TB ABDOMEN
Disusun oleh:
Anita Rahmawati (1102018150)
Pembimbing:
dr. Yanti Widamayanti, Sp.PD
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 4
April 2023.
Keluhan utama : Nyeri Perut.
PULMO DEPAN
a. Inspeksi
- Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris.
- Tidak ada retraksi, tidak terlihat sikatriks, dan tidak ada massa.
b. Palpasi
- Fremitus taktil dan vocal kanan dan kiri simetris, tidak ada yang
tertinggal.
- Tidak teraba krepitasi dan massa.
- Tidak terdapat nyeri tekan.
c. Perkusi
- Terdengar sonor pada seluruh lapang paru
- Batas paru-hepar di ICS V linea midclavicularis dextra
- Peranjakan paru (+)
d. Auskultasi
- Suara terdengar vesikuler kanan = kiri
- Tidak terdengar suara tambahan, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)
PULMO BELAKANG
a. Inspeksi
- Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris
- Tidak ada retraksi, tidak terlihat sikatriks, tidak ada massa
b. Palpasi
- Fremitus taktil dan vocal kanan dan kiri simetris, tidak ada yang tertinggal.
- Tidak ada krepitasi dan massa.
- Tidak terdapat nyeri tekan.
c. Perkusi
- Terdengar sonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi
- Suara terdengar vesikuler kanan = kiri
- Tidak terdengar suara tambahan, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
JANTUNG
a. Inspeksi
- Iktus cordis tidak terlihat
b. Palpasi
- Iktus kordis teraba pada ICS V, 2 cm ke arah medial dari linea
midclavicularis sinistra
c. Perkusi
- Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
- Batas jantung kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra
- Pinggang Jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
d. Auskultasi
- Bunyi jantung S1 dan S2 terdengar reguler
- Tidak terdengar suara tambahan, gallop (-), murmur (-)
ABDOMEN
a. Inspeksi
- Bulat
- Warna kulit tampak seperti sekitar, tidak ada jaringan parut
- Sikatriks (-), massa (-), hematom (-)
- Tidak tampak pembesaran lien
b. Auskultasi
- Bising usus (+) Normal
c. Perkusi
- Fenomena papan catur
- Nyeri ketok ginjal (-)
- Perkusi ruang traube (-)
- Shifting dullness (+)
d. Palpasi
- Teraba pembesaran hepar (DBA 3 cm, DBX 1 cm)
- Teraba pembesaran lien (S3)
- Nyeri tekan (-)
- Tes undulasi (+)
EXTREMITAS
Superior Inferior
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 31 Maret 2023
Darah Rutin
Hematokrit 22 % 35 – 47
Leukosit 9.410 /mm3 3.800 – 10.600
MCV 69 fl 80 – 100
MCH 22 pg/cell 26 – 34
MCHC 32 g/dL 32 – 36
Hiitung jenis
Basophil 1 % 0–1
Eosinophil 1 % 1–6
Batang 0* % 3–5
Neutrophil 79 % 50 – 70
Limfosit 8 % 30 – 45
Monosit 11 % 2 – 10
Kimia klinik
SGOT 43 U/L 0 – 37
Imunologi/Serologi
Mikrobiologi
Hematologi
Kimia Klinik
Ureum 19 mg/dL 20 – 40
Darah Rutin
Hematokrit 22 % 35 – 47
MCV 69 fl 80 – 100
MCH 22 pg/cell 26 – 34
MCHC 32 g/dL 32 – 36
Hiitung jenis
Basophil 1 % 0–1
Eosinophil 1 % 1–6
Batang 0* % 3–5
Neutrophil 79 % 50 – 70
Limfosit 8 % 30 – 45
Monosit 11 % 2 – 10
Immunologi/Serologi
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis menyebabkan sekitar 3 juta kematian per tahun di seluruh dunia dan
meningkat di negara maju dan negara berkembang. Meskipun upaya dipercepat untuk
mengendalikan penyakit selama beberapa dekade, hal ini tetap menjadi penyebab kematian
ketujuh secara global. TB abdomen masih sangat lazim di negara berkembang negara
seperti India, Afrika Selatan, dan Saudi Arab. Di negara-negara Barat, dengan
pengembangan kemoterapi anti-tuberkulosis yang efektif dan tindakan pencegahan,
