan, hiperosmolalitas menginduksi respon sitokin proinflamasi.
Hipernatremia juga terbukti menurunkan glukoneogenesis oleh hepar dan pembersihan
laktat. Terbukti adanya peningkatan risiko tromboemboli vena pada pasien diabetes mellitus
dengan hiperosmolalitas yang dirawat di rumah sakit.

Gangguan fungsi jantung melalui penurunan kontraktilitas ventrikel kiri telah dilaporkan
pada pasien hipernatremia. Selain itu, hipernatremia berat telah dilaporkan menyebabkan
rhabdomiolisis dan berakibat gagal ginjal akut. Perlu diingat bahwa tingkat keparahan gejala
pada hipernatremia sangat tergantung pada kecepatan perkembangan dari hipernatremia
(akut vs kronis).

Gambaran dari konsekuensi hipernatremia diberikan pada Gambar. 1.

4. Outcome pasien kritis yang dipengaruhi oleh hipernatremia


Tingkat kematian pada pasien hipernatremik dilaporkan meningkat secara drastis
dibandingkan dengan kontrol normonatremik. Namun, peningkatan angka kematian ini
terutama berdasarkan tingkat keparahan penyakit yang sudah diderita oleh pasien
hipernatremi di ICU.
Studi yang berfokus pada dampak potensial dari hipernatremia pada hasil pada pasien kritis
di ICU telah menunjukkan tingkat kematian antara 30% sampai 48% untuk pasien dengan
kadar natrium serum melebihi 150 mmol / L. Bahkan untuk pasien dengan kadar natrium
serum yang sedikit lebih tinggi, mortalitas meningkat dibandingkan dengan kontrol
normonatremik (15% vs 30%). Observasi yang sama telah dilakukan pada pasien yang
dirawat di ICU setelah tindakan operasi. Semua studi ini telah menunjukan efek independen
hipernatremia yang terjadi di ICU terhadap mortalitas setelah disesuaikan dengan faktor
risiko lainnya. Satu studi tentang hipernatremia pada 150000 pasien setelah masuk ke ICU
menunjukkan adanya efek independen dari hipernatremia dimulai saat menjalani
perawatan setelah disesuaikan dengan usia, keparahan penyakit yang mendasarinya yang
diukur dengan Skor Fisiologi Akut Sederhana II, usia, jenis kelamin, dan jenis penerimaan
saat menjalani perawatan. Dalam penelitian ini, bahkan peningkatan ringan serum natrium
yang lebih dari 145 mmol / L menunjukkan efek independen pada outcome pasien.
Semua studi ini dilakukan secara retrospektif, dan perancu potensial yang tidak diketahui
mungkin tidak dimasukkan dalam analisis. Namun, hipernatremia dan keadaan hiperosmolar
memiliki beberapa efek buruk yang terlihat pada fungsi fisiologis. Oleh karena itu, hubungan
antara hipernatremia dan peningkatan mortalitas dapat menunjukan hubungan sebab dan
akibat. Untuk mengklarifikasi masalah ini, pasien dengan penyakit kritis yang mengalami
hipernatremia perlu diacak untuk perawatan atau pengamatan gangguan, yang sulit dari
sudut pandang etik (Tabel 2). Sebagai alternatif, seseorang mungkin juga mengacak pasien
untuk melakukan pemantauan dan intervensi natrium serum menyeluruh atau strategi yang
lebih memungkinkan tindakan ringan disnatremia.
Tabel 2. Hal yang masih belum jelas dari kondisi hipernatremia pada pasien kritis
Hipernatremia Hal yang masih belum jelas
Efek terhadap fungsi fisiologis Dampak hipernatremia pada sistem saraf pusat,
fungsi jantung, metabolisme, dll: penelitian
harus dilakukan untuk mengklarifikasi dampak
hipernatremia
Penyebab hipernatremia Hanya beberapa data yang tersedia, studi
yang lebih luas diperlukan untuk
mengetahui penyebab hipernatremia pada
pasien kritis di ICU
Efek yang dihasilkan hubungan independen hipernatremia dengan
hasil yang buruk masih harus diklarifikasi
Pengobatan Tingkat koreksi: belum dievaluasi dalam studi
prospektif
Hasil: apakah pemantauan natrium intens dan /
atau pengobatan dini hipernatremia yang dapat
menurunkan angka kematian masih belum
jelas.

