Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

Demam Berdarah Dengue

Pembimbing:
dr. Jeanne Laurensie Sihombing, Sp.A
dr. Adi Sentosa, Sp.A

Disusun oleh:
Yesie Manise 112021193
Nathaniel Hiwandika 112021106

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UKRIDA
RUMAH SAKIT FMC BOGOR
I. ILUSTRASI KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : An. MKA Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 22 Desember 2009 Suku Bangsa : Sunda

Usia : 12 tahun Agama : Islam

Pendidikan : SMP Alamat : Jl. Roda Pembangunan

Tanggal masuk RS : 29 Agustus 2022

1.2 IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ibu : Ny. MH

Usia : 39 tahun

Suku Bangsa : Sunda

Alamat : Jl. Roda Pembangunan No. 69 Nanggewer

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

1.3 ANAMNESIS

Dilakukan dengan alloanamnesis dari ibu pasien pada tanggal 29 Agustus 2022, pukul 23:12
WIB.

1.4 KELUHAN UTAMA

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

1
1.5 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RS FMC dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam
tiba-tiba tinggi dan terus menerus. Saat diukur, suhu tubuh pasien mencapai 39˚C. Pasien juga
mengeluh terasa pegal di seluruh tubuh. Pada siang hari sebelum masuk rumah sakit, muncul
bercak kemerahan di bagian dada pasien. Pasien mempunyai riwayat batuk, berdahak warna
putih kehijauan dan pilek sejak 17 Agustus 2022 (12 hari SMRS). Pasien juga mengalami
keluhan mual dan muntah sejak 1 minggu SMRS, hari ini kembali muntah 1 kali berisi
makanan. Nafsu makan berkurang, minum baik. BAB cair (-), BAK tidak ada keluhan, sesak
(-), mimisan/gusi berdarah (-). Pasien belum mengkonsumsi obat apapun sebelum masuk
rumah sakit. Di sekolah (pesantren) pasien, diketahui ada yang menderita demam berdarah
dengue sebelum pasien masuk Rumah Sakit.

1.6 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat demam dan batuk sebelumnya tidak ada. Pasien tidak mempunyai penyakit bawaan.

(-) Sepsis (-) Meningoensefalitis (-) Kejang demam

(-) Tuberkulosis (-) Pneumonia (-) Alergi lainnya

(-) Asma (-) Alergi Rhinitis (-) Gastritis

(-) Diare Akut (-) Diare Kronis (-) Amoebiasis

(-) Disentri (-) Kolera (-) Difteri

(-) Tifus Abdominalis (-) DHF (-) Polio

(-) Batuk Rejan Bawaan (-) Penyakit Jantung Bawaan (-) Tetanus

(-) Demam Reumatik Akut (-) Penyakit Jantung Rematik (-) ISK

(-) Glomerulonefritis (-) Sindrom Nefrotik (-) Kecelakaan

(-) Pleuritis (-) Operasi

2
1.7 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada riwayat demam dan batuk pada keluarga.

1.8 RIWAYAT IMUNISASI

Riwayat imunisasi dasar yang sudah dilakukan:

0 bulan : Hepatitis B

1 bulan : BCG, Polio1

2 bulan : DPT-HB-HIB1, Polio2, PCV1

3 bulan : DPT-HB-HIB2, Polio3, PCV2

4 bulan : DPT-HB-HIB3, Polio4, Polio suntik (IPV)

6 bulan : PCV3, Influenza

9 bulan : Campak-Rubella (MR)

12 bulan : PCV4

15 bulan : Varisela

18 bulan : DPT-HB-HIB4, Hepatitis A

24 bulan :-

3 tahun :-

5 tahun : DPT-HB-HIB5

6 tahun :-

7 tahun :-

8 tahun :-

9 tahun :-

10 tahun :-

12 tahun :-

3
Kesan : Riwayat imunisasi dasar belum lengkap sesuai rekomendasi IDAI tahun 2020.
Imunisasi yang belum dilakukan sesuai rekomendasi IDAI 2020 adalah Tifoid, HPV dan
Dengue.

1.9 RIWAYAT ALERGI

Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, atau alergen lingkungan dari pasien.

1.10 PEMERIKSAAN FISIS

Saat pasien masuk IGD tanggal 29 Agustus 2022 pukul 23.12 WIB

Pemeriksaan Umum:

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (E4 M6 V5)

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 101x/menit

Pernapasan : 24x/menit

Suhu : 38.6 °C

SpO2 : 97% Room Air

Data Antropometri
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 54 kg

4
Status Antropometri

IMT = BB : TB2 = 54 : 1602


= 54 : 1,62 = 54 : 2,56 = 21,0 (BB normal)

5
1.12 PEMERIKSAAN SISTEMATIS

Kepala dan Leher

Bentuk dan ukuran : Bentuk bulat, normosefali, tidak teraba benjolan

Rambut : Rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok

Mata : Kelopak mata edema (-), konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
cekung -/-

Telinga : Daun telinga tidak ada kelainan, serumen -/-, sekret -/-, nyeri tekan -/-

Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)

Mulut : Mukosa mulut tidak hiperemis

Bibir : Mukosa bibir lembab, sianosis (-)

Lidah : Lidah kotor (-)

Tonsil : T1-T1, tenang, detritus (-)

Faring : Hiperemis (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Toraks

Dinding toraks: Bentuk dinding toraks normal, bekas luka operasi (-)

Paru

Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi sela iga (-)

Palpasi : Tidak teraba benjolan (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : ronkhi +/+, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Tidak teraba benjolan, masa (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : Tidak dilakukan

6
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, lesi (-), massa (-), petekie (+) di dada

Palpasi : Dinding perut supel, pembesaran organ (-)

Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen, nyeri tekan epigastrium (+)

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

Ekstremitas

Atas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), gerakan aktif, CRT < 2 detik

Bawah : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), gerakan aktif, CRT < 2 detik

Kulit

Warna : Sawo matang

Jaringan parut : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Merata, warna hitam, tidak ada kelainan

1.13 DIAGNOSIS KERJA

Demam Berdarah Dengue grade I

1.15 SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Darah lengkap

7
1.16 PEMERIKSAAN IMUNOSEROLOGI (Tanggal 31 Agustus 2022, pukul 20.44 WIB)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Metode


SARS COV-2 GEN Negatif Negatif : (Cut of RT-PCR
Value CT-35)

1.17 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan Hasil (29/08/22) Satuan Nilai Rujukan


Darah Lengkap 23.46 WIB
Hemoglobin 14.9 g/dL 10.7 - 14.7
Leukosit *4,800 /mm3 5500 - 15500
Hematokrit 45.0 % 33 - 39
Eritrosit 5.3 Juta/mm^3 4.5 - 5.5
Indeks Eritrosit
MCV 85 fL 82 - 92
MCH 28 Pg 27 - 31
MCHC 33 g/dL 32 - 37
Trombosit 159.000 /µL 150.000 - 450.000
Hitung Jenis
Basofil 1 % 0-1
Eosinofil 1 % 0-3
Netrofil Batang 2 % 2-6
Netrofil Segmen 59 % 50 -70
Limfosit 27 % 20 - 40
Monosit *10 % 2-8
Laju Endap Darah
LED 1 jam *15 mm/jam < 10
Neutrofil Limfosit Ratio 2 > 3.1: Cutoff
6-9: Curiga
>9: Bahaya
Absolut Limfosit Count *1296 < 1500 : Waspada
< 1100 : Curiga
< 500 : Bahaya

8
Jenis Pemeriksaan Hasil (30/08/22) Hasil (30/08/22) Satuan Nilai Rujukan
Darah Rutin 09.37 WIB 20.14 WIB
Hemoglobin 15.7 16.5 g/dL 10.7-14.7
Leukosit *3,270 5,450 /mm3 5500-15500
Hematokrit 47.8 *49.5 % 33-39
Trombosit *124.000 *85.000 /µL 150.000-
450/000
Hitung Jenis
Basofil 1 1 % 0-1
Eosinofil 1 1 % 0-3
Netrofil Batang 2 2 % 2-6
Netrofil Segmen *50 *44 % 50-70
Limfosit 37 38 % 20-40
Monosit *9 *12 % 2-8
Neutrofil Limfosit 1 1 > 3.1: Cutoff
Ratio 6 - 9 : Curiga
> 9 : Bahaya
Absolut Limfosit 1210 2071 < 1500 : Waspada
Count < 1100 : Curiga
< 500 : Bahaya