kejadian tuberkulosis paru menurun tetapi tuberkulosis ekstrapulmoner tetap konstan. Ada
variasi yang cukup besar dalam kejadian tuberkulosis abdomen pada kelompok etnis yang
berbeda. Penyakit ini endemik di Asia Tenggara dan Latin negara-negara Amerika. Di
Inggris, imigran dari Asia secara signifikan lebih rentan terhadap penyakit ini dibandingkan
dengan penduduk asli. Di dalam U.S.A. semua bentuk tuberkulosis terlihat di antara
populasi imigran, orang yang tinggal di utara Reservasi Indian Amerika dan pada pasien
menderita HIV-AIDS. Di era sebelum pandemi human immunodeficiency virus (HIV), dan
dalam penelitian yang melibatkan orang dewasa yang kompeten dengan kekebalan, itu
terjadi telah diamati bahwa EPTB terdiri dari sekitar 15 sampai 20 persen dari semua kasus
TB. Pada HIV-positif pasien, TBEP menyumbang lebih dari 50 persen semua kasus TBC.
2.1.3 ETIOLOGI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis dan disebut sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) (Zumla et al., 2013; Jung et
al., 2015; Hermosilla et al., 2017). Terdapat beberapa spesies Mycobacterium yang juga
termasuk BTA yaitu M. pinnipedi, M. Caprae, M. microti M. africanum, M. bovis, dan M.
Mungi, M. Canneti yang disebut sebagai Mycobacterium tuberculosis complex. Bakteri ini
termasuk bakteri aerob yang bentuk morfologinya berbentuk batang, tidak berspora, dan
tidak bersimpai.. Terdapat kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran napas dikenal sebagai MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) (Lichtenstein, 2010; WHO, 2018) Berdasarkan
organ yang terinfeksi tuberkulosis terbagi menjadi dua yaitu tuberkulosis paru, yaitu
penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ
pernapasan paru-paru. Jenis kedua adalah tuberkulosis ekstraparu, yaitu tuberkulosis yang
menyerang daerah selain paruparu, seperti tiroid, tulang, sistem saraf, dan abdomen
(Lichtenstein, 2010; Dlodlo et al., 2019).
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Penyakit ini dapat berkembang sekunder menjadi fokus primer di tempat lain di tubuh;
biasanya paru-paru atau mungkin berasal dalam saluran usus dari tertelan dahak atau
menelan susu sapi. Mekanisme yang didasarkan dimana tuberkulum basil mencapai saluran
pencernaan:
(i) Penyebaran hematogen dari fokus paru primer di masa kanak-kanak, dengan
pengaktifan kembali nanti;
(ii) Menelan basil dalam dahak dari fokus paru aktif;
(iii) Penyebaran langsung dari organ yang berdekatan; dan
(iv) Melalui saluran getah bening dari kelenjar yang terinfeksi.
Lapisan mukosa saluran GI dapat terinfeksi basil dengan pembentukan epiteloid tuberkel di
jaringan limfoid submukosa. Setelah 2-4 minggu, nekrosis caseous pada tuberkel
menyebabkan ulserasi mukosa di atasnya yang kemudian dapat menyebar ke lapisan yang
lebih dalam dan ke kelenjar getah bening yang berdekatan dan ke peritoneum. Basil ini
dapat masuk ke dalam sirkulasi portal atau ke arteri hepatik untuk melibatkan organ seperti
hati, pankreas, dan limpa. Jalur kedua adalah penyebaran hematogen dari fokus TBC dari
tempat lain di tubuh ke organ abdomen, ginjal, kelenjar getah bening dan peritoneum. Jalur
ketiga meliputi penyebaran langsung ke peritoneum dari daerah yang terinfeksi fokus,
termasuk tuba falopi atau adneksa, atau abses psoas, sekunder akibat spondilitis
tuberkulosis. Terakhir bisa menyebar melalui saluran limfatik dari kelenjar yang terinfeksi.