5. Patofisiologi dan klasifikasi hipernatremia yang didapat di ICU


Untuk menentukan asal hipernatremia di ICU, sangat penting untuk mendokumentasikan
secara tepat input dan output volume harian termasuk nutrisi enteral / parenteral. Dalam
setiap kasus peningkatan atau penurunan natrium serum secara signifikan, indikasikan
analisis elektrolit urin harian. Analisis menyeluruh dari keadaan volume dan perubahan
kadar natrium serum idealnya harus dilakukan sebelum perkembangan hiponatremia atau
hipernatremia. Dalam hal kelainan elektrolit telah terjadi, analisis harus dilakukan pada hari-
hari di mana terjadi peningkatan kadar natrium serum. Gambar. 2 menunjukkan pendekatan
diagnostik untuk pasien dengan hipernatremia yang diperoleh di ICU.
Seperti yang dapat dilihat dalam persamaan Edelman (Persamaan 1), hipernatremia hanya
dapat berkembang melalui hilangnya cairan atau penambahan natrium serum. Namun,
dalam keadaan perawatan kritis, kombinasi dari 2 mekanisme dapat menjadi penyebab
untuk sebagian besar kasus hipernatremia. Gambar. 3 menunjukkan faktor-faktor yang
berkontribusi pada hipernatremia yang didapat ICU pada 45 pasien. Mekanisme ketiga yang
jarang untuk hipernatremia terlihat pada hipernatremia sementara: Bentuk hipernatremia
ini terjadi setelah aktivitas berat, dan natrium serum dapat naik 10 hingga 15 mmol / L —
akibat dari pergeseran cairan dari ruang ekstraseluler ke ruang intraseluler. Diperkirakan
bahwa alasan perpindahan cairan adalah kerusakan glikogen menjadi molekul yang lebih
kecil seperti laktat dan hasil osmolit.

Gambar 2. Pendekatan diagnostik untuk pasien kritis dengan peningkatan serum natrium /
hipernatremia menunjukkan dua mekanisme yang mungkin terjadi perkembangan
terjadinya hipernatremia: kehilangan cairan atau perolehan natrium. Dalam ICU, kombinasi
dari kedua mekanisme akan berkontribusi pada terjadinya hipernatremia dalam banyak
kasus. Kehilangan cairan dibagi lagi menjadi kehilangan cairan ginjal dan ekstrarenal.

5.1. Perolehan Sodium


Perolehan natrium murni jarang menjadi satu-satunya penyebab terjadinya hipernatremia.
Dalam kasus keracunan garam, hipernatremia biasanya akut dan mungkin parah. Dalam
kebanyakan kasus, garam secara tidak sengaja dicerna oleh bayi, tetapi laporan juga telah
dipublikasikan tentang konsumsi garam secara paksa sebagai bentuk hukuman. Dalam
keadaan di ICU, perolehan natrium sering berkontribusi pada terjadinya hipernatremia.
Dalam sebuah penelitian yang mengevaluasi total input dan output air dan elektrolit (yaitu,
keseimbangan tonisitas) dari pasien kritis dengan hipernatremia, 56% pasien menunjukkan
keseimbangan natrium positif. Hasil ini mengkonfirmasi temuan studi sebelumnya tentang
isu yang sama. Perolehan natrium mungkin dikaitkan dengan pemberian larutan hipertonik
seperti natrium bikarbonat, tetapi larutan isotonik seperti saline 0,9% dapat juga
menyebabkan akumulasi natrium jika urin encer diekskresikan.
Pada pasien dengan kegagalan multiorgan di mana sejumlah besar salin diberikan selama
perawatan, hipernatremia hipervolemik sering terjadi. Dalam kasus ini, hipernatremia
dianggap berasal dari iatrogenik. Penyebab umum akumulasi natrium di ICU adalah
pemberian antibiotik yang kaya natrium (misalnya, fosfomisin). Tabel 3 berisi gambaran
umum kandungan natrium dari larutan infus yang umum diresepkan dan agen antimikroba.
Apakah perolehan natrium murni telah berkontribusi pada pengembangan hipernatremia
dapat dideteksi dengan perhitungan keseimbangan natrium:
*tulisannya gabisa di copas*
Persamaan 2 harus dihitung 24 jam. Untuk perhitungan jumlah natrium dan kalium yang
diekskresikan, pengukuran 24 jam natrium urin dan
potasium sangat penting.

