Disusun oleh :
Nurani Akbari 1710221040
Pembimbing :
dr. Nyoto Widyo Astoro, Sp.PD, KHOM
BAB V .............................................................................................................................. 50
Kesimpulan ...................................................................................................................... 50
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 51
2
BAB I
LATAR BELAKANG
3
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Agama : Islam
II.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alonanamnesis di Bangsal PU lantai 5
ruang perawatan khusus RSPAD Gatot Subroto kepada pasien pada hari Jumat, 20 Oktober 2017.
II.2.1Keluhan Utama:
Pasien dibawa keluarga ke poli penyakit dalam RSPAD Gatot Soebroto dengan keadaan
lemas dan penurunan nafsu makan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan
adanya lemas dan lesu setelah melakukan aktifitas. Pasien istirahat bila mulai merasa lelah dan
4
aktivitasnya dibantu keluarga. Saat merasa lelah biasanya pasien juga merasa pusing pada kepala
hingga tidak sanggup untuk berdiri.
II.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu :2 tahun lalu didiagnosa anemia, dan suspect leukemia
II.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga :Hipertensi (-), DM (-), tidak ada keluhan serupa
II.2.5 Riwayat Pemakaian Obat : Pasca Transfusi darah 3 bulan lalu
II.3 Pemeriksaan Fisik (dilakukan tanggal 20 Oktober 2017 jam 02.52 WIB)
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital
o Pernapasan : 18x/menit
Antropometri:
berpikir wajar.
Status Generalis
o Kepala :Normocephal
o Rambut : Distribusi merata
o Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
5
o Hidung : Normosepta, Sekret -/-
o Telinga : Sekret -/-, Membran timpani intak
o Mulut : Bibir lembab, lidah tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis
o Pemeriksaan Thoraks:
o Paru
dinamis
o Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri dalam batas
normal
o Pemeriksaan Abdomen:
6
IV. Pemeriksaan Penunjang
Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
18/10/17 20/10/17 24/10/17 25/10/17 26/10/17
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 5.5* 7,9 9,3 8,5 13.0 18.0 g/dL
Hematokrit 16** 24 27 25 40 52%
Eritrosit 2.1* 3,8 4,2 3,8 4,3 6,0 juta/uL
Leukosit 329330** 21940 18070 10770 480010800 /uL
150000
Trombosit 120000* 449000 245000 225000
400000/uL
Hitung Jenis
Basofil 1 0 0-1 %
Eosinofil 1 3 1-3 %
Neutrofil 85 78 50-70 %
Limfosit 8 9 20-40 %
Monosit 5 8 2-8 %
MCV 77* 65 65 67 80 96 fL
MCH 26* 21 22 22 27 32 pg
MCHC 34 33 34 34 32 36 g/dL
RDW 25.20 18,50 11,5 14,5 %
KOAGULASI
D-Dimer 1640 0-400 ng/dL
Fibrinogen 282 138-384 mg/dl
Waktu Protrombin
(PT)
Kontrol 11,1 detik
Pasien 9,5 9,3-11,8 detik
APTT
Kontrol 34,1 detik
7
Pasien 36,6 31-47 detik
KIMIA KLINIK
Albumin 4.0 3,7 2,7 2,6 3.5 5.0 g/dL
Ureum 25 166 < 200 mg/dL
Kreatinin 1.3 74 <160 mg/dL
Glukosa darah 127 61 > 35 mg/dl
(sewaktu)
Natrium (Na) 134* 90 < 100 mg/dL
Kalium (K) 4.0 47 37 41 20 50 mg/dL
Klorida 6,4 3,5 4,0 0,5-1,5 mg/dl
Asam Urat 3,9 2,4-5,7 mg/dl
Glukosa darah
5 177 < 140 mg/dL
(Sewaktu)
Kalsium (Ca) 9,2 8,5 8,6-10,3 mg/dl
Magnesium (Mg) 2.08 2,03 1,8-3,0 mg/dl
Natrium (Na) 135 126 131 133 135-147 mmol/L
3,3 3 2,8 2,8 3.55.0 mmol/L
Kalium (K)
Klorida (Cl) 96 88 96 94 95105 mmol/L
Aseton Negatif negatif
Analisa Gas Darah :
pH 7,302 7.35 7.45
pCO2 15,2 33 44 mmHg
pO2 190,8 71 104 mmHg
Bikarbonat (HCO3) 7,6 22 -29 mmol/L
Kelebihan basa (BE) -15,3 (-2) 3 mmol/L
Saturasi O2 99,6 94 98%
Urinalisis
Urin Lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat jenis 1010 1000-1030
pH 5,5 5,0-8,0
Protein ++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah ++ (50 Negatif
RBC/uL)
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 0,1 0,1-1 mg/dL
Nitrit Negatif Negatif
8
Leukosit Esterase +++ Negatif
Sedimen Urin
Leukosit >50 < 5/LPB
Eritrosit 10-15-20 < 2/LPB
Silinder Negatif Negatif/LPK
Epitel Positif Positif
Kristal Negatif Negatif
Lain-lain Bakteri +
9
o Tampak area hipodens di periventrikel lateralis kanan kiri, kornu anterior dan posterior.
