Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola
(bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama
masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles
dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular
yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam,
kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata,
kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri
dengan deskuamasi dari kulit.
Campak merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi
pada anak, sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal (4 hari
sebelum muncul ruam) sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.1,2
Campak timbul karena terpapar droplet yang mengandung virus campak. Sejak
program imunisasi campak dicanangkan, jumlah kasus menurun, namun akhir-
akhir ini kembali meningkat.4,6 Di Amerika Serikat, timbul KLB (Kejadian
Luar Biasa) dengan 147 kasus sejak awal Januari hingga awa. Februari 2015.
Di Indonesia, kasus campak masih banyak terjadi dan tercatat
peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2014.4 (Jurnal RS.
Hosana Medika Lippo Cikarang, 2016)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan kebidanan pada Bayi dengan Morbili di
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data pada Bayi dengan Morbili

1
b. Mampu menginterprestasikan data untuk mengidentifikasi diangnosa
atau masalah pada Bayi dengan Morbili
c. Mampu mengidentifikasi diagnosa potensial pada Bayi dengan Morbili
d. Mampu menerapkan antisipasi terhadap Morbili
e. Mampu mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan tindakan
segera terhadap Morbili
f. Mampu melaksanakan rencana tindakan yang menyeluruh pada Bayi
dengan Morbili
g. Mampu mengevaluasi pelaksanaan asuhan kebidanan pada Bayi
dengan Morbili

B. Manfaat
1. Bagi Pendidikan
Diharapkan mampu menambah referensi dan bahan informasi mengenai
keluhan Bayi untuk mengatasi masalah Morbili.

2. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
kebidanan pada Bayi patologi dengan Morbili.

3. Bagi Rumah Sakit


Dapat meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan kebidanan
khususnya dalam kasus Bayi dengan Morbili.

4. Bagi pasien
Dapat mendeteksi dini apabila terjadi Morbili pada Bayi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. MORBILI
1. Pengertian Morbili
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga
stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi
(Suriadi & Rita Yuliani, 2010)
Morbili adalah penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan
oleh infeksi virus umumnya menyerang anak yang ditandai dengan 3
stadium yaitu kataral (prodomal), erupsi, dan konvalensi. (Nurarif &
Kusuma, 2015)
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular yang
disebabkan oleh infeksi virus umumnya menyerang anak. Campak
memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-
masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-
kira 10-12 hari. (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang
meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik),
faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan
keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan,
lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.
(Sumarmo, 2015)
Kesimpulannya, morbili atau campak adalah penyakit infeksi virus
yang sangat menular dengan ditandai dengan 3 stadium: Stadium kataral,
stadium erupsi, dan stadium konvalensi.

3
2. Etiologi
Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah,
dan urine dari orang yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak
langsung dengan droplet dari orang yang terinfeksi. Masa inkubasi
selama 10-20 hari, dimana periode yang sangat menular adalah hari
pertama hingga hari ke 4setelah timbulnya rash (pada umumnya pada
stadium kataral) (Suriati & Rita, 2010)
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA
virus genus Morbilivirus, family Paramyxoviridae. Virus ini dari family
yang sama dengan virus parainfluenza, virus human metapneumovirus,
dan RSV (Respiratory Syncytial Virus).
Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung inti untai
RNA tunggal yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus
campak memiliki 6 struktur protein utama. Protein H (Hemagglutinin)
berperan penting dalam perlekatan virus ke sel penderita. Protein F
(Fusion) meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel. Protein M
(Matrix) di permukaan dalam lapisan pelindung virus berperan penting
dalam penyatuan virus. Di bagian dalam virus terdapat protein L (Large),
NP (Nucleoprotein), dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein L dan
P berperan dalam aktivitas polimerasi RNA virus, sedangkan protein NP
berperan sebagai struktur protein nucleocapsid. Karena virus campak
dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka mudah diinaktivasi oleh cairan
yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform. Selain itu, virus juga
dapat diinaktivasi dengan suhu panas (>37 oC), suhu dingin (<20oC), sinar
ultraviolet serta kadar (pH) ekstrim (pH <5 dan >10). Virus ini jangka
hidupnya pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2 jam
(Soegijanto, 2011).