Jenis Pemeriksaan Hasil (31/08/22) Hasil (31/08/22) Satuan Nilai Rujukan


Darah Rutin 06.57 WIB 18.01 WIB
Hemoglobin *11.0 15.5 g/dL 12.8 – 16.8
Leukosit *3,400 7.400 /mm3 5000 - 10.000
Hematokrit 33.3 46.7 % L: 40-48, P:36-42
Trombosit *43.000 *42.000 /µL 150.000-450.000
Hitung Jenis
Basofil 1 *2 % 0-1
Eosinofil 3 2 % 0-3
Netrofil Batang 3 2 % 2-6
Netrofil Segmen *41 *46 % 50-70

9
Limfosit 40 40 % 20-40
Monosit *12 8 % 2-8
Neutrofil Limfosit 0 1 > 3.1: Cutoff
Ratio 6 - 9 : Curiga
> 9 : Bahaya
Absolut Limfosit 1360 2960
Count < 1500 : Waspada
< 1100 : Curiga
< 500 : Bahaya

Jenis Pemeriksaan Hasil (01/09/22) Satuan Nilai Rujukan


Darah Rutin 06.23 WIB
Hemoglobin 15.7 g/dL 10.7 - 14.7
Leukosit 7.100 /mm3 5500 - 15500
Hematokrit 47.2 % 33 - 39
Trombosit *45.000 /µL 150.000 - 450/000
Hitung Jenis
Basofil 1 % 0-1
Eosinofil 1 % 0-3
Netrofil Batang 2 % 2-6
Netrofil Segmen 51 % 50-70
Limfosit 37 % 20-40
Monosit 7 % 2-8
Neutrofil Limfosit 1 > 3.1: Cutoff
Ratio 6 - 9 : Curiga
> 9 : Bahaya
Absolut Limfosit 2612 < 1500 : Waspada
Count < 1100 : Curiga
< 500 : Bahaya

10
1.17 RESUME

Pasien datang dengan keadaan demam sejak 3 hari SMRS dan pegal di seluruh badan.
Siang harinya, muncul bercak kemerahan di bagian dada pasien. Pasien mempunyai riwayat
batuk, berdahak warna putih kehijauan dan pilek yang dialami sejak 17 Agustus 2022 (12 hari
SMRS). Pasien juga mengalami keluhan mual dan muntah sejak 1 minggu SMRS, hari ini 1
kali berisi makanan. Nafsu makan berkurang, minum baik. BAB cair (-), BAK (+), sesak (-),
mimisan/gusi berdarah (-). Pasien belum mengkonsumsi obat apapun sebelum masuk Rumah
Sakit. Tidak ada keluarga yang mengalami demam dan batuk.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan berat badan 54 kg, panjang badan 160 cm, keadaan
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (E4, M6, V5), frekuensi nadi 101x/menit,
frekuensi napas 24x/menit, suhu 38.6°C, saturasi oksigen 97%. Didapatkan adanya petekie di
dada pasien. Hasil pemeriksaan laboratorium darah awal masuk yaitu ditemukan leukosit
4.800/mm3, monosit 10%, LED 1 jam 15 mm/jam, Absolut Limfosit Count 1296. Kemudian
hasil pemeriksaan laboratorium darah kedua ditemukan leukosit 4.800/mm3. Hasil ketiga
keesokan harinya didapatkan leukosit 3.270/mm3 dan trombosit 124.000/µL dan hasil
pemeriksaan keempat di hari yang sama yaitu hematokrit 49.5% dan trombosit 85.000/ µL.
Selanjutnya keesokan harinya didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium darah yaitu
hemoglobin 11.0 g/dL, leukosit 3.400/mm3, hematokrit 33.3% dan trombosit 43.000/µL.

1.18 DIAGNOSIS AKHIR

Demam berdarah dengue grade III

1.19 Tatalaksana

• IVFD cairan Kristaloid dan Koloid (2 line)

• 2ml/kgBB/jam (maksimal 3000cc/24jam)

• Paracetamol 650mg (diberikan bila suhu >38˚C dengan interval 4-6 jam)

• Ranitidin 2-4mg/kgBB (maksimal 150mg) 2 kali sehari

• Sucralfat 500mg, 4-6 kali perhari untuk mengobati keluhan mual dan muntah

11
1.20 FOLLOW UP

Tanggal 29/08/22, pukul 23.15 WIB


S Demam (+), batuk (+), lemas (+), mual (+), muntah (+), nafsu makan menurun
O KU: TSS, kesadaran: CM
N: 111x/m, RR: 24 x/m, SpO2: 98 %, S: 38.2 °C
Bibir: lembab, sianosis (-)
Paru: ronkhi (+/+)
Abdomen : bercak merah (+), nyeri tekan ulu hati (+)
Ekstremitas: Akral dingin, CRT <2 detik, kaku (-), sianosis (-)
A Demam Berdarah Dengue grade I
P - IVFD Kristaloid 1000 cc/24 jam
- Paracetamol 600 mg IV
- Ondansentron 4 mg

12
Tanggal 30/08/22, pukul 07.00 WIB Tanggal 30/08/22, pukul 20.00 WIB
S Demam (+), batuk (+), lemas (+), pusing Demam (-), batuk (+) berkurang, berdahak
(+), mual (+), muntah (-), nafsu makan warna putih, lemas (+), mual (+), muntah (-),
menurun, BAB (-), BAK 2x BAB (-), BAK 2x250 ml dan 150 ml. Pukul
08.00-20.00 : makan roti 4 cubit. Nafsu makan
dan minum menurun.
O KU: TSS, kesadaran: CM KU: TSS, kesadaran: CM
TD : 110/80 mmHg, TD : 92/55 mmHg,
N: 104x/m, RR: 24 x/m, N: 86 x/m, RR: 22 x/m,
SpO2: 98 %, S: 38.3 °C SpO2: 97 %, S: 36.8 °C
Balans/8 jam : -91 ml Balans/12 jam : -880 ml
Diuresis/8 jam : 0.5 ml/kg/jam Diuresis/12 jam : 0.6 ml/kg/jam
Bibir: lembab, sianosis (-) Bibir: lembab, sianosis (-)
Paru: ronkhi (+/+) Paru: ronkhi (-/-)
Abdomen : bercak merah (+), nyeri tekan Abdomen : bercak merah (+)
ulu hati (+) Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik, kaku
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik, (-), sianosis (-)
kaku (-), sianosis (-)
A Demam Berdarah Dengue grade I Demam Berdarah Dengue grade I
Susp. Covid
P - IVFD Kristaloid 1000 cc/24 jam - IVFD Kristaloid 80 cc/jam
- Paracetamol 600 mg IV - Paracetamol 500mg tab K/P
- Ondansentron 4 mg - Ondansentron 2x4 mg IV
- Lacto B 2x1 sachet
- Ceftriaxone 2x1g
- Apyalis sirup 1x5 ml
- Lasal sirup 3x5 ml
- Diet MB 1800 kkal

13
Tanggal 31/08/22, pukul 07.00 WIB Tanggal 31/08/22, pukul 20.00 WIB
S Demam (-), batuk (+) berdahak warna Demam (-), batuk (+) berdahak warna putih,
putih, lemas (+), mual (+), muntah (+) 4x lemas (+), mual (+), muntah (+) 4x berisi air dan
berisi air dan lendi. Pukul 20.00-07.00 : lendir, BAB (-), BAK 2 x 200, nafsu makan dan
pagi ini makan bubur 3 sendok makan, minum menurun
minum 400 ml, BAB (-), BAK 2x200,
nafsu makan menurun
O KU: TSS, kesadaran: CM KU: TSS, kesadaran: CM
TD : 100/70 mmHg, TD : 100/70 mmHg,
N: 74 x/m, RR: 20 x/m, N: 74 x/m, RR: 20 x/m,
SpO2: 98 %, S: 36.0 °C SpO2: 98 %, S: 36.0 °C
Balans/6 jam : +407 ml Balans/12 jam : +1178 ml
Diuresis/6 jam : 0.6 ml/kg/jam Diuresis/12 jam : 4.0 ml/kg/jam
Bibir: lembab, sianosis (-) Bibir: lembab, sianosis (-)
Paru: ronkhi (-/-) Paru: ronkhi (-/-)
Abdomen : bercak merah (+) Abdomen : bercak merah (+)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, kaku
kaku (-), sianosis (-) (-), sianosis (-)
A Demam Berdarah Dengue grade I Demam Berdarah Dengue grade III
Susp. Covid-19
P - IVFD Kristaloid 1000 cc/24 jam - IVFD RL 62.5 ml/jam, HES 62.5 ml/jam
- Paracetamol 600 mg IV - Paracetamol 500mg tab K/P
- Ondansentron 4 mg - Ondansentron 4 mg
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Ranitidin 2 x 50 mg
- Sucralfat 3 x 5 ml
- Apyalis sirup 1x5 ml

