Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) +


DIABETES MELITUS TIPE II + HIPERTENSI

Disusun oleh:

FIRMAN CIPTA MAULANA

Pembimbing:

dr. Yanti W. Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSU dr. SLAMET KABUPATEN GARUT 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD). Laporan kasus ini disusun untuk
memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam.
Penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Yanti
W, Sp.PD. atas bimbingnnya selama penulis menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat atas dukungan
yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan penulis.
Semoga tinjauan pustaka ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya
pembaca dan rekan-rekan sejawat.

Garut, 30 April 2022

Firman Cipta Maulana

2
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Dadah
Jenis Kelamin : Perempuan
Nomor cm : 1311033
Umur : 50 tahun
Alamat : Desa segara, Pamengpeuk. Garut
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Status Pernikahan : Menikah
Status pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk RS : 21 April 2022
Tanggal pemeriksaan : 29 April 2022
Ruangan : Agate bawah

3
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan
keluarga pada tanggal 26 April 2022
Keluhan utama : Mual, Muntah

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan mual muntah tidak
masuk makanan 2 hari sebelum masuk RS, muntah berwarna bening cair, tidak ada
ampas. Pasien mengeluh BAB berdarah/hitam agak lembek saat di RS frekuensi BAB
1 kali/hari. Pasien juga mengeluh nyeri seluruh badan sejak 2 hari sebelum masuk
RS. Pasien mengeluh ada luka pada bagian pipi kiri yang sebelum masuk RS luka
masih kecil kemudian 2 minggu terakhir membesar.
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa dan belum pernah diobati
sebelumnya, pasien mempunyai Riwayat hipertensi dan diabetes. Riwayat asma,
jantung, ginjal dan TB disangkal. Pasien mengatakan baru melakukan cuci darah di
RSUD dr. Slamet Garut, pasien mengatakan jempol kaki kiri telah diamputasi,
diabetes baru diketahui sejak -/+ 1 tahun yang lalu.

4
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
• Riwayat keluhan serupa : (-)
• Riwayat Hipertensi : (+)
• Riwayat Penyakit jantung : (-)
• Riwayat penyakit Ginjal (+)
• Riwayat Penyakit Paru : (-)
• Riwayat DM : (+)
• Riwayat Asma : (-)

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


• Riwayat keluhan serupa : (-)
• Riwayat Hipertensi : (-)
• Riwayat Penyakit jantung : (-)
• Riwayat penyakit Ginjal (-)
• Riwayat Penyakit Paru : (-)
• Riwayat DM : (-)
• Riwayat Asma : (-)

VI. RIWAYAT ALERGI


Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan

VII. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien mengatakan seorang ibu rumah tangga, suami pasien seorang petani,
pasien menyangkal riwayat merokok. Pasien tinggal dirumah Bersama suami dan satu
orang anaknya. Pasien tinggal dipemukiman yang padat penduduk.

5
LAPORAN KASUS

I. STATUS GENERALIS
1. Keadaan Umum : Tampak lemas
2. GCS : E4 M6 V5
3. Kesadaran : Compos Mentis
4. Tekanan Darah : 150/70 mmHg
5. Nadi
a. Frekuensi : 84x/menit
b. Irama denyut nadi : Reguler
c. Kualitas nadi : Baik
6. Suhu : 36,6ºC
7. Pernafasan : 20x/menit, regular
8. SpO2 : 98% Free Air
9. Gizi
a. BB : 60 kg (tidak diukur melainkan melalui
anamnesis)
b. TB : 155 cm
c. IMT : 19 kg/m2

II. PEMERIKSAAN FISIK


- KULIT Warna : sawo matang
Pucat
Jaringa parut : tidak ada
Turgor : turgor kembali cepat

6
- KEPALA Bentuk : Normochepali
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut

- MATA Palpebra : edema palpebra (-/-),


hiperemis (-/-)
Konjuntiva pucat : +/+
Sklera ikterik : -/-
Pupil : Bulat, isokor
RCL : -/-
RCTL : -/-