o Sulci-sulci kortikal kedua hemisfer serebri dan fissura Sylvii melebar dengan gyri
prominen
o Sistem ventrikel dan sisterna melebar
o Tidak tampak midline shift
o Kalsifikasi fisiologis di pleksus koroideus ventrikel lateral, basal ganglia bilateral dan
pineal body
o Tidak tampak kelainan didaerah CPA dan serebeli
o Tampak perselubungan sinus sphenoid sisi kanan (konfirmasi work station)
o Mastoid air cells dan sinus paranasal lainnya baik
o Orbita dan bulbus okuli kanan-kiri baik
o Tulang kepala intak
Kesan:
o Infark kortikal subkortikal lobus temporal kiri
o Multiple infark lakunar kronik di periventrikel lateralis kanan, subkortikal lobus parietal
kanan, basal ganglia kanan dan thalamus kiri
o Tidak tampak perdarahan di intraparenkim cerebri dan cerebelli
o Brain atrophy
o Sinusitis sphenoidalis kanan
V. Resume
VI. Diagnosis
VII. Tatalaksana
Terapi Non-medikamentosa
Edukasi penyakit yang diderita
Diet protein 19g/kgBB/hari
Diet DM 1900 kkal
Terapi Medikamentosa
IVFD NaCl 3% 500cc/ 24jam Valsartan 1x 100mg
Furosemid 2 x 40 mg i.v Glimepiride 1 x 2mg
Spironolakton 1 x 25mg Simvastatin 1 x 20mg
10
Omeprazole 1 x 40mg i.v B12 3x50mg
Asam folat 1x5mg Albumin 20% 100mL
Bicnat 3x 500mg
VIII. Pengkajian
1. AKI on CKD dd/ CKD grade V dengan overload, uremikum, anemia
Anamnesis:
Pasien dirujuk dari RS Salak pada tanggal 9 Juni 2016. Pasien mengeluh
sesak nafas yang bertambah berat sejak 2 hari SMRS. DOE (+), OE (+), PND
(-). Pasien juga mengeluh tangan dan kaki bengkak sejak 3 minggu SMRS.
Nyeri dada tidak dirasakan. Mual (-), muntah 4-5x, dan nafsu makan
menurun. BAK banyak. Pasien mengaku dalam sehari minum hingga 2 liter.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus sejak 10 tahun yang
lalu.Obat yang diminum pasien captopril dan glibenklamid. Pasien juga
mengaku jarang kontrol ke dokter. Riwayat sakit stroke, jantung, alergi
disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah : 190/110 mmHg, nadi : 80 x/menit, RR : 20 x/menit, suhu
tubuh : 36 C per aksila. Konjungtiva anemis +/+. JVP 5-2 cmH2O. Ronki
basah halus +/+, wheezing -/-. Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur (-),
gallop (-). Shifting dullness (+), tes undulasi (+). Pitting udem tungkai +/+,
udem lengan +/+.
Pemeriksaan Penunjang:
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb : 9,1 g/dL, albumin
: 2,4 g/dL, natrium : 119 mmol/L, kalium : 3,1 mmol/L, klorida : 94 mmol/L,
asidosis metabolic terkompensasi, dan peningkatan ureum : 101 mg/dL,
kreatinin : 7,2 mg/dL.