4
3. Gejala klinis:
Penyakit campak terdiri dari 3 stadium:
a. Stadium kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan
gejala demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis, dan koriza.
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul bercak
Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum
timbul pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar
dan menjelang kira-kira hari ke3 atau 4 dari masa prodromal dapat
meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara klinis, gambaran
penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai
influenza.
b. Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang
biasanya timbul adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul
eksantema di palatum durum dan palatum mole. Kadang terlihat pula
bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk macula-
papula disertai dengan naiknya suhu badan. Mula-mula eritema
timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut
dan bagian belakang bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke
dada dan abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah
pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti
terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.
c. Stadium konvalensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih
tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri.
Selain hiperpigmentasi pada anak sering ditemukan pula kulit yang
bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali
bila ada komplikasi. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan UI, 1985)

5
4. Epidemiologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian
menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang pernah menderita morbili akan mendapatkekebalan secara pasif
(melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut
kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat menderita morbili. Bila
si ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang dilahirkannya
tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita
penyakit ini setelah ia dilahirkan. Bila seorang wanita menderita morbili
ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami
abortus: bila ia menderita morbili pada trimester 1, kedua atau ketiga
maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau
seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak
yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

5. Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius
sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak
terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala
klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi,
penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya.
Virus masuk ke dalam limfatik local, bebas maupun berhubungan
dengan sel mononuclear, kemudian mencapai kelenjar getah bening
regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan
dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel
mononuclear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa
berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-
supressor dan T-helper) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif
membelah.

6
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum
diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal,
terbentuklah focus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh
darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran
nafas, kulit, kandung kemih dan usus.

Hari Patogenesis

0 Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada permukaan


konjungtiva. Infeksi terjadi di sel epitel dan virus bermultiplikasi.

1-2 Infeksi menyebar ke jaringan limfatik regional

2-3 Viremia primer

3-5 Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas, virus melekat pertama kali,
juga di sistem retikuloendotelial regional dan kemudian menyebar

5-7 Viremia sekunder

7-11 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran napas

11-14 Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit, dan organ-organ tubuh lain

15-17 Viremia berkurang dan menghilang

Pada hari ke 9-10, focus infeksi yang berada di epitel saluran


nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu
sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari
system saluran nafas diikuti dengan batuk pilek disertai selaput
konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses
peradangan epitel pada system saluran pernapasan diikuti dengan
manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan

7
tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik,
yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon
delayed hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam
makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu
antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tampak pada
kasus yang mengalami deficit sel-T.
Focus infeksi tid
menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik
di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian
dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen
campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang
nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan
infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lain-
lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu
campak dapat menyebabkan gizi kurang (Sumarmo, 2015).
Sumber: Halim (2016). Jurnal Campak pada Anak vol.43 no.3

6. Komplikasi
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun
sehingga data terjadi energi (uji berkulin yang semula positif berubah
menjadi negative). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi
komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis,
bronkopneumonia.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh
pneumococcus, Streptopcoccus, Stayphylococcus. Bronkopneumonia ini
dapat menyebabkan kematin bayi yang masih muda, anak dengan
malnutrisi energy protein, penderita penyakit menahun (missal
tuberculosis ), leukemia, dan lain lain. Oleh karena itu pada keadaan
tertentu perlu dilakukan pencegahan.

