Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

TB ABDOMEN

Disusun oleh:
Anita Rahmawati (1102018150)

Pembimbing:
dr. Yanti Widamayanti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD dr. SLAMET
KABUPATEN GARUT
PERIODE
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Ilyas Septiana
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Nomor cm : 01348885
Umur : 22 tahun
Alamat : Jl. Seminglebak, Garut
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Status Pernikahan : Belum menikah
Status pekerjaan : Pengusaha
Tanggal masuk RS : 31 Maret 2023
Tanggal pemeriksaan : 4 April 2023
Ruangan : Agate Bawah

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 4
April 2023.
Keluhan utama : Nyeri Perut.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang
SMRS. Keluhan disertai dengan perut terasa kembung dan penuh. Pasien mengaku BAB
encer tanpa disertai darah dan lendir. Keluhan mual dan muntah disangkal. BAK dan buang
angin tidak ada keluhan.
Pasien merasakan perutnya semakin membesar sejak 3 hari SMRS. Keluhan lelah setelah
berjalan dari tempat tidur ke toilet disangkal. Pasien juga tidur dengan satu bantal. Pasien
mengaku kadang berkeringat pada malam hari. Demam disangkal.
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa dan belum pernah diobati sebelumnya.
Pasien pernah mengalami riwayat TB paru tuntas pengobatan saat 2 tahun yang lalu. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit darah
tinggi, penyakit gula, dan asma. Keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit
jantung, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit darah tinggi, penyakit gula, asma, dan TB
paru pada keluarga disangkal. Pasien pernah merokok dan mengkonsumsi alkohol. Pasien
mengatakan keadaan ekonominya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Pasien
tinggal di lingkungan padat penduduk, ventilasi udara baik, dan memiliki jamban di dalam
rumah.
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
• Riwayat keluhan serupa (-)
• Riwayat konsumsi OAT (+) 6 bulan saat 2 tahun yang lalu.
• Riwayat Penyakit Jantung (-)
• Riwayat penyakit Ginjal (-)
• Riwayat Penyakit Liver (-)
• Riwayat Hipertensi (-)
• Riwayat DM (-)
• Riwayat Asma (-)

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


• Riwayat keluhan serupa (-)
• Riwayat TB Paru (-)
• Riwayat Penyakit Jantung (-)
• Riwayat penyakit Ginjal (-)
• Riwayat Penyakit Liver (-)
• Riwayat Hipertensi (-)
• Riwayat DM (-)
• Riwayat Asma (-)

VI. RIWAYAT ALERGI


Pasien mengaku memiliki alergi terhadap debu. Riwayat alergi obat maupun makanan
disangkal.

VII. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien merupakan seorang pengusaha. Pasien tinggal bersama rekan kerjanya. Pasien pernah
merokok dan mengkonsumsi alkohol. Pasien mengatakan keadaan ekonominya cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk, ventilasi
udara yang baik, dan memiliki jamban di dalam rumah.

VIII. ANAMNESIS SISTEM ORGAN


1. Kulit: Tidak ada keluhan
2. Kepala: Sakit kepala dan pusing
3. Mata: Tidak ada keluhan
4. Telinga: Tidak ada keluhan
5. Hidung: Tidak ada keluhan
6. Mulut: Tidak ada keluhan
7. Leher: Tidak ada keluhan
8. Toraks: Sesak napas
9. Abdomen: Perut nyeri, membesar, terasa penuh, dan kembung
10. Saluran Kemih dan Kelamin: Terbangun karena harus buang air
11. Ekstremitas: Tidak ada keluhan

IX. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum: Tampak sakit ringan
2. GCS: E4 M6 V5
3. Kesadaran: Compos Mentis
4. Tekanan Darah: 120/85 mmHg
5. Nadi
a. Frekuensi: 88x/menit
b. Irama denyut nadi: Reguler
c. Kualitas nadi: Baik
6. Suhu: 36,2ºC
7. Pernafasan: 20x/menit, regular
8. SpO2: 92% Free Air
9. Gizi
a. BB: 51 kg
b. TB: 175 cm
c. IMT: 18,5 (kekurangan bobot)
X. STATUS GENERALIS
a. KULIT Warna: Putih langsat
Pucat: Tidak pucat
Jaringan parut: Tidak ada
Turgor: Turgor kembali cepat
b. KEPALA Bentuk: Normochepali
Rambut: Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
c. MATA Exoftalmus: (-/-)
Endoftalmus: (-/-)
Palpebra: Edema (-/-), Hiperemis (-/-)
Konjuntiva: Anemis (+/+)
Sklera: Ikterik (-/-)
Pupil: Bulat, isokor
RCL: (+/+)
RCTL: (+/+)
d. TELINGA Bentuk: Normotia
Lubang: Normal
Sekret: (-/-)
Nyeri Tekan Tragus: (-/-)
e. HIDUNG Bentuk: Normal
Deviasi Septum: (-)
Napas Cuping Hidung: (-)
Nyeri Tekan: (-)
Sekret: (-)
Epistaksis: (-)
f. MULUT Bibir: Pucat (-), tidak kering, sianosis (-)
Lidah: Tidak deviasi, atrofi papil lidah (-), bercak putih pada lidah (+)
Uvula: Tidak deviasi
Faring: Hiperemis (-)
Tonsil: T1/T1, hiperemis (-)
g. LEHER JVP 5 + 2 cm H2O
Trakea: Ditengah, tidak deviasi
Kelenjar tiroid: Tidak teraba pembesaran
KGB: Tidak teraba pembesaran
h. AXILLA KGB: Tidak teraba pembasaran

