Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

ANESTESI UMUM PADA PASIEN PEDIATRIK

Pembimbing:

Disusun oleh:

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

PERIODE 14 NOVEMBER – 16 DESEMBER 2022


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
ILUSTRASI KASUS...............................................................................................1
1.1 Identitas Pasien...............................................................................................1
1.2 Anamnesis......................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................2
1.4 Diagnosis dan Terapi Awal............................................................................3
1.5 Penjelasan Operasi.........................................................................................3
BAB II....................................................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................10
2.1 Anestesi umum.............................................................................................10
2.1.1 Keuntungan dan Kekurangan anestesi umum.......................................10
2.1.2 Indikasi..................................................................................................11
2.1.3 Kontraindikasi.......................................................................................12
2.1.4 Teknik anestesi umum...........................................................................12

2.1.5 Obat-Obat pada Anestesi Umum (6,7,8)...............................................13


2.2 Anestesi pada Pediatri.............................................................................18
2.2.1 Patofisisologi.........................................................................................19
2.2.2 Persiapan Anestesi pada Pasien Pediatrik.............................................23
2.2.3 Komplikasi.............................................................................................31
BAB III..................................................................................................................33
PEMBAHASAN....................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................36
LAMPIRAN...........................................................................................................37

i
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : An. A

Usia : 5 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. RM : 857417
Alamat : Ciater

Tanggal Masuk : 23 November 2022

1.2 Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis dengan kedua orang tua pasien pada tanggal
25 November 2022 di.

a. Keluhan Utama
Pasien datang untuk rencana tindakan operasi laparatomi dan juga
dengan keluhan lain dimana testis pasien belum turun ke scrotum.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang untuk rencana tindakan operasi laparatomi dan juga
untuk mengkonsultasikan keluhan lain yaitu perihal testis pasien yang
belum turun ke scrotum.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Saat pasien berusia 4 hari pasien mengalami diare dengan frekuensi
sebanyak 10 kali dan feses yang bewarna hitam. Sekitar usia 10 hari
perut pasien mulai tampak kembung dan membesar. Pada usia 15 hari
pasien muntah bewarna kehijauan lalu pasien dibawa ke rumah sakit
dan di rawat selama 5 hari lalu pasien dirujuk ke dan pada tanggal 31
Juni 2022 dilakukan tindakan colostomy dengan jenis anestesi yaitu
anestesi umum.
Pasca tindakan colostomy, berdasarkan keterangan dari orang tua
pasien, pasien tidak menunjukan adanya keluhan seperti mual, muntah,
demam, pusing ataupun keluhan lainnya.

1
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan, minuman atau obat-
obatan sebelumnya. Tidak terdapat riwayat asma, hipertensi, riwayat
penyakit jantung, dan tidak memiliki riwayat diabetes mellitus.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, penyakit jantung, DM, Alergi disangkal.

e. Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), Minum Alkohol (-), Olahraga (-)

f. Riwayat Operasi
Pasien sudah pernah menjalani operasi kolostomi pada 31 Juni 2022.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum :

Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6 )

Status Gizi : Normal

Berat Badan : 5,8 kg

Tinggi Badan : 65 cm

Tanda Vital

Tekanan Darah :-

Nadi : 120x/menit

Suhu : 36,4oC

Saturasi Oksigen : 100%

Pernapasan : 24x/menit

Status Generalis

o Kepala : Normocephali, tidak ada deformitas


o Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

2
o Hidung : simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
o Mulut : Bibir Sianosis (-), Pucat (-), Tonsil T1-T1,
Mallampati II
o Leher : Pembesaran KGB (-)
o Thorax :
 Paru : Suara nafas vesikular (+/+), Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
 Jantung : BJ I/II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
o Abdomen : Supel, Bising Usus (+)
o Ekstremitas Atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
o Ekstremitas Bawah : Akral Hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
Rangsang Meningeal

Kaku Kuduk : Negatif

Brudzinki I/II : Negatif

Kernig : Negatif

Refleks Patologi

Negatif

1.4 Diagnosis dan Terapi Awal


Diagnosis Kerja : Hirschsprung post kolostomi

Terapi:

- Cefotaxime 2x200 mg
- IV NaCl 0,9%
1.5 Penjelasan Operasi
Dilakukan operasi laparotomi duhamel dan orkidopeksi pada pasien ini
pada tanggal 25 November 2022.

3
Tindakan 25 november 2022
Pemeriksaan penunjang :

Parameter Hasil Satuan Remarks Nilai Normal


Hematologi

LED 5 Mm/jam 0 – 10
Hemoglobin 11,4 g/dL 10.5 – 14
Eritrosit 6,32 x10 /µL
6
3.20 – 5.20
Leukosit 7,9 x103/µL 6. 30 – 14
Trombosit 370 x10 /µL
3
150 – 400
Hematokrit 35,8 % 32.0 – 44.0
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 1 % 1–3
Neutrofil 21 % * 54 – 62
Limfosit 69 % * 23 – 33
Monosit 5 % 3–7
MCV 56,6 fL 72 – 88
MCH 18 Pg 24 – 30
MCHC 31,8 g/dL * 32 – 36
RDW-CV 18,3 % *
Masa Perdarahan/BT 2 Menit 1-3
Masa Pembekuan/CT 10 menit 5-11
Golongan Darah ABO O
Golongan darah rhesus +
Imunologi

HBs Ag Rapid Non-reaktif Non Reaktif

4
Pemeriksaan radiologi : 26 november 2022

5
Kesimpulan :

- Status fisik pasien : ASA I


- Perencanaan Anestesi : Anestesi umum

Persiapan Pre-Operatif

1. Memastikan identitas pasien sudah lengkap dan benar


2. Diagnosa pre-op : MH post colostomy
3. Tindakan operasi : laparatomi Duhamel + orchidopeksi
4. Cek informed consent
5. Pasien di puasakan 6 jam pre-operatif
6. IV menggunakan infus drip dengan NaCl 0,9%
7. Obat yang diberikan sebelum masuk OK adalah :
- Cefotaxime 2x200 mg
8. Persiapan obat dan alat anestesi
- Obat : Propofol, Fentanyl, Atracurium, Tramadol
- Alat : SpO2, stethoscope, oximetry
Keadaan umum