8
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia,
paraplegia, afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang
menderita morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi
dengan vaksin virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut), pada
penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif
(immunosuppressive measles encephalopathy) dan sebagai subacute
sclerosing panenchepalitis (SSPE).
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksanten, angka
kematian rendah dan sisa deficit neurologis sedikit. Angka kejadian
ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis
setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000
dosis
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan
saraf pusat. Penyakit ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan
orang dewasa. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba- tiba seperti
kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis
lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan- 3
tahun setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikian remisi spontan
masih bisa terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti- bukti bahwa virus
morbili memegang peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak
menderita morbili sebelum umur 2tahun sedangkan SSPE bisa timbul
sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi
morbili didapatkan kira- kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan penderita
SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 – 1,1 tiap 10juta, sedangkan
setelah infeksi morbili sebesar 5,2 – 9,7 tiap 10 juta. Immunosuppressive
measles encephalopathy didapatkan pada anak dengan morbili yang
menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaian
obat- obatan imunosupresif. Diafrika didapatkan kebutaan sebagai

9
komplikasi morbili pada anak yang menderita malnutrisi. (Staf Pengajar
Ilmu Kesehatan Anak FKUI).

7. Pencegahan
a. Pembangian Imunisasi
1). Imunisasi aktif
Ini dilakukan dengan pemberian “Live attenuated measles
vaccine“. Mula-mula digunakan strain Edmonston B, tetapi
karena “strain” ini menyebabkan panas tinggi dan eksantem ada
hari ketujuh sampai hari kesepuluh setelah vaksinasi, maka strain
Edmonston B diberikan bersama-sama dengan globulingama
pada lengan yang lain.
Sekarang digunakan starin Schwarz dan Moraten dan
tidak diberikan globulin-gama. Vaksin tersebut diberikan secara
subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serologis ternyata bahwa imunitas tersebut
mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk
memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 15 bulan
yaitu karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak
dapat nenbentuk antibody secara baik karena masih ada antibody
dari ibu. Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal didaerah
endemis morbili dan terdapat banyak tuberculosis diberikan
vaksinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi dilakukan pada
umur 5 bulan. Pada anak yang divaksinasi sebelum umur 10
bulan tidak ditemukan antibody, begitu pula setelah revaksinasi
kadang-kadang titer antibody tidak naik secara bermakna. Di
Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili
pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut di
atas dapat pula diberikan pada orang yang alergi terhadap telur,
karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam biakan jaringan

10
janin ayam yang secara antigen adalah berbeda dengan protein
telur. Hanya bila terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya
vaksinasi ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin morbili juga
dapat diberikan kepada penderita tuberculosis aktif yang sedang
mendapat tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan
kepada wanita hamil, anak dengan tuberculosis yang tidak
diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat
pengobatan imunosupresif.
Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili
saja atau sebagai vaksin measles- mumps- rubella (MMR). Di
Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan perum biofarma
yang terdiri dari virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan,
strain Scwarz dan ditumbuhkan dalam jaringan janin ayam dan
kemudian di beku- keringkan. Tiap dosis dari vaksin yang sudah
dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1.00
TCID50 dan neomisin B sulfat tidak lebih dari 50 mikrogram.
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml
pada umur 9 bulan. Terjadi anergi terhadap tuberculin selama 2
bulan setelah vaksinasi. Bila seseorang telah mendapat
immunoglobulin atau transfuse darah maka vaksinasi dengan
vaksin morbili harus ditangguhkan sekurang – kurangnya 3
bulan. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak dengan
infeksi saluran pernafasan akut atau infeksi akut lainnya yang
disertai demam, anak dengan defisiensi imunologik, anak yang
sedang diberi pengobatan intensif dengan obat imunosupresif
2). Imunisasi pasif
Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan
penyakitnya diperingan dengan pemberian globulin- gama dapat
mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses tuberculosis.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985)