 PULMO DEPAN
a. Inspeksi
- Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris.
- Tidak ada retraksi, tidak terlihat sikatriks, dan tidak ada massa.
b. Palpasi
- Fremitus taktil dan vocal kanan dan kiri simetris, tidak ada yang
tertinggal.
- Tidak teraba krepitasi dan massa.
- Tidak terdapat nyeri tekan.
c. Perkusi
- Terdengar sonor pada seluruh lapang paru
- Batas paru-hepar di ICS V linea midclavicularis dextra
- Peranjakan paru (+)
d. Auskultasi
- Suara terdengar vesikuler kanan = kiri
- Tidak terdengar suara tambahan, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

 PULMO BELAKANG
a. Inspeksi
- Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris
- Tidak ada retraksi, tidak terlihat sikatriks, tidak ada massa
b. Palpasi
- Fremitus taktil dan vocal kanan dan kiri simetris, tidak ada yang tertinggal.
- Tidak ada krepitasi dan massa.
- Tidak terdapat nyeri tekan.
c. Perkusi
- Terdengar sonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi
- Suara terdengar vesikuler kanan = kiri
- Tidak terdengar suara tambahan, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

 JANTUNG
a. Inspeksi
- Iktus cordis tidak terlihat
b. Palpasi
- Iktus kordis teraba pada ICS V, 2 cm ke arah medial dari linea
midclavicularis sinistra
c. Perkusi
- Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
- Batas jantung kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra
- Pinggang Jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
d. Auskultasi
- Bunyi jantung S1 dan S2 terdengar reguler
- Tidak terdengar suara tambahan, gallop (-), murmur (-)

 ABDOMEN
a. Inspeksi
- Bulat
- Warna kulit tampak seperti sekitar, tidak ada jaringan parut
- Sikatriks (-), massa (-), hematom (-)
- Tidak tampak pembesaran lien
b. Auskultasi
- Bising usus (+) Normal
c. Perkusi
- Fenomena papan catur
- Nyeri ketok ginjal (-)
- Perkusi ruang traube (-)
- Shifting dullness (+)
d. Palpasi
- Teraba pembesaran hepar (DBA 3 cm, DBX 1 cm)
- Teraba pembesaran lien (S3)
- Nyeri tekan (-)
- Tes undulasi (+)