Keseimbangan natrium positif menunjukkan kontribusi perolehan natrium dengan kenaikan


natrium serum. Pada pasien kritis, jumlah total natrium yang diberikan mudah untuk
dihitung dengan menambahkan kandungan natrium dalam infus dan nutrisi enteral /
parenteral. Ekskresi hanya dapat diperkirakan karena natrium yang hilang melalui tinja sulit
diukur dan bukan bagian dari praktik sehari-hari. Analisis elektrolit urin harian diindikasikan
dalam situasi meningkatnya natrium serum, dan proses ini memungkinkan untuk
menghitung kehilangan elektrolit melalui urin.

5.2 Kehilangan Cairan

Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh mekanisme dalam ginjal maupun ekstrarenal.

Osmolalitas serum dan plasma dapat membantu dalam evaluasi penyebab hipernatremia.
Osmolalitas urin yang melebihi osmolalitas serum menunjukkan retensi cairan pada ginjal
dan, oleh karena itu, hilangnya air melalui rute nonrenal menunjukan suatu hubungan, yang
digunakan dalam rumus pengosongan cairan. Namun, hubungan ini tidak berguna dalam
diuresis osmotik di mana sebagian besar osmolitik dalam urin dideskripsikan dengan adanya
glukosa atau urea (lihat di bawah).
Keadaan regulasi air ginjal saat ini (yaitu, apakah ginjal mempertahankan atau
mengeluarkan cairan) dan, diskriminasi antara kehilangan cairan dalam ginjal dan
ekstrarenal dapat dengan mudah ditentukan dengan menghitung pengeluaran cairan bebas
elektrolit (EFWC):

EFWC = urinevolume × 1− Naþ


Urine + Kþ
_ Urine_ = Naþ
_ Serum_;
ð3Þ

dengan volume urin dihitung dalam liter dan Na+ dan K+ dalam milimol per liter.
EFWC menggambarkan jumlah air (bebas natrium dan kalium) yang dikeluarkan dari tubuh
oleh ginjal selama waktu pengumpulan volume urin. Dalam kasus peningkatan natrium
serum, EFWC negatif (yaitu ginjal mempertahankan air) menunjukkan kehilangan air
ekstrarenal.
Sebaliknya, EFWC positif (yaitu, cairan diekskresikan oleh ginjal) dalam keadaan peningkatan
natrium serum dan osmolalitas serum menunjukkan hilangnya cairan di ginjal.

5.2.1 Hilangnya Cairan pada Ginjal

Kehilangan air ginjal dapat dipicu oleh berbagai penyebab. Dalam sebuah studi tentang
patofisiologi hipernatremia yang didapat ICU, 38% pasien poliuri, dan sebagian besar pasien
tersebut menunjukkan diuresis osmotik. Diuresis osmotik dapat disebabkan oleh
hiperglikemia dan akibatnya glukosuria, pemberian manitol, atau urea. Diuresis osmotik
akibat urea sering menjadi penyebab hilangnya cairan dari ginjal dan akibatnya peningkatan
konsentrasi natrium serum pada pasien yang sakit kritis. Fenomena ini dapat diamati pada
pasien yang diberi makan menggunakan tube atau dalam keadaan katabolik. Jumlah urea
yang tinggi dihasilkan dan diekskresikan dalam urin. Proses ini menyebabkan output osmol
yang tinggi pada ginjal dan akibatnya kehilangan cairan seperti pada glukosuria.