Kesan sakit : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Nadi : 132x/menit

Suhu : 36,7

RR : 42x/menit

SpO2 : 99%

6
Intra-Operatif

Pukul Tindakan Anestesi Tanda Vital


Pasien masuk ke dalam ruangan operasi dengan menggunakan Nadi: 123x/menit
13.00 baju operasi. Pasien diposisikan diatas meja operasi, dan di SpO2 :100%
pasang alat monitoring (SpO2)
- Pemberian obat induksi yaitu Propofol 20 mg Nadi: 90x/menit
- Pemberian obat premedikasi anestesi Fentanyl 15mcg SpO2 :100%
- Pemberian obat relaksasi yaitu Atracurium 3 mg
13.15 - Pemberian obat Tramadol 10 mg
- Sungkup muka diletakkan didepan wajah pasien dan
diberi oksigen 2 lpm dengan obat anestesi inhalasi
Sevofluran 1-2v%
Pasien tertidur yang ditandai dengan hilangnya reflek bulu Nadi: 100x/menit
13.20
mata, dan pemberian oksigen lewat sungkup dilanjutkan SpO2 :100%
- Preoksigenasi dilakukan melalui sungkup sesuai dengan Nadi: 120x/menit
napas pasien (12-18 x/menit) SpO2 :100%
- Dilakukan tindakan Intubasi oral dengan ETT kingking
no.3,5, dan cuff dikembangkan, dan ETT disambungkan
13.25 dengan konektor mesin anestesi
- Dilakukan tes kedalaman ETT dengan mendegnarkan
suara napas pasien dengan stetoskop
- Suara paru terdengar simetris, dan dilakukan fiksasi pada
pipa ETT
Nadi: 135x/menit
13.30 Operasi dimulai
SpO2 :100%
Nadi: 140 x/menit
14.00 Pemberian fentanyl 10 mg dan tramus 2mg
SpO2 : 100%
Nadi: 130x/menit
14.30 Pemantauan monitor mesin anestesi
SpO2 :100%
Nadi: 120x/menit
15.00 Pemantauan monitor mesin anestesi
SpO2 :100%
Nadi: 90x/menit
15.30 Pemantauan monitor mesin anestesi
SpO2 :100%
Nadi: 125x/menit
16.00 Operasi Selesai
SpO2 :100%

7
- Diagnosis Pre-OP: MH Post colonostomy
- Jenis Anestesi : Anestesi Umum
- Jenis Operasi : laparatomi duhmel + orchidopeksi
- Lama Anestesi : 13.15-16.00

8
- Lama Operasi : 13.30-15.20
- Posisi : Terlentang
- Akses Intra Vena : Infus dengan asering
- Medikasi : Propofol 20 mg
Fentanyl 15 mcg
Atracurium 3 mg
Tramadol 10 mg
- Jumlah perdarahan : 60 cc
- Jumlah Cairan : 580 cc
o Cairan rumatan (menggunakan rumus Holliday-Segar)
 BB <10kg = 100 x BB
 BB= 5,8kg  100 x 5,8
 = 580cc : 24 jam  24 cc/jam
o Berdasarkan jenis operasi
 BB x jenis operasi sedang (2-4 mL/kgBB)  5,8 X 2 =
11,6 cc
o Berdasarkan lama puasa
 Lama puasa x rumatan  6 X 24 = 144 cc
o Kebutuhan cairan selama operasi
 1 jam = ½ x lama puasa + rumatan + jenis operasi
1 jam = ½ x 144 + 24 + 11,6 = 90 cc
 2 jam = ¼ x lama puasa + rumatan + jenis operasi
2 jam = ¼ x 144 + 24 + 11,6 = 45 cc

Keadaan Setelah Pembedahan:

- Kesadaran : Composmentis
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Suhu : 360C
- Nadi : 144x/menit
- Pernafasan : 30x/menit

Post-Operatif

9
Operasi berakhir pada pukul 16.00 WIB pada tanggal 25 November 2022.
Diagnosa pasien MH Post Colostomy. Setelah pembedahan selesai, pasien
dipindahkan dari ruang operasi ke ruang pemulihan, dengan tanda vital:

1. Nadi : 125x/menit
2. Pernapasan : 30x/menit
3. Pasien sudah bernapas spontan, dan belum sadar
4. Skor aldrete pasien adalah
5. Pasien membutuhkan perawatan lebih intensive dan dipindahkan ke HCU

Follow-up pasien post operatif:

26 November 2022 (HCU)

Kesadaran : Compos mentis

HR : 159x/menit

RR : 30x/menit

SpO2 : 100% on nasal canul

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi umum

Menurut American Society of Anesthesiologists (ASA), anestesi umum

merupakan kondisi kehilangan kesadaran yang disebabkan oleh obat,


meskipun saat pasien menerima rangsangan, bahkan dengan rangsangan yang

kuat ataupun menyakitkan.(1) Anastesi umum memiliki tiga pilar atau trias
anestesi yang meliputi hipnotik atau tindakan, yaitu membuat pasien tertidur
atau mengantuk atau tenang, analgesia atau tidak merasa sakit, serta rileksasi
otot yaitu kemampuan untuk kelumpuhan otot skelet, dan stabilitas otonom

antara saraf simpatis dan parasimpatis.(2)

Pada anestesi umum, dikenal istilah induksi dan rumatan (maintenance)

yang diartikan sebagai tindakan untuk mengawali dan mempertahankan


kedalaman anestesi, dengan menggunakan kombinasi agen intravena dan

inhalasi.(3)

2.1.1 Keuntungan dan Kekurangan anestesi umum

Anastesi umum memiliki beberapa kelebihan, antara lain sebagai

berikut : (1,4)

 Memfasilitasi kendali penuh pada saluran napas, pernapasan, dan


sirkulasi.
 Mengurangi kesadaran dan ingatan selama operasi (intraoperatif).
 Dapat dengan mudah disesuaikan pada durasi yang tidak terduga atau
lebih lama.
 Dapat diberikan dengan cepat dan bersifat reversible.
 Memungkinkan relaksasi/pelumpuh otot untuk jangka waktu yang
lama.