 EXTREMITAS

Superior Inferior

Akral dingin -/- -/-

Edema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Hematom -/- -/-

Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 31 Maret 2023

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 7.1 g/dL 12,0 – 16,0

Hematokrit 22 % 35 – 47
Leukosit 9.410 /mm3 3.800 – 10.600

Trombosit 382.000 /mm3 130.000 – 440.000

Eritrosit 3.25 juta/mm3 3.5 – 5.8

MCV 69 fl 80 – 100

MCH 22 pg/cell 26 – 34

MCHC 32 g/dL 32 – 36

Hiitung jenis

Basophil 1 % 0–1

Eosinophil 1 % 1–6

Batang 0* % 3–5

Neutrophil 79 % 50 – 70

Limfosit 8 % 30 – 45

Monosit 11 % 2 – 10

Kimia klinik

Glukosa darah sewaktu 92 Mg/dL <140

SGOT 43 U/L 0 – 37

SGPT 28 U/L <50

Imunologi/Serologi

Tubex Negatif Negatif

Antigen COVID – 19 Negatif Negatif

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 3 April 2023

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan

Mikrobiologi

Preparat BTA 1 Negatif


Preparat BTA 2 Negatif

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 3 April 2023

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan

Hematologi

Laju Endap Darah 95/135 0 – 10

Kimia Klinik

Ureum 19 mg/dL 20 – 40

Kreatinin 0.88 mg/dL 0.7 – 1.3

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 4 April 2023

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 7.1 g/dL 12,0 – 16,0

Hematokrit 22 % 35 – 47

Leukosit 9.410 /mm3 3.800 – 10.600

Trombosit 382.000 /mm3 130.000 – 440.000

Eritrosit 3.25 juta/mm3 3.5 – 5.8

MCV 69 fl 80 – 100

MCH 22 pg/cell 26 – 34

MCHC 32 g/dL 32 – 36

Hiitung jenis

Basophil 1 % 0–1

Eosinophil 1 % 1–6

Batang 0* % 3–5

Neutrophil 79 % 50 – 70

Limfosit 8 % 30 – 45
Monosit 11 % 2 – 10

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 4 April 2023

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan

Immunologi/Serologi

HBsAg(Kromatografi) Negatif Negatif

Anti HIV(Kromatograf) Non reaktif Non reaktif

Pemeriksaan Radiologi pada tanggal 5 Apil 2023


USG Whole Abdomen
Ekspertise:
- Ukuran membesar, permukaan reguler, tekstur parenkim hornogeny, tidak tampak
bayangan massa, kapeul tidak mensbal.
- Vena porta dan vena hepatika tidak melebar. Tidak tampak koleksi cairan
disekitamnya.
Kandung empedu :
- normal, inding tidakmenebaltidak tampak bayanga hiperekholk dengan acu
- Duktus biliaris intra / ekstrahepatal: Tidak melebar, tidak tampak bayangan
hiperekholk dengan acoustic shadow.
- Ukuran membesar, tekstur parenkim homogen halus, tidak tampak nodul / massa.
Vena lienalis tidak melebar.
Pankreas:
- Besar dan ekhogenitas normal, duktus pankreatikus tidak melebar.
Ginjal kanan dan kin:
- Ukuran ginjal tampak normal ,echogenitas parenkim nornal. Batas tekstur parenkim
dengan central echocomplek
- jelas. Tidak tampak bayangan hiperekholk dengan acoustic shadow. Sistem
pelvokalises tidak melebar. Ureter tidak terdeteksi.
Vesica urinaria:
- Terisi penuh, dinding tidak menebal. Tidak lampak batu/massa.
Scan paraaorta dan parailiaka :
- Tampak nodul hipoekhoik berbatas tegas di paraaorta dan parailiaka
Kesan
- Hepatosplenomegali
- Pembesaran KGB paraaorta dan parailiaka
- USG Kandung empedu, pancreas, ginjal kanan dan kiri serla vesika urinaria masih
tampak dalam batas normal
XII. RESUME
Pasien datang ke RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang
SMRS. Keluhan disertai dengan perut terasa kembung dan penuh. Pasien mengaku BAB
encer tanpa disertai darah dan lendir. Pasien merasakan perutnya semakin membesar sejak 3
hari SMRS. Pasien mengaku kadang berkeringat pada malam hari. Pasien pernah mengalami
riwayat TB paru tuntas pengobatan saat 2 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan abdomen bulat, perkusi ditemukan fenomena papan catur,
shifting dullness (+),tes undulasi (+), teraba pembesaran hepar (DBA 3 cm, DBX 1 cm), dan
teraba pembesaran lien (S3). Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan hasil
penurunan kadar Hemoglobin (7.1 g/dL), Hematokrit (22%), Eritrosit (3.25 juta/mm3), MCV
(69 fl), MCH (22 pg/cell), Limfosit (8%), Glukosa darah sewaktu (92Mg/dL), SGPT (28
U/L), Ureum (19 mg/dL), dan kenaikan Neutrophil (79%), Monosit (11%), SGOT (43 U/L),
Laju Endap Darah 95/135. Pada pemeriksaan penunjang USG Abdomen didapatkan hasil
ukuran abdomen membesar, kandung empedu membesar, Pembesaran KGB paraaorta dan
parailiaka.
XIII. DAFTAR PERMASALAHAN
- TB Abdomen
- Anemia
XIV. RENCANA PEMERIKSAAN
- Immunologi HIV
- Darah lengkap
XV. RENCANA TERAPI
- Omeprazole 1x40mg IV
- Ondansetron 2x4 mg IV
- Paracetamol infus 3x500mg PO
- Paracetamol 3x500mg PO
- Ceftriaxone 2x1gr PO
- Metronidazole 3x500mg PO
- Gentamicin 1x160mg PO
- Curcume 2x1 tab PO
- Transfusi PRC 500cc
XVI. EDUKASI
1. Edukasi pasien dan keluarga mengenai kondisi yang sedang dialami pasien saat ini
2. Edukasi mengenai kepatuhan minum obat
XVII. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : ad Bonam
- Quo ad Sanactionam : ad Bonam
- Quo ad Functionam : ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TB ABDOMEN
2.1.1 DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang mengancam jiwa yang dapat mempengaruhi
hampir seluruh sistem organ. TB abdomen dapat mencakup saluran gastrointestinal,
peritoneum, kelenjar getah bening, dan mencapai hingga 12% dari TB ekstra paru dan 1-3%
dari total. TB abdomen mencakup TB saluran pencernaan, peritoneum, kelenjar getah
bening mesenterika, liver, spleen. Tuberkulosis (TB) dapat terlibat setiap bagian dari
saluran pencernaan dari mulut ke anus, peritoneum dan sistem pancreatobiliary. Hal tersebut
dapat memiliki gambaran yang bervariasi dan sering meniru penyakit umum dan langka
lainnya. TB traktus gastrointestinal adalah bentuk tempat ekstrapulmonal ke 6 yang paling
sering, setelah tuberkulosis limfatik, genitourinari, tulang dan sendi, milier dan meningeal.
Istilah Extrapulmonary Tuberculosis (EPTB) telah digunakan untuk menggambarkan
kejadian tuberkulosis yang terisolasi di bagian tubuh selain paru-paru. Namun, ketika fokus
ekstra paru terbukti pada pasien dengan tuberkulosis paru, pasien tersebut telah
dikategorikan dalam tuberkulosis paru sesuai dengan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO).