Penyebab umum lain dari hilangnya cairan di ICU adalah penggunaan diuretik. Pemberian
loop diuretik khususnya menyebabkan hilangnya hipertonisitas pada medula ginjal, yang
menyebabkan defisiensi konsentrasi pada ginjal. Bergantung pada dosis dan frekuensi
pemberian, penggunaan diuretik dapat menyebabkan hilangnya banyak cairan. Dalam
sebuah penelitian observasional tentang penggunaan manitol dalam ICU neurologis,
hipernatremia diamati hingga 21% dari pasien selama 7 hari pengobatan manitol.
Diuresis air juga dapat disebabkan oleh diabetes insipidus, yang selanjutnya dibagi menjadi
diabetes insipidus sentral dan nefrogenik. Diabetes insipidus sentral seringkali diamati
responnya terhadap kerusakan sistem saraf pusat atau pembedahan. Hal ini terkait dengan
berkurangnya sekresi hormon antidiuretik, sedangkan diabetes insipidus nefrogenik
disebabkan oleh berkurangnya kerentanan terhadap penahan cairan efek dari hormon
antidiuretik. Penyebab diabetes insipidus nefrogenik beragam mulai dari keturunan sampai
kasus yang diinduksi oleh obat. Contoh untuk obat yang berhubungan dengan diabetes
insipidus nefrogenik termasuk lithium, foscarnet, amfoterisin B, atau ifosfamid. Selain itu,
hiperkalsemia dapat menyebabkan diabetes insipidus, tetapi secara umum, hiperkalsemia
yang kronis. Hipokalemia juga dapat menyebabkan kerusakan konsentrasi ginjal dengan
hilangnya cairan. Untuk diagnosis diabetes insipidus, kriteria berikut harus terpenuhi:
poliuria (yaitu, urin 24 jam volume melebihi 2,5 L atau 40 mL / kg per hari) dan diatas nilai
normal atau bahkan meningkat (seperti dalam kasus pasien kritis) kadar natrium serum
terutama pada keadaan osmolalitas serum lebih tinggi daripada osmolalitas urin. Sebagai
langkah selanjutnya, diferensiasi antara diabetes insipidus sentral dan nefrogenik
ditentukan oleh pemberian desmopresin. Jika osmolalitas urin meningkat menjadi lebih dari
600 mosm / kg, tes ini dapat dianggap positif, dan diabetes insipidus sentral terjadi. Namun,
diabetes insipidus tampaknya hanya menyebabkan beberapa kasus hipernatremia di ICU,
meskipun mungkin memiliki peran yang lebih besar dalam ICU dengan kasus neurologis.
Namun demikian, diagnosis diabetes insipidus yang benar sangat penting karena
pengobatan yang efektif dan sederhana telah tersedia.
Insufisiensi ginjal dapat menyebabkan hilangnya cairan. Meskipun laju filtrasi glomerulus
berkurang pada insufisiensi ginjal, output urin mungkin normal atau bahkan di atas normal.
Pengamatan ini disebabkan oleh gagalnya pengenceran urin dan juga kemampuan
konsentrasi ginjal. Meskipun ginjal yang sehat menghasilkan urin dengan osmolalitas mulai
dari 50 hingga 1200 mosm / kg, output ini dapat dikurangi menjadi hanya 200 hingga 300
mosm / kg jika terjadi kegagalan. Kegagalan pengenceran ginjal seperti itu disebut sebagai
hyposthenuria. Kegagalan ini dapat menyebabkan kehilangan cairan yang signifikan dan
bahkan perkembangan ke arah hipernatremia jika hilangnya hipo-osmolar digantikan oleh
isotonik atau larutan hipertonik.
5.2.2 Hilangnya cairan extrarenal
Kehilangan air ekstrarenal dapat terjadi melalui beberapa rute dan berkontribusi pada
perkembangan hipernatremia pada lebih dari setengah pasien yang kritis. Biasanya,
perhitungannya kehilangan 14 mL / kg per hari atau total 980 mL / hari untuk pasien dengan
berat badan 70kg. Namun, pada keadaan demam, tambahan 3 · 5 mL / kg per hari per 1 ° C
harus diperhitungkan. Demam telah diidentifikasi sebagai penyebab pada 20% kasus
hipernatremia pada pasien ICU di Belanda. Sumber potensial lain dari hilangnya cairan
ekstrarenal termasuk diare, nasogastric suction, dan kehilangan cairan melalui tabung atau
drain. Pemberian laktulosa yang berlebihan, misalnya pada pasien dengan ensefalopati
hepatik, dilaporkan menyebabkan hipernatremia.
6. Penanganan Hipernatremia pada pasien di ICU
6.1 Penilaian penyebab dari Hipernatremia
Secara umum, harus ditentukan apakah hipernatremia disebabkan oleh perolehan natrium
atau hilangnya cairan atau apakah kombinasi dari keduanya, yang akan menjadi kasus pada
sebagian besar pasien dengan hipernatremia yang didapat ICU.
Dalam setiap kasus hipovolemia, resusitasi volume dengan pemberian larutan isotonik harus
dilakukan sebelum upaya untuk memperbaiki keadaan hipernatremia. Penilaian
hipovolemia kadang sedikit bermasalah, dan tanda-tanda klinis sering terlewat. Hipotensi,
ekskresi fraksional natrium kurang dari 1% pada pasien dengan fungsi ginjal normal atau
gagal ginjal akut prerenal dapat membantu untuk mendeteksi hipovolemia, sedangkan
berdasarkan parameter yang sering digunakan seperti tekanan vena sentral, diagnosis
hipovolemia tidak bisa didasarkan oleh hal ini. Namun, sebuah metode baru seperti
mengangkat kaki secara pasif, untuk mengevaluasi apakah pasien mengalami hipovolemik
dan akan memberi respon terhadap pemberian cairan.
Jika hanya terdapat kehilangan cairan saja, hal ini harus ditangani dengan pemberian cairan
dalam bentuk larutan dekstrosa 5%, yang aman dalam hal hemolisis. Sebagai alternatif
selain dekstrosa 5%, air suling dapat diberikan melalui jalur vena sentral. Jika perolehan
natrium murni terjadi, natriuresis harus diinduksi melalui pemberian loop diuretik. Pada saat
yang sama, kehilangan cairan selama terapi diuretik loop harus dikembalikan dengan
pemberian cairan yang hipotonik terhadap urin. Pada pasien kritis yang memerlukan terapi
penggantian ginjal, koreksi hipernatremia dapat dilakukan secara intermiten atau
berkelanjutan.
Konsentrasi natrium dialisat harus dipilih setepat mungkin dengan konsentrasi natrium
serum aktual secara teknis. Namun, koreksi hipernatremia secara terus menerus /
intermiten pada pasien kritis yang mengalami terapi penggantian ginjal belum dipelajari
secara sistematis, tetapi kasus seperti ini telah melaporkan hasil yang positif. Dalam kasus
apa pun, koreksi hipernatremia pada hal terapi penggantian ginjal harus dilakukan dengan
hati-hati. Gambar. 4 memperlihatkan algoritma untuk pengobatan hipernatremia di ICU,
berdasarkan rekomendasi ahli. Dalam hal kadar glukosa serum yang sulit dikendalikan,
setengah isotonik saline dapat digunakan sebagai alternatif dari larutan dekstrosa 5% untuk
menghindari penyimpangan glukosa. Namun, penambahan loop diuretik untuk menginduksi
natriuresis pada saat yang sama harus dipertimbangkan.
6.2 Penilaian kecepatan timbulnya hipernatremia