- TELINGA Bentuk : Normal


Lubang : Normal
Sekret : Tidak ada

- HIDUNG Bentuk : Normal


Deviasi Septum : (-)
Napas cuping hidung : (-)
Nyeri tekan : (-)
Sekret : (-)
Epistaksis : (-)

- MULUT Bibir : Kering


Faring : Tidak hiperemis
Tonsil : T1/T1, tidak hiperemis
Lidah : Tidak deviasi, atrofi papil lidah (-)
Uvula : Tidak deviasi

- LEHER JVP : (5+2) cm H20


Trakea :Ditengah, tidak deviasi Kelenjar tiroid
: Tidak teraba pembesaran

7
KGB : Tidak teraba pembesaran

- AXILLA KGB : Tidak teraba pembesaran

- PULMO DEPAN
a. Inspeksi
- Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris,
- Tidak ada retraksi, tidak terlihat sikatriks, tidak ada massa
b. Palpasi
- Fremitus taktil dan vocal kanan simetris
- Tidak ada krepitasi, massa
- Tidak terdapat nyeri tekan
c. Perkusi
- Terdengar sonor pada seluruh lapang paru
- Batas paru-hepar di ICS V
- Peranjakan paru (+)
d. Auskultasi
- Suara terdengar vesikuler kanan = kiri
- Tidak terdengar suara tambahan, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

- PULMO BELAKANG
a. Inspeksi
- Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris
- Tidak ada retraksi, tidak terlihat sikatriks, tidak ada massa
b. Palpasi
- Fremitus taktil dan vocal kanan simetris
- Tidak ada krepitasi, massa
- Tidak terdapat nyeri tekan
c. Perkusi
- Terdengar sonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi
- Suara terdengar vesikuler kanan = kiri
- Tidak terdengar suara tambahan, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

8
- JANTUNG
a. Inspeksi
- Iktus cordis tidak terlihat
b. Palpasi
- Iktus kordis teraba
c. Perkusi
- Batas jantung kanan : ICS IV linea midclavicularis dextra
- Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
- Pinggang Jantung : ICS III linea midclavicularis sinistra
d. Auskultasi
- Bunyi jantung S1 dan S2 terdengar reguler
- Terdengar suara tambahan, gallop (-), murmur (-)

- ABDOMEN
a. Inspeksi
- Normal
- Warna kulit tampak seperti sekitar, tidak ada jaringan parut
- Sikatriks (-), massa (-)
- Tidak tampak pembesaran lien
b. Auskultasi
- Bising usus (+)
c. Perkusi
- Timpani seluruh quadran
- Nyeri ketok ginjal (-)
- Shifting dullness (-)
d. Palpasi
- Tidak teraba pembesaran hepar
- Teraba pembesaran lien
- Nyeri tekan (-)
- Tes undulasi (-)

9
EKSTREMITAS

Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Hematom -/- -/-
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal

10
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 25/04/2022

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah Rutin
Hemoglobin 8.2* g/dL 13,0 – 18,0
Hematokrit 24* % 40 – 52
Leukosit 29.340* /mm3 3800 – 10600
Trombosit 541.000* /mm3 150000 – 440000
Eritrosit
Kimia Klinik
Ureum 254* U/L 13-30
Kreatinin 7.7* U/L 0.3-1.3
Natrium 128* U/L 133-143
Kalium 5.4 Mg/L 3.5-5.5
Klorida 96* Md/dL 98-108
Ca bebas 4.33* mg/dL 15 – 50

11
VIII. RESUME
Pasien datang ke RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan mual muntah, nyeri seluruh
tubuh sejak 2 hari SMRS, pasien juga mengeluh BAB merah/hitam. Keluhan lain seperti
sesak nafas, muntah alergi dan riwayat keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan abses buccal pada pipi kiri, konjungtiva anemis
+/+ dan jempol kaki kiri diamputasi, tidak ada kardiomegali
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan Hb: 8.2, Ht: 24, leukosit: 29.340,
Tr: 541.000 dan kimia klinik didapatkan ureum: 254, kreatinin: 7.7, Natrium: 128, klorida:
96, Ca bebas: 4.33.