2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis menyebabkan sekitar 3 juta kematian per tahun di seluruh dunia dan
meningkat di negara maju dan negara berkembang. Meskipun upaya dipercepat untuk
mengendalikan penyakit selama beberapa dekade, hal ini tetap menjadi penyebab kematian
ketujuh secara global. TB abdomen masih sangat lazim di negara berkembang negara
seperti India, Afrika Selatan, dan Saudi Arab. Di negara-negara Barat, dengan
pengembangan kemoterapi anti-tuberkulosis yang efektif dan tindakan pencegahan,
kejadian tuberkulosis paru menurun tetapi tuberkulosis ekstrapulmoner tetap konstan. Ada
variasi yang cukup besar dalam kejadian tuberkulosis abdomen pada kelompok etnis yang
berbeda. Penyakit ini endemik di Asia Tenggara dan Latin negara-negara Amerika. Di
Inggris, imigran dari Asia secara signifikan lebih rentan terhadap penyakit ini dibandingkan
dengan penduduk asli. Di dalam U.S.A. semua bentuk tuberkulosis terlihat di antara
populasi imigran, orang yang tinggal di utara Reservasi Indian Amerika dan pada pasien
menderita HIV-AIDS. Di era sebelum pandemi human immunodeficiency virus (HIV), dan
dalam penelitian yang melibatkan orang dewasa yang kompeten dengan kekebalan, itu
terjadi telah diamati bahwa EPTB terdiri dari sekitar 15 sampai 20 persen dari semua kasus
TB. Pada HIV-positif pasien, TBEP menyumbang lebih dari 50 persen semua kasus TBC.

2.1.3 ETIOLOGI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis dan disebut sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) (Zumla et al., 2013; Jung et
al., 2015; Hermosilla et al., 2017). Terdapat beberapa spesies Mycobacterium yang juga
termasuk BTA yaitu M. pinnipedi, M. Caprae, M. microti M. africanum, M. bovis, dan M.
Mungi, M. Canneti yang disebut sebagai Mycobacterium tuberculosis complex. Bakteri ini
termasuk bakteri aerob yang bentuk morfologinya berbentuk batang, tidak berspora, dan
tidak bersimpai.. Terdapat kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran napas dikenal sebagai MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) (Lichtenstein, 2010; WHO, 2018) Berdasarkan
organ yang terinfeksi tuberkulosis terbagi menjadi dua yaitu tuberkulosis paru, yaitu
penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ
pernapasan paru-paru. Jenis kedua adalah tuberkulosis ekstraparu, yaitu tuberkulosis yang
menyerang daerah selain paruparu, seperti tiroid, tulang, sistem saraf, dan abdomen
(Lichtenstein, 2010; Dlodlo et al., 2019).

2.1.4 PATOFISIOLOGI
Penyakit ini dapat berkembang sekunder menjadi fokus primer di tempat lain di tubuh;
biasanya paru-paru atau mungkin berasal dalam saluran usus dari tertelan dahak atau
menelan susu sapi. Mekanisme yang didasarkan dimana tuberkulum basil mencapai saluran
pencernaan:
(i) Penyebaran hematogen dari fokus paru primer di masa kanak-kanak, dengan
pengaktifan kembali nanti;
(ii) Menelan basil dalam dahak dari fokus paru aktif;
(iii) Penyebaran langsung dari organ yang berdekatan; dan
(iv) Melalui saluran getah bening dari kelenjar yang terinfeksi.
Lapisan mukosa saluran GI dapat terinfeksi basil dengan pembentukan epiteloid tuberkel di
jaringan limfoid submukosa. Setelah 2-4 minggu, nekrosis caseous pada tuberkel
menyebabkan ulserasi mukosa di atasnya yang kemudian dapat menyebar ke lapisan yang
lebih dalam dan ke kelenjar getah bening yang berdekatan dan ke peritoneum. Basil ini
dapat masuk ke dalam sirkulasi portal atau ke arteri hepatik untuk melibatkan organ seperti
hati, pankreas, dan limpa. Jalur kedua adalah penyebaran hematogen dari fokus TBC dari
tempat lain di tubuh ke organ abdomen, ginjal, kelenjar getah bening dan peritoneum. Jalur
ketiga meliputi penyebaran langsung ke peritoneum dari daerah yang terinfeksi fokus,
termasuk tuba falopi atau adneksa, atau abses psoas, sekunder akibat spondilitis
tuberkulosis. Terakhir bisa menyebar melalui saluran limfatik dari kelenjar yang terinfeksi.