11
 Dapat digunakan pada pasien yang sensitif terhadap agen anestetik
lokal.
 Dapat digunakan pada pasien dengan alergi atau kontraindikasi
terhadap anestesi lokal.
 Dapat dilakukan tanpa merubah posisi pasien dari posisi terlentang.

Selain memiliki kelebihan, anastesi umum juga memiliki beberapa

kekurangan, antara lain sebagai berikut : (1,4)

 Menimbulkan beberapa komplikasi, seperti sakit kepala, mual dan


muntah, tenggorakan kering, dan menggigil.
 Membutuhkan persiapan pada pasien sebelum operasi/prabedah.
 Penggunaan agen inhalasi memicu hipertermia maligna pada individu
penyandang kelainan genetik.
 Dapat menginduksi fluktuasi fisiologi yang membutuhkan intervensi
aktif.
 Membutuhkan perawatan dan biaya yang lebih besar.

2.1.2 Indikasi

Pasien yang menjalani prosedur pembedahan yang membutuhkan


relaksasi yang dalam untuk jangka waktu yang lama paling cocok untuk
anestesi umum selama tidak ada kontraindikasi. Pembedahan yang tidak
dapat dibius dengan anestesi lokal atau regional memerlukan anestesi
umum. Operasi yang mungkin mengakibatkan kehilangan darah yang
signifikan atau dimana pernapasan akan terpengaruh memerlukan anestesi
umum. Pasien yang tidak kooperatif juga lebih baik dengan anestesi umum
bahkan untuk prosedur yang lebih kecil. Preferensi pasien juga dapat

mempengaruhi keputusan untuk menjalani anestesi.(2)

Penggunaan anestesi umum biasanya diindikasikan untuk beberapa

populasi pasien yang berbeda : (4)

12
 Pasien dengan kecemasan dan ketakutan yang ekstrim
 Orang dewasa atau anak-anak dengan cacat mental, atau pasien yang
mengalami disorientasi
 Orang dewasa atau anak-anak dengan cacat fisik
 Bayi dan anak-anak
 Prosedur/pembedahan traumatis
 Prosedur/pembedahan berkepanjangan

2.1.3 Kontraindikasi

Tidak terdapat kontraindikasi absolut untuk anestesi selain

penolakan pasien. Namun banyak kontraindikasi relatif. Kontraindikasi


relative termasuk pasien dengan kondisi medis yang tidak dioptimalkan
sebelum operasi elektif, pasien dengan jalan napas sulit, atau komorbiditas
signifikan lainnya (stenosis aorta berat, penyakit paru yang signifikan,
CHF, dll.), menjalani prosedur yang dapat dilakukan dengan regional atau

teknik neuraksial.(5)

2.1.4 Teknik anestesi umum

A. Total Intravenous Anesthesia

Total Intravenous Anesthesia (TIVA) adalah teknik anestesi umum


dimana induksi dan pemeliharaan anestesi didapatkan dengan
menggunakan kombinasi obat yang diberikan lewat jalur intravena tanpa
menggunakan anestesi inhalasi. TIVA dalam anestesi umum digunakan
untuk mencapai empat komponen penting dalam anestesi, yaitu
ketidaksadaran, analgesia, amnesia, dan relaksasi otot. Namun tidak ada
satupun obat tunggal yang dapat memenuhi kriteria di atas sehingga
diperlukan pemberian kombinasi dari beberapa obat untuk untuk
memenuhi kriteria tersebut. Agen yang paling sering dipakai adalah
propofol ditambah opioid (remifentamil). (1,9)

13
B. Anestesi intravena

Induksi intravena merupakan induksi yang paling sering dilakukan


dan pengerjaannya harus dilakukan dengan hati-hati. Anestesi intravena
dapat diberikan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi dalam bentuk
bolus atau sebagai infus kontinyu. Obat induksi bolus disuntikan dalam
kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien,
nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. (1,9)

C. Anestesi inhalasi

Anestesi inhalasi merupakan teknik anestesi umum yang dilakukan


dengan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan
atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi
langsung ke udara inspirasi. Obat anestesi yang bentuk dasarnya berupa
gas (N2O), atau larutan yang diuapkan menggunakan mesin anestesi,
masuk ke dalam sirkulasi sistemik melalui sistem pernapasan secara difusi.
Agen ini juga digunakan untuk pemeliharaan anestesi. Agen anestesi
utama yang sering digunakan saat ini adalah isoflurane dan sevoflurane.
Teknik ini biasanya digunakan unutuk pasien anak karena lebih mudah
dan kemudahan mengawasi efeknya. (1,9)

D. Anestesi balance

Anestesi balance merupakan teknik anestesi dengan


mempergunakan kombinasi obat- obatan baik obat anestesi intravena
maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum
dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal
dan berimbang. Anestesi balance bertujuan untuk menghindari efek
samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan anestesi. (1,9)

2.1.5 Obat-Obat pada Anestesi Umum (6,7,8)

A. Anestesi intravena :

14
1. Barbiturate :

Mekanisme kerja dengan menekan sistem aktivasi retikuler yang


mengontrol kesadaran. Digunakan sebagai obat induksi intravena
berawitan cepat. Thiopental (3 – 5 mg/kgBB IV) atau metoheksital (1 –
1,5 mg/kgBB IV) akan membuat tidak sadar dalam waktu kurang dari 30
detik. Infus kontinu intravena barbituran seperti thiopental jarang
digunakan untuk rumatan anestesi karena waktu paruhnya yang panjang
sehingga waktu pulih sadar dapat memanjang.

