Anda di halaman 1dari 7

COVER

Halaman
BAB I
Morbilli
I. Definisi
Morbilli atau measles sering pula diketahui sebagai rubeola atau campak merupakan
salah satu penyakit paling menular. Morbilli dapat diderita oleh semua umur. Ditandai dengan
gejala prodormalseperti demam, batuk, hidung berair, konjungtivitis dan patogonomik ( tanda
khas) berupa koplik spot diikuti dengan eritema maculopapupular bintik kemerahan pada hari
ketiga sampai ke tujuh. (Medscape, 2019).

II. Etilogi
Morbilli disebabkan oleh measles virus, single strain, RNA virus dengan envelope,
genus Morbillivirus, family Paramyxoviridae.

III. Epidemiologi

IV. Pathoghenesis
Virus morbilli adalah virus yang sangat menular, berantai tunggal dan mempunyai
selubung yang merupakan anggota family paramyxoviridae. Manusia merupaka satu satunya
host pada virus ini, penularan terjadi melalui kontak erat antar manusia atau melalui cairan
sekret yang menyebar melalui airborn. Virus morbili masuk melalui saluran nafas atau
konjungtiva lalu beriplikasi serta menyebar secara lokal ke kelenjar getah bening dan aliran
darah.

V. Manifestasi klinis
a. Masa inkubasi
Masa inkubasi terjadi pada saat virus pertama kali masuk sampai terjadinya
demam, fase ini terjadi dalam rentangan waktu 7 sampai 21 hari.

b. Prodormal
Masa prodormal ini meliputi demam tinggi ( 40,5 0C), malaise, konjungtivitis,
coryza ( hidung berair), dan batuk setidaknya mencapai 4 hari. Terdapat ada
pathogonomic pada pasien berapa koplik spot dimulai dari ukuran kucil, macula
merah terang berukuran 1-2 mm didalamnya berwarna biru-putih yang terletak pada
mukosa buccal dekat gigi molar kedua. Koplik spot biasanya terjadi 48 jam sebelum
timbulnya ruam dan bertahan 12- 72 jam.

c. Eksanthem
Pada masa eksantem akan muncul lesi ruam berupa eritamatosa, tidak gatal,
makula dan papula yang berkembang dari kranial ke arah kaudal, dimulai dari
belakang telinga dan dahi lalu menyebar terutama ke wajah dan leher, serta menyebar
ke ekstrimitas baik tangan maupun kaku. Ruam akan mencapai puncaknya dalam 3
hari dan mulai menghilang pada hari ke 4 hingga 5. Lalu terhjadi deskuamasi dan
dispigmentassi kecokelatan.
VI. Diagnosis dan diagnosis banding
a. Diagnosis
a) Anamnesis
Pada anamnesis perlu dipertanyakan akan paparan virus untuk mengetahui
periode inkubasi dari terpapar sampai timbulnya gejala, yaitu 7-14 hari ( rata rata 10-
22) karena pada hari ke 1-2 sebelum munculnya gejala pasien sangat bisa menularkan
kepada manusia lain.
 Kapan pertama kali terpapar?
Untuk menandakan periode inkubasi dan pencegahan penularan.
 Apakah ada demam tinggi (400C)?
Untuk mengetahui periode prodormal. Gejala awal pada prodormal yaitu
demam tinggi dan ditandai dengan malaise, anoreksia, dan konjungtivitis, batuk dan
hidung berair.

b) Pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya:
 Pada fase prodormal:
o Demam tinggi 400C
o Malaise
o Anoreksia
o Konjungtivitis
o Batuk
o Hidung berair
 Pada fase eksantema;
o Koplik spot pada mukosa buccal pada awal fase ini
o Ruam dimulai pada belakang telinga dan dahi dan menjalar ke leher
serta ekstrimitas

c) Pemeriksaan penunjang
a. Tes antibodi
a.Imunoglobulin M
Menurut CDC metode tercepat dalam mengkorfimasi morbili atau
campak menggunakan tes imunoglobulin M yang diambil pada hari ke 3 saat
ruam muncul atau pada hari berikutnya hingga 1 bulan untuk menghidari hasil
negatif palsu.