Sebelum mengkoreksi hipernatremia, diferensiasi harus dibuat apakah hipernatremia


bersifat akut atau kronis. Diagnosis hipernatremia akut dapat ditegakkan jika kenaikan
natrium serum memiliki onset yang terdokumentasi dalam 48 jam terakhir. Jika demikian,
koreksi cepat hipernatremia (hingga 8-12 mmol / L per hari) diindikasikan karena
mekanisme kompensasi seperti penyerapan zat terlarut ke dalam sel-sel otak belum terjadi.
Dalam kasus hipernatremia kronis, mekanisme kompensasi telah dimulai, dan koreksi yang
terlalu cepat dapat menyebabkan edema serebral, yang bahkan dapat menyebabkan
herniasi dan kematian. Oleh karena itu, tingkat koreksi tidak boleh lebih dari 8 hingga
10 mmol / L per hari. Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien dengan hipernatremia
kronik akut: Pasien-pasien ini berisiko diklasifikasikan sebagai memiliki hipernatremia kronis,
walaupun terlihat adanya penurunan serum natrium yang cepat.
Telah dipelajari bahwa perhitungan keseimbangan tonisitas dapat membantu dalam
pengobatan hiponatremia dan hipernatremia. Perhitungan keseimbangan tonisitas
memungkinkan analisis terpisah dari total input dan output cairan dan elektrolit. Oleh
karena itu, hal ini dapat menunjukkan apakah keseimbangan natrium negatif tercapai atau
apakah kebutuhan cairan sudah cukup. Sekali lagi, penentuan kimia urin sangat penting.
6.3 Tingkat koreksi dan penyesuaiannya