14
Tanggal 01/09/22, pukul 07.00 WIB Tanggal 01/09/22, pukul 20.00 WIB
S Demam (-), batuk (+) berdahak berwarna Demam (-), batuk (+) berdahak berwarna
putih, mual (+), muntah (-). Nyeri perut putih, mual (-), muntah (-), sesak (-). Nyeri
pada bagian ulu hati, kanan dan kiri atas perut pada bagian ulu hati, kanan dan kiri
perut. Pukul 21:00-07.00 belum makan, atas perut. Pukul 07:00 – 19.00 makan 1
minum air putih 750 ml. BAB (-) dan BAK porsi nasi dan ayam 50 ml, roti 10 ml,
500 ml. Nafsu makan dan minum membaik. minum air putih 2,5 botol 1600 ml. BAB (-
) dan BAK dari pukul 07.00-19.00 sebanyak
1450 ml. Nafsu makan dan minum
membaik.
O KU: TSS, kesadaran: CM KU: TSS, kesadaran: CM
TD : 115/80 mmHg TD : 110/70 mmHg
N: 82 x/m, reguler, kuat angkat, N: 89 x/m, reguler, kuat angkat,
RR: 24 x/m, SpO2: 98%, RR: 20 x/m, SpO2: 97%, S: 36,5°C
S: 36°C, Vas :5 Balans/12 jam : +891 ml
Balans/12 jam : +778 ml Diuresis/12 jam : 2.2 ml/kg/jam
Diuresis/12 jam : 0.7 ml/kg/jam Bibir: lembab, sianosis (-)
Bibir: lembab, sianosis (-) Paru: ronkhi (-/-)
Paru: ronkhi (-/-) Abdomen : bercak merah (+), nyeri tekan
Abdomen : bercak merah (+), nyeri tekan regio epigastrium, hipokondrium kanan dan
regio epigastrium, hipokondrium kanan dan kiri.
kiri. Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik
A Dengue Haemoragic Fever grade III Dengue Haemoragic Fever grade III
P - IVFD RL 62.5 ml/jam, HES 62.5 ml/jam - IVFD RL 62.5 ml/jam, HES 62.5 ml/jam
- Paracetamol 500 mg tab K/P - Paracetamol 500 mg tab K/P
- Omeprazole 1 x 40 mg - Omeprazole 1 x 40 mg
- Ranitidin 2 x 50 mg - Ranitidin 2 x 50 mg
- Sucralfat 3 x 5 ml - Sucralfat 3 x 5 ml

15
Tanggal 02/09/22, pukul 07.00 WIB
S Demam (-), batuk (+) frekuensi batuk
berkurang, berdahak berwarna putih, mual
(-), muntah (-), sesak (-). Nyeri perut pada
bagian ulu hati, kanan dan kiri atas perut.
Pukul 19:00 – 07.00 makan 1 porsi kebab 30
ml, roti 10 ml, minum air putih 3 botol 1800
ml. BAB (-) dan BAK dari pukul 19.00-
07.00 sebanyak 700 ml. Nafsu makan dan
minum membaik.
O KU: TSS, kesadaran: CM
TD : 110/80 mmHg
N: 82x/m, reguler, kuat angkat,
RR: 33x/m, SpO2: 99%, S: 36.0°C
Balans/24 jam : +1443 ml
Diuresis/24 jam : 2.0 ml/kg/jam
Bibir: lembab, sianosis (-)
Paru: ronkhi (-/-)
Abdomen : bercak merah (+)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik,
kaku (-), sianosis (-)
A Demam Berdarah Dengue grade III
P - IVFD RL 62.5 ml/jam, HES 1 ml/jam
- Paracetamol 500 mg tab K/P
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Ranitidin 2 x 50 mg
- Sucralfat 3 x 5 ml

16
II. TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Pendahuluan

Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan global. Setiap tahun terdapat
peningkatan kejadian penyakit tersebut yang menimbulkan kematian sekitar kurang dari 2%.
Kejadian luar biasa penyakit telah sering dilaporkan dari berbagai negara. Penyakit dengue
terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis dengan sekitar 2,5 milyar penduduk yang
mempunyai risiko untuk terkena penyakit ini.1

Diperkirakan setiap tahun sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000
di antaranya memerlukan rawat inap dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak.
Asia tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis, di mana
Indonesia termasuk di salah satunya, yang mempunyai alasan utama untuk dengue dengan
rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian pada anak.1,2

II. 2. Definisi Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) atau yang disebut dengan dengue hemorrhagic fever
(DHF) adalah penyakit menular akibat virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti
atau Aedes albopictus. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat jenis virus dengue.2

II. 3. Epidemiologi

Penyakit DBD perdana ditemukan di Indonesia di Kota Surabaya tahun 1968. Setiap
tahun terdapat kenaikan jumlah warga Indonesia yang terjangkit penyakit demam berdarah
dengue. Pada tahun 2018-2021, prevalensi DBD meningkat sebesar 751 kasus atau rata-rata
peningkatan sebesar 195 kasus pertahun. Angka kematian demam berdarah dengue pada anak
ini mencapai hingga 6% yang meninggal karena infeksi serta tergantung pada ketersediaan
perawatan yang menunjang dan tepat.2

II. 4. Etiologi

Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk Stegomiya aegipty
(dahulu disebut Aedes aegipty) dan Stegomiya albopictus (dahulu Aedes albopictus). Transmisi
tergantung dari faktor biotik seperti faktor virus, vektor nyamuk, penjamu manusia, dan dari
abiotik seperti suhu lingkungan, kelembapan, dan curah hujan.1

17
Vektor nyamuk

Pada saat ini nyamuk Stegomiya aegipty (Aedes aegipty) disebut sebagai spesies
kosmopolitan yang banyak ditemukan di berbagai belahan dunia. Nyamuk ini merupakan
nyamuk domestik yang mempunyai afinitas tinggi untuk menggigit manusia (antropifilik) serta
dapat menggigit lebih dari satu individu (multiple-bite) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Pola hidup yang seperti ini menyebabkan nyamuk tersebut menjadi vektor yang sangat
potensial untuk menularkan virus dengue dari satu individu ke individu lain. Hanya untuk
betina yang menggigit manusia.1,2

Penjamu

Saat nyamuk menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, virus masuk
ke dalam tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam 5-7 hari fase demam. Nyamuk
kemudian menyebarkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada
individu antara lain ditentukan oleh status imun dan faktor genetik penjamu.

Faktor Abiotik

Suhu lingkungan, kelembapan dan curah hujan, telah diketahui berperan dalam
penyebaran penyakit dengue. Perubahan iklim secara global dilaporkan membuat nyamuk
mengalami dehidrasi sehingga untuk mempertahankan diri nyamuk akan lebih sering
menggigit manusia. Peningkatan curah hujan, terutama saat peralihan dari musim kemarau ke
musim penghujan dilaporkan berpengaruh terhadap peningkatan kasus penyakit dengue.1

II. 5. Patogenesis

Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi berbagai
komponen dari respon imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara terintegrasi. Sel imun
yang paling penting dalam beriteraksi dalam virus dengue yaitu sel dendrit, monosit/makrofag,
sel endotel dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara
lain sitokin, peningkatan aktivitas sistem komplemen, serta terjadi aktivitas limfosit T. Apabila
aktivitas sel imun tersebut berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi),
kemokin, dan mediator inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebihan dari
zat-zat tersebut akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai
bentuk tanda dan gejala infeksi virus dengue.1

18
II. 6. Manifestasi Klinis Demam Berdarah Dengue

Manifestasi klinis DBD dimulai dengan demam yang tinggi, mendadak, kontinua,
kadang bifasik, berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai dengan gejala lain seperti muka
merah (fasial flushing), anoreksia, mialgia dan artralgia. Gejala lain dapat berupa nyeri
epigastrik, mual, muntah, nyeri pada daerah subkostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang
disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan dapat dijumpai pada
pemeriksaan fisis. Demam dapat mencapai 40˚C, dan dapat disertai kejang demam.1

Manifestasi perdarahan dapat dijumpai pada uji tourniquet yang positif, petekie spontan
yang dapat ditemukan di daerah ekstremitas, aksila, muka dan palatum mole. Epistaksis dan
perdarahan gusi dapat ditemukan, kadang disertai dengan perdarahan ringan saluran cerna,
hematuria lebih jarang ditemukan. Perdarahan berat juga dapat ditemukan.1

Ruam makulopapular atau rubeliformis dapat ditemukan pada fase awal sakit, namun
berlangsung singkat sehingga sering luput dari pengamatan orang tua. Ruam konvaleses
(seperti pada demam dengue) dapat ditemukan pada masa penyembuhan. Hepatomegali
ditemukan sejak fase demam, dengan pembesaran yang bervariasi antara 2-4cm bawah arkus
kosta. Hepatomegali tidak disertai dengan ikterus dan tidak berhubungan dengan derajat
penyakit, namun hepatomegali lebih sering ditemukan pada DBD dengan syok (sindrom syok
dengue/SSD).1

