Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien
Nama : Tn. A
Tanggal lahir : 27 Oktober 2001
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pasir emas sengingi
Status Pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan terakhir : tamat SMA
Suku : Minang
Nomor MR : 01163293
Jenis Anamnesis : Autoanamnesis

2. Anamnesis
Seorang laki-laki berumur 21 tahun dirawat di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M Djamil
Padang dengan:
Keluhan Utama: BAB hitam 1 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- BAB hitam 1 hari yang lalu, 5 jam yang lalu BAB sudah kekuningan, konsistensi lunak.
- Pasien dirujuk dari rumah sakit swasta dengan DHF grade II, pasien dirawat sejak 3 hari
yang lalu.
- Demam sejak 1 minggu yang lalu, demam tinggi, menggigil tapi tidak berkeringat, 2 hari
ini demam perbaikan.
- Tampak bintik-bintik merah di kedua lengan dan tungkai sejak 7 hari yang lalu.
Perdarahan gusi tidak ada, mimisan tidak ada.
- Penurunan nafsu makan menurun sejak 7 hari yang lalu disertai mual dan muntah.
Muntah terjadi sejak demam hari pertama, berisi makanan dan minuman yang
dikonsumsi sebelumnya.
- BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien pernah dirawat karena DBD pada tahun 2019
- DM tidak ada
- Hipertensi tidak ada
- Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


- Ada riwayat hipertensi dari ayah
- Tidak ada riwayat DM dan penyakit jantung di keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang terkonfirmasi DBD

Riwayat ekonomi, sosial, dan lingkungan


Pasien adalah mahasiswa yang kos di sekitar Universitas Negeri Padang, di depan kos
terdapat sumur yang tidak ditutup, tidak diketahui ada/tidaknya kasus DBD di lingkungan
tempat tinggal pasien.

3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Tanda Vital
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan Darah : 129/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 64x/menit
Frekuensi Napas : 24x/menit
Suhu : 36,8x/menit
SpO2 : 99%
Status Generalisata
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam dan tampak lebat
Mata : Konjungtiva tidak anemis. Sklera tidak ikerik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, kripta tidak melebar
Gigi dan mulut : Perdarahan gusi tidak ada
Leher : Inspeksi : tidak ditemukan kelainan
Palpasi : tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid kiri dan kanan
tidak teraba.

Thoraks
Paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris
- Palpasi : Fremitus dinding dada kanan dan kiri sama kuat
- Perkusi : Sonor di lapangan paru kiri dan kanan
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di LMCS RIC V seluas 2 jari
- Perkusi : batas jantung kanan di linea parasternalis kanan, batas jantung kiri di
linea midclavicula kiri
- Auskultasi : Irama S1S2 reguler, tidak ada bising sistolik ataupun diastolik

Abdomen
- Inspeksi : tidak distensi
- Palpasi : supel, tidak ditemukan organomegali.
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
CRT <2 detik.
Tampak ptekie di kulit lengan kiri dan kanan.
Oedema tidak ada.

4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tanggal pemeriksaan
23 Januari 2023
PT : 11.0 detik Ht : 42%
APTT : 29.6 detik Trombosit : 15 x 103/mm3
SGOT : 50 U/L Eritrosit : 5.18 x 106/mikroL
SGPT : 31 U/L Retikulosit : 0.37%
Hb : 15.8 g/dL Albumin : 3.8 g/dL
Leukosit : 4.99 x 103/mm3

Kesan:
- Leukosit sedikit menurun
- Trombositopenia
- APTT melampaui nilai rujukan
- SGOT meningkat

24 Januari 2023
Anti Dengue IgG : POSITIF MCHC : 35%
Anti Dengue IgM : POSITIF RDW-CV : 11.5%
Hb : 14.5g/dL BDW-CV :11.5%
Leukosit : 9.52 x 103/mm3 Hitung jenis
Ht : 42% Basofil : 0.00%
Trombosit : 23 x 103/mm3 Eosinofil : 0.00%
Eritrosit : 4.89 x 106/mikroliter Neutrofil batang : 1%
Retikulosit : 0.48% Neutrofil segmen : 69%
MCV : 86 fL Limfosit : 22%
MCH : 30 pg Monosit : 9%

Kesan:
- Anti dengue IgM IgG positif
- Trombositopenia

24 Januari 2023
Hb : 13.9 g/dL
Leukosit : 8.00 103/mm3
Trombosit : 26 x 103/mm3
Ht : 38%
Eritrosit : 4.61 x 106/mikroL

Kesan:
- Trombositopenia

25 Januari 2023
Hb : 14.3 g/dL
Leukosit : 6.20 x 103/mm3
Ht : 41%
Trombosit : 30 x 1033/mm3
Malaria : Negatif

Kesan: Trombositopenia

26 Januari 2023
Hb : 15.1 g/dL
Leukosit : 6.59 x 103/mm3
Ht : 41%
Trombosi : 62 x 103/mm3
t

Kesan: Trombositopenia

27 Januari 2023
Hb : 12.9 g/dL
Leukosit : 5.50 x 103/mm3
Ht : 39%
Trombosit : 359 x 103/mm3
Retikulosit : 1.61%

Kesan: dalam batas normal

Rontgen Thorax
- Foto rontgen thorax AP dengan:
- trakea di tengah
- aorta dan mediastinum superior dalam batas normal
- posisi jantung normal, CTR < 50%
- hilus tidak menebal/melebar
- corakan bronkovaskular tidak meningkat
- Tidak tampak infiltrat/nodul di kedua lapangan paru
- Diafragma licin dan kedua sudut kostofrenikus lancip
- Tulang kesan intak
Kesan: tidak tampak kelainan radiologis pada pemeriksaan thoraks