Meskipun telah diketahui bahwa hipernatremia adalah kejadian umum dan berpotensi
mengancam jiwa pada pasien kritis, tidak ada studi prospektif pada pengobatan
hipernatremia di ICU. Data yang telah tersedia tentang keamanan dan kecepatan koreksi
hipernatremia adalah pada pasien anak. Data ini menunjukkan bahwa tingkat maksimum
koreksi natrium serum tidak boleh melebihi 0,5 mmol / L per jam. Hal ini memperhitungkan
tingkat koreksi yang sering dipostulatkan sebesar 12 mmol / L per hari.

Rumusan untuk membantu dokter dalam menentukan infus selama koreksi disnatremia
telah diusulkan. Formula Adrogué-Madias telah diuji dalam kelompok 204 pasien dengan
hiponatremia dan 117 dengan hipernatremia. Dalam penelitian ini, nilai natrium serum yang
diprediksi berkorelasi baik dengan natrium serum yang diukur. Namun, penyimpangan
maksimum yang diantisipasi dari nilai yang diukur tidak dilaporkan. Selanjutnya, semua
rumusan yang diusulkan telah diuji dalam analisis retrospektif pada sekelompok pasien kritis
dengan hipernatremik. Para peneliti melaporkan bahwa meskipun semua formula
berkorelasi baik dengan perubahan konsentrasi natrium serum, terdapat variasi individu
melebihi 10 mmol / L. Dengan demikian, disimpulkan bahwa hal ini hanya bisa berfungsi
sebagai panduan secara umum dalam koreksi hipernatremia dan belum bisa diandalkan.
Studi terbaru lainnya menunjukkan bahwa formula yang diusulkan oleh Adrogue dan Madias
tidak memperhitungkan perubahan dalam natrium serum selama koreksi hiponatremia.
Namun, penggunaan rumus ini dapat membantu dalam menetapkan laju infus awal untuk
koreksi hipernatremia. Namun demikian, rumus ini mungkin tidak memperhitungkan
perubahan natrium serum yang dicapai dengan infus dalam beberapa kasus, kami
merekomendasikan mulai dengan hanya 50% hingga 75% dari angka yang dihitung oleh
rumus dan melakukan kontrol laboratorium setelah 2 jam infus. Tindakan pencegahan ini
memungkinkan untuk penyesuaian laju infus tergantung pada hasil kontrol laboratorium.
Aplikasi untuk menghitung inisial
laju infus untuk memperbaiki hipernatremia dengan pilihan larutan infus tersedia secara
gratis di www.medcalc.com.

Dalam setiap kasus koreksi hipernatremia, kontrol yang ketat terhadap konsentrasi natrium
serum sangat penting. Kontrol ini memungkinkan dokter untuk lebih meningkatkan atau
mengurangi laju infus yang sesuai untuk memperbaiki hipernatremia. Dalam kasus koreksi
hipernatremia yang terlalu cepat dengan gejala neurologis, reinduksi hipernatremia dengan
infus salin hipertonik mungkin bersifat protektif terhadap hal tesebut. Namun, penelitian
masih kurang tentang masalah penting ini.

7. Kesimpulan
Hypernatremia adalah komplikasi umum dari perawatan intensif dan sebagian besar dapat
dicegah. Hal ini memiliki berbagai konsekuensi fisiologis yang merugikan dan dikaitkan
dengan hasil yang buruk. Upaya harus tertuju pada pencegahan hipernatremia dan koreksi
gangguan elektrolit yang adekuat.

Anda mungkin juga menyukai