2. Benzodiazepine :

Kelompok obat dengan efek utama farmakologi yang bervariasi, yaitu


ansiolisis, sedasi, hypnosis, antikonvulsi, relaksasi otot rangka, dan
amnesia anterograde. Dapat digunakan untuk premedikasi, sedasi
intravena, induksi intravena anestesi, dan tatalaksana aktivitas kejang.
Midazolam mempunyai awitan yang lebih cepat dibandingkan diazepam.
Benzodiazepine bersinergis dengan opioid dan propofol dalam
memberikan efek sedasi dan analgesia. Diazepam (0,04 – 0,2 mg/kgBB
IV, efek sedasi) dan midazolam (0,01 – 0,1 mg/kgBB IV, efek sedasi dan
0,1 -0,4 mg/kgBB IV, efek induksi).

3. Ketamin :

Menimbulkan “anestesi disosiatif” yang ditunjukkan secara klinis


dengan pasien terlihat sadar (mata terbuka, refleks menelan intak, disertai
kontraksi otot) namun tidak mampu memproses ataupun memberikan
respon terhadap input sensori. Dosis kecil infus ketamin dapat digunakan
sebagai ajuvan anestesi umum, untuk mengurangi kebutuhan opioid
perioperatif. Induksi anestesi dapat dicapai dengan ketamin 1 mg/kgBB
IV. Bolus ketamin (0,3 - 0,8 mg/kgBB IV) berguna sebagai analgesi
tambahan pada anestesi regional. Infus ketamin dengan dosis subanalgesia
(3-5 mcg/kgBB/menit) selama anestesi umum pada periode awal

15
pascabedah dapat digunakan untuk menghasilkan analgesia atau mencegah
toleransi opioid dan hyperalgesia.

4. Propofol :

Tersedia hanya dalam sediaan intravena yang digunakan untuk induksi


anestesi umum serta sedasi sedang hingga berat. Propofol (1 – 2,5 mg/kg
IV) adalah obat yang sering digunakan untuk induksi anestesi. Memiliki
efek hipnotik, tidak mempunyai efek analgetik maupun relaksasi otot.
Nyeri akibat injeksi propofol sering dikeluhkan oleh pasien, untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan injeksi lidokain 1 mg/kgBB IV sebelum
pemberiannpropofol.

B. Anestesi inhalasi :

Anestesi inhalasi, seperti halotan dan sevoflurane, sangat berguna dalam


induksi pasien anak yang mungkin sulit untuk memulai jalur intravena.
Contoh : nitrous oxide, halotan, isoflurane, desflurane, dan sevoflurane.

16
Farmakologi klinis agen anestesi inhalasi

C. Rumatan anestesi (maintenance)

Dilakukan secara intravena atau dengan inhalasi atau dengan


campuran intravena inhalasi. Rumatan biasanya mengacu pada trias
anestesi yaitu hipnosis, analgesi, dan relaksasi. Rumatan intravena dapat
menggunakan opioid dosis tinggi. Fentanil 10 – 50 mcg/kgBB. Dosis
tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga
tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Maintenance juga dapat
digunakan dengan opioid dosis biasa tetapi pasien ditidurkan dengan infus
propofol 4 – 12 mg/kgBB/jam

D. Analgesik :

17
Terdapat 2 jenis, yaitu golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid
(OAINS) dan opioid. Contoh obat OAINS diantaranya adalah paracetamol
dan natrium diklofenak. Sedangkan contoh obat golongan opioid
diantaranya adalah morfin, tramadol, fentanyl.

E. Pelumpuh Otot :

Terdapat 2 golongan obat pelumpuh otot, yaitu golongan


depolarisasi contohnya adalah succinyl cholin; dan golongan non-
depolarisasi diantaranya adalah pancuronium, atracurium, vecuronium.

F. Antikolinergik :

Antikolinergik mengendurkan otot polos bronkus, yang


mengurangi resistensi jalan napas dan meningkatkan ruang mati anatomis.
Contoh: Atropine, Scopolamine, Glycopyrrolate

G. Inhibitor Cholinesterase :

Penggunaan klinis utama inhibitor kolinesterase, juga disebut


antikolinesterase, adalah untuk membalikkan blokade otot nondepolarisasi.
Transmisi neuromuskular diblokir ketika relaksan otot nondepolarisasi
bersaing dengan asetilkolin untuk berikatan dengan reseptor kolinergik
nikotinik. Inhibitor kolinesterase secara tidak langsung meningkatkan
jumlah asetilkolin yang tersedia untuk bersaing dengan agen
nondepolarisasi, sehingga membangun kembali transmisi neuromuskular.
Contoh: Neostigmine, Pyridostigmine, Edrophonium, Physostigmine

H. Agonis dan Antagonis Adrenergik :


Alpha Blocker (Phenylephrine, Methyldopa, Clonidine,
Exmedetomidine, Epinehrine, Ephedrine, Fenoldopam, Norepinephrine,
Dopamine, Dopexamine, Dobutamine, Terbutaline.), Beta Blocker
(Atenolol, Esmolol, Labetalol, Metoprolol, Propranolol)

18
19
2.2 Anestesi pada Pediatri
Pediatri adalah kelompok individu yang memerlukan perawatan
khusus sehingga tercapai anestesi yang efektif dan aman. (9) Bayi dan anak
bukan orang dewasa dengan ukuran kecil. Pemahaman anatomi, fisiologi
dan farmakologi yang berbeda dengan orang dewasa merupakan kunci
untuk bisa mengelola pasien pediatri yang akan menjalani pembedahan
atau suatu prosedur medis dengan aman dan hasil yang baik. Kelompok
pasien pediatri mempunyai variasi yang cukup luas sesuai
pertumbuhannya yang tentunya juga menyangkut anatomi, fisiologi,
farmakologi, dan psikologinya. Kelompok ini bisa dibagi sebagai berikut
(10)
:
o Kelompok neonatus: bayi usia konsepsi 44 minggu atau usia
kalender sampai 28 hari
o Kelompok bayi: bayi usia hingga 12 bulan
o Kelompok anak: individu usia 1 sampai 12 tahun
o Kelompok remaja: individu usia 13 sampai 18 tahun