IX. DAFTAR PERMASALAHAN


 CKD on DM gastropati uremikum
 STEMI
 DM tipe 2
 Abses buccal
X. RENCANA TERAPI
• Infus nacl 0.9%
• Diet : nasi
• Ceftriaxone 1x2g IV
• Metronidazole 3x500mg IV= hari ke 7
• Clopidogrel 1x75mg PO
• Asam asetilsalisat 1x100mg PO
• Atorvastatin 1x20mg PO
• Furosemid 3x80mg IV
• Asam volat 1x1mg PO
• Callos 3x1mg
• Bicnat 3x100mg PO
• Trimetazidine 2x35mg PO
• Ketorolac 2x30mg IV
• Kompres abses: Nacl 0.9%+Gentamisin
XI. PROGNOSIS
• Quo ad vitam : Dubia ad bonam
• Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
• Quo ad functionam : Dubia ad malam

12
XII. EDUKASI

● Edukasi pasien dan keluarga terkait kondisi pasien saat ini


● Edukasi pasien terkait pola hidup yang sehat
● Edukasi pasien dan keluarga untuk menjaga kadar gula darah
● Edukasi mengenai kepatuhan minum obat
● Edukasi pola makan yang sehat kepada pasien dan keluarga

13
TINJAUAN PUSTAKA
Chronic kidney disease (CKD), Diabetes Millitus tipe 2, Hipertensi, abses bukal
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan suatu proses
patofisiologis yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat tertentu
yang memerlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia
adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan
fungsi ginjal pada penyakit gagal ginjal.1
Kriteria penyakit ginjal kronik yaitu:1
a. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LGF), dengan manifestasi :
• Kelainan patologis
• Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk dalam kelainan komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LGF sama atau <
60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk penyakit ginjal kronik.1
Nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikroangiopati diabetik atau
permulaan mikroangiopati diabetik pada ginjal, sebagai penyulit diabetes mellitus tipe I atau
tipe II yang ditandai dengan adanya albuminuria (mikroalbuminuria/ makroalbuminuria).2

KLASIFIKASI

Klasifikasi berdasarkan derajat penyakit ginjal kronik ditentukan dengan


menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:1
Setelah dihitung pasien masuk ke kategori gagal ginjal= 8,2

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 - Umur) x Berat Badan x 0,85 (pada perempuan)


72 x Kreatinin plasma (mg/dL)

14
Klasifikasi derajat penyakit ginjal kronik berdasarkan Kidney Disease Outcome
Quality Initiavite (KDOQI) tahun 2002 dari hasil LFG sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Penyakit Ginjal Kronik
LFG
Derajat Penjelasan
(ml/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat >90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang 30 – 59
4 LFG menurun berat 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis
Keterangan:

• Derajat 1. Ginjal tetap berfungsi secara normal, meskipun tidak lagi dalam kondisi 100%
sehingga banayk penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1.
• Derajat 2. Sama seperti pada stadium awal, seseorang yang berada pada stadium 2 juga
tidak merasa gejala tetap dapat berfungsi dengan baik, walaupun dengan LFG yang mulai
menurun.
• Derajat 3. Seseorang yang menderita CKD stadium 3 mengalami penurunan LFG
moderat yaitu 30-59. Dengan penurunan pada tingkat ini, akumulasi sisa-sisa
metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul
komplikasi seperti tekanan darah tinggi, anemia atau keluhan pada tulang.
• Derajat 4. Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15-30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan
menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis, atau melakukan transplantasi ginjal. Kondisi
dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada
stadium ini. Setelah itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah
tinggi, anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular
lainnya.
• Derajat 5. Pada stadium ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau
transplantasi ginjal agar penderita dapat bertahan hidup.