5. Diagnosis Kerja
Diagnosis primer: Trombositopenia ec DHF grade II
Diagnosis sekunder: Post melena ec trombositopenia
Syndroma Dyspepsia Epigastric Pain Type

6. Diagnosis Banding
- Demam tifoid
- campak
- influenza

7. Tatalaksana
Istirahat
Diet ML TKTP
IVFD RL 6 jam/kolf
Paracetamol 3x500mg PO
Lansoprazole 1x30mg IV
Vit B Kompleks 2x1tab PO
BAB IV
DISKUSI

Dilaporkan seorang pasien laki-laki usia 21 tahun dengan diagnosis Dengue hemoragic
fever grade II, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Dari autoanamnesis didapatkan bahwa pasien dirujuk ke RSUP Dr. M Djamil karena
BAB hitam 1 hari yang lalu. BAB hitam terjadi satu kali, konsistensi lunak. BAB selanjutnya
berwarna kuning, konsistensi lunak, tidak ada darah. Keluhan ini tidak disertai muntah hitam
ataupun muntah darah. Pasien sudah diketahui DHF stage 2.
Pasien demam sejak 7 hari SMRS, demam tinggi, terus menerus, disertai menggigil, dan
tidak berkeringat. Demam turun bila pasien minum Paracetamol, setelah itu demam muncul
kembali. Keluhan nyeri di belakang mata dan nyeri sendi disangkal. Selama demam pasien
juga mual dan muntah serta nafsu makan menurun. Muntah berisi makanan dan minuman
yang dikonsumsi hari itu. Berat badan pasien turun kira-kira 2-3Kg. Demam beriringan
dengan munculnya bintik-bintik merah di kulit lengan dan tungkai, tanpa perdarahan pada
gusi ataupun mimisan. Pasien dibawa ke rumah sakit swasta pada hari ke 5 demam dan
dirawat inap selama 2 hari sebelum dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil dengan keluhan BAB
hitam.
Manifestasi DHF dimulai dengan demam tinggi yang biasanya bifasik selama 2-7 hari
serta gejala klinik yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri kepala, nyeri otot atau
di persendian. Demam sebagai gejala utama pada semua kasus. Pada umumnya pasien
mengalami fase demam selama 2-7 hari diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pasien
dibawa ke rumah sakit pada demam hari ke-5. Setelah dirawat di rumah sakit swasta demam
pasien turun hingga suhu normal di hari ke 7, dimana di hari yang sama dikeluhkan BAB
hitam. Keesokan harinya pasien di rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil dengan kadar trombosit
10.000mg/dL. Bisa dicurigai pada demam hari ke-7 sudah dimulai fase kritis, dimana harus
diawasi tanda-tanda syok pada pasien DHF.
Pada pasien ditemukan pula bintik-bintik merah di sekitar lengan dan tungkai yang
muncul bersamaan dengan demam. Demam dengan ptekie juga merupakan gejala khas pada
DHF. Ptekie jika tidak ditemukan spontan pada pasien juga bisa diperkisa dengan uji
torniket, dimana jumlah ptekie sama atau lebih dari 10 mengindikasikan adanya disfungsi
endotel vaskuler oleh karena respons inflamasi atau defisiensi vitamin C. Makrofag yang
terinfeksi virus dengue akan mengaktivasi sel T helper dan sel T sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Aktivasi monosit oleh interferon gamma
menyebabkan sekresi mediator inflamasi seperti TNF-alfa, IL-1, dan PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamin yang semuanya berperan dalam kerusakan endotel vaskuler.
Efeknya adalah sindroma kebocoran kapiler berupa perdarahan spontan dan kebocoran
plasma.
Hematemesis dan melena adalah bentuk manifestasi yang berat dari perdarahan spontan
akibat DHF. Perdarahan gastrointestinal sebetulnya lebih mengarah ke gejala dan tanda DSS
(Dengue Shock Syndrome), sebab menurut kepustakaan gejala ini lebih sering ditemukan
pada fase DSS, walaupun juga ditemukan pada fase akut dan kritis DBD. Pada pasien ini
BAB hitam dikeluhkan satu kali, dan BAB selanjutnya berwarna kuning.
Riwayat DHF sebelumnya pada tahun 2020 mengarahkan kita pada kemungkinan
terjadinya infeksi oleh serotipe virus dengue yang berbeda sehingga berlaku hipotesis
Halstead tentang secondary heterologous infection. Hipotesis ini mengatakan bahwa infeksi
berulang akan menyebabkan aktivasi respon anamnestik antibodi yang terjadi bersamaan
dengan replikasi virus di makrofag seperti pada infeksi pertama yang menyebabkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Hal ini menyebabkan pasien dengan infeksi DBD
berulang memiliki peluang lebih tinggi untuk mengalami sindroma renjatan dengue/DSS.