11
b. Imunisasi Campak
Pada tahun 1954, Peebles dan Enders pertama kali berhasil
mengembangbiakkan virus campak pada kultur jaringan. Virus
campak tersebut berasal dari darah kasus campak bernama David
Edmonston.
1). Saat ini ada beberapa macam vaksin campak,
a. Monovalen
b. Kombinasi vaksin campak dengan vaksin rubella (MR)
c. Kombinasi dengan mumps dan rubella (MMR)
d. Kombinasi dengan mumps, rubella dan varisela (MMRV)
Telah dikeluarkan Permenkes no 42 tahun 2013 mengenai
pemberian imunisasi untuk campak diberikan 2 kali, yaitu pada
umur 9 bulan sebagai imunisasi dasar dan pada umur 2 tahun
sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian pada anak usia sekolah
dasar, diberikan imunisasi campak yang ketiga pada Bulan
imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan
imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak boleh diobati, pasien
keganasan atau transplantasi organ, mereka yang mendapat
pengobatan imunosupresif jangka panjang atau
anakimunokompromais yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi
HIV tanpa immunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan
terhadap campak bisa mendapat imunisasi campak.
Kesulitan untuk mencapai dan mempertahankan angka
cukup yang tinggi bersama-sam dengan keinginan untuk menunda
pemberian imunisasi sampai antibody maternal hilang merupakan
suatu hal yang berat dalam pengendalian campak. Pada anak-anak
di Negara berkembang, antibody maternal akan hilang pada usia 9
bulan, dan pada anak-anak di Negara maju setelah 15 bulan.

12
2). Dosis dan cara pemberian
a. Dosis vaksin campak 0,5 ml
b. Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan
walaupun dapatdiberikan secara intramuscular
c. Imunisasi campak diberikan lagi pada umur 2 tahun masuk
sekolah SD (program BIAS). (Rezeki, Sri, 2014)

8. Tatalaksana
Menurut Halim dalam Jurnal Campak pada Anak (2016). Pada
campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah
baring, antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan
sampai setiap 4 jam), cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin
A. Vitamin A dapat berfungsi sebagai imunomodulator yang
meningkatkan respon antibody terhadap virus campak. Pemberian
vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi diare dan
pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari dengan
dosis sebagai berikut:
a. 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
b. 100.000 IU pada anak umur 6-11 bulan
c. 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan
dosis sesuai umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4
pada anak dengan gejala defisiensi vitamin A
Pada campak dengan komplikasi otitis media dan/atau
pneumonia bacterial dapat diberi antibiotic. Komplikasi diare diatasi
dehidrasinya sesuai derajat dehidrasinya.
Suplemen vitamin A pada situasi khusus:
a. Bila ada kejadian luar biasa (KLB), campak, dan infeksi lain, maka
suplementasi vitamin A diberikan pada:

13
b. Seluruh balita yang ada di wilayah tersebut diberi 1 (satu) kapsul
vitamin A dengan dosis sesuai umurnya.
c. Balita yang telah menerima kapsul vitamin A dalam jangka waktu
kurang dari 30 hari (sebulan) pada saat KLB, maka balita tersebut
tidak dianjurkan lagi untuk diberi kapsul.

Untuk pengobatan xerophtalmia, campak, dan gizi buruk:

Bila ditemukan kasus xerophtalmia, campak, dan gizi burul


(marasmus, kwashiorkor, dan marasmik kwashiorkor), pemberian vitamin
A mengikuti aturan sebagai berikut:

a. Saat ditemukan: Berikan satu kapsul vitamin A merah atau biru sesuai
umur anak.
b. Hari berikutnya: Berikan lagi satu kapsul vitamin A merah atau biru
sesuai umur anak.
c. Dua minggu berikutnya: Berikan satu kapsul vitamin A merah atau
biru sesuai umur anak. (Kemenkes RI Bina Gizi Masyarakat, 2010)

B. Teoritis Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Varney


1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam
rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan
yang berfokus pada klien (Maryunani, Anik, 2016).
2. Langkah Manajemen Kebidanan
Terdapat 7 langkah manajemen kebidanan menurut Varney
yang meliputi langkah I pengumpuan data dasar, langkah II interpretasi
data dasar, langkah III mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial, langkah IV identifikasi kebutuhan yang memerlukan

14
penanganan segera, langkah V merencanakan asuhan yang menyeluruh,
langkah VI melaksanakan perencanaan, dan langkah VII evaluasi.
a. Langkah I : Pengumpulan data dasar

Dilakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang


diperlukan untuk megevaluasi keadaan klien secara lengkap.
Mengumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. (Maryunani, Anik, 2016).