15
Adapun klasifikasi derajat penyakit ginjal akibat diabetes melitus dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Penyakit Ginjal Diabetik (Nefropati Diabetik)

Derajat Penjelasan
1 Hiperfiltrasi  Merupakan tahap yang masih reversibel dan
berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM
 Terjadi peningkatan LFG sampai 40% diatas
normal, disertai pembesaran ukuran ginjal
2 The silent stage  Terjadi setelah 5-10 tahun terdiagnosis DM
 Perubahan struktur ginjal berlanjut dan LFG masih
tetap meningkat
3 Mikroalbuminuria  Merupakan tahap awal nefropati yang terjadi
setelah 10-15 tahun terdiagnosis DM
 Terjadi mikroalbuminuria yang nyata, penebalan
membran basalis, LFG masih tinggi, dan terjadi
peningkatan tekanan darah
4 Makroalbuminuria  Merupakan tahapan saat nefropati diabetik
bermanifestasi secara klinis, yang terjadi setelah
15-20 tahun terdiagnosis DM
 Terjadi proteinuria yang nyata, tekanan darah
meningkat, dan LFG menurun dari normal
5 Uremia  Merupakan tahap gagal ginjal
 Menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan
memerlukan tindakan khusus yaitu terapi
pengganti ginjal (dialisis), maupun cangkok ginjal

EPIDEMIOLOGI

Sekitar 40% dari pasien DM terdapat keterlibatan ginjal sehingga dapat dipahami
bahwa nefropati diabetik juga akan mengalami peningkatan di era awal abad 21 ini. Nefropati
diabetik merupakan komplikasi kronik mikrovaskular diabetes melitus (DM) baik tipe 1 atau
2 yang menyebabkan timbulnya penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)
yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Pada dekade ini juga, banyak negara
maju tercatat pasien nefropati diabetik tercatat sebagai komponen terbanyak dari pasien baru

16
yang menjalani terapi pengganti ginjal. Keadaan yang sama juga sudah mulai terjadi di
Indonesia.
ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Berdasarkan etiologinya, gagal ginjal
kronik dibedakan menjadi 3 dilihat pada tabel dibawah ini:1
Tabel 2.3 Etiologi Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Penyakit Tipe mayor
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non-diabetes - Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi
sitemik, obat, neoplasma)
- Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)

- Penyakit tubulointestianal (pielonefritis kronik,


batu, obstruksi, keracunan obat)
- Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi - Rejeksi kronik


- Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
- Penyakit recurrent (glomerular)
- Transplant glomerulopathy

PATOFISIOLOGI

Ginjal merupakan organ vital yang mempunyai peran penting dalam sistem organ
tubuh. Kerusakan pada ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain. Ginjal mempunyai 2
peran penting, yaitu sebagai fungsi ekskresi dan endokrin. Sebagai fungsi ekskresi, ginjal
berperan untuk mengekskresi sisa metabolisme protein, seperti ureum, kalium, fosfat, sulfat
organik, dan asam urat dalam bentuk urin sehingga ginjal juga berfungsi sebagai pembentuk
urin, sebagai pengatur keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Selain sebagai sistem
eksresi, ginjal juga sebagai endokrin, seperti mengekskresi hormon renin yang berperan
dalam mengatur tekanan darah, pengatur hormon eritropoietin yang berperan sebagai hormon
pengaktif sumsum tulang untuk menghasilkan eritrosit, mengeluarkan hormon
dihidroksikolekalsiferon (vitamin D aktif) yang dibutuhkan dalam absorbsi ion kalsium, serta