20
2.2.1 Patofisisologi
A. Sistem pernafasan
Perbedaan utama yang paling mendasar pada sistem pernapasan
anak-anak adalah kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen yang
lebih tinggi yaitu 6 ml/kg, 3 kali lipat lebih banyak dari orang dewasa,
namun karena volume tidal pada anak-anak relatif sama dengan orang
dewasa (6-8 ml/kg) bila dibandingkan dengan berat badan maka hal
tersebut dikompensasi melalui laju ventilasi yang lebih cepat (anak <1
tahun : 30-60x per menit, 1-3 tahun: 24-40x per menit , 3-6 tahun : 22-
34x per menit , 6-12 tahun : 18-30x per menit , 12-18 tahun : 12-16x
per menit). Kadar volume dead space pada anak kecil dan dewasa
cenderung sama yaitu sekitar 33% bila dibandingkan dengan volume
tidal namun penggunaan alat-alat anestesi dapat meningkatkan volume
dead space dan menggangu ventilasi secara efektif sehingga
penggunaan alat-alat anestesi harus diperhatikan dengan benar. Semua
faktor tersebut akan memudahkan terjadinya gangguan pernapasan dan
desaturasi pada anak kecil sehingga pengawasan kadar oksigen harus
dilakukan secara ketat.(11)

Anatomi saluran pernapasan dewasa (A) dan Anak (B)

21
Perbedaan anatomi respirasi pada dewasa dan anak

Perbedaan laju pernapasan pada anak dan dewasa

B. Sistem kardiovaskular
Ventrikel kiri pada anak-anak lebih nonkomplians dan serat-serat
kontraktil yang sedikit, namun kebutuhan metabolisme anak-anak tetap
lebih tinggi dari orang dewasa sehingga cardiac output juga harus
tinggi (anak-anak : 200 ml/kg/min , dewasa : 70 ml/kg/min), cardiac
output ditentukan dari kadar volume kuncup dan detak jantung, karena

22
kontraktilitas ventrikel kiri yang rendah pada anak-anak maka
kompensasi dicapai melalui peningkatan detak jantung. Karena detak
jantung yang tinggi pada anak-anak maka pada saat induksi anestesi
dapat terjadi ventrikuler ekstra systole yaitu sebuah arritmia jantung
yang dapat diatasi dengan memperdalam anestesi. Di sisi lain anak-
anak rentan terhadap peningkatan tonus parasimpatis dan dapat
dicetuskan oleh hypoxia ataupun stimulus menyakitkan seperti
pemasangan laryngoskopi ataupun intubasi, hal tersebut dapat
menurunkan cardiac output secara dramatis, hal ini dapat diatasi
dengan pemberian atropine, sedangkan bradycardia yang dicetus oleh
hypoxia dapat diatasi dengan pemberian oksigen kemampuan untuk
meningkatkan usaha ventilasi secara efektif akan terbatasi volume
dead space pada anak kecil dan dewasa cenderung sama yaitu sekitar
33% bila dibandingkan dengan volume tidal namun penggunaan alat-
alat anestesi dapat meningkatkan volume dead space dan menggangu
ventilasi secara efektif sehingga penggunaan alat-alat dan ventilasi
yang baik.(12,13,14)

Laju nadi dan tekanan darah pada anak

C. Sistem hematologi
Volume darah pada bayi lebih tinggi daripada orang dewasa, hal
tersebut akan mempengaruhi jumlah cairan atau darah yang harus
ditransfusikan bila terjadi hypovolemia. Rumus ABL (Allowable

23
Blood Loss) digunakan untuk mencari jumlah cairan yang dibutuhkan
dan dihitung dengan rumus ( ABL: EBV X Ht 1−Ht 2 / Ht1 ) dengan
EBV : Estimated Blood Volume, HT1 : Hematocrit (atau bisa
hemoglobin) awal (normal pria: 42-52%, wanita : 37-47%), HT2 :
Hematocrit (atau bisa hemoglobin) akhir. Sebelum Operasi disarankan
dibuat perhitungan estimasi kehilangan darah pada saat intraop
sebelum dilakukan operasi, dan bila mungkin dapat diberikan. Terapi
preoperative seperti supplemen besi. Bila pasien dengan anemia kronis
tidak dapat menerima transfusi darah karena alasan tertentu atau
memiliki penyakit ginjal dapat dibantu dengan pemberian EPO
(Erythropoietin).(15)

D. Cairan dan elektrolit


Anak kecil memiliki kadar air dalam tubuh yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang dewasa , dengan kadar TBW (Total Body
Water) pada bayi prematur 90% berat badan, bayi aterm 80% dan bayi
berusia 6-12 bulan 60% . Hal tersebut memiliki 2 dampak, dampak
pertama adalah peningkatan volume distribusi obat sehingga
penggunaan beberapa obat anestesi seperti thiopental pada anak-anak
harus dengan dosis 20-30% lebih besar dibandingkan dengan dewasa.
Dampak kedua adalah semakin banyak TBW maka akan semakin
rentan terhadap terjadinya dehidrasi, anak-anak membutuhkan kadar
TBW yang lebih banyak karena kadar metabolisme tubuh yang tinggi
serta kemampuan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang lebih rendah
sehingga pengeluaran urin lebih banyak dari dewasa, waktu paruh obat
yang dimetabolisme di ginjal akan meningkat serta toleransi yang
rendah terhadap pemberian air dan garam (GFR saat lahir : 40 ml/min ,
usia 1 tahun : 100 ml/min, Dewasa : 130 ml/min).(14,15)