2.1.6 DIAGNOSIS
Umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari
keadaan ini. Riwayat penyakit TB paru terkadang tidak terlalu jelas pada pasien maupun
keluarga pasien. Tergantung lamanya keluhan, keadaan umum pasien bisa masih cukup baik
sampai keadaan pasien dengan kaheksia.
Beberapa kriteria diagnosis untuk TB abdomen, antara lain:
1. Hasil biopsy kelenjar getah bening mesenterik menunjukkan bukti histologi
tuberkulosis
2. Inokulasi atau biakan jaringan menunjukkan pertumbuhan m. tuberculosis
3. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan tuberculosis deengan neekrosis
kaseosa.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan wajah pucat, distensi abdomen, ascites,
hepatomegaly, splenomegaly, perdarahan rectum, nyeri tekan abdomen dan massa
abdomen. Lesi makroskopik yang ditemukan pada endoskopi paling sering ditemukan
di sebelah kanan (caecum dan colon ascendens) dan ulkus primer (ulkus, nodul,
penyempitan, lesi polypoid) setelah terapi TB sebagian besar mengalami resolusi.
Organ yang sering terlibat adalah ileum terminal karena terdapat banyak kelenjar getah
bening dan waktu kontak isi usus halus lebih lama.
Pada pemeriksaan hematologi sering ditemui anemia penyakit kronik, leukositosis
ringan atau leukopenia, trombositosis dan sering dijumpai laju endapan darah (LED)
yang meningkat. Uji faal hati terganggu dan sirosis hati tidak jarang ditemui bersama-
sama dengan TB peritoneal.
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) terlihat adanya cairan dalam rongga
peritoneum bebas atau terfiksasi dalam bentuk kantong-kantong, abses dalam
abdomen, massa di daerah ileocaecal dan pembesaran kelenjar getah bening
retroperitoneal. Adanya penebalan mesenterium, perlengktan lumen usus dan
penebalan omentum dapat terlihat. Foto polos abdomen pada 50% kasus TB abdomen
hasilnya normal.
Pemeriksaan cairan ascites umumnya memperlihatkan eksudat dengan protein >3
g/dL. Jumlah sel di antara 100-3000 sel/ml, biasanya >90% merupakan limfosit.
Cairan ascites yang purulen dapat ditemukan, begitu juga cairan ascites yang
bercampur darah. Hasil kultur BTA didapatkan < 5% yang positif.
Perbandingan ratio albumin serum ascites pada TB peritoneal ditemukan rasio <1,1
gr/dL meskipun hasil ini dapat dijumpai pada keadaan keganasan, sindrom nefrotik,
penyakit pankreas, kandung empedu atau jaringan ikat. Bila rationya >1,1 gr/dL maka
cairan ascites diakibatkan oleh hipertensi portal.
Perbandingan glukosa ascites dan darah ditemukan <0,96, sedangkan pasien ascites
akibat penyebab lainnya >0.96.
*: Pasien berusia > 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500-700 mg per
hari, beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kgBB pada pasien
kelompok usia ini. Pasien dengan berat badan < 50 kg tidak dapat mentoleransi
dosis lebih dari 500-750 mg per hari.