17
memproduksi hormon prostaglandin yang mempengaruhi pengaturan garam, air, dan tekanan
vaskular.6
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis untuk masuk ke dalam ginjal.
Darah terdiri dari sel darah dan plasma darah yang disaring dalam 3 tahap, yaitu:6
a. Proses filtrasi. Merupakan proses yang terjadi di glomerulus. Proses ini
terjadi karena proses aferen lebih besar daripada permukaan eferen sehingga
darah akan masuk ke dalam glomerulus. Cairan darah seperti glukosa, air,
natrium, bikarbonat, dll akan akan disaring dan disimpan di kapsula bowman,
kecuali protein. Kemudian cairan darah tersebut akan diteruskan ke tubulus
ginjal.
b. Proses reabsorbsi. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar
glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat yang terjadi di tubulus
proksimal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi penyerapan kembali natrium
dan ion bikarbonat bila diperlukan, dan sisanya akan dialirkan menuju papila
renalis.
c. Proses ekskresi. Hasil dari reabsorbsi urin diteruskan pada kaliks renal, dan
selanjutnya diteruskan ke ureter dan masuk ke vesica urinaria.

Penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu sindrom
klinis yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif yang akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal. Penyebab yang mendasarinya
bermacam-macam, seperti penyakit glomerulus baik primer maupun sekunder, penyakit
vasular seperti hipertensi, infeksi, nefritis interstisial, dan obstruksi saluran kemih.
Patofisiologi CKD melibatkan 2 mekanisme kerusakan, yaitu:7,8

a. Mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan selanjutnya seperti


kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulnefritis, atau pajanan zat
toksik pada penyakit tubulus ginjal
b. Mekanisme kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan
hipertrofi nefron yang tersisa
Ginjal memiliki 1 juta nefron dan masing-masing memiliki kontribusi terhadap total
LFG. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperi diatas, pada awalnya ginjal masih
memilik kemampuan untuk mempertahankan LFG. Namun pada akhirnya nefron sehat yang
masih tersisa akan mengalami kegagalan dalam mengatur autoregulasi tekanan glomerular,
dan akan menyebabkan hipertensi sistemik dalam glomerulus. Peningkatan tekanan

18
glomerular ini akan menyebabkan hipertrofi pada nefron sehat sebagai mekanisme
kompensasi. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Reabsorbsi
protein pada sel tubuloepitelial akan menyebabkan pelepasan faktor kemotaktik,
meningkatkan stress oksidatif, dll yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi dan
fibrosis tubulointerstitial melalui pengambilan dan aktivasi makrofag. Inflamasi kronik pada
glomerulus dan tubulus akan meningkatkan sintesis matriks ekstraseluler.
Glomerulosklerosis, fibrosis tubulointerstitial, dan atrofi tubuler akan menyebabkan massa
ginjal yang sehat menjadi berkurang.9,10

Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan pada fungsi ekskresi
dan metabolik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal berupa penurunan ekskresi
nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubulus, penurunan ekskresi kalium, penurunan
ekskresi fosfat, dll. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) akan tertimbun dalam darah. Sedangkan kerusakan
fungsi metabolik berupa kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca, penurunan produksi
eritropoietin, menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem
imun, dll. Penurunan jumlah glomerulus yang normal akan menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG).10
Penyakit Ginjal Kronik (CKD) berasosiasi dengan penyakit sistemik seperti diabetes
melitus dan hipertensi. Diabetes melitus merupakan suatu keadaan dimana terjadi
hiperglikemia (kadar glukosa melebihi batas normal dalam darah) yang dapat menyebabkan
hiperperfusi dan hiperfiltrasi, sehingga terjadi dilatasi arteri aferen ke glomerulus akibat
akumulasi glukosa. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan glomerulus. Seiring
berjalan dengan tingkat keparahan penyakit, maka glomerulus akan rusak. Hal tersebut akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi (LFG). Hipertensi juga dapat menyebabkan CKD
dengan merusak langsung nefron. Pada kondisi hipertensi terjadi penurunan perfusi ke
jaringan sehingga menyebabkan iskemik. Kehilangan nefron ini akan mengakibatkan sel
juxtaglomerular akan mengeluarkan renin untuk mengaktifkan angiotensin II. Akibatnya
terjadi hipertensi kapiler glomerulus dan peningkatan filtrasi serta permeabilitas di
glomerulus, sehingga dapat menyebabkan proteinuria. Kondisi proteinuria ini akan
meningkatkan reabsorbsi protein di tubular yang menyebabkan inflamasi dan fibrosis
tubulointerstitial. Semua ini akan menyebabkan jaringan parut di ginjal dan jika kondisi ini
tidak dirawat maka dapat mengakibatkan penurunan LFG.10