b. Langkah II: Interpretasi data dasar

Dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau


masalah klien atau kebutuhan berdasarkan interpretasi yang benar
atas data-data yang telah dikumpulkan. Kata “masalah dan
diagnose” keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak
dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan
penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan kebidanan
terhadap klien. Masalah bisa menyertai diagnose. Kebutuhan adalah
suatu bentuk asuhan yang harus diberikan kepada klien, baik klien
tahu ataupun tidak tahu.

c. Langkah III: mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain


berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Membutuhkan antisipasi, bila mungkin dilakukan
pencegahan. Penting untuk melakukan asuhan yang aman.

d. Langkah IV: Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan


segera.

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau


dokter dan atau untuk dikonsultaikan atau ditangani bersama

15
dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien
(Maryunani, Anik, 2016).

e. Langkah V: rencana asuhan kebidanan

Merencanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-


langkah sebelumnya. Rencana asuhan yg menyeluruh meliputi apa
yang sudah diidentifikasi dari klien dan dari kerangka pedoman
antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan
terjadi berikutnya.

f. Langkah VI: pelaksanaan asuhan kebidanan

Melaksanakan rencana asuhan pada langkah ke lima secara efisien


dan aman. Jika bidan tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul
tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.

g. Langkah Vll : evaluasi

Pada langkah ini di lakukan evaluasi keefektifan asuhan yang


diberikan meliputi apakah pemenuhan kebutuhan telah terpenuhi
sesuai diagnosis dan masalah (Maryunani, Anik, 2016).

16
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Manajemen Asuhan Kebidanan


1. Pengkajian
a. Identitas/Biodata
Nama : An. M
Tgl. Lahir : 13 Mei 2021
Umur : 10 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Pirak Timu

b. Anamnesa (Data Subjektif)


Tanggal Pengkajian : 29 Maret 2022
Jam pengkajian : 20.59 WIB
Tempat : RSUCM (Ruang Anak)

1. Alasan datang : Pasien datang ke Ruang Anak dirujuk dari IGD


2. Keluhan Utama : Pasien Datang Dengan Demam Naik Turun Sejak
± 1 Minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit Disertai Keluar Bintik-
Bintik Merah Seluruh Tubuh/Mual Muntah, Batuk Dan Mencret.
3. Riwayat Imunisasi
a. Imunisasai Campak : 1 kali
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu : Tidak Ada
b. Riwayat Kesehatan Sekarang : Morbili
c. Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak Ada

c. Pemeriksaan Fisik (Objektif)


1. Keadaan umum : Lemas

17
2. Kesadaran : Composmentis
3. Pemeriksaan fisik umum : BB : 7,9 kg TB:9Kg
4. Tanda vital : HR : 113 x/ Menit
RR : 24 x/ Menit
T : 39o C
SPO2 : 100 %
5. Kepala :
Bentuk : Simetris
Rambut : Bersih
Wajah : Pucat
Mata : Terlihat Merah
Hidung : Terdapat Cairan/lendir berwarna jernih
Mulut dan bibir : permukaan kulit (kering),turgor kulit, rasa gatal,
ruam pada leher, muka, lengan, dan kaki
Telinga : Bersih
Leher : Tidak Ada Pembengkakan
6. Dada : Pernafasan terdengar Stridor
7. Abdomen : Normal
8. Punggung : Normal
9. Ekstremitas : Akral Hangat
10. Kulit : Lembab dan terdapat bintik-bintik merah
d. Pemeriksaan Penunjang
HB : 8,12 g%
WBC : 12,5 rb/ul
HCT : 28,19 %

2. Interpretasi Data Dasar


Diagnosa : An. Dengan Morbili
Masalah : Demam Naik Turun Sejak ± 1 Minggu Sebelum Masuk
Rumah Sakit Disertai Keluar Bintik-Bintik Merah Seluruh
Tubuh/Mual Muntah, Batuk Dan Mencret.