Pemeriksaan USG Abdomen didapatkan ascites minimal, efusi pleura
bilateral, ginjal bilateral ukuran dalam batas normal, dengan ekhogenitas
meningkat.
11
LFG ( ml/menit/1.73m2 ) = ( 140 umur ) x ( berat badan ) *
72 x kreatinin plasma (mg/dl )
*pada perempuan dikalikan 0,85
LFG pada pasien ini adalah :
Rencana Terapeutik:
Furosemid 2 x 40 mg i.v
Spironolakton 1 x 25mg
Asam folat 1x5mg
Bicnat 3x 500mg
B12 3x50mg
Albumin 20% 100mL
2. Hipertensi stage II
Anamnesis:
Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Pasien minum obat captopril
namun jarang kontrol ke dokter.
Pemeriksaan Fisik: Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah :190/110
mmHg.
Pemeriksaan Penunjang:
-
Rencana Pemeriksaan:
EKG
12
Rencana Terapeutik:
Valsartan 1x 100mg
Pemeriksaan Fisik:
Pandangan kabur (-), Charcot foot (-), ulkus (-)
Pemeriksaan Penunjang:
Glukosa darah sewaktu :218 mg/dL, HbA1C : 11,9
Rencana Pemeriksaan:
GDP, GD 2jam PP
Rencana Terapeutik:
Glimepiride 1 x 2mg
13
Tidak teraba pembesaran KGB pada leher. Pada auskultasi paru didapatkan
vesikuler +/+, rhonki basah halus +/+, wheezing -/-.
Pemeriksaan Penunjang:
Foto Toraks PA : Fibroinfiltrat di kedua lapangan paru dapat sesuai dengan
TB Paru. Curiga tuberkuloma di parakardial kanan.
Rencana Pemeriksaan:
BTA sputum, kultur resistensi sputumdan kultur darah.
Rencana Terapeutik:
-
5. Dislipidemia
Anamnesis:
-
Pemeriksaan Fisik:
o Berat Badan : 75 kg
o BMI : 29 (overweight)
Pemeriksaan Penunjang:
Hiperkolesterolemia , Kolesterol total : 273 mg/dL
Hipertrigliseridemia, Trigliserida : 453 mg/dL
Rencana Pemeriksaan:
-
Rencana Terapeutik:
Simvastatin 1 x 20mg
6. Hiponatremia
Anamnesis: -
Pemeriksaan Fisik: -
Pemeriksaan Penunjang:
14
Hiponatremia, Na = 119 duplo mmol/L
Rencana Pemeriksaan: -
Rencana Terapeutik:
IVFD NaCl 3% 500cc /24jam
7. Hipokalemia
Anamnesis: Pasien saat ini lemas.
Pemeriksaan Fisik: -
Pemeriksaan Penunjang:
Hipokalemia, K = 3,1 mmol/L
Rencana Pemeriksaan: -
Rencana Terapeutik:
Observasi tanda-tanda hypokalemia
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
IX. Follow Up
10 JUNI 2016 11 JUNI 2016
S Tangan dan kaki bengkak. Pasien merasa Tangan dan kaki masih bengkak. Pasien
lemas. merasa pegal dari paha hingga ujung kaki.
Pasien masih merasa lemas.
O Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis Kesadaran : Komposmentis
TTV : TD :190/110 mmHg, Nadi : TTV : TD :160/70 mmHg, Nadi :
80x/menit, Suhu : 36 C, RR : 20x/menit 80x/menit, Suhu : 36 C, RR : 20 x/menit
Mata : konjungtiva anemis +/+, Sklera Mata : konjungtiva anemis +/+, Sklera
iketeik -/- iketeik -/-
15
Leher : JVP 5-2 cmH2O Leher : JVP 5-2 cmH2O
Paru : Paru :
I : Simetris I : Simetris
P : Fremitus taktil & vocal pada paru P : Fremitus taktil & vocal pada paru kanan
kanan dan kiri melemah. dan kiri melemah.