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami
efek samping bermakna. Namun, hal tersebut tidak memungkinkan pasien tidak
mengalami efek samping. Penting dilakukannya pemantauan gejala klinis pasien
selama pengobatan sehingga efek samping dapat dideteksi segera dan ditreapi
dengan tepat. Efek samping obat anti tuberculosis (OAT) dapat diklasifikasikan
menjadi efek major dan minor. Pasien yang mengalami efek samping minor
sebaiknya melanjutkan pengobatan dan diberikan terapi simtomatik. Pasien yang
mengalami efek samping major maka panduan OAT atau OAT penyebab
sebaiknya dihentikan pemberiannya. Efek samping dibagi atas 2 klasifikasi yaitu
efek samping berat dan ringan (Tabel 2). Bila terjadi efek samping berat, maka
OAT segera dihentikan dan pasien dirujuk fasilitas yang lebih tinggi.
Tabel 2. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis
Berat
2.1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi TB abdomen dapat berupa ulkus, perforasi, perlengketan, obstruksi,
pendarahan, pembentukan fistula, dan stenosis. Terapi bedah diperlukan pada beberapa
kasus terutama pada yang sudah menimbulkan komplikasi seperti perforasi, obstruksi,
fistula, atau pendarahan.
2.1.9 PROGNOSIS
Prognosis TB abdomen cukup baik bila diagnosis dapat ditegakkan dan biasanya akan
sembuh dengan pengobatan anti tuberculosis yang adekuat serta kepatuhan pasien dalam
minum obat.
2.2 ANEMIA
2.2.1 ANEMIA
A. DEFINISI
Anemia merupakan suatu keadaan dimana rendahnya kadar hemoglobin (Hb)
atau hematokrit berdasarkan nilai ambang batas normal yang dikarenakan
oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya
kerusakan eritrosit (hemolisi, atau kehilangan darah yang berlebihan.
Tabel 2.1. Nilai ambang batas pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin
Wanita 12,0 36
Laki-laki 13,0 39
B. KLASIFIKASI ANEMIA
Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel
Kegagalan produksi oleh sumsum tulang Jumlah retikulosit rendah, tiak ada
polikromasia
D. HASIL ANAMNESIS
Keluhan : Lemah, Lesu, Letih, Lelah, Penglihatan berkunang – kunang,Pusing,
Telinga berdenging, Penurunan konsentrasi, Sesak
E. FAKTOR RISIKO
1. Ibu hamil
4. Remaja putri
2. Status gizi kurang
5. Faktor ekonomi kurang
3. Infeksi kronik
6. Vegetarian
H. DIAGNOSIS KLINIS
Anemia adalah suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh penyakit dasar sehingga
penting menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah dengan
kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal.
I. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
Prinsip penatalaksanaan anemia harus berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan. Setelah penegakan diagnosis dapat diberikan sulfas ferrosus 3 x 200 mg
(200 mg mengandung 66 mg besi elemental).
K. KRITERIA RUJUKAN
1. Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb <8 g/dL.
2. Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb segera dirujuk.
3. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb <7 g/dL).
4. Anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter layanan primer
misainya anemia aplastik, anemia hemolitik dan anemia megaloblastik.