2.1.5 MANIFESTASI KLINIS


Presentasi klinis TB perut dapat berbentuk akut atau kronis. Pasien sering mengalami
demam (40 –70%), penurunan berat badan (40 –90%), perut nyeri (80-95%), perut
kembung, diare (11-20%), dan konstipasi. Kelelahan, malaise, dan anoreksia juga terlihat.
Disfagia dan odonophagia terlihat pada TB esofagus. TB lambung dapat meniru peptik
penyakit maag atau karsinoma lambung. Tuberkulosis duodenum dapat muncul dengan
dispepsia atau obstruksi duodenum. Sakit perut, mual dan muntah, dan gejala malabsorpsi
dapat terlihat pada TB ileocecal. Kolonik tuberkulosis mungkin fokal atau multifokal
dengan nyeri sebagai predominan gejala. Gejala lain seperti demam, anoreksia, penurunan
berat badan, dan perubahan kebiasaan buang air besar sering dilaporkan. Keterlibatan rektal
dan anal oleh TB muncul dengan hematochezia sebagai gejala utama dengan konstipasi
pada sekitar sepertiga pasien. Fistula multipel mungkin menjadi fitur presentasi di TB anus.

2.1.6 DIAGNOSIS
Umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari
keadaan ini. Riwayat penyakit TB paru terkadang tidak terlalu jelas pada pasien maupun
keluarga pasien. Tergantung lamanya keluhan, keadaan umum pasien bisa masih cukup baik
sampai keadaan pasien dengan kaheksia.
Beberapa kriteria diagnosis untuk TB abdomen, antara lain:
1. Hasil biopsy kelenjar getah bening mesenterik menunjukkan bukti histologi
tuberkulosis
2. Inokulasi atau biakan jaringan menunjukkan pertumbuhan m. tuberculosis
3. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan tuberculosis deengan neekrosis
kaseosa.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan wajah pucat, distensi abdomen, ascites,
hepatomegaly, splenomegaly, perdarahan rectum, nyeri tekan abdomen dan massa
abdomen. Lesi makroskopik yang ditemukan pada endoskopi paling sering ditemukan
di sebelah kanan (caecum dan colon ascendens) dan ulkus primer (ulkus, nodul,
penyempitan, lesi polypoid) setelah terapi TB sebagian besar mengalami resolusi.
Organ yang sering terlibat adalah ileum terminal karena terdapat banyak kelenjar getah
bening dan waktu kontak isi usus halus lebih lama.
Pada pemeriksaan hematologi sering ditemui anemia penyakit kronik, leukositosis
ringan atau leukopenia, trombositosis dan sering dijumpai laju endapan darah (LED)
yang meningkat. Uji faal hati terganggu dan sirosis hati tidak jarang ditemui bersama-
sama dengan TB peritoneal.
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) terlihat adanya cairan dalam rongga
peritoneum bebas atau terfiksasi dalam bentuk kantong-kantong, abses dalam
abdomen, massa di daerah ileocaecal dan pembesaran kelenjar getah bening
retroperitoneal. Adanya penebalan mesenterium, perlengktan lumen usus dan
penebalan omentum dapat terlihat. Foto polos abdomen pada 50% kasus TB abdomen
hasilnya normal.
Pemeriksaan cairan ascites umumnya memperlihatkan eksudat dengan protein >3
g/dL. Jumlah sel di antara 100-3000 sel/ml, biasanya >90% merupakan limfosit.
Cairan ascites yang purulen dapat ditemukan, begitu juga cairan ascites yang
bercampur darah. Hasil kultur BTA didapatkan < 5% yang positif.
Perbandingan ratio albumin serum ascites pada TB peritoneal ditemukan rasio <1,1
gr/dL meskipun hasil ini dapat dijumpai pada keadaan keganasan, sindrom nefrotik,
penyakit pankreas, kandung empedu atau jaringan ikat. Bila rationya >1,1 gr/dL maka
cairan ascites diakibatkan oleh hipertensi portal.
Perbandingan glukosa ascites dan darah ditemukan <0,96, sedangkan pasien ascites
akibat penyebab lainnya >0.96.