Pada DBD sering terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi pleura,
apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites. Pemeriksaan rontgen foto dada
posisi lateral dekubitus kanan, efusi pleura terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan
yang sering dijumpai. Derajat luasnya efusi pleura seiring dengan beratnya penyakit.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dipakai untuk menemukan asites dan efusi pleura.1

Peningkatan nilai hematokrit (≥20% dari data dasar) dan penurunan kadar protein
plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dL dari data dasar) merupakan tanda indirek kebocoran
plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan kurangnya volume intravaskular yang akan
menyebabkan syok hipovolemik yang dikenal sebagai sindrom syok dengue (SSD) yang
memperburuk prognosis.1

19
Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Manifestasi klinis DBD terdiri dari tiga fase, yaitu :

1. Fase demam
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan hilangnya
demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh menurun segera,
tidak secara bertahap. Mengilangnya demam dapat disertai berkeringat dan perubahan
pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan gangguan ringan sistem sirkulasi
akibat kebocoran plasma yang tidak berat. Pada kasus sedang sampai berat terjadi
kebocoran plasma yang bermakna sehingga akan menimbulkan hivopolemi dan bila
berat menimbulkan syok dengan mortalitas yang tinggi.1
2. Fase kritis (syok)
Fase kritis terjadi pada saat demam turun. Pada saat ini terjadi puncak kebocoran
plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemi. Kewaspadaan dalam
mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan mengenal tanda dan gejala
yang mendahului syok (warning sign). Warning sign umumnya terjadi menjelang akhir
fase demam, yaitu antara hari sakit ke 3-7. Muntah terus-menerus dan nyeri perut hebat
merupakan petunjuk awal perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk
ke keadaan syok. Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Gejala
tersebut akan tetap menetap walaupun sudah terjadi syok. Perdarahan mukosa spontan
atau perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan
penting. Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit
dan progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit di atas data
dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan pada umumnya didahului oleh
leukopenia (≤ 5.000 sel/mm3).1
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda paling
awal yang sensitif dalam mendeteksi perembesan plasma yang pada umumnya
berlangsung selama 24-48 jam. Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan
darah serta volume nadi, oleh karena itu, pengukuran hematokrit berkala sangat
penting, apabila makin meningkat berarti kebutuhan cairan intravena untuk
mempertahankan volume intravaskular bertambah, sehingga penggantian cairan yang
adekuat dapat mencegah syok hipovolemik.1
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh ke

20
dalam dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan profound shock yang
menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ progresif, dan koagulasi
intravaskular diseminata. Perdarahan hebat yang terjadi menyebabkan penurunan
hematokrit, dan jumlah leukosit yang semula leukopenia dapat meningkat sebagai
respons stres pada pasien dengan perdarahan hebat. Beberapa pasien masuk ke dalam
fase kritis perembesan plasma dan kemudian mengalami syok sebelum demam turun,
pada pasien tersebut peningkatan hematokrit serta trombositopenia terjadi sangat cepat.
Selain itu, pada pasien DBD baik yang disertai syok atau tidak dapat terjadi keterlibatan
organ, misalnya hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan/atau perdarahan hebat,
yang dikenal sebagai expanded dengue syndrom.1

Tabel 1. Tanda Bahaya (Warning Sign) Demam Berdarah Dengue1

3. Fase penyembuhan (fase konvalesen)


Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam,
terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang intravaskular yang
berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu
makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan
diuresis menyusul kemudian. Pada beberaapa pasien dapat ditemukan ruam
konvalesens, beberapa kasus lain dapat disertai pruritus umum. Bradikardia dan
perubahan elektrokardiografi pada umumnya terjadi pada tahap ini. Hematokrit

21
kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan yang direabsorbsi.
Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi
pemulihan jumlah trombosit umumnya akan lambat. Gangguan pernapasan akibat efusi
pleura masif dan ascites, edema paru atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama
fase kritis dan/atau fase pemulihan jika cairan intravena diberikan berlebihan.1

Fase Gejala Klinis1


Demam Dehidrasi,
Demam tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologi dan kejang
demam
Kritis Syok akibat perembesan plasma,
Perdarahan masif,
Gangguan organ
Konvalesens Hipervolemia (jika terapi cairan intravena diberikan secara berlebihan
dan/atau dilanjutkan sampai fase konvalesens)
Edema paru akut

Tabel 2. Derajat Penyakit Demam Berdarah Dengue4

Derajat penyakit
DBD grade I Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala, nyeri di
belakang bole mata, pegal, dan nyeri sendi dengan uji bendung
positif
DBD grade II Gejala di atas disertai perdarahan spontan seperti bintik-bintik
merah di kulit, mimisan, pardarahan gusi, muntah darah atau BAB
berwarna hitam
DBD grade III Gejala di atas disertai kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan
lembab, serta gelisah)
DBD grade IV Renjatan/syok berat dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur

22
Tabel 3. Klasifikasi Diagnosis Infeksi Dengue3
1997 2011 Klasifikasi baru

Demam dengue Demam dengue (tanpa Dengue Tata laksana


(tanpa perembesan perembesan plasma tanpa warning Grup A
plasma) signs

DBD derajat I (tanpa DBD derajat I (tanpa Dengue Tata laksana


syok) syok) dengan warning Grup B
signs
DBD derajat II DBD derajat II
EDS*
(tanpa syok, namun (tanpa syok, namun
ada perdarahan ada perdarahan
spontan) spontan)
DBD derajat III DBD derajat III Severe dengue Tata laksana
(sindrom syok (sindrom syok (perembesan Grup C
dengue) dengue) plasma hebat,
DBD derajat IV DBD derajat IV perdarahan hebat,
(sindrom syok (sindrom syok dengue dan keterlibatan
dengue dengan dengan profound organ)
profound shock) shock)

Klasifikasi Infeksi Dengue


Sebuah studi multisenter klinis prospektif di daerah endemis dengue yang didukung
WHO/TDR mengumpulkan bukti untuk membuat kriteria klasifikasi dengue berdasarkan
derajat keparahan. Temuan studi mengkonfirmasi bahwa dengan menggunakan satu set
parameter klinis dan/atau laboratorium dapat menilai perbedaan yang jelas antara pasien
dengan dengue berat dan dengue tidak berat. Namun untuk alasan praktis, kelompok pasien
dengan dengue tidak berat dibagi menjadi dua subkelompok yaitu pasien dengue dengan
warning signs dan tanpa warning signs, untuk itu klasifikasi diagnosis dengue, sebagai berikut:3
1. Dengue tanpa warning signs.
2. Dengue dengan warning signs.
3. Severe dengue

23
Pasien dengue tanpa warning signs dapat berkembang menjadi severe dengue. Faktor
komorbid pada pasien dengan infeksi dengue memungkinkan kondisi dengue tanpa warning
signs berlanjut menjadi warning signs atau severe dengue.3

Severe Dengue
Kasus severe dengue di Asia Tenggara menempati tempat tertinggi, yaitu 15% dari
seluruh kasus severe dengue. Diantara kasus severe dengue, 244 (90%) mengalami perembesan
plasma, perdarahan hebat 39 (14%), dan disfungsi organ berat 28 (10%). Frekuensi tertinggi
kejadian perembesan plasma dialami oleh kelompok usia.3
Peningkatan permeabilitas vaskular diikuti hipovolemia hebat sampai terjadi syok,
berlangsung pada saat defervescence. Pada awal syok, terjadi mekanisme kompensasi untuk
menjaga agar tekanan sistolik normal, menyebabkan takikardia dan vasokonstriksi perifer.
Pada saat ini tekanan diastolik meningkat sehingga tekanan nadi menyempit diikuti dengan
kenaikan tahanan perifer.3
Pasien dengue yang mengalami syok akan tetap sadar. Pada akhir syok, akan terjadi
dekompensasi yaitu tekanan sistolik dan diastolik akan turun tiba-tiba. Syok hipotensif
berkepanjangan dan hipoksia dapat memicu kegagalan multi organ yang merupakan kondisi
klinis yang sangat kompleks, untuk itu perlu dilakukan penilaian ada/tidaknya suatu proses
perubahan hemodinamik dengan menilai kondisi pasien secara menyeluruh. Pedoman ini
memberikan cara sederhana untuk mengetahui adanya perubahan hemodinamik.3