P : Redup pada ICS 5 linea midclavicula P : Redup pada ICS 5 linea midclavicula
sinistra dan dextra, peranjakan hati (-) sinistra dan dextra, peranjakan hati (-)
A : vesikuler +/+, rhonki +/+ basah halus, A : vesikuler +/+, rhonki +/+ basah halus,
wheezing -/- wheezing -/-
Cor : Cor :
I : iktus cordis tidak terlihat I : iktus cordis tidak terlihat
P : iktus cordis teraba pulsasi pada ICS 5 P : iktus cordis teraba pulsasi pada ICS 5
linea midclavicula sinistra linea midclavicula sinistra
P : batas jantung kanan dan kiri dalam P : batas jantung kanan dan kiri dalam batas
batas normal normal
A : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop A : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
(-) Abdomen :
Abdomen : I : Datar
I : Datar A : bising usus (+) normal
A : bising usus (+) normal P : Redup
P : Redup P : shifting dullness (+), tes undulasi (+)
P : shifting dullness (+), tes undulasi (+) Ektremitas : edema tungkai +/+ dan lengan
Ektremitas : edema tungkai +/+ dan lengan +/+
+/+
A 1. Akut on CKD dd/ CKD grade 1. Akut on CKD dd/ CKD grade V
V dengan overload, uremikum, dengan overload, uremikum, anemia
anemia 2. Hipertensi stage II
2. Hipertensi stage II 3. Diabetes Melitus Tipe 2
3. Diabetes Melitus Tipe 2 4. TB Paru pututs obat
4. TB Paru pututs obat 5. Dyslipidemia
5. Dyslipidemia 6. Hiponatremia
16
6. Hiponatremia 7. Hipokalemia
7. Hypokalemia
17
wheezing -/- wheezing -/-
Cor : Cor :
I : iktus cordis tidak terlihat I : iktus cordis tidak terlihat
P : iktus cordis teraba pulsasi pada ICS 5 P : iktus cordis teraba pulsasi pada ICS 5
linea midclavicula linea midclavicula
P : batas jantung kanan dan kiri dalam P : batas jantung kanan dan kiri dalam batas
batas normal normal
A : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop A : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
(-) Abdomen :
Abdomen : I : Datar
I : Datar A : bising usus (+) normal
A : bising usus (+) normal P : Redup
P : Redup P : shifting dullness (+), tes undulasi (+)
P : shifting dullness (+), tes undulasi (+) Ektremitas : akral hangat, edema tungkai
Ektremitas : akral hangat, edema tungkai +/+
+/+ dan lengan +/+
A 1. Akut on CKD dd/ CKD grade V 1. Akut on CKD dd/ CKD grade V
dengan overload, uremikum, dengan overload, uremikum, anemia
anemia 2. Hipertensi stage II
2. Hipertensi stage II 3. Diabetes Melitus Tipe 2
3. Diabetes Melitus Tipe 2 4. TB Paru putus obat
4. TB Paru putus obat 5. Dyslipidemia
5. Dyslipidemia 6. Hiponatremia
6. Hiponatremia 7. Hypokalemia
7. Hypokalemia
18
6. Valsartan 1x 100mg 6. Valsartan 1x 100mg
7. Glikuidon 2 x 15mg 7. Glikuidon 2 x 15mg
8. Atorvastatin 1 x 20mg 8. Atorvastatin 1 x 20mg
9. Omeprazole 1 x 40mg i.v 9. Omeprazole 1 x 40mg i.v
10. Asam folat 1x5mg 10. Asam folat 1x5mg
11. Bicnat 3x 500mg 11. Bicnat 3x 500mg
12. B12 3x50mg 12. B12 3x50mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
19
c. Diagnosis
DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. 13
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria Diagnosis DM :
Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban 75 gram. (peringkat bukti B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance Liquid
Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu
20
puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam
<140 mg/dl.
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-
6,4%.
e. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
14
penyandang diabetes, yang meliputi:
Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
21
Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
endokrin lain).
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan
jantung
Evaluasi Laboratorium
HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang
mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1
tahun pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi.
22
Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.
Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis
DMT2 melalui pemeriksaan :
Elektrokardiogram.
mengenali faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh
Langkah-langkah Penatalaksanaan
Khusus Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu
dan/atau suntikan.
Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik.
23
penurun glukosa darah atau insulin.