2.1.7 DIAGNOSIS BANDING


TB abdomen, terutama TB intestinal, harus dibedakan dengan Crohn disease. Penyakit ini
memiliki manifestasi klinis, foto pencitraan, dan hasil endoskopi serta histologi yang sama.
Pencitraan pada TB intestinal melibatkan ileum daripada caecum, tidak terdapat skip
leisons, dan tidak terdapat fistula dan traktus sinus.
Carcinoma peritoneum termasuk carcinoma ovarium muncul dengan keluhan massa
abdomen, ascites, dan keterlibatan peritoneum yang mirip dengan TB abdomen. Penyakit
ini cukup sulit dibedakan jika hanya menggunakan tumor marker seperti CA-125, di mana
keduanya memberikan hasil yang meningkat. Oleh karena itu, analisis cairan ascites untuk
sitologi, histopatologi, dan kultur yang baik dapat membedakan kedua penyakit tersebut.
2.1.8 TATALAKSANA
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari m. tuberculosis. Pengobatan yang adekuat harus
memenuhi prinsip:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
b. Diberikan dalam dosis yang tepat.
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap alnjutan untuk mencegah kekambuhan.
Pengobatan TB abdomen dengan memberikan OAT konvensional yaitu 2RHZE/4RH
minimal 6 bulan. Pada terapi TB peritoneal lama pengobatan biasanya mencapai 9 bulan
hingga 18 bulan. Beberapa peneliti berpendapat kortikosteroid dapat mengurangi
perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya ascites.
Tabel 1. Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa

Dosis Rekomendasi Harian 3 kali per minggu

Dosis Maksimum Dosis Maksimum


(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)

Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 35 (20-30) - 35 (30-40) -

Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisin* 15 (12-18) - 15 (12-18) -

*: Pasien berusia > 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500-700 mg per
hari, beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kgBB pada pasien
kelompok usia ini. Pasien dengan berat badan < 50 kg tidak dapat mentoleransi
dosis lebih dari 500-750 mg per hari.
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami
efek samping bermakna. Namun, hal tersebut tidak memungkinkan pasien tidak
mengalami efek samping. Penting dilakukannya pemantauan gejala klinis pasien
selama pengobatan sehingga efek samping dapat dideteksi segera dan ditreapi
dengan tepat. Efek samping obat anti tuberculosis (OAT) dapat diklasifikasikan
menjadi efek major dan minor. Pasien yang mengalami efek samping minor
sebaiknya melanjutkan pengobatan dan diberikan terapi simtomatik. Pasien yang
mengalami efek samping major maka panduan OAT atau OAT penyebab
sebaiknya dihentikan pemberiannya. Efek samping dibagi atas 2 klasifikasi yaitu
efek samping berat dan ringan (Tabel 2). Bila terjadi efek samping berat, maka
OAT segera dihentikan dan pasien dirujuk fasilitas yang lebih tinggi.
Tabel 2. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis

Efek Samping Kemungkinan Pengobatan


obat
penyebab

Berat

Ruam kulit dengan - Streptomisin Hentikan OAT


atau tanpa gatal - Isoniazid
- Rifampisin
- Pirazinamid

Tuli Streptomisin Hentikan


streptomisin

Pusing vertigo Streptomisin Hentikan


dan streptomisin
nystagmus

Ikterik tanpa - Streptomisin Hentikan OAT


penyakit - Isoniazid
hepar (hepatitis)
- Rifampisin
Pirazinamid

Bingung (curiga - Isoniazid Hentikan OAT


gagal hati imbas obat - Pirazinamid
bila terdapat ikterik)
- Rifampisin
- Sebagian besar OAT

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Syok, purpura, Rifampisin Hentikan rifampisin


gagal
ginjal akut

Oliguria Streptomisin Hentikan


streptomisin

Ringan Lanjutkan OAT


dan
cek dosis OAT

Anoreksia, mual, - Pirazinamid Hentikan OAT


nyeri perut - Rifampisin
- Isoniazid

Nyeri sendi Isoniazid Aspirin atau


OAINS, atau
paracetamol

Rasa terbakar, kebas Isoniazid Piridoksin 50-75


atau kesemutan di mg/hari
tangan dan
kaki

Rasa mengantuk Isoniazid Obat dapat diberikan


sebelum tidur

Air kemih berwarna Rifampisin Pastikan pasien


kemerahan diberitahukan
sebeeelum mulai
pengobatan dan bila
hal ini terjadi adalah
normal

Sindrom flu (demam, Pemberian rifampisin Ubah pemberian


menggigil, malaise, sakit intremitten menjadi setiap hari
kepala, nyeri tulang)

2.1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi TB abdomen dapat berupa ulkus, perforasi, perlengketan, obstruksi,
pendarahan, pembentukan fistula, dan stenosis. Terapi bedah diperlukan pada beberapa
kasus terutama pada yang sudah menimbulkan komplikasi seperti perforasi, obstruksi,
fistula, atau pendarahan.