18
Kebutuhan : Konseling tentang Kebersihan Tubuh dan dukungan
keluarga
Data Objektif
a. Keadaan Umum : Lemas
b. Tanda vital : HR : 113 x/ Menit
RR : 24 x/ Menit
T : 39o C
SPO2 : 100 %

3. Mengidentifikasi Diagnosa Atau Masalah Potensial


Pneumonia, Diare dan kematian Anak

4. Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan Penanganan Segera


Kolaborasi dengan dokter Sp. A tentang pemberian Therapy obat, Anjurkan
untuk lebih banyak minum air putih.

5. Rencana Asuhan Kebidanan


a. Ukur Tanda-tanda Vital
b. Anjurkan ibu untuk memberikan minum air putih ± 2 liter Perhari
c. Anjurkan Ibu untuk mengompres hangat
d. Anjurkan ibu untuk memakai pakaian yang bersih dan tipis
e. Anjurkan ibu untuk posisikan dengan senyaman mungkin
f. Lakukan kolaborasi dengan dokter Sp.A tentang pemberian terapi
obat injeksi intravena dan obat oral.

6. Pelaksanaan Asuhan Kebidanan


a. Mengukur Tanda-tanda Vital Yaitu : HR 113 x/M, RR 24 x/M, T 39 o C,
SPO2 100 %.
b. Menganjurkan ibu untuk memberikan minum air putih ± 2 liter Perhari
c. Menganjurkan Ibu untuk mengompres hangat
d. Menganjurkan ibu untuk memakai pakaian yang bersih dan tipis

19
e. Menganjurkan ibu untuk posisikan dengan senyaman mungkin
f. Melakukan Kolaborasi dengan dokter Sp.A yaitu :
1). Infus RL 10 tts/Menit (Micro)
2). Drip Paracetamol 100 Mg / 8 Jam
3). Inj. Cefotaxime 250 Mg / 12 Jam
4). Inj. Ondansentron ¼ A / 12 Jam
5). Inj. Ranitidine ½ A / 12 Jam
6). Oral Cetinizine Syr 1 x ¼ cc
7). Oral Mucera drop 3 x 0,3 cc
9). Oral Zinc Syr 1x1 Cth

7. Evaluasi
a. Keluarga Sudah Tau Tanda-tanda Vital
b. Keluarga Sudah memberikan minum air putih ± 2 liter Perhari
c. Keluarga Sudah melakukan kompres hangat
d. Keluarga Sudah memakai pakaian yang bersih dan tipis pada pasien
e. Pasien dengan posisikan senyaman mungkin
f. Therapy obat telah diberikan

B. Pendokumentasian SOAP
Tanggal : 29 Maret 2022
Waktu : 21.59 WIB
Tempat : RSUCM (Ruang Anak)

Subjektif :
1. Keluarga mengatakan Anaknya Demam Naik Turun Sejak ± 1 Minggu
Sebelum Masuk Rumah Sakit Disertai Keluar Bintik-Bintik Merah Seluruh
Tubuh/Mual Muntah, Batuk Dan Mencret.

20
Objektif :
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Tanda-Tanda Vital : HR : 113 x/M
RR : 24 x/M
T : 39o C
SPO2 : 100 %
3. Pemeriksaan Fisik
a. Mata : Terlihat Merah
b. Ekstremitas : Akral Hangat
c. Kulit : Lembab dan terdapat bitnik-bintik merah
d. Hidung : Terdapat Cairan/lendir berwarna jernih

Assasment :
An. M Dengan Morbili

Planning :
a. Mengukur Tanda-tanda Vital Yaitu : HR 113 x/M, RR 24 x/M, T 39 o C,
SPO2 100 %. Keluarga sudah mengerti
b. Menganjurkan ibu untuk memberikan minum air putih ± 2 liter Perhari.
Keluarga sudah mengerti
c. Menganjurkan Ibu untuk mengompres hangat. Keluarga sudah mengerti
d. Menganjurkan ibu untuk memakai pakaian yang bersih dan tipis. Keluarga
sudah mengerti
e. Menganjurkan ibu untuk posisikan dengan senyaman mungkin. Keluarga
sudah mengerti
f. Melakukan Kolaborasi dengan dokter Sp.A yaitu :
1). Infus RL 10 tts/Menit (Micro)
2). Drip Paracetamol 100 Mg / 8 Jam
3). Inj. Cefotaxime 250 Mg / 12 Jam
4). Inj. Ondansentron ¼ A / 12 Jam
5). Inj. Ranitidine ½ A / 12 Jam