24
Tabel 4. Penilaian hemodinamik : proses perubahan hemodinamik3
Parameter Sirkulasi stabil Syok Terkompensasi Syok Dekompensasi
Waktu Kontak baik, Kontak baik, respons Kontak tidak adekuat,
pengisian respons normal normal sampai hanya berespons
kapiler (alert) respons terhadap suara terhadap nyeri (pain)
(voice) sampai tidak berespons
sama sekali terhadap
stimulus (unresponsive)
Waktu Cepat (<2 detik) Lambat (>2 detik) Sangat lambat, kutis
pengisian marmorata
kapiler
Ekstremitas Ekstremitas hangat Perifer dingin Ekstremitas lembab dan
dan merah muda dingin
Volume nadi Volume baik Lemah, cepat dan Lemah atau tidak ada
perifer dangkal
Denyut Normal sesuai usia Takikardia Takikardia berat dengan
jantung bradikardia pada syok
lanjut
Tekanan Tekanan darah Tekanan sistolik Tekanan nadi sempit
darah normal sesuai usia normal tapi diastolik (<20mmHg)
meningkat Tekanan Hipotensi*
nadi menyempit
Tekanan nadi Hipotensi postural Tekanan darah tidak
normal sesuai usia terdeteksi
Frekuensi Frekuensi napas Takipnea Asidosis
napas normal sesuai usia metabolik/hipertensi/pe
rnapasan Kussmaul
Diuresis Normal Adanya penurunan Anuria
Untuk BB pasien diuresis dari nilai
<30kg, maka normal
diuresis
≥1ml/kgBB/jam.

25
Untuk BB pasien
≥30 kg maka
diuresis ≥0.5
ml/kgbb/ jam

II. 7. Diagnosis

Diagnosis klinis demam berdarah dengue


• Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi dan terus-menerus (kontinua)
• Manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji
Tourniquette yang positif
• Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital
• Dijumpai kasus demam berdarah dengue, baik di lingkungan sekolah, rumah atau
sekitar rumah
• Hepatomegali
• Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala :
- Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur
- Ditemukan adanya efusi pleura, asites
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
• Trombositopenia < 100.000/mm3

Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti perembesan plasma
dan trombositopenia cukup untuk menegakan diagnosis DBD.

Diagnosis Banding4
Infeksi virus dengue : - Demam atau riwayat demam tinggi selama 2-7 hari
Demam dengue, demam - Manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji
berdarah dengue, dan bendung positif)
syok sindrom dengue - Pembesaran hati
- Tanda-tanda gangguan sirkulasi

26
Demam dengue :tidak - Peningkatan nilai hematokrit, trombositopenia dan
ada kebocoran leukopenia
pembuluh darah. - Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita
atau tersangka demam berdarah dengue
Demam berdarah
dengue : ada kebocoran
pembuluh darah.
Malaria - Demam tinggi khas bersifat intermiten
- Demam terus-menerus
- Menggigil, nyeri kepala, berkeringat dan nyeri otot
- Anemia
- Hepatomegali, splenomegali
- Hasil apus darah positif (plasmodium)
Demam tifoid - Demam lebih dari 7 hari
- Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang
jelas
- Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
- Delirium
Sepsis - Terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius tanpa
penyebab yang jelas
- Hipo atau hipertemia
- Takikardia, takupneu
- Gangguan sirkulasi
- Leukositosis atau leukopeni
Chikungunya - Gangguan sistemik ringan
- Ruam non spesifik
- Nyeri sendi

27
II. 8. Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer lengkap Trombositopenia (<100.000/µL)


(hari ke 3-7) Leukopenia < 4.000/µL, limfositosis
Hematokrit ≥ 20% dari pemeriksaan awal atau data populasi
menurut umur
Diagnosis etiologis NS1, diperiksa ≤ hari ketiga sakit dan serologi dengue yaitu
IgM dan IgG anti-dengue ≥ hari kelima sakit sampai 90 hari
Tes fungsi hati SGOT sedikit meningkat, SGPT lebih jarang meningkat
Foto toraks Untuk mendeteksi adanya efusi pleura
USG abdomen Melihat adanya ascites, dan hepatomegali5

II. 9. Penatalaksanaan

Pengganti cairan

- Jenis cairan
Cairan kristaloid isotonik merupakan cairan pilihan untuk pasien DBD.
Tidak dianjurkan pemberian cairan hipotonik seperti NaCl 0.45%, kecuali bagi
pasien usia <6 bulan. Dalam keadaan normal setelah 1 jam pemberian cairan
hipotonis, hanya ½ volume yang bertahan dalam ruang intravaskular sedangkan
cairan isotonis ¼ volume yang bertahan, sisanya terdistribusi ke ruang intraselular
dan ekstraselular. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat volume cairan yang
bertahan akan semakin berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan
pada pemberian hipotonis. Cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas >300 mOsm/L)
seperti dextran 40 atau HES walaupun lebih lama bertahan dalam ruang
intravaskular namun memiliki efek samping seperti alergi, mengganggu fungsi
koagulasi, dan berpotensi mengganggu fungsi ginjal. Jenis cairan ini hanya
diberikan pada keadaan 1) perembesan plasma masif yang ditujukkan dengan nilai
hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan
kristaloid yang adekuat, atau 2) pada keadaan syok yang tidak berhasil dengan
pemberian bolus cairan kristaloid yang kedua. Cairan koloid isoonkotik kurang
efektif. Pada bayi <6 bulan diberikan cairan NaCl 0,45% atas dasar pertimbangan
fungsi fisiologis yang berbeda dengan anak yang lebih besar.
- Jumlah cairan

28
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi klinis dan
temuan laboratorium. Pasien dengan obesitas, pemberian jumlah cairan harus hati-
hati karena mudah terjadi kelebihan cairan, perhitungan sebaiknya berdasarkan
berat badan ideal.

Antipretik

Paracetamol 10-15mg/kgBB diberikan bila suhu >38˚C dengan interval 4-6 jam. Hindari
pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan kompres hangat.

Nutrisi

Apabila pasien masih bisa minum, dianjurkan minum yang cukup, terutama minum cairan yang
mengandung elektrolit.

Pemantauan

- Selama perawatan pantau keadaan umum pasien, nafsu makan, muntah, perdarahan,
dan tanda peringatan.
- Perfusi perifer harus sering diulang untuk mendeteksi awal gejala syok
- Tanda-tanda vital seperti suhu, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah
harus dilakukan setiap 2-4 jam.
- Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan dilakukan sebelum resusitasi atau
pemberian cairan intravena (sebagai data dasar), diupayakan dilakukan setiap 4-6
jam sekali
- Volume urin perlu ditampung minimal 8-12 jam
- Diupayakan jumlah urin ≥ 1.0 mL/kgBB/jam (berat badan diukur dari berat badan
ideal)
- Pada pasien dengan risiko tinggi, misalnya obesitas, bayi, ibu hamil, komorbid
(diabetes mellitus, hipertensi, thalasemia, sindrom nefrotik, dan lain-lain) perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium atas indikasi.
- Pantau : darah perifer lengkap, kadar gula darah, uji fungsi hati, dan sistem
koagulasi sesuai indikasi
- Apabila diperlukan pemeriksaan radiologi untuk medeteksi adanya efusi pleura,
pemeriksaan yang diminta adalah foto radiologi dada dengan posisi lateral kanan
dekubitus.

29
Keputusan tata laksana tergantung pada manifestasi klinis dan keadaan lain (Gambar
6), pasien dapat dipulangkan (Grup A), dirujuk untuk tata laksana di rumah sakit (Grup B),
atau membutuhkan perawatan emergensi dan rujukan segera (Grup C). Perlu menjadi
perhatian, manifestasi klinis dengue dapat berubah dan sulit diprediksi, namun demikian
tatalaksana yang diberikan konsisten mengikuti kondisi pasien saat dilakukan pemeriksaan
(status present).3
1. Tatalaksana Grup A, B, dan C3
a. Grup A
Rawat jalan Pasien yang dipulangkan ke rumah untuk tata laksana rawat jalan.
Pasien yang masuk grup A adalah mereka yang masih bisa minum dengan jumlah cukup
dan buang air kecil setidaknya 6 jam sekali serta tidak memiliki warning signs, terutama
ketika demam turun (defervescense).
b. Grup B
Pasien yang harus dirujuk untuk perawatan di rumah sakit Pasien perlu dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder (rumah sakit) untuk pemantauan yang lebih
ketat utamanya ketika memasuki fase kritis. Selama pemantauan rawat inap pasien
dengue di rumah sakit, 52 (28%) dari 185 demam dengue dapat berkembang mejadi
sindrom syok dengue (severe dengue), maka pemantauan tanda vital, warning signs,
dan pemeriksaan hematologi perlu dilakukan secara berkala. Tata laksana grup B
adalah untuk pasien dengan warning signs atau dengan penyakit penyerta (faktor risiko)
yang akan membuat tata laksana menjadi lebih kompleks, contohnya bayi, obesitas,
komorbiditas (diabetes melitus, penyakit hemolitik, gagal ginjal), atau jika dijumpai
kondisi sosial khusus misalnya tempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan dengan
keterbatasan akses transportasi, hidup sendiri (tanpa keluarga) walaupun tidak dijumpai
warning signs.
Anjurkan pasien untuk minum lebih banyak. Jika tidak terpenuhi, mulai terapi
cairan intravena dengan NaCl 0,9% (normal saline) atau ringer laktat dengan atau tanpa
dekstrose dengan tetesan rumatan. Untuk pasien dengan obesitas atau kelebihan berat
badan (overweight), gunakan berat badan ideal untuk menghitung jumlah cairan yang
diberikan. Berikan cairan intravena secukupnya untuk mempertahankan perfusi yang
baik dan diuresis cukup. Cairan intravena pada umumnya hanya diperlukan selama 24–
48 jam.