24
Kebutuhan cairan dasar

2.2.2 Persiapan Anestesi pada Pasien Pediatrik


1. Evaluasi Preoperatif (12)

 Anamnesis
Sebelum melakukan persiapan anestesi pediatrik, lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Pertanyaan yang diberikan pada saat anamnesis
preoperatif
1. Usia Gestasi dan Berat Lahir
2. Masalah selama kehamilan dan persalinan serta skor APGAR
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Kelainan kongenital atau metabolic
6. Riwayat pembedahan
7. Riwayat kesulitan anestesi pada keluarga dan pasien
8. Riwayat Alergi
9. Batuk , Episode Asma, ISPA yang sedang dialami
10. Waktu terakhir makan dan minum
 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah, Laju nadi dan napas, Suhu
3. Data antropometrik : Tinggi dan berat badan
4. Adanya gigi yang lepas atau goyang
5. Sistem respirasi
6. Sistem Kardiovaskuler
7. Sistem Neurologi

25
 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila diperkirakan akan ada banyak
pendarahan pada saat operasi, bayi prematur, penyakit sistemik dan penyakit
jantung kongenital. Pemeriksaan kadar elektrolit dapat dilakukan bila terdapat
penyakit ginjal ataupun metabolik lainnya dan pada kondisi dehidrasi.
Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila terdapat penyakit paru-paru, scoliosis
ataupun penyakit jantung. Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan
sesuai penyakit pasien yang ditemukan.
 Menentukan klasifikasi status fisik
Dalam hal ini dipakai klasifikasi ASA (American Society of
Anesthesiology) sebagai gambaran prognosis pasien secara umum
- ASA I : Pasien normal dan sehat
- ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik sedang 
- ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat 
- ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat dan mengancam nyawa 
- ASA V : Pasien dengan jiwa terancam yang diprediksi tidak dapat
bertahan tanpa operasi
- ASA VI : Pasien yang dinyatakan mati batang otak
 Persiapan di kamar operasi
Untuk persiapan induksi anestesi umum diperlukan ‘STATICS’ :

- S : Scope : Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.


Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia
pasien. Lampu harus cukup terang.
T : Tube : Pipa trakea (sesuai usia). Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed)
dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
- A : Airway : Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat
pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan
napas.
- T : Tape : Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
- I : Introducer : Stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

26
- C : Connector: Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
- S : Suction : Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

Ukuran peralatan jalan nafas untuk pasien pediatrik


 Premedikasi
Tujuan pemberian premedikasi pada pasien anak sama dengan orang
dewasa yakni untuk menurangi ansietas pasien, mengurangi rasa nyeri
yang dialami, menurunkan dosis obat untuk induksi, serta mengurangi
sekresi jalan napas, namun pemberian pre-medikasi pada anak dapat
memfasilitasi dan memudahkan proses intubasi bila dibutuhkan. Beberapa
obat pre-medikasi yang paling sering diberikan adalah midazolam dan
ketamine. Pemberian obat sedasi harus diberikan hati-hati bila pasien
memiliki gangguan saluran napas dan pemberian harus dihindari bila
pasien memiliki gangguan neurologis atau peningkatan tekanan
intrakranial serta bila ada resiko besar terjadinya aspirasi atau regurgitasi
di lambung.

27
Dosis obat premedikasi pada pasien anak

 Terapi cairan
Cairan perioperatif yang diberikan dapat dikategorikan sebagai berikut: (7)
1. Rumatan (maintenance)
Cairan rumatan perioperatif bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan.
Elektrolit (natrium, kalium dan klorida, dil.), serta glukosa untuk pasien yang
tidak cukup mendapat asupan makanan per oral (misalnya seseorang yang
akan menjalani operasi, penurunan kesadaran atau anoreksia, sakit berat, dll).
Metode perhitungan cairan rumatan untuk anak-anak yang paling mudah dan
banyak digunakan adalah metode Holliday-Segar. Perhitungan kebutuhan
cairan dari metode ini didasari perkiraan berapa kilo kalori yang digunakan
untuk metabolisme, di mana setiap 100 kilo kalori yang digunakan perlu
diganti dengan 100 ml cairan (satu kilokalori yang hilang butuh satu mili liter
cairan pengganti). Metode Holliday-Segar selanjutnya dapat disederhanakan
dengan memperkirakan kebutuhan cairan setiap jam. Metode lain untuk
memperkirakan kebutuhan cairan rumatan adalah dengan menggunakan
acuan luas permukaan tubuh dan kebutuhan kalori basal. Persamaan ini
melibatkan lebih banyak perhitungan, dan metode pengukuran kebutuhan
kalori basal membutuhkan alat khusus yang disebut indirect calorimetri yang
berharga mahal. Kebutuhan cairan berdasarkan luas permukaan tubuh,
1500ml/m2 BSA/hari. Pedoman NICE tahun 2015 merekomendasikan