5. Jika didapatkan kegawatan (misal perdarahan aktif atau distres pernafasan) pasien
segera dirujuk
C. Patofisiologi
1. kelainan sel induk (stem cell)
2. kelainan imunologi (humoral maupun cell mediated)
3. kelainan faktor lingkungan
D. Gejala Klinik
1. Perdarahan akibat trombositopenia (ekimosis, petekie, epistaksis),
2. Perdarahan spontan terjadi bila jumlah trombosit <20.000 ml
3. Anemia
4. Demam akibat infeksi (lekopenia)
E. PEMERIKSAAN
1. laboratorium : pemeriksaan darah tepi (anemia normok normositer,
retikulositopenia, lekopeni-netropeni berguna membedakan anemia aplastik dari
penyebab infiltratif maupun displastik), neutropenia(<1500), trombositopenia
2. Aspirasi sumsum tulang : didapatkan sumsum tulang hiposeluler
F. TATALAKSANA
1. Bila granulosit < 500 /ml, hindarkan kontak dari orang yang mengidap infeksi
dan pada pasien diberikan profilaksis infeksi CCK
(cotrimoxazole,colistine,ketokonazole)
2. Penggunaan sabun antiseptik untuk cegah infeksi kulit
3. Gunakan sikat gigi halus untuk cegah perdarahan akibat trauma
4. Batasi penggunaan obat suntikan
5. Menstruasi yang berlebihan dapat dicegah dengan obat anovulator
6. Transfusi produk darah : PRC bila Hb < 7gr% atau ada keluhan anemia,
thrombosite concentrate bila terjadi perdarahan atau PLT<10.000/ml,tranfusi
granulosit (jarang digunakan)
7. Pemberian antibiotik: bila ada demam sebagai manifestasi infeksi dapat diberi
antibiotik spektrum luas, pemeriksaan kultur (darah, urine, tenggorokan, lesi
kulit), beri antibiotik sesuai kultur
8. Androgen : untuk meningkatkan produksi eritropoetin dan rangsang eritroid dan
granulosit.
9. Hematopoetic growth factor
10. Imunosupresif
11. Transplantasi sumsum tulang
C. ETIOLOGI
Penyebab intrakorpuskuler
1. Kelainan membran dari sel darah merah (sferositosis herediter, eliptositosis, dll)
2. Kekurangan enzim (heksoknase, G6PD, piruvatkinase, dll)
3. Kelainan hemoglobin (talasemia, sickle cell anemia)
Penyebab ekstrakorspuskuler
1. Anemia hemolitik autoimun dengan warm antibody (SLE, leukimia kronik
limfositik, limfoma, dan dengan cold antibody (mikoplasma penumonia,
limfoma,virus, sifiis, dil)
2. Penyakit sistemik
3. Obat-obatan, bahan kimia, racun tumbuhan
4. Anemia hemolitik pada bayi dan inkompatibilitas ABO
D. DIAGNOSIS
Beberapa keadaan yang dapat menentukan:
1. Adanya tanda pemecahan eritrosit berlebihan disertai pembentukan yang
berlebihan di saat bersamaan. Ditandai dengan anemia, retikulositosis, dan
hiperbilirubinemia indirek.
2. Adanya anemia yang persiste disertai peningkatan eritropoesis dan tidak terdapat
tanda perdarahan
3. Penurunan hemoglobin 1 gr/dl seminggu atau lebih dengan menyingkirkan
adanya perdarahan dan hemodilusi
4. adanya hemoglobinuria atau tanda lain dari hemolisa intravaskular
Menentukan penyebab anemia hemolitik
1. Anamnesa tentang penyakit infeksi, obat, dan bahan kimia yang diduga dapat
menyebabkan hemolisa
2. Pemeriksaan tes anti globulin (tes coomb), bila positif artinya penderita mengidap
anemia hemolitik autoimun (tetapi tidak selalu hasil positif)
3. Periksa apusan darah tepi untuk melihat eritrosit yang khas untuk macam-macam
anemia hemolitik
4. Bila masih belum dapat ditentukan maka lakukan pemeriksaan berikut:
eletroforesis Hb, tes denaturasi panas untuk kelainan hemoglobin, tes askorbat
sianida, tes untuk kekurangan piruvat kinase, pemeriksaan G6PD, tes sucrose
water, tes Ham
E. TERAPI
Pengobatan umum antara lain:
1. Pada pasien dengan hemolitik akut (misal pada reaksi transfusi) pencegahan
dilakukan untuk mencegah syok dan gagal ginjal akut dengan terapi cairan
2. Splenektomi
3. Hormon steroid
4. Pada pasien kronis dapat diberi asam folat 0,15-3,0 mg sehari untuk mencegah
krisis hemolitik transfusi darah diberikan atas indikasi vital (eritrosit dapat dicuci)
5. Atasi penyebab dasarnya