30
Jika pasien memiliki warning signs, rencana tindakan yang harus dilakukan meliputi
sebagai berikut.
1) Lakukan pemeriksaan hematokrit sebelum memberikan terapi cairan.
Berikan larutan isotonik seperti NaCl 0,9% (normal saline), Ringer laktat, atau
cairan Hartmann’s. Dimulai dengan tetesan 5–7 ml/kg/jam selama 1–2 jam
sesuai indikasi klinis dan/atau laboratoris (mis.: dehidrasi, perembesan plasma),
kemudian dikurangi menjadi 3–5 ml/kg/jam untuk 2–4 jam, dan diturunkan
menjadi 2–3 ml/kg/jam atau kurang berdasarkan respons klinis.
2) Periksa kembali kondisi klinis dan ulangi pemeriksaan hematokrit. Jika
hematokrit tetap sama atau hanya sedikit meningkat, lanjutkan pemberian cairan
tersebut dengan tetesan sama (2–3 ml/kg/jam untuk 2–4 jam berikutnya. Jika
tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat dengan pesat, naikkan tetesan
cairan menjadi 5–10 ml/kg/jam untuk 1–2 jam berikutnya. Nilai kembali
kondisi klinis, lakukan pemeriksaan hematokrit ulang dan tentukan jumlah
tetesan cairan sesuai kondisi.
3) Berikan cairan intravena secukupnya untuk menjaga perfusi jaringan tetap
baik dan mempertahankan diuresis 1 ml/kgBB/jam. Cairan intravena umumnya
diberikan hanya dalam waktu 24–48 jam. Kurangi cairan intravena secara
bertahap apabila tingkat perembesan plasma berkurang. Hal ini dapat diketahui
dari jumlah pengeluaran urin dan/atau asupan cairan secara oral yang membaik,
atau turunnya hematokrit di bawah nilai dasar (baseline) dengan kondisi pasien
yang stabil 4) Pasien dengan warning signs harus dipantau oleh tenaga
kesehatan (dokter dan/atau perawat) hingga fase kritis berlalu. Keseimbangan
cairan harus dijaga. Parameter yang harus dipantau meliputi tanda vital dan
perfusi perifer (setiap 1–4 jam hingga melewati fase kritis), urin output (setiap
4–6 jam), hematokrit (sebelum dan setelah pemberian cairan, kemudian setiap
6–12 jam berikutnya), glukosa darah, dan fungsi organ lainnya (seperti fungsi
ginjal, fungsi hati, koagulasi, diperiksa sesuai indikasi).
c. Grup C
Pasien yang membutuhkan rujukan segera dan perawatan darurat (severe
dengue) Pasien membutuhkan perawatan darurat dan rujukan segera jika pada fase
kritis dijumpai keadaan berikut: 1) Perembesan plasma hebat yang menyebabkan syok
dan/atau akumulasi cairan yang disertai distres napas. 2) Perdarahan hebat. 3)
Kerusakan organ yang berat (gagal hati, gangguan fungsi ginjal, kardiomiopati,
31
ensefalopati atau ensefalitis). Pasien severe dengue memerlukan rawat inap di rumah
sakit yang memiliki fasilitas perawatan intensif dan unit transfusi darah. Pemberian
cairan intravena yang adekuat dan tepat waktu menjadi sangat penting dan merupakan
satu-satunya terapi yang diperlukan. Cairan kristaloid isotonik merupakan pilihan dan
harus diberikan dalam jumlah yang memadai untuk menjaga sirkulasi jaringan tetap
baik selama fase perembesan plasma. Volume plasma yang hilang harus segera
digantikan dengan cairan kristaloid isotonik, atau pada syok hipotensif menggunakan
cairan koloid, namun cairan koloid tidak terbukti lebih baik daripada cairan kristaloid.
Apabila memungkinkan, lakukan pemeriksaan hematokrit sebelum dan sesudah
pemberian cairan. Pemberian cairan harus dilanjutkan untuk mengganti plasma yang
hilang dan mempertahankan agar sirkulasi tetap baik dalam 24–48 jam berikutnya.
Untuk pasien dengan berat badan lebih atau obesitas, digunakan berat badan ideal untuk
menghitung jumlah tetesan cairan yang diberikan. Pemeriksaan golongan darah dan
cross matched test harus dilakukan untuk semua pasien yang mengalami syok.
Transfusi darah hanya diberikan untuk kasus dengan dugaan perdarahan hebat,
misalnya pada perdarahan saluran cerna.
Resusitasi cairan adalah langkah pemberian cairan intravena dalam jumlah
besar (misal 10–20 ml/kg/bolus) dalam waktu yang singkat dengan pengawasan ketat
untuk mengetahui respons terhadap tindakan dan mencegah kemungkinan edema paru
karena kelebihan cairan. Derajat defisit volume intravaskular pada saat syok dengue
bervariasi. Pemasukan cairan (input) pada umumnya lebih besar dari pengeluaran
(output), namun demikian, penghitungan rasio input/output tidak penting untuk menilai
kebutuhan cairan pada fase ini. Tujuan resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki
sirkulasi darah sentral dan perifer (frekuensi nadi turun/takikardia berkurang, tekanan
darah membaik, volume denyut nadi meningkat, ekstremitas hangat, dan waktu
pengisian kapiler
2. Tatalaksana Syok
Tatalaksana awal kegawatan pada kondisi syok meliputi penilaian dan talaksana
airway, breathing dan circulation.3
a. Airway (jalan napas) Penilaian patensi jalan napas (airway) pada anak dengan kondisi
syok dilakukan dengan teknik ‘look, listen, feel’ yaitu membuka jalan napas dengan
posisi sniffing, lalu melihat pengembangan dada sambil mendengar suara napas dan
merasakan udara yang keluar dari hidung/mulut. Hasil penilaian jalan napas
diklasifikasikan sebagai berikut:
32
1) Jalan napas bebas: bila napas spontan terlihat adekuat.
2) Jalan napas masih dapat dipertahankan dengan alat bantu sederhana seperti
oropharyngeal airway atau nasopharyngeal airway.
3) Jalan napas harus dipertahankan dengan intubasi bila kondisi pasien apneu
atau gasping.
b. Breathing (usaha napas) Menilai usaha napas dimulai dengan menghitung frekuensi
napas. Penilaian frekuensi napas dilakukan selama 1 menit dan hasilnya di plotkan pada
tabel nilai normal frekuensi napas anak sesuai usia. Hasil penilaian frekuensi napas
diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Takipneu. 2) Bradipneu. 3) Apneu.
Penilaian upaya napas dilakukan dengan melihat, mendengar, juga
menggunakan stetoskop dan alat pulse-oxymetry bila tersedia. Pembacaan di atas
saturasi 94% secara kasar dapat menunjukkan kecukupan oksigenasi. Pembacaan di
bawah 90% pada anak dengan oksigen 100% dapat menunjukkan bahwa anak
memerlukan ventilator. Interpretasi pulseoxymetry harus dilakukan bersama dengan
penilaian upaya napas, frekuensi napas dan penampilan anak. Anak dengan gangguan
napas kadang-kadang masih dapat mempertahankan kadar oksigen darah dengan work
of breathing yang meningkat. Pada tata laksana awal syok berikan oksigen dengan FiO2
100% menggunakan sungkup dengan reservoir. Bila kondisi pasien sudah stabil FiO2
dapat dititrasi turun sampai saturasi oksigen berada pada kisaran 94-98%.
c. Circulation (sirkulasi) Segera lakukan pemasangan akses intra vena perifer atau
intraoseous apabila dalam 90 detik gagal dilakukan pemasangan akses intra vena
perifer. Lakukan pemasangan kateter urin untuk dapat memantau diuresis dan balans
cairan dengan optimal.