28
penggunaan kristaloid bebas glukosa yangtmengandung Na dalam kisaran
131-154 mmol/L untuk resusitasi cairan, dan kristaloid isotonik dengan atau
tanpa glukosa untuk pemeliharaan rutin tanpa menentukan cairan isotonic
yang direkomendasikan. Pilihan cairan rumatan tergantung pada kebutuhan
elektrolit dan glukosa. Bayi baru lahir dan bayi prematur atau BBLR berisiko
mengalami hipoglikemia selama periode perioperatif dan perlu monitoring
ketat kadar gula darah.
2. Cairan resusitasi/pengganti defisit
Diberikan sebelum tindakan operasi dilakukan, kecuali kondisi anak
memerlukan operasi darurat. Pada kondisi darurat kondisi darurat, cairan
resusitasi diberikan bersamaan dengan persiapan operasi dan saat tindakan
operasi. Keadaan hipovolemia harus diganti secepatnya dengan bolus cairan
isotonik atau koloid 20 mL/kg dan bila disertai dengan hemoglobin rendah
maka pemberian darah harus dipertimbangkan. Defisit cairan dapat terjadi
akibat:
 Puasa
Beberapa penelitian pada bayi menunjukkan bahwa pemberian
cairan bening diperbolehkan hingga 2 jam, dan ASI hingga 4 jam sebelunt
operasi. Terdapat pula beberapa bukti bahwa bayi pada usia <3 bulan
dapat diberi susu formula hingga 4 jam sebelum operasi dengan luaran
yang cukup aman. Sebaliknya, anjuran untuk mengonsumsi susu sapi atau
makan makanan padat kurang dari 6 jam sebelum operasi pada balita dan
anak-anak tidak mempunyai cukup bukti.
 Dehidrasi
Dehidrasi dan beberapa kondisi medis yang berhubungan dengan
kchilangan cairan ruang ketiga (misalnya obstruksi usus) akan
memengaruhi volume cairan intravaskular. Penggantian kchilangan cairan
intravaskular sebaiknya dilakukan dengan pemberian cairan isotonis dan
isoosmolar, dengan cairan kristaloid (Ringer Laktat atau NaCt 0,9%)
ataupun dengan cairan koloid. Pada anak yang lebih kecil, jumiah loading
cairan sebaiknya disesuaikan dengan berat badannya.
 Ketidakseimbangan elektrolit

29
Anak pada masa pertumbuhan memililki kcbutuhan elektrolit yang
lebih besar. Untuk menggantikan kehilangan clektrolit dari urine dan
menyediakan eiektrolit tambahan untuk pertumbuhan, kira-kira diperlukan
2-3 mEq natrium dan klorida, serta 2 mEq kalium untuk setiap 100 kilo
kalori enengi yang diperlukan atau 100 ml cairan rumatan. Dengan
demilkian pada kondisi pasien yang memiliki status kardiovaskular dan
fungsi ginjal normal, kecukupan eiektrolit disediakan dengan pemberian
cairan intravena yang mengandung larutan garam ¼ normal (Na = sekitar
35 mEa/l), dan 20 mEa kalium per liter. Harus dlingat bahwa perkiraan
kebutuhan elektrolit pada pasien anak didasarkan pada komposisi
clektrolic bayi yang menyusul normal (ASI, susu sapi. dIl.). Beberapa
rekomendasi menyarankan penggunaan larutan dengin konsentrasi natrum
lebih tinggi (misalnya larutan garam ½ normal) untuk anak-anak yang
lebih besar.
3. Pengganti (replacement)
Untuk mengganti defisit atau kehilangan yang sedang berlangsung
 Hiponatremia
Penanganan yang harus dilakukan pada kondisi hiponatremia adalah
sebagai berikut:
- Koreksi defisit cairan
- Resusitasi syok: NS/RL/Ringer fundin
- Kalkulasi defisit natrium/jam
- Rumatan plus defisit natrium/24 jam
- Infus D5 0.45 NS atau D5 Ns atau RD5 + mEq
Na+ = (Na dinginkan - Na sekarang) x BB x 0.6 ditambahkan 10-20
meq KCi/I sesuai dengan fungsi ginjal dan kadar K
 Hipokalemia
Penanganan yang harus dilakukan pada kondisi hipokalemia adalah
sebagai berikut:
- K: 0.5-1mEq/kg (maksimal 20meq)/2jam
- Pengulangan: setiap 4-8 jam sesuai kebutuhan
- Monitoring EKG

30
 Hiperkalemia
Penanganan yang harus dilakukan pada kondisi hipokalemia adalah
sebagai berikut:
- Cacl: 0,1-0.3ml/kg cairan 10%
- CaGlukonas: 0,3-1 ml/kg cairan 10%
- Natrium bikarbonat: 1-2 mEa/kg + hiperventilasi ringan sampai
sedang
- Glukosa ditambah insulin: 0,5g/kg glukosa plus 0,1U/kg insulin/30
menit
2. Pemantauan intraoperative (11)
Tenaga kesehatan yang berkualifikasi harus berada di dalam kamar
bedah selama pemberin anestesia/analgesia bertujuan untuk memantau pasien,
dan memberikan antisipasi segara terhadap perubahan abnormal yang terjadi. 
Beberapa pemantauan yang dapat dilakukan, yaitu:
 Jalan nafas 
Selama anestesia baik dengan teknik sungkup atau intubasi trakea harus
dipantau secara ketat, dan kontinyu untuk mempertahankan kebutuhan
jalan nafas. Sungkup muka (face mask) mengantar udara/gas anestesi dari
alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan nafas pasien. Bentuknya dibuat
sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernafas spontan atau
dengan tekanan positif tidak bocor, dan gas masuk semua ke trakea lewat
mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam tergantung usia,
yaitu: 
- Ukuran 03 untuk bayi baru lahir. 
- Ukuran 02, 01, 1 untuk anak kecil.
- Ukuran 2, 3 untuk anak besar. 
- Ukuran 4, 5 untuk dewasa. 
Pada pola nafas spontan, pemantauan dilakukan dengan melihat
gejala atau tanda, seperti terdengar suara jalan nafas patologis, gerakan
kantong reservoir terhenti atau menurun, tampak gerakan dada paradoksal.
Pada nafas kendali gejala atau tanda yang dapat dilihat, yaitu tekanan
inflasi terasa berat, tekanan positif inspirasi meningkat. 

