Disusun oleh :
dr. Dinda Seruni Medina Nasution
Pendamping :
dr. Nur Ihsani Dewi
1
HALAMAN PENGESAHAN
PORTOFOLIO MEDIS
KASUS INSTALASI GAWAT DARURAT
IMPENDING EKLAMSIA
PENEGAKKAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
Disusun oleh :
dr. Dinda Seruni Medina Nasution
2
Nama Peserta Dinda Seruni Medina Nasution
Nama Wahana RSUD Sejiran Setason
Topik Sirosis Hepatis
Tanggal Kasus 21 Juni 2020
Tanggal Presentasi
Tempat Presentasi IGD RSUD SEJIRAN SETASON
Tinjauan
Keilmuan Keterampilan Penyegaran
Pustaka
Obyek Presentasi Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja
Dewasa Lansia Bumil
Pasien pria usia 51 tahun datang ke IGD RSUD SS
Deskripsi
Rujukan dar RS BT dengan keluhan sesak napas.
Mampu menegakkan diagnosis Impending Eklampsia,
memberikan tatalaksana awal kasus Impending
Tujuan
Eklampsia, dan mengetahui komplikasi dari Impending
Eklampsia.
Tinjauan
Bahan Bahasan Riset Kasus Audit
Pustaka
Presentasi &
Cara Membahas Diskusi E-Mail Pos
Diskusi
Nama : Tn . I No. RM : 00014XXX
Usia : 51 Tahun Jenis Kelamin : Pria
Data Pasien
Pekerjaan : Pekerja Swasta Alamat : Belo Laut
Tanggal Masuk:21-06-2020 Status Pembayaran : BPJS
Data Utama Untuk Bahan Diskusi
1. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dibawa dari rujukan Klinik Bakti Timah Parit
3
3 dengan diagnose Hepatic encephalopathy + CHF + CAD.
Keluhan sesak napas sejak 2 hari SMRS. Sesak dirasakan tiba, tiba,
membaik dengan istirahat. Perut membesar sejak 1 bulan SMRS,
pasien juga mengeluhkan mata berwarna kuning.
b. Riwayat Penyaki Dahulu
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat diabetes melitus : (-)
Riwayat penyakit jantung : (-)
Riwayat asma : (-)
Riwayat alergi obat / makanan : (-)
Riwayat pengobatan : (-)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat diabetes melitus : (-)
Riwayat penyakit jantung : (-)
d. Riwayat Pribadi - Sosial – Ekonomi
Pasien adalah seorang pekerja swasta. Pasien mengatakan tidak
pernah merokok, namun sering mengonsumsi minuman
beralkohol, selama belasan tahun. Pengobatan pasien
menggunakan asuransi kesehatan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
Kesadaran compos mentis
Tekanan darah 100/60 mmHg
Nadi 78 kali/menit
Respiratory rate 24 kali/menit
Suhu 36 ,5 ˚C
Saturasi 98%
Berat badan 60 Kg
4
Tinggi Badan 150 cm
b. Status Generalis
Kepala
Mesocephal
Mata
Konjungtiva anemi (-/-)
Sklera ikterik (+/+)
Pupil bulat, central, reguler, ukuran 3 mm / 3mm
Refleks cahaya (+/+)
THT
Dalam batas normal
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2 reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi: Cembung
Palpasi: Soepel
Perkusi: Timpani menurun, Dhifting dullness (+)
Auskultasi: BU 5x/I
Genitalia
5
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
CRT < 2 detik
Akral hangat (+/+)
Pitting edema pretibial (+/+)
c. Status Lokalis
Abdomen
Teraba massa di regio kiri atas abdomen dengan ukuran 4x1
cm, permukaan halus, konsistensi keras, mobile, nyeri tekan
(-).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 15,0 gr/dL
Hematokrit 41 %
Eritrosit 5,1 jt/mm3
Leukosit 18.980 /mm3
Trombosit 194.000 /mm3
MCV 81 fL
MCH 29 pg
MCHC 35 g/dL
RDW – CV 19,2 %
Basofil 0%
Eosinofil 0%
Neutrofil Batang 1%
Neutrofil Segmen 89 %
Limfosit 5%
Monosit 5%
Gol. Darah 0+
6
Masa Perdarahan (BT) -
Masa Pembekuan (CT) -
GDS -
b. Elektorlit
Pemeriksaan Hasil
Natrium 136 mEq/L
Kalium 4,1 mEq/L
Klorida 100 mEq/L
c. Kimia Klinik
Pemeriksaan Hasil
Gula Darah Sewaktu 128 mg/dL
Ureum 55mg/dL
Kreatinin 1,5 mg/dL
SGOT 38 U/L
SGPT 62 U/L
Bilirubin Total 21 mg/dL
Bilirubin direk 1,3 mg/dL
Bilirubin Indirek 0,7 mg/dL
Albumin 3,0 g/dL
4. Diagnosis
Obs Dispneu ec CHF Fc II-III + Ascites ec Sirosis Hepatis +
Hipoalbuminemia + AKI dd CKD
5. Tatalaksana
a. Non – Farmako
Bedrest Total
Head Up 30 o
7
Pantau urine output
Diet rendah garam
Diet tinggi protein
b. Farmako
IVFD RL asnet
O2 dengan nasal kanul 3 lpm
Inj furosemide 3x1 amp
Inj omeprazole 2x40 mg
Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Hasil Pembelajaran
1. Definisi Sirosis Hepatis
2. Diagnosis Sirosis Hepatis
3. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
4. Komplikasi Sirosis Hepatis
Subjektif
8
b. Abdomen
Inspeksi: Cembung
Palpasi: Soepel
Perkusi: Timpani menurun, Dhifting dullness (+)
Auskultasi: BU 5x/I
c. Ekstremitas: Edema pretibial (+/+)
3. Pemeriksaan Penunjang
Leukosit: 18.980
SGOT: 38
SGPT: 62
Bilirubin total: 2,1
Bilirubin indirek: 1,3
Albumin: 3,0
Assessment
I. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai
deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis
parenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata
yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata
9
merupakan kelnajutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati.
Bruselosis. Toksoplasmosis
Ekinokokus, Skistosomiasis
Hepatitis Virus (Hep B, Hep C, Hep D, Sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
10
Defisiensi α 1-antitripsin
Sindrom Fanconi
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sclerosis primer
Penyebab Lain atau Tidak terbukti
11
alkoholik,2). Hepatitis alkoholik, dan 3) Sirosis alkoholik.
Perlemakan hati alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosis teregang oleh vakuola lunak
dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosis ke
membran sel.
Hepatitis alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat
masukan alcohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang
terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan
kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jarinagn ikat seperti
jarring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis.
Jalinan jaringan ikat halus ini mengelililngi massa kecil sel hati yang masih ada
yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun
demikian kerusakan sel hati yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan
kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol (nodular)
menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan
mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolism
asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia
relative dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi
(missal daerah perisentral); 2). Infiltrasi/aktivitas neutrofil ; 3). Formasi acetal-
dehyde-protein adducts ; 4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif
dari metabolisme etanol.
12
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus ( misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik). maka sel stelata
akan menjadi sel yang membentuk kolagen, jika proses berjalan terus di dalam
sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat. Sirosis
hati yang disebabkan oleh etiologi lain frekuensinya sangat kecil sehingga tidak
dibicarakan disini.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental
yaitu kegagalan parenkim hati dan hipertensi porta. Tekanan sistem portal lebih
dari 10 mmHg (Normal 5-10 mmHg). Manifestasi dari gejala dan tanda tanda
klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan
fundamental tersebut.
13
IV. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap
kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga
sering ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada
laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut
badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat
pula disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
14
- Kontraktur Dupuytern akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tapi tidak secara
spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien
diabetes mellitus, distorsi refleks simpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alcohol.
- Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstedion.
- Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Menonjol
pada sirosis alkoholik dan hemokromatosis.
- Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar,normal, atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
- Splenomegali sering ditemukan pada sirosis nonalkoholik, pembesaran ini
karena kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
- Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta
dan hipoalbunemia. Caput medusa juga sebagai akibat dari hipertensi porta.
- Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang
berat.
- Ikterus, pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin gelap
seperti air teh.
- Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai:
- Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar
- Batu hepar vesika velea akibat hemolysis
- Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini
akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema.
V. Diagnosis
15
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan
klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan
fisis, laboratorium, dan USG.
Gambaran Laboratoris
16
akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis.
Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang
merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta
ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi
imunoglobulin.
- Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan
produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat
kerusakan jaringan hati.
- Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis dengan
ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air
bebas.
- Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga
biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam
penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia
normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom
makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia,
leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan
dengan adanya hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
- Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada
penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan
pemeriksaan rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien
sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah
dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang
kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG
abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan,
homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati
akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan
USG juga bisa di lihat ada tidaknya ascites, splenomegali, thrombosis dan
pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati pada
sirosis.
17
- Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biayanya relatif mahal.
- Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis
sirosis selain mahal biayanya.
VI. Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas
hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya.
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati,
akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
1. Ensepalopati Hepatikum
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan
dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam
usus.Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-
bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus.U nsur-unsur
ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini,
contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya,
unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana
mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah,
fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic
encephalopathy.Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan
dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari
hepatic encephalopathy.Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan,
kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang
tertekan.Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan
18
koma dan kematian.
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri akibat
disfungsia hati yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien
dengan sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik.
Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan
fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah
jatuh ke keadaan koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh
karena adanya gangguan metabolism energi pada otak dan peningkatan
permeabelitas sawar darah otak. Peningkatan permeabilitas sawar darah otak ini
akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu
(tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-
aminobutyric acid (GABA).
2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi
porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis
sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama
sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk
setiap episodenya.
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi
portal). Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah
dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal
dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan
lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices
kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
19
jarang.Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname
karena perdarahanyang secara aktif dari varices-varices kerongkongan
mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial
peritonitis.
4. Sindrom Hepatorenal
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus. Diagnosis
sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang
dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin
kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.5
5. Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
Sindrom ini merupakan kejadian yang jarang terjadi.
B. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari
sirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas
dari penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan
20
hati, pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar
penanganan kasus sirosis. Kalori diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
b. Ensefalopati Hepatik
Pada pasien Ensefalopati Hepatik dimulai dengan diit rendah protein
(dikurangi sampai 0,5 gr/kg BB/hari) dan laktulosa. Laktulosa membantu
21
pasien untuk mengeluarkan amonia, sehingga pasien buang air besar dua
sampai tiga kali sehari. Neomisin atau metronidazol bisa digunakan untuk
mengurangi bakteri usus penghasil amonia.
c. Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
d. Peritonitis Bakterial Spontan (SBP)
Peritonitis bacterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksisilin, atau aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam
dan air.
f. Transplantasi hati
Bila sirosis telah semakin berlanjut, transplantasi hati tampaknya menjadi
satu-satunya pilihan pengobatan
C. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit
yang menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum
dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-
Pugh. Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem skoring ini pada
tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi
portocaval shunt. Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan
memasukkan albumin sebagai pengganti variabel lain yang kurang spesifik
dalam menilai status nutrisi. Beberapa revisi juga dilakukan dengan
menggunakan INR selain waktu protrombin dalam menilai kemampuan
pembekuan darah. Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat pada
tabel 3. Sistem klasifikasi Child- Turcotte Pugh dapat memprediksi angka
kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka
kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A
22
adalah 100%, Child-P ugh B adalah 80%, dan Child Pugh C adalah 45%.1
SKOR
1 2 3
Bilirubin serum
Life span
Kategor
Skor 1 tahun 2 tahun
i
23
Plan
1. Non – Farmako
2. Bedrest Total
3. Head Up 30 o
4. Pantau urine output
5. Diet rendah garam
6. Diet tinggi protein
2. Farmako
1. IVFD RL asnet
2. O2 dengan nasal kanul 3 lpm
3. Inj furosemide 3x1 amp
4. Inj omeprazole 2x40 mg
5. Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Daftar Pustaka
1. Lindseth, NG. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam : Price,
AS. Wilson, ML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. Jakarta : EGC. 472-85; 2006.
2. In: Kumar V, Cotran S, Robbins L. Buku Ajar Patologi. Edisi ketujuh.
Jakarta: EGC; 2007.
3. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.P
668-673
24
4.Maryani, Sri Sutadi. 2003. Sirosis Hepatitis Fakultas Kedokteran Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara. [serial online] 15
September 2014. Available from :
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf.
5.Widjaja, Felix F. Sirosis Hepatis. Journal of Department of Internal
Medicine, Faculty of Medicine Universitas Indonesia/ Cipto
Mangunkusumo Hospital, Jakarta. J Indosn Med Assoc, Volum: 61,14
September 2014. Available from :
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile
6. Karina. Sirosis Hepatis. Article of Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang. 14 September 2014.
Available from : http://. eprints.undip.ac.id/22681/1/Karina.pdf
25