21
6). Oral Cetinizine Syr 1 x ¼ cc
7). Oral Mucera drop 3 x 0,3 cc
8). Oral Zinc Syr 1x1 Cth

SOAP Perkembangan 1 :
Tanggal : 30 Maret 2022
Waktu : 15.00 WIB
Tempat : RSUCM (Ruang Anak)

Subjektif :
1. Keluarga mengatakan Anaknya Morbili dan Gatal.

Objektif :
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Tanda-Tanda Vital : HR : 132 x/M
RR : 22 x/M
T : 38o C
SPO2 : 100 %
3. Pemeriksaan Fisik
a. Mata : Terlihat Merah
b. Ekstremitas : Akral Hangat
c. Kulit : Lembab dan terdapat bintik-bintik merah
d. Hidung : Terdapat Cairan/lendir berwarna jernih, hidung bagian
luar tampak kemerahan

Assasment :
An. M Dengan Morbili

Planning :
a. Mengukur Tanda-tanda Vital Yaitu : HR 132 x/M, RR 22 x/M, T 38o C,
SPO2 100 %. Keluarga sudah mengerti

22
b. Menganjurkan ibu untuk memberikan minum air putih ± 2 liter Perhari.
Keluarga sudah mengerti
c. Menganjurkan Ibu untuk mengompres hangat. Keluarga sudah mengerti
d. Menganjurkan ibu untuk memakai pakaian yang bersih dan tipis. Keluarga
sudah mengerti
e. Menganjurkan ibu untuk posisikan dengan senyaman mungkin. Keluarga
sudah mengerti
f. Melakukan Kolaborasi dengan dokter Sp.A yaitu :
1). Infus RL 10 tts/Menit (Micro)
2). Drip Paracetamol 100 Mg / 8 Jam
3). Inj. Cefotaxime 250 Mg / 12 Jam
4). Inj. Ondansentron ¼ A / 12 Jam
5). Inj. Ranitidine ½ A / 12 Jam
6). Oral Cetinizine Syr 1 x ¼ cc
7). Oral Mucera drop 3 x 0,3 cc
8). Oral Zinc Syr 1x1 Cth

SOAP Perkembangan 2 :
Tanggal : 31 Maret 2022
Waktu : 15.43 WIB
Tempat : RSUCM (Ruang Anak)

Subjektif :
1. Keluarga mengatakan anaknya tidak demam lagi, ruam sudah mulai
menghitam dan kering.

Objektif :
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Tanda-Tanda Vital : HR : 121 x/M
RR : 21 x/M

23
T : 37,8o C
SPO2 : 100 %
3. Pemeriksaan Fisik
a. Mata : Anemis
b. Kulit : Bintik-bintik sudah menghitam
c. Hidung : Bersih

Assasment :
An. M Dengan Morbili

Planning :
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan yaitu TTV : HR 121 x/M, RR 21 x/M,
T 37,8o C, SPO2 100 %. Keluarga Sudah Mengerti
2. Menganjurkan banyak minum air putih hangat. Keluarga Sudah Mengerti
3. Menganjurkan istirahat yang cukup. Keluarga Sudah mengerti
4. Memberikan Therapy obat yaitu :
a. IVFD RL 10 tts/Menit (Micro)
b. Inj. Cefotaxime 250 Mg / 12 Jam
c. Inj. Ondansentron ¼ A / 12 Jam
d. Inj. Ranitidine ½ A / 12 Jam
e. Drip Paracetamol 100 Mg / 8 Jam
f. Oral Cetinizine Syr 1 x ¼ cc
g. Oral Mucera drop 3 x 0,3 cc
h. Oral Zinc Syr 1x1 Cth
i. Oral Solvira Syr 1x1 Cth

24
SOAP Perkembangan 3 :
Tanggal : 01 April 2022
Waktu : 09.03 WIB
Tempat : RSUCM (Ruang Anak)

Subjektif :
1. Keluarga mengatakan anaknya tidak demam lagi dan bitnik-bintik merha
sudah menghitam.