19
Mekanisme terjadinya CKD dapat dilihat pada bagan dibawah ini:10

20
MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan CKD menunjukkan manifestasi yang berbeda-beda tergantung pada


stadium yang dialami.11

a. Stadium 1
Seseorang dengan CKD stadium 1 biasanya belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal karena ginjal masih dapat berfungsi dengan normal.
b. Stadium 2
Seseorang dengan CKD stadium 2 biasanya juga belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal walaupun sudah terdapat penurunan LFG ringan, yaitu
sebesar 60-89.
c. Stadium 3
Pada stadium ini gejala-gejala terkadang mulai dirasakan seperti:
• Fatigue : rasa lemas/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia
• Kelebihan cairan : seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak
dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini akan
membuat penderita mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar
wajah atau tangan. Penderita juga mengalami sesak nafas akibat terlalu banyak
cairan yang berada dalam tubuh.
• Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
protein di urin. Selain itu, warna urin juga mengalami perubahan menjadi warna
coklat, oranye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin
bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering terbangun untuk
buang air kecil ditengah malam.
• Rasa sakit pada ginjal : rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mengalami masalah ginjal seperti polikistik
dan infeksi.
• Sulit tidur : sebagian penderita akan mengalami kesulitan tidur disebabkan karena
munculnya rasa gatal, atau kram.

d. Stadium 4
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan stadium 3, yaitu:
• Fatigue : rasa lemas/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia
• Kelebihan cairan : seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak
dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini akan

21
membuat penderita mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar
wajah atau tangan. Penderita juga mengalami sesak nafas akibat terlalu banyak
cairan yang berada dalam tubuh.
• Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
protein di urin. Selain itu, warna urin juga mengalami perubahan menjadi warna
coklat, oranye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin
bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering terbangun untuk
buang air kecil ditengah malam.
• Rasa sakit pada ginjal : rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mengalami masalah ginjal seperti polikistik
dan infeksi.
• Sulit tidur : sebagian penderita akan mengalami kesulitan tidur disebabkan karena
munculnya rasa gatal, atau kram.
• Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
• Perubahan cita rasa makan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi tidak
terasa seperti biasanya.
• Bau mulut uremik : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui
bau pernafasan yang tidak enak.
• Sulit berkonsentrasi.
e. Stadium 5
Gejala yang timbul pada stadium 5 antara lain :
• Kehilangan nafsu makan
• Sakit kepala
• Merasa lelah
• Tidak mampu berkonsentrasi
• Gatal-gatal
• Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali
• Bengkak, terutama sekitar wajah, mata atau pergelangan kaki
• Kram otot
• Perubahan warna kulit

22
PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan laboratorium
• Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
• Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum dan penurunan LFG (dihitung berdasarkan rumus
Kockcroft-Gault)
• Kelainan biokimiawi darah, seperti penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau
hipokloremia, hiperfosfatemia, asidosis metabolik.
• Kelainan urinalisis, seperti proteinuria, hematuria, leukosituria.