b. Imunoglobilin G
Imunoglobulin G dapat di deteksi 4 hari setelah timbulnya ruam,
namun direkomendasikan spesimen diambil pada hari ke 7 setelah timbul
ruam.

b.Kultur virus
Kultur virus dapat dilakukan melalui usap tenggorok dan usap hidung
yang dikirim melalui media transport untuk isolasi virus. Kultur virus juga
dapat dilakukan pada spesimen urin dengan menggunakan wadah steril untuk
kultur virus.

c. Polymerase Chain Reaction ( PCR)


Reverse- transcripstion polymerase chain reaction (PCR) sangat
sensitif dalam memvisualisasikan RNA virus morbili pada spesimen darah,
tenggorok, nasofaring atau urin dengan sangat cepat.

d) Radiografi thoraks
Radiografi foto thoraks dilakukan jika dicurigai adanya infeksi bakteri
pneumonia. Hal ini sering terjadi pada penderita morbili.

e) Pungsi lumbal
pungsi lumbal dilakukan apabila ada kecurigaan ensefalitis untuk
mengungkapkan adanya:
 Peningkatan protein
 Glukosa
 Plestosis ringan dengan dominasi limfosit
f) Histopatologi
Analisis jaringan dan temuan histolgi pada biopsi di kulit pasien
menunjukan adanya spongiosis dan vesikula pada epidermis serta
ditemukan adanya keratinosit diskeratosis yang menyebar. Giant sel berinti
ditemukan dengan diameter <100 nm

b. Diagnosis banding

VII. Tatalaksana

TERAPI SUPORTIF

Tatalaksana pada penderita campak atau morbili terfokus pada terapi suportif yang
dimana tidak di temukan adanya antivirus yang spesifik untuk pengobatan morbilli.
Pengobatan terfokus pada pemberian antipiretik, cairan serta mengatur adanya komplikasi
yang berhubungan dengan superinfeksi bakteri, gangguan pernafasan dan gangguan
neurologi.
Infeksi sekunder seperti otitis media dan bakteri pneumonia perlu diberikan
antibiotik. Pasien dengan komplikasi berat perlunya observasi dan pemberian antibiotik sesuai
dengan kondisi klinis pasien. Pemberian cairan melalui intravena untuk rehidrasi ditandai
dengan demam tinggi merupakan tanda dari dehidrasi. Pengobatan demam sesuai dengan
standar antipiretik. Tindakan pencegahan perlu dilakukan karena penyakit ini dapat menular
dengan cepar perlunya isolasi pada pasien penderita morbili di rumah sakit yaitu pada hari ke
3- 5 sebelum timbulnya ruam harus dilakukan dan setelah hari ke 4 setelah ruam muncul.

VITAMIN A
Pemberian vitamin A terbukti 50% dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas dan
untuk mencegah kerusakan mata serta kebutaan.
 Bayi usia <6 bulan : 50.000 IU/ hari PO for 2 dosis
 Usia 6-11 bulan 100.000 IU/ hari PO 2 dosis
 Usia > 1 tahun 200.000 IU/ haari PO 2 dosis
 Anak dengan tanda klinis defisiensi vitamin A diberikan dua kali; pertama
diberikan 2 dosis sesuai dengan usia anak, dosis ketiga diberikan pada 2-4
minggu setelahnya.
ANTIVIRUS
Pemberian ribavirin dilakukan untuk pengobatan pada pasien dengan penyakit berat atau
imunocompremaised.
POSTEXPOSURE PROPHYLAXIS
Perlunya profilaksis pada

VIII. Komplikasi
IX. Pencegahan
X. Prognosis
BAB II
Rubella

XI. Definisi
XII. Etilogi
XIII. epidemiologi
XIV. Pathoghenesis
XV. Manifestasi klinis
XVI. Diagnosis dan diagnosis banding
XVII. Tatalaksana
XVIII. Pencegahan
XIX. prognosis

Anda mungkin juga menyukai