Rencana tindakan yang dilakukan pada pasien dengan syok terkompensasi.3


1. Oksigenasi.
2. Mulai resusitasi cairan intravena dengan larutan kristaloid isotonik tetesan 10-
20ml/kg/jam selama satu jam. (Rekomendasi A, peringkat bukti level I), kemudian nilai
kembali keadaan umum pasien (tanda vital, waktu pengisian pembuluh kapiler,
hematokrit, urine output). Langkah selanjutnya bergantung pada keadaan klinis pasien.
3. Apabila keadaan klinis pasien membaik, cairan intravena harus dikurangi secara
bertahap menjadi 5-7ml/kg/jam untuk 1-2 jam, kemudian 3-5ml/kg/jam untuk 2-4 jam,
diturunkan menjadi 2-3ml/kg/jam dan selanjutnya bergantung pada kondisi
hemodinamik yang dipertahankan selama 24-48 jam.
33
4. Apabila tanda vital masih belum stabil (pasien masih syok), periksa hematokrit setelah
bolus pertama. Jika kadar hematokrit masih tinggi (>50%), ulangi bolus kedua dengan
cairan kristaloid 10-20ml/kg/jam dalam satu jam. Setelah bolus kedua, jika ada
perbaikan, kurangi jumlah tetesan menjadi 7-10ml/kg/jam untuk 1-2 jam, kemudian
lanjutkan untuk mengurangi tetesan cairan seperti langkah di atas. Apabila hematokrit
berkurang dibandingkan nilai awal hematokrit, dan kondisi tidak stabil ini
menunjukkan adanya perdarahan, diperlukan cross-matched test dan transfusi darah
sesegera mungkin (sesuai perawatan untuk komplikasi perdarahan).
5. Cairan kristaloid atau koloid bolus mungkin masih diperlukan dalam 24 jam berikutnya
(bergantung pada kondisi). Jumlah dan kecepatan tetesan infus diatur sesuai respons
klinis.
6. Pemeriksaan hematokrit awal akan membantu dalam menilai keberhasilan terapi cairan
dan diupayakan untuk melakukan pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi organ.

Pasien dengan syok hipotensif (dekompensasi) harus mendapat penanganan lebih intensif.
Rencana tindakan untuk syok hipotensif adalah sebagai berikut :3
1. Oksigenasi.
2. Mulai lakukan resusitasi cairan intravena dengan cairan kristaloid atau koloid dengan
tetesan awal 20ml/kg sebagai bolus dalam 15 menit untuk mengatasi syok secepat
mungkin. Jenis cairan yang digunakan tidak ada perbedaan bermakna.
3. Apabila kondisi pasien membaik, lanjutkan kristaloid/koloid dengan tetesan
10ml/kg/jam dalam satu jam. Lalu, lanjutkan dengan larutan kristaloid yang dikurangi
bertahap menjadi 5-7ml/kg/jam dalam 1-2 jam, kemudian 3-5ml/kg/jam dalam 2-4 jam,
dan kemudian 2-3ml/kg/jam atau kurang, dapat dipertahankan sampai 24 jam
berikutnya (bergantung pada kondisi). Jumlah dan kecepatan tetesan infus diatur sesuai
respons klinis.
4. Apabila tanda vital masih belum stabil (syok masih berlangsung), periksa kembali
hematokrit sebelum pemberian bolus cairan. Jika kadar hematokrit lebih rendah
dibandingkan hematokrit dasar (based line). Tanda perdarahan dapat tampak jelas atau
tersembunyi sebagai perdarahan saluran cerna yang belum tampak sebagai melena.
Pembuktian adanya perdarahan tersembunyi dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan rectal toucher dan/atau lingkar perut yang bertambah. Selanjutnya perlu
dilakukan cross-matched test dan transfusi darah sesegera mungkin (sesuai pedoman
perawatan untuk komplikasi perdarahan).
34
5. Apabila hematokrit lebih tinggi dibandingkan nilai awal (bila tidak tersedia, gunakan
nilai hematokrit normal untuk populasi sesuai usia pasien), ganti dengan larutan koloid
10-20ml/kg/jam sebagai bolus kedua selama 30 menit hingga 1 jam. Setelah bolus
kedua, periksa kembali keadaan klinis pasien. Apabila kondisi membaik, kurangi
tetesan menjadi 7-10ml/kg/jam untuk 1-2 jam. Kemudian, ganti kembali ke cairan
kristaloid dan kurangi jumlah cairan infus sesuai dengan langkah sebelumnya ketika
kondisi klinis pasien membaik.
6. Bolus cairan selanjutnya mungkin perlu diberikan selama 24 jam berikutnya
(bergantung pada kondisi).
7. Jumlah dan kecepatan tetesan infus diatur sesuai respons klinis.
8. Pemeriksaan hematokrit awal akan membantu dalam menilai keberhasilan terapi cairan
dan diupayakan untuk melakukan pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi organ.

Gambar Grup C: Tatalaksana emergensi severe dengue – Rangkuman Sumber: WHO. Dengue
guidelines for diagnosis, treatment and control, 2009. dengan modifikasi3

Kelebihan Cairan
Kelebihan cairan disertai efusi pleura masif dan asites adalah penyebab tersering distres
pernapasan atau gagal napas akut pada severe dengue. Penyebab lain distres pernapasan akut
adalah edema paru akut, asidosis metabolik berat pada syok berat, dan ARDS (Acute
Respiratory Distres Syndrome).4

35
Penyebab kelebihan cairan :4
1) Pemberian cairan intravena yang berlebih dan/atau terlalu cepat.
2) Penggunaan cairan hipotonik yang tidak benar, padahal seharusnya cairan kristaloid
isotonik.
3) Pemberian cairan intravena dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan perdarahan
hebat yang belum bisa diidentifikasi.
4) Pemberian transfusi FFP, trombosit konsentrat, dan cryoprecipitates yang tidak sesuai.
5) Pemberian cairan intravena setelah fase perembesan plasma berhenti (24-48 jam dari
fase defervescense).
6) Adanya penyakit yang menyertai seperti penyakit jantung bawaan, penyakit paru atau
penyakit ginjal.

Gejala klinis awal dari kelebihan cairan.4


1) Edema palpebra.
2) Distres pernapasan, kesulitan bernapas.
3) Nafas cepat.
4) Tarikan dinding dada ke dalam.
5) Mengi (lebih sering dijumpai daripada krepitasi).
6) Efusi pleura masif.
7) Asites yang masif.
8) Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP = Jugular Venous Pressure).

Gejala klinis lanjutan.4


1) Edema paru (batuk dengan dahak berwarna merah muda atau kental ± krepitasi, sianosis).
2) Syok yang tidak teratasi (gagal jantung, tidak jarang disertai kombinasi hipovolemia).

Tindakan untuk penanganan kelebihan cairan.5


1) Terapi oksigen diberikan segera jika terdapat distres pernapasan.
2) Tata laksana kelebihan cairan bergantung pada fase perjalanan penyakit dan kondisi
hemodinamik pasien:
a. Apabila kondisi hemodinamik pasien stabil dan sudah melewati fase kritis
(lebih dari 24-48 jam dari waktu defervescense), hentikan pemberian cairan
intravena, dan tetap lanjutkan pemantauan secara ketat. Apabila diperlukan,
berikan furosemid 0,1-0,5mg/kg/dosis sekali atau dua kali sehari secara oral
36
atau IV atau dengan infus furosemid 0,1mg/kg/dosis secara kontinyu. Pantau
kadar kalium dan koreksi jika terjadi hipokalemia.
b. Apabila kondisi hemodinamik stabil tapi masih dalam fase kritis, kurangi
pemberian cairan intravena secara bertahap. Hindari pemberian diuretik selama
fase perembesan plasma karena dapat menyebabkan penurunan volume
intravaskular (hipovolemia).
c. Pasien yang masih syok, hematokrit rendah/normal tapi memperlihatkan gejala
kelebihan cairan mungkin mengalami perdarahan tersembunyi. Memberikan
cairan intravena dalam jumlah besar lebih lama hanya akan memperburuk
keadaan, dan transfusi darah segar harus dilakukan dengan hati-hati serta
dimulai secepat mungkin. Jika pasien tetap berada dalam kondisi syok dan
hematokrit meningkat, ulangi pemberian cairan koloid bolus dalam jumlah
sedikit.