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70%
denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
Intervensi Farmakologis
suntikan.
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh
24
. 2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion
(TZD)
25
bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan
baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini
26
2. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic Pengobatan dengan dasar peningkatan
27
kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai
dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi
dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi
28
Gambar 3. Algoritme Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia12
Ketoasidosis diabetik
Hipoglikemia
Komplikasi Kronik
o Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
o Mikroangiopati
Nefropati diabetic
Retinopati diabetic
29
o Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjaidnya ulkus kaki
dan amputasi.
Tahap 2 : secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi
glomerulus tetap meningkat, eksresi albumin dalam urin dan tekanan darah
normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrane basalis
yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan volume mesangium fraksional
(dengan peningkatan matriks mesangium).
30
Tahap 4 : merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis
lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagaian besar pasien. Sindroma nefrotik
sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10
ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya
tekanan darah.
c. Patofisiologi
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme
patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron
yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron
tersebut.Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati
diabetic ini masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi
arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai hormone
vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari
hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta
produksi TGF- yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C (PKC) yang
termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vascular seperti
kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik
asam amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning). Pada awalnya, glukosa
akan mengikat residu amino secara non-enzymatik menjadi basa Schiff glikasi,
lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi
masih reversible dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut
terus, akan terbentuk Advanced Glycation End-Products (AGEs) yang
irrerversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler
seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler
serta inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi
ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointerstisialis.Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya
kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes.
31
Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spasme
arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.7
- kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140 160
mg/dl [7,7 8,8 mmol/L]); A1C >7-8%
- faktor-faktor genetis
- kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
- hipertensi sistemik
- sindroma resistensi insulin (sindroma metabolic)
- peradangan
- perubahan permeabilitas pembuluh darah
- asupan protein berlebih
- gangguan metabolic (kelainan metabolism polyol, pembentukan
advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin)
- pelepasan growth factors
- kelainan metabolism karbohidrat / lemak / protein
- kelainan structural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium,
penebalan membrane basalis glomerulus)
- gangguan ion pumps (peningkatan Na+-H+ pump dan penurunan Ca2+
ATPase pump)
- hyperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
- aktivasi protein kinase C
ECM
Permeabilitas
pembuluh darah
Penimbunan ECM
Proteinuria
b. Manifestasi klinis
Pada penyakit ginjal kronik timbul manifestasi klinis seperti lemas, mual, muntah,
sesak nafas, BAK berkurang, konjungtiva anemis, edema tungkai atau palpebra, tanda
bendungan paru. 5Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,
uremic frost, perikaditis, kejang-kejang sampai koma. 6 Anemia terjadi pada 80 90%
pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama
disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal yang ikut berperan terjadinya anemia
33
adalah defisiensi besi, kehilangan darah (perdarahan saluran cerna, hematuria), masa
hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun
kronik. 6
c. Klasifikasi
Klasifikasi derajat penurunan LFG sangat penting untuk panduan terapi konservatif
dan saat dimulai terapi pengganti faal ginjal. Derajat penyakit ginjal kronik
berdasarkan LFG sesuai dengan rekomendasi KDIGO, 2012 :
d. Diagnosis
Terdapat tanda kerusakan ginjal (satu atau lebih) selama 3 bulan 19 :
Albuminuria (AER 30 mg / 24 jam; ACR 30 mg / g [3 mg/mmol])
Kelainan sedimen urine
Elektrolit dan kelainan lain karena gangguan tubular
Kelainan terdeteksi oleh histologi
Kelainan struktural terdeteksi oleh pencitraan
34
Riwayat transplantasi ginjal
GFR <60 ml/min/1.73 m2 (GFR categories G3aG5)
e. Tatalaksana
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
35
Pembatasan Asupan Protein.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas nilai
tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8
kg.bb/hari, yang 0,35 0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah
kalori yang diberikan sebesar 30 -35 kkal/kgBB/hari. Ddibutuhkan pemantauan yang
teratur terhadapstatus nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi jumlah asupan kalori dan
protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein
tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah dipecah menjadi urea dan subtansi nitrogen lain ,
yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein
pada pasien Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan subtansi nitrogen
dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut
uremia. Dengan demikian pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya
sindrom uremik. Masalah penting lain adalah supan protein berlebih (protein overload)
akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupapeningkatan aliran darah dan
tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkattkan
progresifitas pemburuan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan
pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama.
Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
Terapi Farmakologis.
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.Pemakaian obat anti hipertenasi, disamping
bermanfaat untuk memperkecilresiko.kardiovaskular juga sangat penting untuk
memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa
pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan
asupan protein dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrogi glomerulus.
Disamping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Saat
ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan faktor resiko terjadi pemburukan
fungsi ginjal dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses pemburukan
fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Beberapa obat antihipertensi, terutama
Penghambat Ensim Komveting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE
36
inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi
ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
f. Prognosis
Prognosis Penyakit Ginjal Kronik
37
Pasien dengan tingkat EGFR, 60 mL / menit / 1,73 m2 lebih rentan terhadap
hipoglikemia karena penurunan clearance agen hipoglikemik dan penurunan
glukoneogenesis oleh ginjal.Dengan demikian, penyesuaian dosis diperlukan untuk
agen hipoglikemik bila digunakan pada pasien dengan penyakit ginjal diabetik.17
Metformin
Penggunaan metformin merupakan kontraindikasi pada pria dengan kreatinin
serum 1,5 mg / dL dan pada wanita dengan serum CRE- atinine 1,4 mg / dL.
Metformin juga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kondisi yang
mengganggu metabolisme dan ekskresi asam laktat, seperti gagal jantung dan
penyakit hati, dan selama penyakit akut dan / atau hipoksia jaringan.
Penggunaan metformin baru-baru ini harus dievaluasi ulang pada eGFR, 45 mL/
menit/1,73 m2 dengan reduksi dalam dosis maksimum 1.000 mg / hari dan dihentikan
pada saat, 30 mL / menit / 1,73 m2 serta dalam situasi yang terkait dengan risiko
tinggi AKI, sepsis, hipotensi, infark miokard akut, dan penggunaan kontras radiografi
atau agen nefrotoksik lain.
Thiazolidinediones
38
Thiazolidinediones (TZD) hampir sepenuhnya dimetabolisme oleh hati. Penggunaan
TZD umumnya dihindari di CKD karena efek samping seperti retensi cairan,
hipertensi, dan peningkatan risiko fraktur.
Inhibitor a-glukosidase
Inhibitor a-glukosidase, acarbose dan miglitol, diserap minimal dari saluran
pencernaan, namun kadar plasma dapat meningkat pada pasien CKD. Oleh karena itu,
disarankan hati-hati untuk penggunaan agen ini pada pasien diabetes dengan eGFR
rendah ( 30 mL / menit / 1,73 m2).
Tabel 4. Rekomendasi dosis obat noninsulin antihiperglikemik agen pada Penyakit Ginjal
Diabetik
39
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
1. AKI on CKD dd/ CKD grade V dengan overload, uremikum, anemia
Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan abnormal pada struktur dan fungsi ginjal
yang terjadi selama 3 bulan atau lebih dengan implikasi pada kesehatan dan
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kategori LFG dan kategori albuminuria.19
Pada penyakit ginjal kronik timbul manifestasi klinis seperti lemas, mual, muntah,
sesak nafas, BAK berkurang, konjungtiva anemis, edema tungkai atau palpebra, tanda
bendungan paru. 5Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,
uremic frost, perikaditis, kejang-kejang sampai koma. 6
Pada pasien ini sudah timbul tanda-tanda klinis sindrom uremia seperti mual,
muntah, edema tungkai. LFG pasien = 13.16 ml/menit/1.73m2 sehingga masuk
kategori CKD grade V. Menurut KDIGO 2012, tatalaksana pada pasien CKD grade V
harus dilakukan terapi pengganti ginjal dapat berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Oleh karena itu, insiasi hemodialysis harus dilakukan kepada pasien dan keluarga
pasien.