PENATALAKSANAAN

Salah satu komplikasi dari penyakit ginjal kronik yang paling sering adalah
osteodistrofi renal. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi
hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol. Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi
pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbsi
fosfat di saluran cerna, serta dialisis. Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada
pasien dengan penyakit ginjal kronik secara umum, yaitu tinggi kalori, rendah protein dan
rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan
seperti susu dan telur. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari.
Pembatasan cairan dan elektrolit perlu dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal
kronik. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler.
Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin
maupun Insensible Water Loss (IWL), dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui IWL
antara 500-800 ml/hari. Elektrolit yang harus diwaspadai asupannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia
jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan
makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium yang
dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan
hipertensi dan edema.
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah dengan

23
pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis. Pembatasan asupan protein mulai
dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut pembatasan asupan protein
tidak selalu dianjurkan. Pemberian protein yaitu 0,6- 0,8/kgBB/hari. Jumlah kalori yang
diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Perhatikan status nutrisi pasien.
Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung hidrogen, fosfat, sulfat dan ion
anorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada pasien dengan penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi
nitrogen dan ion anorganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang
disebut uremia.
Segera setelah pasien mengalami perbaikan keadaan umum, dilakukan hemodialisis.
Pengetahuan mengenai modifikasi gaya hidup diharapkan dapat menekan perburukan kondisi
dan secara tidak langsung dapat menurunkan angka mortalitas pasien dengan CKD. Hal ini
terlihat dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dimana, pada 6 penelitian
memperlihatkan diet rendah protein berhubungan dengan reduksi sebanyak 42% angka
mortalitas.
Pada pasien dengan penyakit CKD, terjadi anemia pada 80-90% pasien. Anemia pada
penyakit CKD terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoietin. Hal-hal lain yang ikut
berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah, masa hidup
eritrosit yang memendek akibat terjadi hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum
tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Pemberian transfusi pada
penyakit CKD harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi dan pemantauan yang
tepat. Transfusi yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan
tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai
studi klinik adalah 11-12 gr/dl.
Pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat untuk memperkecil resiko
kardiovaskuler, juga sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron
dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa obat
antihipertensi terutama ACE inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme inhibitor), seperti
Captopril, melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses perburukan fungsi
ginjal.Hal ini terjadi melalui mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
Pada kasus ini pemberian Furosemide yang merupakan “Loop atau High Ceiling
Diuretic” dapat menghambat kotranspor ion Natrium+ /ion Kalium+ /Clorida- dari membran
lumen pada pars ascenden ansa Henle sehingga reabsorbsi ion Natrium+ /ion Kalium+ /ion

24
Clorida- menurun. Loop diuretic berkerja cepat bahkan di antara pasien dengan fungsi ginjal
yang terganggu atau yang tidak bereaksi terhadap tiazid atau diuretic lain.
Bicnat merupakan salah satu antasida dimana merupakan basa lemah yang bereaksi
dengan asam lambung untuk membentuk air dan garam, dengan demikian menghilangkan
keasaman lambung. Obat ini juga memiliki efek lain seperti pengurangan kolonisasi
Helicobacter pylori dan merangsang sintesis prostaglandin. Zat-zat antasida sangat bervariasi
dalam komposisi kimia, kemampuan menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan
harganya. Kemampuan menetralkan asam suatu antasida tergantung pada kapasitas untuk
menetralkan HCl lambung dan apakah lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan
memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida bekerja untuk waktu yang
lebih lama).

KOMPLIKASI

Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi diantara seperti pada tabel
dibawah ini:1

Salah satu komplikasi dari penyakit ginjal kronik yang paling sering adalah
osteodistrofi renal.19,20 Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara
mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol.
Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi pembatasan asupan fosfat, pemberian
pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbsi fosfat di saluran cerna, serta dialisis.6
Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien dengan penyakit ginjal kronik
secara umum, yaitu tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam, karena fosfat sebagian
besar terkandung dalam daging dan produk hewan seperti susu dan telur. Asupan fosfat
dibatasi 600-800 mg/hari.5-7
Pembatasan cairan dan elektrolit perlu dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal
kronik. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya oedem dan komplikasi kardiovaskuler.
Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin
maupun Insensible Water Loss (IWL), dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui IWL
antara 500-800 ml/hari.
Elektrolit yang harus diwaspadai asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan
kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh
karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi

25
kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium yang dianjurkan mEq/lt.
Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edem.
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah dengan
pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis. Pembatasan asupan protein mulai
dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut pembatasan asupan protein
tidak selalu dianjurkan. Pemberian protein yaitu 0,6- 0,8/kgBB/hari. Jumlah kalori yang
diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Perhatikan status nutrisi pasien. Bila terjadi
malnutrisi, asupan kalori dan protein harus ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan
karbohidrat, kelebihan protein tidak dapat disimpan dalam tubuh namun dipecah menjadi
urea dan substansi nitrogen lain yang terutama diekskresikan di ginjal.
Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung hidrogen, fosfat, sulfat dan ion
anorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada pasien dengan penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi
nitrogen dan ion anorganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang
disebut uremia.
Segera setelah pasien mengalami perbaikan keadaan umum, dilakukan hemodialisis.
Pengetahuan mengenai modifikasi gaya hidup diharapkan dapat menekan perburukan kondisi
dan secara tidak langsung dapat menurunkan angka mortalitas pasien dengan CKD. Hal ini
terlihat dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dimana, pada 6 penelitian
memperlihatkan diet rendah protein berhubungan dengan reduksi sebanyak 42% angka
mortalitas.1

Tabel 2.4 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik

Derajat Penjelasan LFG Komplikasi


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal >90 -
atau meningkat

2 Kerusakan ginjal dengan LFG 60 – 89 Tekanan darah mulai


menurun ringan meningkat

26
3 Kerusakan ginjal dengan LFG 30 – 59 - Hiperfosfatemia
menurun sedang - Hipokalsemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
- Hiperhomosistinemia
4 LFG menurun berat 15 – 29 - Malnutrisi
- Asidosis metabolik
- Cenderung
hiperkalemia
- Dislipidemia
5 Gagal ginjal < 15 - Gagal jantung
- Uremia

27
Kesimpulan

CKD merupakan masalah kesehatan global dengan insidensi, prevalensi dan angka
mortalitas yang terus meningkat. Oleh karena itu, pencegahan dini di pelayanan kesehatan
primer mengenai faktor-faktor resiko terjadinya CKD harus dilakukan lebih intensif.
Perubahan gaya hidup memiliki peran yang sangat penting dalam perbaikan kondisi pasien,
tanpa melupakan farmakoterapi yang adekuat.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Ndraha, Suzanna. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Leading
Article. Jakarta: Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida
Wacana.

2. Sudoyo, Aru W., dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta : Interna Publishing.

3. Widodo, Danu Panggih. 2010. Strategi Koping Penderita Diabetes Melitus dalam
Menghadapi Penyakit Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Wanasari. Semarang:
Universitas Muhammadiyah Semarang.

4. Dewi, S. Sinto. 2012. Efek Ekstrak Etanol Morinda citrifolia L. Terhadap Kadar Gula
Darah, Jumlah Neutrofil, Fibronektin Glomerulus Tikus Diabetes Melitus. Semarang:
Universitas Diponegoro.

5. Manik, HR. 2012. Pengaruh Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi Terhadap
Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururun
Kabupaten Samosir. Medan: Universitas Sumatera Utara.

6. Waspadji, S. 2006. Diabetes Melitus Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang


Rasional. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

7. Rusmina, Dina. 2010. Hubungan Kepatuhan dalam Menjalankan Diet Dengan Gula
Darah Terkontrol di Poliklinik Penyakit Dalam RSAL dr. Mintohardjo Jakarta Pusat.
Jakarta : Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

8. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6


Volume 2. Jakarta : EGC.

9. Brenner BM, Lazarus JM. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13
Volume 3. Jakarta : EGC

10. Suwitra K. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta : Penerbit
FKUI.

11. Mansjoer, A., dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta : Media
Asculapius FKUI.

12. Rani, A. Azis, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Jakarta : FKUI.

29

Anda mungkin juga menyukai