Bila terjadi komplikasi terhadap sistem respirasi berdasarkan penilaian terdapat


keadaan gawat dan gagal napas, perlu dilakukan tindakan intubasi. Kondisi
trombositopenia dan perdarahan bukanlah kontra indikasi pada kondisi yang
mengancam nyawa dan bila memungkinkan oleh provider yang sudah terlatih dengan
tata laksana manajemen jalan napas.5

Komplikasi lain
Baik hiperglikemia dan hipoglikemia dapat terjadi, bahkan sekalipun tidak ada riwayat
diabetes melitus dan/atau obat hipoglikemia. Gangguan elektrolit dan asam basa sering terjadi
pada severe dengue dan mungkin berhubungan dengan kehilangan cairan karena muntah dan
diare atau penggunaan cairan hipotonik pada saat resusitasi atau koreksi keadaan dehidrasi.
Pada saat ini dapat terjadi hiponatremia, hipokalemia, hiperkalemia, gangguan keseimbangan
kalsium, dan asidosis metabolik (sodium bikarbonat untuk asidosis metabolik tidak dianjurkan
jika pH ≥ 7,15). Waspadai kemungkinan ko-infeksi dan infeksi rumah sakit.6

II. 10. Kriteria pulang rawat

Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik


Nafsu makan membaik
Perbaikan klinis yang jelas

37
Jumlah cukup urin
Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
Tidak tampak distres pernapasan yang disebabkan efusi pleura atau asites
Jumlah trombosit >50.000/mm3.

Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien boleh pulang dengan nasihat jangan
melakukan aktivitas yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1-2 minggu
(sampai trombosit normal).
Pada umumnya apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain yang menyertai, trombosit
akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3-5 hari.6

II. 11. Upaya pencegahan

Kasus demam berdarah terjadi karena perilaku hidup masyarakat yang kurang
memperhatikan kebersihan lingkungan. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah
satu penyakit yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian dan dapat terjadi
karena lingkungan yang kurang bersih. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah
merebaknya wabah DBD. Salah satu caranya adalah dengan melakukan 3M Plus.7
1. Menguras, merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang sering menjadi
penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum dan tempat penampungan
air lainnya. Dinding bak maupun penampungan air juga harus digosok untuk
membersihkan dan membuang telur nyamuk yang menempel erat pada dinding
tersebut. Saat musim hujan maupun pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari
untuk memutus siklus hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6
bulan.
2. Menutup, merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti
bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengubur
barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat lingkungan semakin kotor dan dapat
berpotensi menjadi sarang nyamuk.
3. Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur ulang), kita
juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang-barang
bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.

38
Yang dimaksudkan Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan seperti berikut:6
- Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk
- Menggunakan obat anti nyamuk
- Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
- Gotong Royong membersihkan lingkungan
- Periksa tempat-tempat penampungan air
- Meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup
- Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras
- Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer
- Menanam tanaman pengusir nyamuk
Wabah DBD biasanya akan mulai meningkat saat pertengahan musim hujan, hal ini
disebabkan oleh semakin bertambahnya tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk karena
meningkatnya curah huja, wabah DBD digolongkan dalam kejadian luar biasa (KLB).7

III. Diskusi

Anamnesis : pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam
mencapai 39°C, dan merasa pegal di seluruh badan. Pasien mempunyai riwayat batuk,
berdahak warna putih kehijauan dan pilek sejak 17 Agustus 2022 (12 hari SMRS). Pasien juga
mengalami keluhan mual dan muntah sejak 1 minggu SMRS, hari ini kembali muntah 1 kali
berisi makanan. Nafsu makan berkurang, minum baik. BAB cair (-), BAK tidak ada keluhan,
sesak (-), mimisan/gusi berdarah (-). Pasien belum mengkonsumsi obat apapun sebelum masuk
rumah sakit. Di sekitar sekolah (pesantren) pasien, ada yang mengalami kasus demam berdarah
dengue. Hal ini mendukung diagnosis di mana gejala demam yang muncul mendadak dengan
suhu yang tinggi dan terus-menerus, serta dijumpai kasus demam berdarah dengue di sekitar
pasien.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan berat badan 54 kg, panjang badan 160 cm, keadaan
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (E4, M6, V5), frekuensi nadi 101x/menit,
frekuensi napas 24x/menit, suhu 38.6°C, saturasi oksigen 97%. Didapatkan adanya petekie di
dada pasien. Hal ini sesuai dengan gejala klinis dengan adanya demam, ditemukan adanya
petekie yang menandakan adanya perdarahan.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium darah. Hasil


pemeriksaan laboratorium darah awal masuk yaitu ditemukan leukosit 4.800/mm3, monosit

39
10%, LED 1 jam 15 mm/jam, Absolut Limfosit Count 1296. Kemudian hasil pemeriksaan
laboratorium darah kedua ditemukan leukosit 4.800/mm3. Hasil ketiga keesokan harinya
didapatkan leukosit 3.270/mm3 dan trombosit 124.000/µL dan hasil pemeriksaan keempat di
hari yang sama yaitu hematokrit 49.5% dan trombosit 85.000/ µL. Selanjutnya keesokan
harinya didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium darah yaitu hemoglobin 11.0 g/dL, leukosit
3.400/mm3, hematokrit 33.3% dan trombosit 43.000/µL.

Penatalaksanaan : penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus ini adalah


pemberian cairan kristaloid isotonik ringer laktat atau ringer asetat dan cairan koloid (2 line),
sesuai dengan perhitungan berat badan ideal.

IVFD (Intravenous Fluid Drops) cairan Kristaloid dan Koloid (2 line), 2ml/kgBB/jam
(maksimal 3000cc/24jam), Paracetamol 650mg (diberikan bila suhu >38˚C dengan interval 4-
6 jam, Ranitidin 2-4mg/kgBB (maksimal 150mg) 2 kali sehari, Sucralfat 500mg, 4-6 kali
perhari untuk mengobati keluhan mual dan muntah.

Diagnosis banding : membandingkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan


pemeriksaan penunjang; pada demam dengue terdapat riwayat demam tinggi selama 2-7 hari,
namun demam dengue dapat disingkirkan karena pada pasien didapatkan adanya manifestasi
perdarahan yaitu petekie (+), adanya tanda-tanda gangguan sirkulasi, peningkatan nilai
hematokrit, trombositopenia dan leukopenia, serta ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar
menderita atau tersangka demam berdarah dengue.

Malaria, terjadi trias malaria (demam, menggigil, berkeringat). Demam tinggi khas bersifat
intermiten, terjadi demam terus-menerus, menggigil, nyeri kepala, berkeringat dan nyeri otot.
Didapatkan juga kondisi anemia, hepatomegali, splenomegali. Hasil apus darah positif
(plasmodium). Dari klinis, kurang mendukung karena dari trias malaria hanya demam yang
didapati pada kondisi pasien.

Demam tifoid, terjadi demam lebih dari 7 hari dengan kenaikan suhu yang bertahap, terlihat
jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas, nyeri perut, kembung, mual, muntah,
diare, konstipasi, kadang didapati juga delirium. Dari gejala klinis dapat disingkirkan dengan
kondisi pasien dengan demam yang mendadak dan adanya perdarahan.

Sepsis, merupakan komplikasi berbahaya akibat respon tubuh terhadap infeksi, terlihat jelas
sakit berat dan kondisi serius tanpa penyebab yang jelas, hipo atau hipertemia, takikardia,

40
takupneu, gangguan sirkulasi, leukositosis atau leukopeni, linglung hingga penurunan
kesadaran.

Chikungunya, disebabkan oleh virus dari gigitan nyamuk Aedes aegypti, namun beda virus,
dengan demam tinggi yang terjadi secara tiba-tiba, mual dan muntah, diare, sakit pada bagian
sendi (rasa sakitnya sudah bisa dikatakan anak-anak), ruam non spesifik yang muncul 2 hingga
3 hari setelah demam yang terlihat seperti perubahan pigmen, dari gejala dapat disingkirkan
dari sakit pada bagian tangan dan kaki, bahkan bisa sampai bengkak.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Rezeki S., Moedjito I., Choirulfatah A. Pedoman diagnosis dan tatalaksana infeksi virus
dengue pada anak; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta; 2014: 8-60
2. Faktor risiko terjadinya kejadian demam berdarah dengue pada anak. 2021. Diunduh
dari : https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/index
3. Dengue guideline kemenkes to diagnosis, treatment, prevention and control new edition
2021.
4. Demam berdarah dengue. 2016. Kementerian kesehatan. Diunduh dari :
https://promkes.kemkes.go.id/?p=7443
5. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO. 2009. 157-62
6. Pemeriksaan laboratorium pada penderita demam berdarah dengue. Media of health
research dan development. 2012. Diunduh dari :
http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/MPK/article/view/829/850
7. Upaya pencegahan DBD dengan 3M Plus. 2019. Kementerian kesehatan. Diunduh dari
: https://promkes.kemkes.go.id/upaya-pencegahan-dbd-dengan-3m-plus

42

Anda mungkin juga menyukai