2.1.9 PROGNOSIS
Prognosis TB abdomen cukup baik bila diagnosis dapat ditegakkan dan biasanya akan
sembuh dengan pengobatan anti tuberculosis yang adekuat serta kepatuhan pasien dalam
minum obat.
2.2 ANEMIA
2.2.1 ANEMIA
A. DEFINISI
Anemia merupakan suatu keadaan dimana rendahnya kadar hemoglobin (Hb)
atau hematokrit berdasarkan nilai ambang batas normal yang dikarenakan
oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya
kerusakan eritrosit (hemolisi, atau kehilangan darah yang berlebihan.
Tabel 2.1. Nilai ambang batas pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin

Kelompok Umur/Jenis Konsentrasi Hemoglobin Hematokrit (˂%)


Kelamin (˂g/dL)

6 bulan-5 tahun 11,0 33

5-11 tahun 11,5 34

12-13 tahun 12,0 36

Wanita 12,0 36

Ibu hamil 11,0 33

Laki-laki 13,0 39

Sumber : WHO 2001

B. KLASIFIKASI ANEMIA
Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel

Ukuran sel Mikrositik Makrositik Normositik

Penyebab  Defisiensi  Penyakit hati  Fase awal


besi defisiensi besi
 Anemia
dan anemia
 Anemia megaloblastic
penyakit kronik
penyakit (defisiensi B12
kronis atau folat atau  Kehilagan darah
karena obat
 Thalassemia  Gagal ginjal
tertentu)
 Supresi sumsum
 Sindrom
tulang (missal
mielodisplastik
karena
 Hipotiroidisme kemoterapi)
 Anemia
aplastik
 Hemolisis
Klasifikasi anemia berdasarkan mekanisme

Mekanisme Bukti pendukung yang memungkinkan

Kegagalan produksi oleh sumsum tulang Jumlah retikulosit rendah, tiak ada
polikromasia

Kehilangan darah Meningkatnya retikulosit

Meningkatnya destruksi eritrosit (co: Peningkatan jumlah retikulosit,


hemolisis) polikromasia, peningkatan bilirubin,
peningkatan laktat dehidrogenase, bentuk
sel abnormal

Pengumpulan eritrosit di limpa dan Data klinis adanya splenomegali


peningkatan volume plasma

C. ANEMIA DEFISIENSI BESI


Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
cukup ke jaringan perifer.

D. HASIL ANAMNESIS
Keluhan : Lemah, Lesu, Letih, Lelah, Penglihatan berkunang – kunang,Pusing,
Telinga berdenging, Penurunan konsentrasi, Sesak

E. FAKTOR RISIKO
1. Ibu hamil
4. Remaja putri
2. Status gizi kurang
5. Faktor ekonomi kurang
3. Infeksi kronik
6. Vegetarian

F. HASIL PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG SEDERHANA


1. Gejala umum : Pucat dapat terlihat pada: konjungtiva,
mulut, telapak tangan, dan jaringan di bawah kuku.
2. Gejala anemia defisiensi besi
- Atrofi papil lidah
- Stomatitis angularis
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah: hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, jumlah
eritrosit, morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC, feses
rutin, dan urin rutin.
2. Pemeriksaan Khusus
Serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.

H. DIAGNOSIS KLINIS
Anemia adalah suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh penyakit dasar sehingga
penting menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah dengan
kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal.

I. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
Prinsip penatalaksanaan anemia harus berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan. Setelah penegakan diagnosis dapat diberikan sulfas ferrosus 3 x 200 mg
(200 mg mengandung 66 mg besi elemental).

J. KONSELING DAN EDUKASI


1. Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang perjalanan penyakit
dan tata laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam
berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
2. Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat berupa mual, muntah,
heartburn, konstipasi, diare, serta BAB kehitaman. Bila terdapat efek samping
obat maka segera ke pelayanan kesehatan.

K. KRITERIA RUJUKAN
1. Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb <8 g/dL.
2. Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb segera dirujuk.
3. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb <7 g/dL).
4. Anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter layanan primer
misainya anemia aplastik, anemia hemolitik dan anemia megaloblastik.
5. Jika didapatkan kegawatan (misal perdarahan aktif atau distres pernafasan) pasien
segera dirujuk

2.2.2 Anemia aplastik


A. DEFINISI
Anemia aplastik adalah anemia yang ditandai dengan pansitopenia (anemia,
lekopenia, dan trombositopenia) dalam darah tepi disertai hiposelularitas dari sumsum
tulang.
B. ETIOLOGI
Sebagai penyebab dari anemia aplastik adalah:
1. idiopatik (jumlah hampir 50% dari semua kasus)
2. obat dan toksin (kloramfenikol, fenilbutason, sulfonamid, benzene,
3. karbon tetraklorida)
4. infeksi (hepatitis, parvovirus, HIV, tuberkulosis)
5. sindrom mieloblastik
6. paroksisimal noktunal hemoglobinuria (PNH)

C. Patofisiologi
1. kelainan sel induk (stem cell)
2. kelainan imunologi (humoral maupun cell mediated)
3. kelainan faktor lingkungan

D. Gejala Klinik
1. Perdarahan akibat trombositopenia (ekimosis, petekie, epistaksis),
2. Perdarahan spontan terjadi bila jumlah trombosit <20.000 ml
3. Anemia
4. Demam akibat infeksi (lekopenia)