31
 Oksigenasi 
Oksigenasi yang dilakukn bertujuan untuk memastikan kadar zat di
dalam udara/gas inspirasi, dan di dalam darah. Hal ini dilakukan terutama
pada anestesia umum inhalasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni: 
- Memeriksa kadar oksigen gas inspirasi, dilakukan dengan
mempergunakan alat pulse oxymeter yang mempunyai alarm batas
minimum, dan maksimum. 
- Oksigenasi darah, diperiksa secara klinis dengan melihat warna
darah luka operasi, dan permukaan mukosa, secara kualitatif
dengan alat oksimeter denyut, dan pemeriksaan analisis gas darah. 
 Ventilasi 
Ventilasi dapat dilakukan dengan diagnostik fisik yaitu dengan
mengawasi gerakan naik turunnya dada, kembang kempisnya kantong
reservoir, atau dengarkan suara nafas menggunakan auskultasi. Dapat juga
dilakukan dengan memantau end tidal CO2 terutama pada operasi lama,
misalnya bedah kraniotomi. Pemantauan menggunakan sistem alarm pada
alat bantu nafas mekanik yang mampu mengeluarkan sinyal/tanda yang
terdengar jika nilai ambang tekanan dilampaui.
 Sirkulasi
Pemantauan fungsi sirkulasi dapat dilakukan dengan mengukur
tekanan darah secara invasif, EKG, dan disertai dengan oksimeter denyut.
Pemantauan ini dilakukan pada pasien berisiko tinggi pada anestesia atau
bedah ekstensif, dan dilakukan secara kontinyu selama tindakan
berlangsung. Yang kedua pemantauan dapat dilakukan melihat dari
produksi urin, ditampung, dan diukur volumenya setiap jam terutama pada
operasi besar, dan lama.
 Suhu tubuh 
Apabila dicurigai atau diperkirakan akan atau ada terjadi
perubahan suhu tubuh, maka suhu harus diukur secara kontinyu pada
daerah sentral tubuh melalui esophagus atau rectum dengan termometer
khusus yang dihubungkan dengan alat pantau yang mampu menayangkan
secara kontinyu.(15)

32
3. Perawatan pasca operatif (12)
Pasca anestesia merupakan periode kritis yang segera dimulai
setelah pembedahan dan anestesia diakhiri sampai pasien pulih dari
pengaruh anestesia. Pemindahan pasien dari kamar operasi dilaksanakan
dengan hati-hati mengingat pasien dalam keadaan belum sadar penuh atau
belum pulih dari pengaruh anestesia. Posisi kepala diatur sedemikian rupa
sehingga keluasan jalan nafas tetap adekuat dan ventilasi terjamin. Pada
pasien yang belum bernafas spontan, diberikan nafas buatan. Gerakan
pada saat memindahkan pasien dapat menimbulkan atau menambah rasa
nyeri akibat tindakan pembedahan dan bisa terjadi dislokasi sendi. Pada
pasien dengan blok spinal, posisi pasien diatur sedemikian rupa sehingga
aliran darah dari daerah tungkai ke proksimal tetap lancar; infus, pipa
nasogastrik, dan kateter urin harus tetap berfungsi dengan baik atau tidak
terlepas. Pada saat pasien tiba di ruang pemulihan, dilakukan evaluasi
fungsi vital. dilakukan pemantauan secara periodik berdasarkan Steward
Score pada anak-anak dan alderete score pada dewasa, pasien dapat
dipindahkan ke ruang perawatan apabila steward Score >5.

Penilaian Steward score

2.2.3 Komplikasi

33
Komplikasi perioperatif pada jalan napas lebih sering terjadi pada
anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Bayi dan anak sangat
mudah dan cepat mengalami desaturasi oksigen, hipoksemia,
dekompensasi kardiovaskular hingga henti jantung. Bayi juga memiliki
tonus vagal yang tinggi dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga bayi
lebih mudah untuk mengalami bradikardia hingga henti jantung sebagai
respons terhadap hipoksemia. Beberapa komplikasi perioperatif jalan
napas yang sering terjadi adalah: spasme laring, croup pasca intubasi,
spasme bronkus, aspirasi, edema paru, edema laring dan trauma
laringotrakea.(7)

34
BAB III
PEMBAHASAN

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Panji A, Cindryani M. Anestesiologi dan terapi intensif: anestesi umum.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2019. 390–395 p.
2. Pramono A. Buku kuliah anestesi. Jakarta: EGC; 2015.
3. Panji AS, Cindryani M. Anestesiologi dan terapi intensif: Anestesi umum.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama; 2019:390-5
4. Adler A. Clinical procedure: general anesthesia. WebMD LLC [Internet].
2018 [cited 2022 Nov 27]; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1271543overview#a3
5. Smith G, D'Cruz JR, Rondeau B, et al. General Anesthesia for Surgeons.
[Updated 2021 Oct 12]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan-.Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493199/
6. Baumann LM. The mont reid surgical handbook:general anesthesia. 7th
ed.Elsevier:2018;109-22
7. Rehatta NM, Hanindito E, Tantri AR. Anestesiologi dan Terapi Intensif:
Buku Teks Kati PERDATIN. Gramedia. 2019
8. Whitlock EL, Pardo MC. Basics of anesthesia:Choice of anesthetic
technique. 7th ed.Elsevier:2018;213-9
9. Gottlieb EA, Andropoulos. Miller’s Basic of Anesthesia. 7 th Edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2018
10. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD.Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 6th ed. New York : McGraw-Hill Education ; 2018.
11. Euliano T Y, Gravenstein J S, Gravenstein N, et al. General Anesthesia in
Essential Anesthesia 2nd Edition. 2015

12.  Bansal T, Hooda S. Anesthetic Considerations In Pediatric Patients .


JIMSA 2013;26:2

13. Abdelmalak B, Abel M, Ali HH, Aronson S, Avery G, et al.

Anesthesiology. 2nd Edition. McGrawHill. 2012 : USA

14. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar anestesiologi. Departemen


Anestesiologi dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia / RS Cipto Mangankusumo. 2012 : Jakarta

15. Macfarlane F. Pediatric Anatomy and Physiology and the Basis of


Pediatric Anesthesia.MaterChildren’sHospital.

36
https://www.aagbi.org/sites/default/files/7-Paediatric-anatomy-
physiology-and-the-basics-of-paediatric-anaesthesia.pdf

37
LAMPIRAN

38
39
40

Anda mungkin juga menyukai