Objektif :
1. Keadaan Umum : Baik
2. Tanda-Tanda Vital : HR : 73 x/M
RR : 41 x/M
T : 37o C
SPO2 : 100 %

Assasment :
An. M Dengan Morbili

Planning :
1. Pasien sudah boleh pulang
2. Injeksi dihentikan
3. Up Infus

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan studi kasus pada Bayi An. M umur 10 bulan


dengan Morbili dengan menggunakan manajemen 7 langkah varney dapat
disimpulkan :
1. Pengkajian pada Bayi An. M dengan Morbili dilakukan dengan
pengumpulan data subjektif yaitu Pasien Datang Dengan Demam Naik
Turun Sejak ± 1 Minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit Disertai Keluar
Bintik-Bintik Merah Seluruh Tubuh/Mual Muntah, Batuk Dan Mencret.
Data objektif yaitu keadaan umum : lemah, TTV : HR 113 x/M, RR 24
x/M, Suhu 39°C, dan SPO2 100 %.
2. Interpretasi data dilakukan dengan pengumpulan data secara teliti
dan akurat sehingga didapat diagnosa kebidanan Pada Bayi An. M
Umur 10 Bulan dengan Morbili. Masalah yang dialami oleh Bayi An.
M adalah cemas akan keadaannya karena Demam Naik Turun Sejak
± 1 Minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit Disertai Keluar Bintik-Bintik
Merah Seluruh Tubuh/Mual Muntah, Batuk Dan Mencret. sehingga
membutuhkan informasi tentang keadaannya dan dukungan dari
keluarga maupun tenaga kesehatan.
3. Diagnosa potensial pada Bayi An. M Umur 10 Bulan dengan Morbili
akan terjadi terjadi dapat membahayakan kondisinya. Demam Naik
Turun Sejak ± 1 Minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit Disertai Keluar
Bintik-Bintik Merah Seluruh Tubuh/Mual Muntah, Batuk Dan Mencret.
yang berlebihan akan menyebabkan kehilangan banyak cairan, sehingga
berisiko mengalami dehidrasi, gangguan elektrolit dan Batuk Darah, dan
Pneumonia, Diare dan kematian pada anak.
4. Antisipasi pada Bayi An. M umur 10 Bulan dengan Morbili yang
dilakukan adalah memberikan terapi obat IVFD RL tts/Menit (Micro),
Inj. Cefotaxime 250 Mg / 12 Jam, Inj. Ondansentron ¼ A / 12 Jam, Inj.
Ranitidine ½ A / 12 Jam, Drip Paracetamol 100 Mg / 8 Jam, Oral

26
Cetinizine Syr 1 x ¼ cc, Oral Mucera drop 3 x 0,3 cc dan Oral Zinc Syr
1x1 Cth
5. Rencana tindakan pada Bay i An. M umur 10 bulan dengan Morbili
adalah observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital, dan Pemeriksaan
fisik.
6. Pelaksanaan pada kasus Bayi An. M dengan Morbili dilakukan sesuai
dengan perencanaan yang telah dibuat.
7. Pada kasus Bayi An. M dengan Morbili penulis mampu mengidentifikasi
bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik. Tetapi ada
perbedaan dalam tindakan asuhan tetapi asuhan yang diberikan
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan ibu.
Dengan demikian setelah mempelajari teori dan pengalaman
langsung di lahan praktek melalui studi kasus tentang asuhan kebidanan
pada Bayi An. M dengan Morbili dapat disimpulkan bahwa secara garis
besar dapat dilihat bahwa tidak ada kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjauan kasus.

27

Anda mungkin juga menyukai