Tatalaksana lainnya untuk pasien ini :
Restriksi cairan 500 ml/hari + produksi urin
40
Diet Protein 0.8 g/kg/day
Diet garam 2 3g per hari
CaCO3 3 x 1 tab
B12 3 x 50mg
As. Folat 3 x 5mg
Furosemid 1 x 40mg I.V
41
Tatalaksana
Terdapat 4 pilar tatalaksana DM :
1. Edukasi
Pengertian DM, Pola makan sehat, tidak menggunakan sandal yang ketat,
rajin minum obat, kontrol ke dokter, cek glukosa darah rutin.
2. Terapi gizi medis
Terapi nutrisi pada pasien ini :
Perhitungan berat badan ideal
Rumus Broca :
BBI = 90% x (tinggi badan dalam cm 100) x 1kg
= 90% x (170 100) x 1kg = 63 kg
Kebutuhan kalori
Laki-laki = 30 kalori /kgBB ideal ditambah atau dikurangi beberapa faktor
lain.
Status gizi :
- BB gemuk -20%
- BB lebih -10% *
- BB kurang +20%
Umur >40 tahun : -5% *
Stress metabolic (infeksi, operasi, dll) : +10 30%
Hamil :
- trimester I, II :+300 kal
- trimester III / laktasi : +500 kal
Aktivitas :
- ringan +10%
- sedang +20%
- berat +30% *
Pasien = 30 x 63 -10% - 5% + 30%
= 1800,15 kalori
42
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2.
Pada pasien ini, olahraga yang paling ringan adalah berjalan kaki selama 5
menit 10 menit.
4. Intervensi farmakologis
Pasien ini diberikan obat antidiabetik Glimepiride 1 x 2mg.
Ketoasidosis diabetik
Hipoglikemia
Komplikasi Kronik
o Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
43
o Mikroangiopati
Nefropati diabetic
Retinopati diabetic
o Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjaidnya ulkus kaki
dan amputasi
BAB V
KESIMPULAN
Tn. D, 49 tahun didiagnosis dengan AKI on CKD dd/ CKD grade V dengan overload,
uremikum, dan anemia, Hipertensi stage II, Diabetes Melitus tipe 2, TB Paru putus obat,
Dislipidemia, Hiponatremia, dan Hipokalemia. Hal tersebut berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium, rontgen thorax, dan USG Abdomen. Dipikirkan bahwa
kejadian tersebut akibat dari komplikasi penyakit lamanya yang tidak terkontrol yaitu hipertensi
44
dan diabetes mellitus yang sudah diderita sejak 10 tahun yang lalu. Tn.Dini mengalami penyakit
ginjal tahap akhir dan tatalaksana yang dianjurkan adalah hemodialisa karena LFG pasien < 15
ml/menit/1.73 m2 . Pasien juga telah diberikan edukasi mengenai penyakit DMnya, diet sesuai
dengan kebutuhan kalorinya, dan terapi medikamentosa obat antidiabetik serta obat untuk
penyakit ginjalnya. Prognosis dari pasien ini memang memperlihatkan kecenderungan kearah
yang lebih buruk karena sudah memasuki penyakit ginjal tahap akhir.
Daftar Pustaka
1. PB PAPDI. 2005. Diabetes Melitus. Pedoman Pelayanan Medik. Hal. 9-15. Interna
Publishing : Jakarta
2. Diabetic Kidney Disease: A Report From an ADA Consensus Conference Diabetes
Care 2014;37:28642883
3. Toth-Manikowski dan M. G. Atta. 2015. Review Article Diabetic Kidney Disease:
45
Jakarta.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing;
8. National Kidney Foundation KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification Cardiovasculer Disease
in Dialysis Patient. (2012). New York: NKF. Am J Kidney Dis 39 (2 suppl 1) : S1-
S266.
9. PB PAPDI. 2005. Tuberkulosis Paru. Pedoman Pelayanan Medik. Hal.109-111.
Interna Publishing : Jakarta
10. PB PAPDI. 2005. Hipertensi. Pedoman Pelayanan Medik. Hal.169-170. Interna
Publishing : Jakarta
11. Pilihan Obat Diabetes pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/15_184Pilihanobatdiabetes.pdf (diakses pada 29
Juni 2016 19:00)
12. Eliana, F. PENATALAKSANAAN DM SESUAI KONSESNSUS PERKENI 2015
46
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_2012_CKD_G
L.pdf (Diakses pada tanggal 9 Juli 2016 pukul 13:55)
47