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien dengan tanda vital baik tanpa kelainan yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik selain adanya ptekie di lengan dan tungkai pasien. Pasien
mengaku bintik-bintik merah ini sudah banyak berkurang jika dibandingkan ketika demam
tinggi beberapa hari sebelumnya. Di punggung maupun perut pasien tidak ditemukan ptekie.
Selanjutnya pada pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Januari 2023 ditemukan
trombositopenia, leukopenia ringan, APTT sedikit memanjang, dan SGOT meningkat. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada pasien DHF adalah trombositopenia dibawah 100.000
mg/dL, leukopenia ataupun kadar leukosit normal, gangguan faal hemostasis berupa nilai
PT/APTT yang memanjang, hemokonsentrasi dimana peningkatan hematokrit lebih dari 20%
hematokrit normal, hipoproteinemia akibat kebocoran plasma, serta bisa juga ditemukan
SGOT dan SGPT yang meningkat pada kondisi gangguan koagulasi. Laboratorium tanggal
24 Januari 2023 mengonfirmasi diagnosis DHF dengan pemeriksaan IgM dan IgG anti-
dengue positif.
Pada pemeriksaan rontgen thorax antero-posterior tidak didapatkan kelainan radiologis.
Pada pasien DHF bisa ditemukan dengan efusi pleura akibat kebocoran plasma. Efusi pleura
pada pemeriksaan rontgen thorax dapat dilihat dari sudut kostofrenikus yang tumpul atau
diafragma yang terselubung atau perselubungan hemithorax yang luas, ditentukan oleh
derajat beratnya efusi. Pada pasien ini tidak tampak efusi pleura.
Penegakan diagnosis DHF diikuti pula dengan derajat keparahannya agar dapat diberikan
tatalaksana yang sesuai. Protokol penanganan DBD dewasa dibagi dalam 6 kategori yakni:
Protokol 1. Penanganan tersangka (Probable) DBD
Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD di ruang rawat inap
Protokol 3. Pemberian cairan pada kasus DBD dengan Tanda Peringatan
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
Protokol 5. Penatalaksanaan DBD dengan syok terkompensasi
Protokol 6. Penatalaksanaan Sindroma Syok Dengue
Pasien ditatalaksana awalnya di rawat inap dengan probable DBD, sebab ketika sampai di
RSUP Dr. M Djamil pasien tidak mengalami perdarahan spontan yang masif dan tidak ada
tanda-tanda syok, oleh karena itu kita mengikuti protokol 2. Prinsip tatalaksana DBD protokol
2 dengan hematokrit normal dan trombosit <100.000 mg/dL adalah pemberian cairan infus
kristaloid sesuai kebutuhan cairan pasien. Dengan perkiraan berat badan pasien saat itu adalah
75kg, maka volume cairan kristaloid yang diberikan adalah 2.620 ml/24 jam, sehingga kepada
pasien diberikan infus ringer laktat 1 kolf/6 jam. Selanjutnya dilakukan pemantauan
hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap 24 jam melalui pemeriksaan darah rutin. Bisa
diberikan terapi simptomatik yaitu dengan obat antipiretik Paracetamol 3x500mg per hari dan
diminum jika demam. Terapi cairan dan obat-obatan juga bersamaan dengan anjuran istirahat
yang cukup untuk pasien (tirah baring), dan pemberikan makanan lunak tinggi kalori tinggi
protein. Pengawasan tanda-tanda syok dan perdarahan spontan tetap dilanjutkan.
Keluhan nafsu makan turun oleh karena mual dan muntah serta rasa tidak nyaman di
perut mengarah pada sindroma dispepsia. Pada sindroma dispepsia tipe dismotility like
dyspepsia pasien akan mengeluhkan gejala mual, muntah, kembung, rasa cepat kenyang.
Faktor risiko terjadinya sindroma dispepsia pada pasien ini adalah penggunaan obat anti-
inflamasi non steroid. Terapi yang diberikan untuk mengurangi keluhan ini adalah obat
golongan proton pump inhibitor, yaitu lansoprazole 1x30mg secara intravena dan Vitamin B
kompleks 2x1 tablet per oral.
Berikut kriteria yang harus dipenuhi untuk pemulangan pasien DHF yang rawat inap:
1. Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan obat antipiretik;
2. Nafsu makan membaik;
3. Perbaikan klinis yang nyata;
4. Diuresis yang adekuat;
5. Hematokrit stabil;
6. Telah melewati masa paling tidak 2 hari setelah syok;
7. Tidak ada gangguan pernafasan akibat efusi pleura atau asites; dan
8. Jumlah trombosit lebih dari 50000 per mm3.

Anda mungkin juga menyukai