E. PEMERIKSAAN
1. laboratorium : pemeriksaan darah tepi (anemia normok normositer,
retikulositopenia, lekopeni-netropeni berguna membedakan anemia aplastik dari
penyebab infiltratif maupun displastik), neutropenia(<1500), trombositopenia
2. Aspirasi sumsum tulang : didapatkan sumsum tulang hiposeluler

F. TATALAKSANA
1. Bila granulosit < 500 /ml, hindarkan kontak dari orang yang mengidap infeksi
dan pada pasien diberikan profilaksis infeksi CCK
(cotrimoxazole,colistine,ketokonazole)
2. Penggunaan sabun antiseptik untuk cegah infeksi kulit
3. Gunakan sikat gigi halus untuk cegah perdarahan akibat trauma
4. Batasi penggunaan obat suntikan
5. Menstruasi yang berlebihan dapat dicegah dengan obat anovulator
6. Transfusi produk darah : PRC bila Hb < 7gr% atau ada keluhan anemia,
thrombosite concentrate bila terjadi perdarahan atau PLT<10.000/ml,tranfusi
granulosit (jarang digunakan)
7. Pemberian antibiotik: bila ada demam sebagai manifestasi infeksi dapat diberi
antibiotik spektrum luas, pemeriksaan kultur (darah, urine, tenggorokan, lesi
kulit), beri antibiotik sesuai kultur
8. Androgen : untuk meningkatkan produksi eritropoetin dan rangsang eritroid dan
granulosit.
9. Hematopoetic growth factor
10. Imunosupresif
11. Transplantasi sumsum tulang

2.2.3 ANEMIA HEMOLITIK


A. DEFINISI
Anemia yang terjadi akibat pemendekan masa hidup sel darah merah akibat faktor
intrakorpuskuler maupun ekstrakorpuskuler. Normalnya masa hidup sel darah merah
120 hari.

B. GEJALA DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Keluhan: pasien umumnya datang dengan gejala lelah, sakit kepala, berdebar,
nyeri dada, keluhan gagal jantung, iskemik susunan saraf pusat.
2. Pemeriksaan fisik: anemia, ikterus, splenomegali, ulkus kronik pada kaki,gejala
klinis akibat penyakit dasar (leukimia, lupus)

C. ETIOLOGI
Penyebab intrakorpuskuler
1. Kelainan membran dari sel darah merah (sferositosis herediter, eliptositosis, dll)
2. Kekurangan enzim (heksoknase, G6PD, piruvatkinase, dll)
3. Kelainan hemoglobin (talasemia, sickle cell anemia)
Penyebab ekstrakorspuskuler
1. Anemia hemolitik autoimun dengan warm antibody (SLE, leukimia kronik
limfositik, limfoma, dan dengan cold antibody (mikoplasma penumonia,
limfoma,virus, sifiis, dil)
2. Penyakit sistemik
3. Obat-obatan, bahan kimia, racun tumbuhan
4. Anemia hemolitik pada bayi dan inkompatibilitas ABO

D. DIAGNOSIS
Beberapa keadaan yang dapat menentukan:
1. Adanya tanda pemecahan eritrosit berlebihan disertai pembentukan yang
berlebihan di saat bersamaan. Ditandai dengan anemia, retikulositosis, dan
hiperbilirubinemia indirek.
2. Adanya anemia yang persiste disertai peningkatan eritropoesis dan tidak terdapat
tanda perdarahan
3. Penurunan hemoglobin 1 gr/dl seminggu atau lebih dengan menyingkirkan
adanya perdarahan dan hemodilusi
4. adanya hemoglobinuria atau tanda lain dari hemolisa intravaskular
Menentukan penyebab anemia hemolitik
1. Anamnesa tentang penyakit infeksi, obat, dan bahan kimia yang diduga dapat
menyebabkan hemolisa
2. Pemeriksaan tes anti globulin (tes coomb), bila positif artinya penderita mengidap
anemia hemolitik autoimun (tetapi tidak selalu hasil positif)
3. Periksa apusan darah tepi untuk melihat eritrosit yang khas untuk macam-macam
anemia hemolitik
4. Bila masih belum dapat ditentukan maka lakukan pemeriksaan berikut:
eletroforesis Hb, tes denaturasi panas untuk kelainan hemoglobin, tes askorbat
sianida, tes untuk kekurangan piruvat kinase, pemeriksaan G6PD, tes sucrose
water, tes Ham

E. TERAPI
Pengobatan umum antara lain:
1. Pada pasien dengan hemolitik akut (misal pada reaksi transfusi) pencegahan
dilakukan untuk mencegah syok dan gagal ginjal akut dengan terapi cairan
2. Splenektomi
3. Hormon steroid
4. Pada pasien kronis dapat diberi asam folat 0,15-3,0 mg sehari untuk mencegah
krisis hemolitik transfusi darah diberikan atas indikasi vital (eritrosit dapat dicuci)
5. Atasi penyebab dasarnya

Anda mungkin juga menyukai