Anda di halaman 1dari 6

Impetigo adalah infeksi bakteri gram positif pada lapisan superficial epidermis.

Impetigo dibagi dalam dua bentuk yaitu impetigo bulosa dan impetigo nonbulosa :

A.  Etiologi

            Impetigo adalah disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan streptokokus

beta-hemolitik grup A (GABHS). GABHS juga dikenal sebagai Streptococcus

pyogenes. Infeksi oleh S aureus dapat didahului oleh infeksi primer oleh GABHS.

Patofisiologi

            Kira-kira 30% nares anterior dikolonisasi oleh S aureus. Beberapa individu

kolonisasi S aureus menyebabkan  episode berulang impetigo pada hidung dan

bibir. Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang sehat dalam waktu 7-14         

hari, dengan lesi impetigo muncul 7-14 hari kemudian.  

            Penyebab impetigo bullous adalah gram positif, koagulase-positif, S aureus

grup II, yang paling sering adalah fag tipe 71. S aureus menghasilkan eksotoksin

eksfoliatif ekstraselular disebut exfoliatins A dan B. Eksotoksin S. aureus

menyebabkan kehilangan adhesi sel di permukaan dermis yang menyebabkan kulit

melepuh. Salah satu target protein eksotoksin A adalah  desmoglein I yang

mempertahankan adhesi sel. Molekul-molekul ini juga merupakan superantigen yang

bertindak secara lokal dan mengaktifkan limfosit T. Koagulasi dapat menyebabkan

toksin untuk tetap berada dalam epidermis atas dengan menghasilkan fibrin thrombi.

Tidak seperti impetigo nonbulosa, impetigo bullous terjadi pada kulit utuh.
            Impetigo nonbulosa terjadi pada lebih dari 70% kasus pada anak usia <15

tahun dengan infeksi. Penyebabnya adalah S aureus.  S aureus  menghasilkan

toksin bakteritoksin dari sterptokokus.

            Jika seseorang terkontak orang lain (misalnya, anggota rumah tangga, teman-

teman sekelas, rekan satu tim) yang kulitnya telah terinfeksi GABHS atau pembawa

organisme, kulit normal seseorang dapat terkolonisasi bakteri. Setelah kulit yang

sehat terkolonisasi bakteri, trauma ringan seperti lecet atau digigit serangga, bisa

mengakibatkan perkembangan lesi impetigo dalam waktu 1-2 minggu. GABHS dapat

dideteksi dalam hidung dan tenggorokan dalam 2-3 minggu setelah lesi

berkembang, walaupun mereka tidak memiliki gejala-gejala faringitis streptococcus.

Hal ini karena impetigo dan faringitis disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

Impetigo biasanya karena strain D, sedangkan faringitis disebabkan strain A, B dan

C.

D.  Tanda dan Gejala

     Tanda dan gejala impetigo meliputi:

·         Impetigo non bulosa dapat dimulai dari macula eritematosa yang cepat menjadi

vesikel atau pustule dan rupture, meninggalkan eksudat kuning kering dengan erosi

·         Impetigo bulosa dimulai dengan timbulnya blister yang besar dan rupture dengan

onset yang cepat

·         Infeksi menyebar ke area diatal melakui autoinokulasi secara langsung

Pemeriksaan fisik

Impetigo bulosa:
·         Karakteristik lesi adalah vesikel yang berkembang menjadi bula pada kulit yang

utuh, dengan minimal atau tanpa kemerahan disekitarnya. Awalnya vesikel

mengandung cairan jernih kemudian menjadi keruh.

·         Atap bula rupture, sering meninggalkan sisik kolaret perifer

·         Bulosa biasanya tidak ada karena sangat fragil

·         Tidak ada pembesaran limfadenopati

·         Pada infant, lesi ekstensif dihubungkan dengan gejala sistemik seperti demam,

malaise, kelelahan yang menyeluruh dan diare.

Gambar 1. Impetigo bulosa yang disebabkan oleh S.


aureus
Impetigo nonbulosa:

·         Adanya macula atau papul dari ukuran 2-5 mm

·         Lesi dikarakteristikan dengan vesikel fragil atau pustule yang segera rupture dan

menjadi kuning madu,  papul kering atau plak kurang dari 2 cm dan dengan minimal

atau tanpa kemerahan disekitarnya

·         Lesi berkembang dari kulit yang normal atau kulit yang terkena trauma 

·         Limfadenopati local

·         Jika tak terobati lesi menyebar secara autoinokulasi kemudian sembuh spontan

setelah beberapa minggu tanpa skar.


Gambar 2. Impetigo krustosa yang disebabkan oleh streptokokus beta-hemolitikus
grup A
Pemeriksaan Laboratorium:

·         Impetigo biasanya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis

·         Leukositosis ada pada 50 % kasus impetigo

·         Urinalis dibutuhkan untuk mengevalusi glomenulonefritis akut poststreptokokal jika

terjadi onset bengkak dan hipertensi. Hematuria, proteinuria seebagai indikator

keterlibatan renal.

Penemuan histopatologis

       Impetigo bulosa dengan atau tanpa adanya sel inflamasi pada bula. Terdapat

infiltrate polimorfi dalam dermis atas serta akantolisis pada lapisan granular.

Impetigo nonbulosa terdapat serum kering diatas epidermis. Kokus gram positif juga

dapat terlihat. Spongiosis epidermal dan adanya infiltrasi dermal berat dengan

neutrofil dan sel limfosit.

E.  Terapi

            Terapi utama impetigo adalah antibiotik, agen yang dipilih harus mencakup

perlawanan terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Obat   

beta-lactam merupakan pilihan awal dalam pengobatan impetigo. Topical       

antibiotik digunakan pada      pasien dengan lesi kecil atau sedikit, dioleskan pada
daerah yang terkena dua atau tiga             kali sehari selama 7-10 hari. Salep

mupirocin             telah digunakan baik untuk lesi.

     Obat antibiotik topikal yang dilaporkan berguna pada terapi impetigo

adalah:

·         Klindamisin (krim, losio dan sabun) berguna untuk beberapa infeksi MRSA

·         Gentamisin salep atau krim dapat digunakan untuk infeksi gram positif oleh spesies

staphylococcus termasuk impetigo dan pioderma.

·         Hydrogen peroksida 1 % krem, mempunyai aktifitas bakterisidal yang mempunyai

durasi aksi lebih lama dari pada hydrogen peroksida cair.

·         Tetrasiklin berguna untuk impetigo local tetapi beresiko terjadinya reaksi

fotosensitifitas.

       Antibiotik oral yang direkomendasikan sebagai terapi impetigo adalah

sepalosporin, penisilin semisintetik, penghambat beta laktamse. Jika kultur bakteri

menunjukan MRSA dan pada pasien yang tidak terjadi peningkatan dapat diberikaan

tetrasiklin, trimethoprim/sulfamethoxazole (Bactrim), klindamicin, atau  linezolid.

F.   Komplikasi

Impetigo bulosa:

·         Selulitis, limfangitis, bakteriemia, arthritis septic, dan septicemia

·         Toksin eksfoliatif yang diabsorbsi akan masuk kedalam pembuluh darah dapat

menyebabkan Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS). Ini sering terjadi pada

anak yang antibodinya untuk melawan toksin tidak berkembang.

Impetigo non bulosa :

·     GNF akut yang terjadi pada 2-5% impetigo akibat infeksi S aureus dan GABHS
·     Infeksi yang lebih dalam seperti ektima

·     Dapat pula terjadi komplikasi sepsis, artritis, osteomielitis, pneumonia atau

staphylacoccal scalded skin syndrome

Anda mungkin juga menyukai